NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID
DALAM KITAB ‘AQIDATUL AWAM
KARYA SAYID AHMAD AL
–
MARZUKI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
SYARIFATUN NURUL MAGHFIROH
NIM: 111
–
12
–
092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
MOTTO
َىُه ًُْل
﴿ ٌذَدَأ ُ هللَّٱ
١
﴿ ُذَّهصٌٱ ُ هللَّٱ ﴾
٢
﴿ ْذٌَىَُ ٌَُْ َو ْذٍََِ ٌَُْ ﴾
٣
﴾
﴿ ٌٌۢذَدَأ ا ًىُفُو ۥُههٌ ُٓىََ ٌَُْ َو
٤
“ Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan-Nya”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Kedua orang tuaku yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, do‟a serta uang saku yang lebih sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.
Adikku tersayang Abdillah Khoiri Nafi‟ yang selalu memberikan semangat.
Abah Cholid Ulfi Fatkhurrohman, Abah As‟ad Haris N.F., Abah
Taufiqurrohman, Ibunda Fatichah Ulfah dan Ummah Chusnul Halimah
serta segenap keluarga besar kepengasuhan Yayasan Al-Manar yang
senantiasa memberikan tempat bagi saya untuk menimba ilmu.
Jajaran kepengurusan pondok pesantren Al-Manar.
Almamaterku tercinta, IAIN Salatiga, tempatku menimba pengetahuan, teman-teman PACISTA (PAI C IAIN Salatiga angkatan 2012) kalian luar
biasa.
Seluruh teman-teman curhatku (curahan hati) yakni ifa, aulia, elfa, maslikhah, faid, luluk serta teman-teman lain yang tak bisa ku sebutkan
satu per satu. Tak lupa kepada kang Fatwa yang selalu memberikan
semangat, motivasi dan perjuangannya dalam mengajariku banyak ilmu
pengetahuan dan selalu kurepotkan.
Someone yang masih jauh di mata.
KATA PENGANTAR
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh
dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi
cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak, Ibuku dan seluruh keluargaku yang telah mendo‟akan dan
membantuku dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
ABSTRAK
Nurul, Syarifatun.2016. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab „Aqidatul Awam Karya Sayid Ahmad Al-Marzuki. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Machfudz, M.Ag.
Kata kunci: Nilai, Pendidikan Tauhid.
Sayid Ahmad Al-Marzuki adalah seorang ulama yang terkenal. Salah satu kitabnya adalah „Aqidatul Awam, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan tauhid menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki dalam kitab „Aqidatul Awam. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki (2) Apa nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki (3) Bagaimanakah signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer adalah kitab „Aqidatul Awam, sumber sekundernya adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode deduktif dan metode induktif.
maupun antar masyarakat, serta sesuai syar‟i dan norma-norma yang berlaku di masyarakat itu sendiri.
DAFTAR ISI
1. HALAMAN JUDUL ... i
2. LOGO IAIN ... ii
3. NOTA PEMBIMBING ... iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
6. MOTTO... vi
7. PERSEMBAHAN... vii
8. KATA PENGANTAR... viii 9. ABSTRAK ... x
10.DAFTAR ISI ... xi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelilitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 7
E. Penegasan Istilah ... 9
F. Metode Penelitian ... 14
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid ... 18
B. Materi Pendidikan Tauhid ... 22
C. D asar dan Tujuan Pendidikan Tauhid ...……….. 29
D. M etode Pendidikan Tauhid ... 33
BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYID AHMAD AL-MARZUKI A. Bi ografi Pengaran Kitab „Aqidatul Awam ... 37
1. La tar Belakang Penulisan Kitab Aqidatul Awam ... 37
2. Bi ografi Sayid Ahmad Al-Marzuki ... 41
3. Guru-guru Sayid Ahmad Al-Marzuki ... 43
4. Karya-karya Sayid Ahmad Al-Marzuki ... 44
B. Sistematika Penulisan Kitab Aqidatul Awam ... 47
BAB IV. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB ‘AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD AL-MARZUKI
A. Ni
lai Tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad
Al-Marzuki ... 69
B. Signifikansi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan
sehari-hari ... 79
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
C. Kata Penutup ... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tauhid merupakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Manusia yang percaya dengan keberadaan Tuhan Yang Maha
Esa, senantiasa merasa dekat dan dilindungi oleh Tuhannya (Musa,
1999: 43). Karena di alam ini pemimpin dan pengatur semua tatanan
sistem peredaran kehidupan hanya Allah SWT. Hidup dan mati
merupakan kuasa sang pencipta yaitu Allah SWT. Kepercayaan
terhadap Allah adalah sang pencipta dan Yang Maha Esa, merupakan
landasan bagi setiap muslim. Seorang muslim tidak dapat dikatakan
sebagai umat muslim jika tidak menerima suatu ajaran tauhid.
Seorang muslim dapat menjalani kehidupannya wajib memegang
Islam yang menegaskan bahwa Tuhan itu hanya satu dan menjadi
satu-satunya sumber kehidupan (Zainuddin, 1992: 3).
Manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya,
karena seluruh makhluk hidup termasuk manusia pada hakikatnya
akan kembali kepada Allah SWT. Beribadah kepada Allah dengan
landasan keyakinan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan semesta
alam (Hanafi, 1988: 67). Objek kajian dari tauhid adalah tindakan
manusia yang diperintahkan oleh Allah agar meng-Esa-kanNya dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Perintah untuk men-tauhid-kan Allah dan pernyataan Allah
itu Esa dalam Al-Qur‟an: Al-Baqarah ayat 163.
ٌََِٰإ ُُْىُهٌََِٰإَو
ُُُ ِدهشٌا ُٓ ََّْٰدهشٌا َىُه هلاِإ َهٌََِٰإ َلا ۖ ٌذ ِداَو ٌه
Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang (Q.S Al-Baqarah: 163).
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang
cara-cara menetapkan „aqidah agama dengan mempergunakan dalil naqli
maupun dalil aqli. Dengan menggunakan dalil aqli maupun naqli,
seseorang akan lebih mudah memahami dan meyakini segala bentuk
penjelasan yang ada dalam ilmu tauhid. Dapat dinamakan ilmu
tauhid karena pembahasan-pembahasannya yang paling menonjol ialah
pembahasan tentang ke-Esaan Allah yang menjadi asasi agama Islam
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membahas tentang Allah
SWT, sifat-sifat wajib yang ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh
kepada-Nya (Sifat jaiz Allah) dan sifat-sifat yang sama sekali harus di
tiadakan daripada-Nya serta tentang Rasul-rasul Allah SWT untuk
menetapkan kerasulan mereka. Dapat dinamakan ilmu tauhid karena
pokok pembahasannya yang paling penting adalah menetapkan
keesaan Allah SWT dalam dzat-Nya, dalam menerima peribadatan
dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali,
satu-satunya tujuan ( Maslikhah, 2003:90).
Pokok-pokok pembahasan ilmu tauhid meliputi tiga hal,
yaitu: a) mempercayai dengan sepenuh hati tentang pencipta alam,
Allah Yang Maha Esa, b) mempercayai dengan penuh keyakinan
tentang para utusan Allah SWT dan perantara Allah SWT kepada
para utusannya untuk disampaikan kepada umat manusia untuk
menyampaikan ajaran-ajaran-Nya, tentang kitab-kitab Allah SWT yang
dibawa oleh para utusan-Nya, dan tentang para malaikat-Nya, c)
mempercayai dengan sepenuh hati akan adanya kehidupan abadi
setelah mati di alam akhirat dengan segala hal-ihwal yang ada di
dalamnya.
Berdasarkan jenis dan sifatnya, ilmu tauhid dapat dibagi
dalam tiga tingkatan atau tahapan. 1) Tauhid Rububiyyah yaitu: mengesakan Allah dalam segala perbuatanNya dan meyakini bahwa
mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba, misalnya: tawakal,
beribadah, memohon pertolongan. 3) Tauhid asma‟ wa sifat yaitu:
beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifatNya yang diterangkan
dalam Al-Qur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang pantas ditiru oleh
umat-Nya ( Ilyas, 1993 :23)
Sumber utama ilmu tauhid ialah Al-Qur‟an dan Hadis yang
banyak berisi penjelasan tentang wujud Allah SWT, keesaan-Nya,
sifat-sifat-Nya, dan persoalan ilmu tauhid lainnya. Maka dari itu ilmu
tauhid selalu didasarkan pada dua hal, yaitu dalil aqli dan dalil
naqli. Dengan menggunakan dalil aqli maupun naqli tersebut, maka
seseorang akan lebih mudah untuk memahami dan meyakini segala
bentuk penjelasan yang ada di dalam ilmu tauhid. Terutama untuk
memahami dan meyakini penjelasan tentang sifat-sifat Allah SWT
baik yang wajib maupun yang mustahil, ataupun yang jaiz pada-Nya,
sehingga seseorang akan lebih mudah mengenal dzat Allah SWT
secara mendalam (Maslikhah, 2003:90).
Ilmu tauhid bertujuan untuk memantapkan keyakinan dan
kepercayaan agama melalui akal pikiran, selain itu ilmu tauhid juga
digunakan untuk membela kepercayaan dan keimanan dengan
menghilangkan keraguan seseorang, serta ilmu tauhid bertujuan untuk
meluruskan aqidah-aqidah yang menyeleweng, serta membimbing
manusia untuk melakukan ke jalan yang benar serta dapat melakukan
tauhid yaitu: mengetahui tentang Allah dengan segala hal yang ada
pada-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya, semakin meningkatkan dan memperteguh keimanannya.
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu „ain bagi
setiap muslim dan muslimah sampai ia betul-betul memiliki
keyakinan dan kepuasan hati serta akal bahwa ia berada diatas agama
yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu
kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain tidak
berdosa ( Maslikhah, 2003: 90).
Dari uraian di atas, penulis berusaha mengkaji lebih mendalam
tentang nilai pendidikan tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam, yang di
dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan tauhid. Untuk
itu, maka penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang
berjudul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB
„AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD AL-MARZUKI”,
alasan penulis mengambil judul di atas karena melihat perkembangan
zaman yang terjadi pada saat ini. Banyak masyarakat yang mengaku
beragama Islam dan beriman kepada Allah SWT. Akan tetapi, sikap
dan perilaku mereka tidak mencerminkan keimanan tersebut.
Sebagian besar dari mereka sering melakukan ke onaran, berbuat
dzalim, seperti halnya: mabuk-mabukan, berjudi, anak sekolah tawuran
serta anak yang melawan orang tuanya. Oleh sebab itu, penulis
kurangnya keimanan pada diri mereka, jika keimanan benar-benar
sudah tertancap pada diri seseorang, niscaya ia akan benar-benar takut
kepada Allah, siksa Allah dan takut akan adzab Allah yakni balasan di
neraka. Bila seseorang takut kepada Allah, sungguh ia akan melaksanakan
apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan apa yang
dilarang-Nya.
Kemudian setelah ia menyadari pentingnya keimanan maka
perbuatan-perbuatan dzalim yang disebutkan di atas sungguh akan
bisa dihindari.
Penulis merujuk pada kitab „Aqidatul Awam ini, karena di dalam kitab tersebut membahas tentang ketauhidan yang menerapkan
dasar pokok bagi umat Islam, selain kata-katanya mudah dipahami
oleh orang awam kitab tersebut memiliki lafadz-lafadz yang relatif
sedikit karena memang kitabnya tipis, akan tetapi mempunyai
kandungan makna yang banyak dan cakupannya luas. Selain itu,
karena pendidikan tauhid suatu perbuatan manusia untuk meng-Esa-kan
Allah SWT sebagai suatu landasan umat muslim dalam menjalankan
semua ibadah. Tauhid yang dimaksud penulis adalah Tauhid yang
memiliki pengertian percaya kepada Allah yang Satu. Pendidikan Tauhid
dalam kitab „Aqidatul Awam yang sampai sekarang masih digunakan
dalam pembelajaran pendidikan Agama khususnya di pondok pesantren
Al-Manar dan TPA/TPQ Al-Mubarok, pringapus. Harapan penulis,
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pendidikan
tauhid, terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid
Ahmad Al-Marzuki?
2. Apa nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad
Al-Marzuki?
3. Bagaimana signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan
sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pembaca khususnya dalam mendalami jenis penelitian literature
serta dapat mengembangkan berbagai media sebagai sumber
pengetahuan khususnya dalam bentuk naskah, adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki.
2. Mengetahui nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid
Ahmad Al-Marzuki.
3. Mengetahui signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan
sehari-hari.
Kegunaan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu:
(1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid
dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki serta
dapat bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran dalam upaya
peningkatan pengetahuan tentang kajian mengenal sifat-sifat Allah
SWT dan juga pengetahuan tentang ilmu tauhid Islam, sehingga dapat
diketahui bagaimana seseorang untuk mengenal sifat-sifat wajib,
mustahil dan jaiz bagi Allah SWT.
(2) Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan serta pemahaman penulis
tentang kajian nilai pendidikan tauhid sehingga dapat dijadikan
pedoman dan dapat diterapkan dalam menjalankan aktifitas
sehari-hari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Dapat menjadi masukan serta sebagai bahan pertimbangan
untuk diterapkan dalam sehari-hari dalam dunia pendidikan Islam
pada lembaga-lembaga pendidikan. Seperti: Pondok Pesantren,
Madrasah Diniyah, di TPA maupun TPQ, sebagai pedoman dalam
kehidupan manusia untuk menuju kebahagiaan didunia sampai
akhirat.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
1. Menambah pengetahuan mengenai nilai pendidikan tauhid
yang terdapat dalam kitab „Aqidatul Awam sehingga
mengetahui betapa pentingnya pendidikan tauhid dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu
pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah
wawasan dibidang tersebut khususnya dan bidang ilmu
pengetahuan lain pada umumnya.
E. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas judul serta menghindari kekeliruan, maka
penulis membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalan tersebut.
Sehingga dapat mengemukakan uraian kajian tersebut sesuai yang
dikehendaki oleh penulis, sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Tauhid
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan
perbuatan-perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai adalah tentang apa yang
Nilai adalah sesuatu yang bersifat ideal dan tidak dapat disentuh
oleh panca indera (Sidi, 1978: 93). Maka nilai yang kita rasakan
dalam diri kita masing-masing sebagai pendorong atau prinsip-prinsip
yang menjadi penting dalam kehidupan. Dari beberapa pernyataan
tersebut, nilai adakan ukuran memilih tindakan atau tujuan tertentu.
Koasih Djahiri dan Aziz Wahab (1996: 23) memberikan
batasan nilai sebagai sesuatu yang berharga baik menurut standar
logika (benar dan salah), estetika (baik dan buruk), etika (adil dan
tidak adil), agama (dosa/ haram dan halal), dan hukum (sah dan tidak
sah) serta menjadi keyakinan diri maupun hidupnya.
Berarti, nilai akan selalu berkaitan dengan kebaikan, kebajikan
dan keluhuran, yang menjadi sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi
serta dikejar oleh manusia. Melalui nilai, seseorang akan merasakan
adanya sesuatu kepuasan dan ia menjadi manusia sebenarnya. Bahkan
dengan nilai seseorang secara penuh menyadari kebermaknaannya dan
menganggapnya sebagai pendorong dan pedoman, penuntun dan
prinsip untuk menentukan sesuatu dalam kehidupan manusia
sehari-hari.
Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan
awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata
perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan
manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan
Menurut Maslikhah (2009: 130) pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, bangsa dan negara.
Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk
masdar dari kata
اًذُْ ِد ْىَذ
-
ُذ ِّد َىَُ
-
َذهد َو
yang berarti percaya kepadaAllah SWT yang Maha Esa. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti
mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan
mengikhlaskan peribadahan kepada-Nya, meninggalkan penyembahan
kepada selain-Nya serta menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang
baik) dan shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan. Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid
itu adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. Jadi pendidikan tauhid itu merupakan usaha sadar untuk
mengembangkan diri sesuai kebutuhan, yang diyakini benar oleh setiap
orang atau kelompok sehingga dapat menetapkan keyakinan yang
berkaitan dengan ketuhanan, kenabian dan hal yang ghaib.
Pendidikan Tauhid adalah pengembangan ke arah keyakinan
seseorang terhadap Allah SWT. Pendidikan tauhid ini dimulai sejak
utama. Pendidikan tauhid sejak dini terlihat pada bayi yang baru lahir
kemudian dikumandangkan adzan oleh orang tuanya.
Pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses bimbingan
untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam
mengenal keesaan Allah. Pendidikan tauhid yang berarti membimbing
atau mengembangkan potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah,
menurut pendapat Chabib Thoha, “Supaya siswa dapat memiliki dan
meningkatkan terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang
Maha Esa sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat
menjiwai tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur (Thoha, 1996: 62)”.
Pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku
manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan
kepada Allah semata.
Pendidikan tauhid, akan membentuk watak seorang muslim
yang beriman kepada Allah SWT serta mampu mengimplementasikan
nilai-nilai keimanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga mampu
menjadi orang yang berguna bagi masyarakat yang timbul saling
mengasihi, menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka
yang membutuhkan.
Nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai ketauhidan (ke-Esaan),
aplikasi dan implementasinya yang dapat diambil dari suatu kajian dan
2. „Aqidatul Awam
Adalah sebuah karya Sayid Ahmad Al-Marzuki yang disajikan
untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan memantapkan
keyakinan dan kepercayaan agama melalui akal pikiran, di samping
kemantapan hati, yang didasarkan pada wahyu.
Di dalamnya menjelaskan tentang ilmu tauhid. Ilmu tauhid ini
menjelaskan tentang keesaan Allah dan pembuktiannya. Dalam kitab
tersebut menjelaskan sifat-sifat Allah, atau yang disebut aqoid lima puluh.
Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah,
20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib
bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul.
Semua merupakan isi dari ajaran yang terangkum dalam
kitab Aqidatul Awam ( Nasar, 1995: 8-13). 3. Sayid Ahmad Al-Marzuki
Nama lengkap beliau Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid
Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuki Al-Hasani.
Beliau lahir di Mesir pada tahun 1205 H. Al-Marzuki dikenal sebagai
penulis yang handal serta amat lincah dalam menuliskan qolam-nya
(pena), terutama menyangkut puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah
SAW. Salah satu karyanya yang terkenal dan fenomenal adalah
awam, dituangkan dalam sebuah nadzam (prosa) berisi sebanyak 57
bait. Al-Marzuki diangkat sebagai Mufti madzhab Maliki di Makkah
menggantikan saudaranya pengganti saudara Sayid Muhammad yang
telah mendahului wafat (1261 H ). Di masjid Makkah al-Mukaramah,
Al-Marzuki mengajar Al-Qur‟an, Tafsir, Tauhid, dan Ilmu-ilmu
lainnya. Syekh Ahmad marzuki juga terkenal sebagai seorang
Pujangga dan dijuluki dengan panggilan Abu Alfauzi (Muhammad
Syamsu, 1996: 253 ).
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library reseach), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka, dan yang dijadikan objek kajian adalah hasil
karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah kitab „Aqidatul Awam
karangan Sayid Ahmad Al-Marzuki.
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah
Terjemah kitab „Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto, terjemah
Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan al-Darary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid,
buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I,
Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku lain yang bersangkutan dengan obyek
pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang
menjadi sumber data primer yaitu kitab „Aqidatul Awam karangan
Sayid Ahmad Al-Marzuki. Dan sumber data sekunder diantaranya
adalah Terjemah kitab „Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto,
terjemah kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Thahir bin Saleh Al-Jazairi, buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan al-Darary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku Keimanan Ilmu
Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid
I,Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku dan kitab relevan yang lainnya.
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian
yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut :
1. Metode Deduktif
Yaitu apa saja yang dipandang benar pada suatu
peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga pada hal
yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas
atau jenis. Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa
data tentang sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah
SWT.
2. Metode Induktif
Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang
khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari
fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik
generalisasi-generalisasi bersifat umum. Metode ini, penulis
gunakan untuk menganalisa data ayat-ayat dan teks kitab
„Aqidatul Awam sehingga dapat diketahui nilai pendidikan
tauhid yang terkandung di dalamnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan untuk memberikan kesan runtutnya
adalah penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi
satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang bertujuan
agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan
skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara lain:
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaaan
Penenlitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian,
dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal
untuk memahami skripsi ini.
BAB II : Landasan Teori, berisi tentang: Nilai Pendidikan Tauhid,
Materi Pendidikan Tauhid, Dasar dan Tujuan
Pendidikan Tauhid, dan Metode Pendidikan Tauhid.
BAB III : Deskripsi pemikiran Sayid Ahmad Al-Marzuki tentang
nilai pendidikan tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam,
berisi tentang: Latar Belakang penulisan kitab
„Aqidatul Awam, Isi pokok Kitab „Aqidatul Awam,
Biografi Sayid Ahmad Al-Marzuki, menguraikan
tentang: Biografi Sayid Ahmad Al-Marzuki yang
meliputi riwayat kelahiran, karya-karyanya dan
guru-gurunya.
BAB IV : Signifikansi Pendidikan Tauhid dalam Kitab „Aqidatul
BAB V : Penutup, menguraikan Kesimpulan dan Saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya
(Maslikhah, 2009: 106). Nilai adalah tentang apa yang baik, benar,
bijaksana dan apa yang berguna.
Nilai adalah sesuatu yang bersifat ideal dan tidak dapat disentuh
oleh panca indera (Sidi, 1978: 93). Maka nilai yang kita rasakan dalam
diri kita masing-masing sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang
menjadi penting dalam kehidupan. Dari beberapa pernyataan tersebut, nilai
adalah ukuran memilih tindakan atau tujuan tertentu. Berarti, nilai akan
selalu berkaitan dengan kebaikan, kebajikan dan keluhuran, yang menjadi
Melalui nilai, seseorang akan merasakan adanya sesuatu kepuasan dan ia
menjadi manusia sebenarnya. Bahkan dengan nilai seseorang secara
penuh menyadari kebermaknaannya dan menganggapnya sebagai
pendorong dan pedoman, penuntun dan prinsip untuk menentukan sesuatu
dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan
manusia. Dengan menggunakan pendidikan itulah manusia dapat maju
dan berkembang dengan baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban
positif yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup mereka.
Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
makin tinggi pula tingkat kebudayaan dan peradaban. Kata
pendidikan berasal dari kata didik atau mendidik, yang secara harfiah
berarti memelihara dan memberi latihan (Muhibin, 2000: 32).
Dalam bahasa Arab kata pendidikan juga berasal dari kata
rabba-yurabbi-tarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memelihara (Munawir, 1989: 504). Bahasa Arab pendidikan juga sering diambilkan
dari kata „allama dan addaba. Kata „allama berarti mengajar (menyampaikan pengetahuan), mendidik. Sedang kata addaba lebih menekankan pada melatih, memperbaiki, penyempurnaan akhlak (sopan
santun), dan berbudi baik.
Dalam kamus pendidikan, kata pendidikan diartikan sebagai
“Upaya membantu peserta didik untuk mengembangkan dan
laku yang berguna bagi hidupannya”. Adapun arti pendidikan menurut
Al-Ghazali yaitu proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya
sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang
disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana proses
pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat
menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia
sempurna (Abidin, 1998: 56).
Pendidikan adalah lembaga pendidikan yang yang dikelola,
dilaksanakan, dan diperuntukkan bagi umat Islam. Pendidikan Islam
sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah, dimulai dari mengubah sikap
dan pola pikir masyarakat, menjadikan masyarakat Islam menjadi
masyarakat belajar. Berkembang menjadi masyarakat ilmu yaitu
masyarakat yang mau dan mampu menghargai nilai-nilai ilmiah
(Thoha, 1996: 12).
Dapat disimpulkan bahwa hakikatnya pendidikan adalah ikhtiar
manusia untuk membantu dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) atau potensi manusia agar
berkembang sampai titik maksimal sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan.
Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar
dari kata
اًذُْ ِد ْىَذ
-
ُذ ِّد َىَُ
-
َذهد َو
yang berarti percaya kepada Allah SWTyang Maha Esa. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta
menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang baik) dan shifat Al-Ulya
(sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan.
Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid itu adalah meyakini bahwa Allah SWT
itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya (Abduh, 2003: 3).
Secara sederhana pendidikan tauhid mempunyai arti suatu
proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan
manusia dalam mengenal Allah. Menurut Hamdani pendidikan tauhid
yang dimaksud di sini adalah suatu upaya yang keras dan
bersungguh-sungguh dalam mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal
pikiran, jiwa, qalbu, dan ruh kepada pengenalan (ma‟rifat) dan cinta (mahabbah) kepada Allah SWT.
Pendidikan tauhid yang berarti membimbing atau mengembangkan
potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah, menurut pendapat
Chabib Thoha, “Supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan
terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa
sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai
tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur (Thoha, 1996: 62)”.
Pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku
manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan
Pendidikan tauhid, akan membentuk watak seorang muslim
yang beriman kepada Allah SWT serta mampu mengimplementasikan
nilai-nilai keimanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga mampu
menjadi orang yang berguna bagi masyarakat yang timbul saling
mengasihi, menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka
yang membutuhkan.
Pendidikan tauhid mempunyai makna yang dapat kita pahami
supaya untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi laten yang
dimiliki oleh setiap manusia, yang dalam Islamnya potensi laten di
sini disebut dengan fitrah beragam. Oleh sebab itu, pendidikan tauhid
lebih diarahkan pengembangan firah keberagaman seseorang sebagai
manusia tauhid.
Pendapat lain pendidikan tauhid adalah usaha mengubah
tingkah laku manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan
melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan dengan dilandasi oleh
keyakinan kepada Allah.
Hal ini sesuai dengan karakteristik Islam sendiri yaitu,
mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allahlah yang
mengatur hidup dan kehidupan umat manusia serta seluruh alam.
Dialah yang berhak ditaati dan dimintai pertolongan-Nya (Zaky, 1998:
80).
Nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai ketauhidan
kajian dan ditransformasikan sebagai bahan pengajaran dan
pendidikan.
B. Materi Pendidikan Tauhid
Islam adalah agama wahdaniyah, yang meliputi beberapa agama samawi. Islam mendokumentasikan ajarannya dalam Al-Qur‟an, dan tauhid merupakan dasar dari beberapa agama samawi
(Muhammad, 1969: 18).
Ajaran tauhid bukanlah monopoli ajaran Nabi Muhammad
akan tetapi ajaran tauhid ini merupakan prinsip dasar dari semua
ajaran agama samawi. Para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah untuk menyeru kepada pengesaan Allah dan meninggalkan dalam penyembahan
selain Allah. Walaupun semua Nabi dan Rasul membawa ajaran
tauhid, namun ada perbedaan dalam pemaparan tentang prinsip-prinsip
tauhid. Hal ini dikarenakan tingkat kedewasaan berfikir masing-masing
umat berbeda sehingga Allah menyesuaikan tuntunan yang dianugrahkan
kepada para Nabi-Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berfikir
umat tersebut (Quraish, 1996: 19).
Ilmu-ilmu tauhid dapat diperoleh dari beberapa sumber, antara
lain:
1. Adanya Wujud Allah
Al-Qur‟ānul karim (al-Qur‟an yang mulia) adalah sumber utama ilmu tauhid yang paling fundamental, kita akan mendapatkan darinya
dan persoalan ilmu tauhid lainnya. Banyak sekali dalil-dalil al-Qur‟an
yang telah menjelaskan tentang keesaan Allah SWT, diantaranya Allah
SWT berfirman dalam Al-qur‟an :
Artinya: “ Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan-Nya” (QS. Al-Ikhlash: 1-4) (Departemen Agama, 2005: 604).
Ayat-ayat di atas menegaskan tentang kemurnian keesaan Allah
SWT dan menolak segala kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak
ada sesuatu apapun di alam semesta ini yang menyamai-Nya.
Al-Qur‟an juga memaparkan tentang wujud Allah SWT tidak
menyerupai benda yang wujud, begitu pula benda yang wujud tidak
menyerupai Allah SWT. Ukuran tidak akan bisa mencapai Allah
SWT, dan arah tidak bisa memuat dan meliput-Nya. Begitu pula bumi
dan langit tidak bisa memadai jika ditempati oleh Allah SWT. Dia-lah
(Allah SWT) yang mengangkat derajat segala sesuatu dan lebih dekat
dari urat nadi manusia. Dialah (Allah SWT) yang maha mengetahui
atas segala sesuatu. Kedekatan Allah SWT tidak menyerupai
kedekatan jisim. Dia Maha Luhur dari tempat yang meliputi-Nya,
sebagaimana Dia Maha Bersih dari segala masa yang akan
diciptakan. Dia akan tetap berada di atas tempat yang ada. Selain itu
al-Qur‟an juga memaparkan mengenai bukti sifat qudrat (kekuasaan)
Allah SWT pada penciptaan alam semesta sebagai aplikasi dari sifat
wujud, qidam, dan baqa‟ Allah SWT. Dengan sifat qudrat ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan
yang sesuai dengan kehendak-Nya. Allah SWT telah menciptakan
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dengan seimbang, serasi,
teratur dan rapi. Tidak ada satupun dari makhluk-Nya yang mampu
menandingi keindahan ciptaan-Nya. Adapun alam semesta ini dari
setiap bukti dari sekian banyak bukti yang selalu berulang, beriringan
atau perubahan bentuk dari yang indah yang mengharubirukan kesan
dalam jiwa kita, semuanya adalah yang patut dikagumi nilai seninya
dari pada segala yang mengagumkan (Sa‟id Hawa, 2005: 112).
Dari beberapa uraian di atas dapat dipahami, bahwa untuk
meyakinkan adanya Tuhan (Wujud Allah), akal pikiran hendaknya
diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia jauh
lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan
kasat mata, karena dalam jiwa manusia sudah tertanam fitrah
untuk mengakui adanya Tuhan. Segala sesuatu itu pasti ada yang
menciptakan, yaitu Allah Zat Yang Maha Pencipta.
2. Keesaan Allah
Ajaran mengenai keesaan Allah ini, sudah diterangkan oleh para
itu Dzat yang pertama kali ada, Maha Awal, Maha Esa dan Maha Suci
yang meliputi sifat, asma dan af‟al-Nya. Sementara menurut Quraish Shihab yang menganalisa kata ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan Allah menjadi empat yaitu: keesaan Dzat, keesaan sifat, keesaan
perbuatan dan keesaan dalam beribadah kepada-Nya. Yang dimaksud
dengan esa pada Dzat ialah Dzat Allah itu tidak tersusun dari beberapa
bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada sifat berarti sifat Allah
tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk- Nya. Esa
pada af‟al berarti tidak seorang pun yang memiliki perbuatan
sebagaimana pebuatan Allah. Ia Maha Esa dan tidak ada sesembahan
yang patut disembah kecuali Allah (Asmuni, 1993: 17).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mulai Rasul pertama
sampai generasi terakhir Nabi Muhammad hingga pewaris Nabi
(ulama), telah mengajarkan tauhid yang seragam. Allah adalah Maha
Esa, Dzat Yang Maha Suci yang meliputi nama, sifat dan af‟al-Nya,
tidak ada Tuhan selain Allah.
3. Hadits
Hadits Rasulullah SAW yang shahîh, yang dimuat oleh kitab-kitab para ulama hadist yang di kenal dengan sifat keterpercayaan
mereka dalam dunia Islam, seperti kitab sunnah yang enam, yaitu:
Imam Hanbal. Kitab-kitab ini, khususnya kitab Shahîh Bukhāri dan Muslim keduanya menempati posisi derajat paling shahîh (kuat), adapun kitab-kitab yang lain di dalamnya memuat hadits-hadits selain
hadits-hadits shahîh, seperti hadits hasan dan juga dhoîf (lemah). Dari kitab-kitab ini yang memuat jumlah yang besar tentang tauhid, yaitu
meliputi sifat-sifat, zat, asma dan af‟al Allah SWT. Dengan hal ini,
semoga akan menambah keyakinan yang sempurna dalam diri kita
terhadap aqidah ketuhanan dalam Islam, karena terkadang kita masih
berada atas metode yang salah dalam memahami keesaan dan
penyucian dzat Allah SWT, lalu menarik kesalahan ini pada pendapat
dengan sempurna (absolut), seperti ketiadaan secara absolut pula
dalam keesaan dalam praktik dan keesaan dalam kehendak. Oleh
karena itu kitab-kitab ini disusun sebagai pedoman kedua setelah
al-Qur‟an untuk menyempurnakan aqidah ketuhanan umat manusia di
seluruh dunia ini. Diantara faktor yang menambah rasa kepercayaan
kita kepada Allah SWT ialah hal-ihwal tentang-Nya diriwayatkan
dengan sanad (istilah ilmu hadits) yang bersambung sampai kepada Sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
Para sahabat adalah orang-orang yang senantiasa bergaul dan
bersama Rasulullah SAW dalam memperjuangkan agama Allah SWT.
Mereka telah dididik oleh Rasulullah SAW, maka mereka adalah
generasi paling sempurna dalam sejarah, akhlaknya lurus, imannya
setiap yang mereka riwayatkan kepada kita dari Rasulullah SAW
adalah dengan sanad yang shahîh yang bersambung kepada Rasulullah SAW, oleh sebab itu, wajib bagi kita untuk menerimanya sebagai
kebenaran, seperti kebenaran keesaan Allah SWT yang tidak
diragukan keabsahanya.
Demikianlah para ulama senantiasa menyusun kitab tentang
ketauhidan dengan berbagai macam penjelasan yang mudah diterima
oleh khalayak ramai.
4. Hikmah Mengenal Allah
Seseorang yang mengenal sesuatu yang telah memberikan
manfaat pada dirinya maka akan mempunyai kesan atau hikmah
terhadap sesuatu itu, demikian juga apabila seseorang mengenal
Tuhan melalui akal dan hatinya maka ia akan merasakan buah
kenikmatan dan keindahan yang tercermin pada dirinya.
Mengenal (Ma‟rifat) kepada Allah adalah ma‟rifat yang
paling agung. Ma‟rifat ini menurut (Sayid, 1996: 41) adalah asas
yang dijadikan standar dalam kehidupan rohani dan untuk
mengenal Allah melalui cara berfikir dan menganalisis makhluk
Allah serta mengenal terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Sifat berkenalan dengan Tuhan menurut (Sutan Mansur,
1981: 14) yaitu seseorang merasa berhadapan dengan Tuhan.
Keadaan itu merasa benar-benar dalam diri bukan kira-kira atau
Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia
disebabkan karena seseorang telah mengetahui dan menginsyafi
kebenaran kedudukan Allah, menyadari akan keagungan dan
kebesaran-Nya sehingga dari sini segala apa yang dilakukan akan
mengarahkan tujuan pandangannya ke arah yang baik dan benar.
Seseorang yang yakin akan keesaan Allah, akan mempunyai sikap
hidup optimis yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan orang
kafir yang menyekutukan Allah, sebagai satu-satunya Rabb, pencipta alam semesta beserta isinya ini. Keimanan apabila sudah
menjadi kenyataan yang hebat maka akan dapat mengubah dan
beralih, yang merupakan suatu tenaga dan kekuatan tanpa dicari
akan datang dengan sendirinya dalam kehidupan sehingga
keimanan dapat manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik
dalam sikap, kemauan, maupun keputan menjadi penuh harap dan
harapan ini akan dibuktikan dengan perbuatan nyata.
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid
1. Dasar Pendidikan Tauhid
Dasar merupakan fundamental dari suatu bangunan atau
bagian yang menjadi sumber kekuatan. Ibarat pohon, dasarnya
adalah akar. Dasar pendidikan merupakan pandangan yang
mendasari seluruh aspek aktivitas pendidikan, karena pendidikan
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan (Abidin,
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk
mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak
yang baik dan mapan. Pendidikan tauhid sebagai suatu usaha
membentuk insan kamil harus mempunyai landasan ke mana
semua kegiatan pendidikan dikaitkan dan diorientasikan.
Dasar pendidikan tauhid adalah sama dengan pendidikan
Islam, karena pendidikan tauhid merupakan salah satu aspek dari
pendidikan Islam, sehingga dasar dari pendidikan ini tidak lain
adalah pandangan hidup yang Islami, yang pada hakikatnya
merupakan nilai-nilai luhur yaitu Al-Qur‟an dan Hadits.
Adapun uraian dasar pendidikan Tauhid adalah sebagai berikut:
a) Al-Qur‟an
Di dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berkenaan
dengan kegiatan atau usaha pendidikan tauhid. Misalnya dalam
surat Luqman ayat 13, menerangkan kisah luqman yang mengajari
anaknya tentang tauhid,
ٌٍُُْظٌَ َن ْشِّشٌا هِْا ِ ّللَّاِت ْن ِشْشُذ لا هٍَُٕت اََ ُهُظِؼََ َىُه َو ِهِْٕتَ ِلا ُْاَّْمٌُ َياَلْرِاَو
( ٌُُِظَػ
31
)
Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya,
merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat
syirik, karena hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan
yang berhubungan dengan kepercayaan akan adanya Allah
dengan keesaan-Nya, sehingga timbul ketetapan dalam hati
untuk tidak mempercayai selain Allah. Kepercayaan itu dianut
karena kebutuhan (fitrah) dan harus merupakan kebenaran
yang ditetapkan dalam hati sanubari.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali fitrah
tauhid, yaitu fitrah untuk selalu mengakui dan meyakini bahwa
Allah itu Maha Esa, yang menciptakan alam semesta beserta
pengaturannya dan wajib untuk disembah.
b) As-Sunnah
As-Sunnah didefinisikan sebagai sesuatu yang didapatkan
dari Nabi Muhammad SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan,
persetujuan, sifat fisik atau budi, atau biografi, baik pada masa
sebelum kenabian ataupun sesudahnya. Didalam dunia pendidikan,
Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama,
As-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan
Islam sesuai dengan konsep Al-Qur‟an, serta lebih merinci
penjelasan Al-Qur‟an. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh
yang tepat dalam penentuan metode penelitian dan sebagai
membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim
bertaqwa (Abdullah, 1999:34).
c) Ijtihad
Ijtihad merupakan istilah para fuqaha, yakni berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari‟at
Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syariat
Islam. Ijtihad dalam hal ini meliputi seluruh aspek kehidupan
termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada
Al-Qur‟an dan Sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap
bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah yang di olah oleh akal yang
sehat oleh para ahli pendidikan Islam.
2. Tujuan Pendidikan Tauhid
Suatu usaha atau kegiatan dapat terarah dan mencapai
sasaran sesuai yang diharapkan maka harus ada tujuannya,
demikian pula dengan pendidikan. Tujuan menurut (Zakiyah
Daradjat, 1996: 29) yaitu “suatu yang diharapkan tercapai setelah
usaha atau kegiatan selesai”.
Apabila pendidikan dipandang sebagai suatu usaha melalui
proses yang bertahap dan bertingkat, maka usaha atau proses itu
akan berakhir apabila tujuan akhir pendidikan sudah tercapai.
Tujuan pendidikan secara umum menurut (Hasan, 1986: 59)
yaitu “maksud atau perubahan-perubahan yang dikehendaki dan
pendidikan menurut UU pendidikan ialah untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat
berilmu, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan menurut pendapat Al-Ghazali yang
dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn ialah pendidikan dalam prosesnya
haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan
kesempurnaan insani untuk mencapai tujuan kebahagiaan hidup di
dunia maupun di akhirat. Secara khusus tujuan pendidikan tauhid
menurut (Thoha, 1996: 72) untuk meningkatkan ketaqwaan kepada
Allah Yang Maha Esa serta nilai ketuhanan sehingga dapat
menjiwai lahirnya nilai etika insani.
Tujuan pendidikan tauhid menurut beberapa pendapat di
atas, pada dasarnya adalah tujuan hidup manusia dalam beribadah
serta mendekatkan diri kepada-Nya bahwa satu-satunya pencipta
alam semesta yaitu Allah SWT.
Dapat disimpulkan, tujuan dari pendidikan tauhid yaitu
tertanamnya aqidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat,
keyakinan untuk mempercayai bahwa Allah itu satu, dan yang
wajib disembah.
Tauhid merupakan masalah yang paling mendasar dan utama
dalam Islam. Namun demikian masih banyak dari kalangan awam yang
belum mengerti, memahami dan menghayati sebenarnya akan makna dan
hakikat dari tauhid, sehingga tidak sedikit dari mereka secara tidak dasar
telah terjerumus ke dalam pemahaman tentang keyakinan yang keliru.
Dalam pembahasan metodologi pengajaran, yang perlu
diperhatikan adalah pengertian metodologi pengajaran itu seniri.
Metodologi pengajaran dapat diartikan sebagai ilmu yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan (Al-Khazin, 2009: 27)
Dilihat dari jenis, ada beberapa metode pengajaran yang dapat
diterapkan dalam pendidikan tauhid khususnya dalam kitab „Aqidatul
Awam sesuai dengan materi dan tujuan yang akan dicapai. Beberapa metode antara lain:
a. Metode Ceramah
Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan
penuturan lisan dari guru kepada peserta didik, dalam pelaksanaan
ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan
alat-alat bantu media pembelajaran seperti gambar dan audio visual
lainnya
Metode Ceramah yaitu penerapan dan penuturan secara lisan oleh
guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat bantu mengajar
untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa. Metode
sekolah mulai dari tingkat yang rendah sampai ke tingkat perguruan
tinggi, sehingga metode seperti ini sudah dianggap sebagai metode
yang terbaik bagi guru untuk melakukan interaksi belajar mengajar
(Supriawan Dedi, 1990: 95-96).
b. Metode Tanya jawab dan diskusi
Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetpi
dapat pula dari siswa kepada guru. Metode tanya jawab adalah yang
tertua dan banyak digunakan dalam proses pendidikan, baik di
lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah.
Metode ini dapat diklasifikasikan sebagai metode tradisional atau
konvensional. Dalam metode tanya jawab, guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan siswa menjawabnya, atau sebaliknya siswa
bertanya guru menjelaskan. Dalam proses tanya jawab, terjadilah
interaksi dua arah. Guru yang demokratis tidak akan menjawabnya
sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa
atau kelompok lainnya tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat
menjawab pertanyaan itu. Dengan metode tanya jawab tidak hanya
terjadi interaksi dua arah tetapi juga banyak arah.
c. Metode Menghafal
Kata menghafal juga berasal dari kata
ظفد
–
ظفذَ
–
اظفد
yangIndonesia kata menghafal berasal dari kata hafal yang artinya telah
masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan di
luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian mendapat
awalan me- menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Kata menghafal dapat
disebut juga sebagai memori. Dimana apabila mempelajarinya maka
membawa seseorang pada psikologi kognitif, terutama bagi manusia
sebagai pengolah informasi. Secara singkat memori melewati tiga
proses yaitu perekaman, penyimpanan dan pemanggilan (Al-Khazin,
2009: 45)
Metode hafalan (makhfudzat) adalah suatu teknik yang digunakan oleh seorang pendidik dengan menyerukan peserta didiknya untuk
menghafalkan sejumlah kata-kata (mufradat) atau kalimat-kalimat maupun kaidah-kaidah.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode dapat
diartikan sebagai cara yang tepat dan cepat dalam pengajaran. Faktor
metode tidak boleh diabaikan begitu saja, karena metode di sini akan
berpengaruh pada tujuan pengajaran. Jadi, metode menghafal adalah
cara yang tepat dan cepat dalam melakukan kegiatan belajar mengajar
pada bidang pelajaran dengan menerapkan menghafal yakni
mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain
Tujuan metode ini adalah agar peserta didik mampu mengingat
pelajaran yang diketahui serta melatih daya kognisi, ingatan, dan
imajinasi.
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYID AHMAD AL-MARZUKI
A. Biografi Pengarang Kitab ‘Aqidatul Awam
1. Latar Belakang Penulisan Kitab „Aqidatul Awam
Sayid Ahmad Al-Marzuki, merasa penting sekali dalam
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tauhid dalam
menjalani kehidupan agar dapat menjadi manusia yang lebih baik,
serta menetapkan keeasaan (wahdah) Allah SWT dalam zat-Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini
bahwa Dia-lah tempat kembali, satu-satunya tujuan. Melihat
konteks kehidupan yang sangat dibutuhkannya ilmu ini, maka
beliau menulis kitab yang dirasa cukup memuat pembahasannya
Kitab „Aqidatul Awam telah beliau rincikan dalam sebuah kitab
syarah yang diberi nama Tahshil Nail al-Maram Libayani Mandhumah „Aqidah al-Awam dan turut memberikan syarah atas kitab „Aqidatul
Awam yaitu Syaikh Imam an-Nawawiy ats-Tsaniy Bantaniy al-Jawiy asy-Syafi‟i dengan nama kitab Nurudl Dlalam „alaa Mandhumah „Aqidah al-Awam. Dalam kitab Nurudl Dlalam, Imam an-Nawawiy
ats-Tsaniy al-Jawiy menuturkan bahwa alasan Syaikh al-Marzuki menulis
kitab tersebut adalah karena beliau mimpi berjumpa dengan Rasulullah
dan para sahabatnya
(http://sufi-road-kitab-aqidatul-awwam.30/10/2015).
„Aqidatul Awwam yang berarti Aqidah Bagi Orang-Orang
Awam ini merupakan satu kumpulan aqidah yang wajib diketahui oleh
setiap individu muslim. Aqidah tersebut disusun dengan baik dan
teratur dalam bentuk nadzom (syair) oleh As-Syeikh As-Sayyid Ahmad
Al-Marzuqi. Disusun pada tahun 1258 Hijriyah, dan terdapat 57 bait.
„Aqidatul Awam ini sangat penting karena dengan mengetahui nadzom
ini, secara tidak langsung, kita akan dapat mengetahui aqidah yang wajib diketahui oleh setiap individu Muslim secara ringkas. Nadzom
„Aqidatul Awam ini sangat terkenal di dunia Islam dan telah lama
diamalkan, yakni dibaca dan dipelajari, termasuk di negara kita,
Indonesia dan di negara-negara yang lain.
Mimpi Allamah Al-Imam Syaikh Ahmad Al-Marzuki Al-Maliki
20. Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan empunya sekalian Alam,
Tiada Ia berhajat kepada selain-Nya, malah selain-Nya lah yang
berhajat kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah
SWT atas junjungan kita Sayyidina Nabi Muhammad SAW (Ya Allah
tempatkan baginda di tempat yang terpuji seperti yang Kau janjikan,
Amin) Beserta pemilik rumah dan Para Sahabat yang mulia lagi
mengerah keringat menyebarkan Islam yang tercinta. Dan kepada
mereka yang mengikut mereka itu dari semasa ke semasa hingga ke hari
kiamat. Ya Allah Ampuni kami, Rahmati Kami, Kasihani Kami, Amin
(Sunarto, 2012: 3).
Pada suatu malam yang sudah larut, tepatnya pada tanggal 6
Rajab 1258 H, Marzuki bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW
yang disampingnya berjejer para sahabat-sahabat Nabi SAW. Marzuki
menceritakan, dalam mimpi itu, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk
membacakan Manzhumah at-Tauhid (yaitu syair Aqidah al-Awwam).
''Bacalah, Manzhumah At-Tauhid yang akan menjamin surga dan
tercapai maksud baiknya bagi yang menghafalnya.''
Marzuki pun bertanya : Nadham apa gerangan Ya Rasulullah?'' Nabi
kemudian membacakan nazam tersebut. ''Abda'u Bismillahi warrahmani hingga kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fiha Kalam al-Hakam al-Alimi. Marzuki pun lantas menirukannya. Ketika bangun dari tidurnya, Marzuki mencoba mengingat dan membaca
dihafal Marzuki dengan baik. Ia pun kemudian mencatat nadham
tersebut hingga bisa dinikmati oleh umat Islam di seluruh dunia sampai
sekarang (
http://kembaraimanku.blogspot.com/2010/10/mimpi-allamah-al-imam-syaikh-ahmad-al.html).
Karya Marzuki ini, menjadi catatan penting dalam hidupnya.
Sebab, beberapa bulan setalah peristiwa itu, Ia kemudian bermimpi
berjumpa kembali dengan Rasulullah SAW. Tepatnya malam Jumat
menjelang subuh, tanggal 28 Dzulqa'dah. Pada pertemuannya kali ini,
Rasulullah SAW memintanya kembali untuk membacakan nazam
„Aqidah Al-Awam tersebut. ''Bacalah apa yang telah kau hafal,'' kata
Rasul (Al-Marzuki, 1958: 4).
Marzuki kemudian membacakannya dari awal hingga akhir. Dan
setiap kali Marzuki selesai membaca satu bait nadzam tersebut, para
sahabat Nabi selalu mengitari (berputar mengelilingi) Marzuki dan
meng-amini-nya. Setelah selesai, Rasulullah SAW pun berdoa
untuknya.
Semula, nadham „Aqidah Al-Awam ini berjumlah 26 bait,
sebagaimana yang didapatkannya dalam mimpi. Kemudian, ia
menambahkannya lagi sebanyak 31 bait, sehingga menjadi 57 bait.
Menurut beberapa riwayat, penambahan yang dilakukan Marzuki dalam
nadham Manzhumah At-Tauhid tersebut dikarenakan rasa cinta dan
Kitab tersebut merupakan syarah yang disusun guna
mensyarahi sebuah kitab yang berisi aqidah dan ketauhidan, karya
Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid
Muhammad al-Marzuki Al-Hasani, dan beliau beri nama kitab
tersebut dengan „Aqidatul Awam yang berisikan sifat-sifat Allah,
atau yang disebut aqoid lima puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz
bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan
1 sifat jaiz bagi rasul (http://
terjemah-jalaul-afham-syarah-kitab.30/10/2015).
2. Biografi Sayid Ahmad Al-Marzuki
Beliau adalah seorang yang memiliki nama lengkap Syekh
Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid
Muhammad al-Marzuki Al-Hasani. Beliau lahir di Mesir pada tahun
(1293 – 1353 H/1876 – 1934 M). Ulama terkemuka asal Betawi yang
bermazhab Syafi‟i dan populer dengan sebutan Guru Marzuki ini lahir
dan besar di Batavia (Betawi). Ayahnya bernama, Syekh Ahmad
al-Mirshad, merupakan keturunan keempat dari kesultanan Melayu Patani
di Thailand Selatan yang berhijrah ke Batavia, ibunya bernama
Al-Marhumah Hajjah Fathimah binti Al-Haj berasal dari Madura dari
keturunan Ishaq yang makamnya di kota Gresik Jawa Timur
Masa kecil Sayid Ahmad Al-Marzuki pada Usia 9 tahun
ayahanda Al-Marhum berpulang ke Rohmatulloh dan diasuh oleh
ibunda tercinta yang sholehah dan taqwa dalam suatu kehidupan rumah
tangga yang sangat sederhana. Usia 12 tahun beliau diserahkan kepada
sorang „alim al-ustadz al-hajj Anwar Rohimahulloh untuk mendapat
pendidikan dan pengajaran Al-qur‟an dan berbagai disiplin ilmu agama
Islam lainnya untuk bekal kehidupannya dimasa yang akan datang.
Selanjutnya setelah berusia 16 tahun, untuk memperluas ilmu
agamanya, maka ibundanya menyerahkan lagi kepada seorang „alaim
ulama al-„allamah al-wali al-„arifbillah dari silsilah dzurriyah khoyrul
bariyyah SAW Sayyid „Utsman bin Muhammad Banahsan
Rohimahullohu ta‟ala. Melihat kegeniusan serta ingatannya dalam
menghafal, maka Sayid Ahmad Al-Marzuki dikirim ke Mekkah atas ijin
Ibundanya untuk berkhidmat menuntut ilmu pada para Ulama‟ besar di
Mekkah. Kesempatan menuntut ilmu tersebut digunakan dengan sebaik
mungkin, sehingga dalam waktu 7 tahun dalam menuntut ilmu, apa
yang dicita-citakan tercapai, yaitu memperdalam ilmu agama untuk
selanjutnya diamalkan serta diajarkan dan juga dikembangkan. Beliau
sepanjang waktu bertugas mengajar Masjid Mekkah karena kepandaian
dan kecerdasannya Syekh Ahmad Marzuki diangkat menjadi Mufti
Madzhab Al-Maliki di Mekkah menggantikan Sayyid Muhammad yang
wafat sekitar tahun 1332 H, Syekh Ahmad Marzuki juga terkenal
Al-Marzuki dikenal sebagai penulis yang handal serta amat lincah
dalam menuliskan qolam-nya (pena), terutama menyangkut puji-pujian
kepada Allah dan Rasulullah SAW. Salah satu karyanya yang terkenal
dan fenomenal adalah Mandzumat 'Aqidah Al-Awwam, yaitu ringkasan ilmu kalam mengupas tentang tauhid untuk dijadikan acuan dalam
aqidah bagi orang-orang awam, dituangkan dalam sebuah nadzam
(prosa) berisi sebanyak 57 bait.
Cara mengajar Sayid Ahmad Al-Marzuki kepada muridnya
yaitu: para murid mengikutinya dalam formasi berkelompok, yang
setiap kelompok berjumlah 4-5 orang yang belajar kitab yang sama,
satu orang diantaranya bertindak sebagai juru baca. Sayid Ahmad
Al-Marzuki akan menjelaskan bacaan murid sambil berjalan.
Marzuki wafat pada hari jum‟at. 25 Rajab 1353 H. Pemakaman
beliau dihadiri oleh ribuan orang, baik dari kalangan habaib, ulama, dan
masyarakat Betawi pada umumnya, dengan shalat jenazah yang
diimami oleh Habib Sayyid Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (w. 1388
H). Di masa hidupnya, Marzuki dikenal sebagai seorang ulama yang
dermawan, tawadhu‟, dan menghormati para ulama dan habaib. Beliau
juga dikenal sebagai seorang sufi, da‟i dan pendidik yang sangat
mencintai ilmu dan peduli pada pemberdayaan masyarakat lemah,
hari-hari beliau tidak lepas dari mengajar, berdakwah, mengkaji kitab-kitab