• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI BONDOWOSO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO

NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO,

Menimbang : a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah;

b. bahwa dalam rangka memberikan izin kepada orang pribadi atau Badan di Kabupaten Bondowoso untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan, perlu dikenakan Retribusi Perizinan Tertentu ;

c. bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur Retrisbusi Perizinan Tertentu perlu dilakukan penyesuaian;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Perizinan Tertentu;

Mengingat : 1. Undang-Undang Gangguan Stb. Nomor 226 Tahun 1926 yang telah diubah dan dan disempurnakan terakhir dengan Stb. Nomor 450 Tahun 1940 ;

2. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah– Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1950, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 19) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1965, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

(2)

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844 ) ;

11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

13. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

14. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

15. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025) ;

16. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

(3)

17. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Tidak Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana Lalu Lintas

Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529) ;

21. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4532);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Ijin Mendirikan Bangunan dan Ijin Undang-Undang Gangguan bagi Perusahaan Industri ;

26. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Bermotor Umum Umum ;

27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 ;

28. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;

29. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

30. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis IMB Gedung;

31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah;

32. Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 4 Tahun 2005 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bondowoso (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2005 Nomor 1 Seri E) ;

(4)

33. Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2007 Nomor 4 Seri A );

34. Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 7 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Bondowoso (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2009 Nomor 1 Seri D) ;

35. Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 13 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2010 Nomor 3 Seri D) ;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO dan

BUPATI BONDOWOSO MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU. BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bondowoso.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bondowoso.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bondowoso.

4. Kepala Daerah adalah Bupati Bondowoso.

5. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

7. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

(5)

8. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

9. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, merubah, memperluas, mengurangi dan /atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku.

10. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/ atau di dalam tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.

11. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mendirikan bangunan seluruhnya, sebagian atau perluasan temasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan.

12. Merubah Bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah bangunan yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut.

13. Garis Sempadan adalah garis khayal yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, as sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian kavling atau pekarangan yang boleh dan yang tidak boleh dibangun bangunan .

14. Pagar adalah suatu bangunan pemisah yang dikonstruksikan untuk membatasi persil.

15. Teras adalah bagian lantai bangunan, bersifat tambahan yang tidak dibatasi oleh dinding-dinding sebagaimana ruang tertutup.

16. Indeks terintegrasi atau terpadu adalah bilangan hasil kolerasi matematis dari indeks parameterparameter fungsi, klasifikasi, dan waktu penggunaan gedung, sebagai faktor pengali terhadap harga satuan retribusi untuk menghitung besaran retribusi.

17. Kas Umum Daerah adalah Kas Umum Daerah Kabupaten Bondowoso. 18. Tempat Usaha adalah tempat yang digunakan untuk melaksanakan usaha

baik yang berupa ruang tertutup maupun ruang terbuka yang dijalankan secara teratur dalam bidang usaha tertentu dengan maksud mencari keuntungan.

19. Izin Gangguan adalah izin yang diberikan bagi tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau oleh Pemerintah Daerah.

(6)

20. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil penumpang dan angkutan khusus yang mempunyai asalan tujuan perjalanan tetap. Lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal dalam wilayah daerah.

21. Izin Trayek adalah izin yang diberikan kepada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain untuk pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah daerah.

22. Angkutan Penumpang Umum adalah kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.

23. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor roda 4 atau lebih yang digunakan untuk angkutn penumpang umum.

24. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

25. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

26. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

27. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

29. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

30. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.

31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

32. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PPNS, adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.

(7)

BAB II

RUANG LINGKUP RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU Pasal 2

Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Gangguan;

c. Retribusi Izin Trayek.

BAB III

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) Bagian Kesatu

Nama, Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 3

Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah dipungut retribusi atas pembayaran pelayanan perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah, untuk bangunan, kepada pemilik bangunan.

Pasal 4

(1) Obyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk kegiatan meliputi: a. Pembangunan bangunan baru, dan/atau prasarana bangunan ;

b. Rehabilitasi/renovasi bangunan dan/atau prasarana bangunan, meliputi perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan/ pengurangan; c. Pelestarian/pemugaran;

d. Pembuatan duplikat/kopi dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai pengganti dokumen IMB yang hilang atau rusak, dengan keterangan hilang tertulis dari instansi yang berwenang (Kepolisian setempat); e. Pemecahan dokumen IMB sesuai dengan perubahan pemecah dan

dokumen IMB dan/atau kepemilikan tanah dan perubahan data lainnya, atas permohonan yang bersangkutan; dan

f. Bangunan yang sudah terbangun dan belum memiliki IMB diwajibkan mengajukan permohonan IMB sesuai peraturan perundang-undangan.

(2) Tidak termasuk obyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pasal ini meliputi :

a. Bangunan fungsi keagamaan (Masjid, Gereja, Wihara, Pura, Kelenteng, dan lain-lain);

b. Bangunan fungsi sosial dan budaya (Bangunan kantor milik negara, kecuali bangunan milik Negara untuk pelayanan jasa umum dan jasa usaha) ; dan

c. Bangunan fungsi khusus.

(8)

Pasal 5

Subyek Retribusi adalah orang atau badan yang memperoleh Ijin Mendirikan Bangunan.

Bagian Kedua

Proses Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Pasal 6

Proses Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dilaksanakan di Instansi Penyelenggara Pelayanan perizinan dengan ketentuan :

a. Pengajuan Keterangan Rencana Kota/ Izin Amplop Ruang oleh pemohon; b. Penyediaan dokumen rencana teknis siap pakai yang memenuhi

persyaratan sesuai Keterangan Rencana Kota/Izin Amplop Ruang;

c. Pengajuan Surat Permohonan IMB dengan kelengkapan dokumen administratif dan dokumen rencana teknis meliputi :

d. Pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran (pencatatan, penelitian) dokumen administratif dan dokumen rencana teknis, penilaian/evaluasi, serta persetujuan dokumen rencana teknis yang telah memenuhi persyaratan. e. Dokumen administratif dan/atau dokumen rencana teknis yang belum

memenuhi persyaratan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi/ diperbaiki;

f. Penetapan besarnya retribusi IMB dan Pembayaran Retribusi IMB; g. Penyerahan bukti penyetoran retribusi kepada pemerintah daerah;

h. Penerbitan IMB sebagai pengesahan dokumen rencana teknis untuk dapat memulai pelaksanaan konstruksi; dan

i. Penerimaan dokumen IMB oleh pemohon. Pasal 7

(1) Setiap orang atau badan yang akan memperoleh izin wajib mengajukan permohonan kepada kepala Instansi Penyelenggara Pelayanan Perizinan. (2) Tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah. Bagian Ketiga Ketentuan Berlakunya Ijin

Pasal 8

Jangka waktu berlakunya izin ditetapkan selama bangunan yang dimintakan izin tidak mengalami perubahan.

Pasal 9

(1) Kepala Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Bondowoso dapat membatalkan pemberian Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 apabila :

(9)

a. dalam waktu 6 (enam) bulan setelah diterimanya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pelaksanaan pekerjaan bangunan belum dimulai ;

b. dalam waktu 1 (satu) tahun berturut–turut pemohon tidak melanjutkan pelaksanaan pekerjaan bangunan ;

c. pelaksanaan bangunan tidak sesuai dengan izin atau ketentuan yang berlaku.

(2) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera diberitahukan kepada pemegang izin dengan disertai alasan pembatalannya setelah terlebih dahulu diberi peringatan secara tertulis dangan batas waktu 40 (empat puluh) hari terhitung sejak diterimanya surat peringatan tersebut.

Bagian Keempat

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa dan Struktur Besarnya Tarif Retribusi Paragraf 1

Penghitungan Besarnya Retribusi IMB dan Struktur Besarnya Tarif Retribusi Pasal 10

(1) Penghitungan besarnya retribusi IMB meliputi komponen retribusi dan biaya.

(2) Struktur dan besaran tarif retrubusi IMB adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2

Indek Penghitungan Besarnya Retribusi IMB Pasal 11

(1) Indek penghitungan besarnya retribusi IMB meliputi : a. Penetapan indeks;

b. Skala indeks; dan c. Kode.

(2) Indeks tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, sebagai faktor pengkali terhadap harga satuan retribusi untuk mendapatkan besarnya retribusi yang meliputi:

a. Indeks untuk penghitungan besarnya retribusi bangunan ; dan b. Indeks untuk penghitungan besarnya retribusi prasarana bangunan. (3) Skala indeks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan

berdasarkan peringkat terendah hingga tertinggi dengan mempertimbangkan kewajaran perbandingan dalam intensitas penggunaan jasa.

(4) Untuk identifikasi indeks penghitungan retribusi IMB gedung guna ketertiban administrasi dan transparansi, disusun daftar kode dan indeks perhitungan retribusi IMB untuk bangunan dan prasarana bangunan.

(10)

Paragraf 3

Rumus Penghitungan Retribusi IMB Pasal 12

Tingkat penggunaan jasa IMB dihitung dengan rumus sebagai berikut : a. Retribusi pembangunan baru : L x It x 1,00 x HSbg b. Retribusi rehabilitasi/renovasi bangunan : L x It x Tk x HSbg c. Retribusi prasarana bangunan sebelum Tahun 2008

(Sebelum terbitnya Perda Retribusi IMB) : L x It x 1,00 x (100% - Jumlah Tahun BG dibangun x 2%) x HSbg

d. Retribusi rehabilitasi prasarana bangunan : V x I x Tk x HSpbg e. Retribusi prasarana bangunan sebelum tahun 2008

(Sebelum terbitnya Perda Retribusi IMB) : L x I x 1,00 x (100% - Tahun BG Dibangun x 2%) x HSbg f. Retribusi prasarana bangunan : V x I x Tk x HSpbg

Keterangan : L : Luas lantai bangunan

V : Volume/besaran (dalam satuan m², m´, unit) I : Indeks

It : Indeks terintegrasi

Tk : Tingkat kerusakan : a. 0,45 untuk tingkat kerusakan sedang

b. 0,65 untuk tingkat kerusakan berat

HSbg : Harga satuan retribusi bangunan

HSpbg : Harga satuan retribusi prasarana bangunan 1,00 : Indeks pembangunan baru.

Bagian Kelima

Jangka Waktu Proses Penerbitan IMB Pasal 13

(1) Proses Pemeriksaan dan Penelitian/Pengkajian Dokumen Administratif dan Dokumen Rencana Teknis meliputi:

a. Jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak penerimaan surat Permohonan IMB dan kelengkapan dokumen administratif dan dokumen rencana teknis bangunan yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan; dan

b. Dokumen administratif dan/atau dokumen rencana teknis yang belum memenuhi persyaratan kelengkapan, dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi/diperbaiki.

(2) Proses Administratif penyelesaian dokumen IMB diterbitkan dengan jangka waktu paling lambat 10 (Sepuluh) hari terhitung sejak persetujuan dokumen rencana teknis untuk bangunan dari pejabat penyelenggara bangunan pada umumnya termasuk setelah adanya pertimbangan teknis dari Tim Ahli Bangunan untuk persetujuan/pengesahan dokumen rencana teknis bangunan tertentu.

(11)

BAB IV

RETRIBUSI IZIN GANGGUAN Bagian Kesatu

Nama, Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 14

Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut Retribusi atas pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dalam memperoleh Izin Gangguan

Pasal 15

(1) Objek Retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.

(2) Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Pasal 16

Subyek Retribusi Izin Gangguan adalah orang pribadi atau Badan yang mengadakan usaha yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dam memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.

Bagian Kedua Ketentuan Perizinan

Pasal 17

(1) Setiap orang pribadi atau badan yang mengadakan usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, gangguan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup harus mendapat izin dari Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Setiap orang pribadi atau badan yang mendirikan atau memperluas tempat usahanya di lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah diwajibkan memiliki izin.

(3) Setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan, memperluas atau mendaftar ulang usahanya berpotensi limbah pencemaran diwajibkan melengkapi dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan/atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan/atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).

(12)

Pasal 18 (1) Persyaratan Izin Gangguan meliputi:

a. mengisi formulir permohonan izin;

b. melampirkan fotokopi KTP pemohon bagi usaha perorangan atau akta pendirian usaha bagi yang berbadan hukum; dan

c. melampirkan fotokopi status kepemilikan tanah.

(2) Formulir permohonan izin gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:

a. nama penanggung jawab usaha/kegiatan; b. nama perusahaan;

c. alamat perusahaan; d. bidang usaha/kegiatan; e. lokasi kegiatan;

f. nomor telepon perusahaan;

g. wakil perusahaan yang dapat dihubungi;

h. ketersediaan sarana dan prasarana teknis yang diperlukan dalam menjalankan usaha; dan

i. pernyataan permohonan izin tentang kesanggupan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Izin Gangguan ditetapkan selama usaha tersebut masih berjalan dan tidak ada perubahan.

Pasal 20

Setiap pelaku usaha wajib mengajukan permohonan perubahan izin dalam hal melakukan perubahan yang berdampak pada peningkatan gangguan dari sebelumnya sebagai akibat dari:

a. perubahan sarana usaha; b. penambahan kapasitas usaha;

c. perluasan lahan dan bangunan usaha; dan/atau d. perubahan waktu atau durasi operasi usaha.

Pasal 21

Dalam hal terjadi perubahan penggunaan ruang di sekitar lokasi usahanya setelah diterbitkan izin, pelaku usaha tidak wajib mengajukan permohonan perubahan izin.

Pasal 22

Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh pelaku usaha, Pemerintah Daerah dapat mencabut Izin Usaha.

Bagian Ketiga

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 23

(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan perkalian antara luas ruang tempat usaha dan indeks lokasi atau indeks gangguan.

(13)

(2) Luas ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah luasa bangunan yang dihitung sebagai jumlah luas setiap lantai.

(3) Indeks lokasi atau indeks gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a. Kawasan Industri Indeks...1 ;

b. Kawasan Perdagangan/Pertanian Indeks...2 ;

c. Kawasan Pariwisata Indeks...3 ;

d. Kawasan Perumahan, Permukiman Indeks...4 ;

e. Kawasan Perkantoran, Pendidikan dan Tempat Ibadah Indeks...5 ; (4) Pengukuran Tingkat Penggunaan jasa dihitung berdasarkan kekuatan tenaga

penggerak.

(5) Kekuatan tenaga penggerak sebagaimana dimaksud ayat (4) kekuatan tenaga penggerak yang dihitung sebagai jumlah besarnya daya kuda setiap unit tenaga penggerak.

Bagian Keempat

Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Pasal 24

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Ganguan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian Izin Ganguan.

(2) Biaya penyelenggaraan pemberian Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen Izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian Izin Ganguan.

Pasal 25

(1) Tarif Retribusi Izin Gangguan ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.

Bagian Kelima

Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 26

(1) Struktur tarif retribusi izin gangguan digolongkan berdasarkan klasifikasi luas ruang tempat usaha (per meter persegi).

(2) Struktur dan besaran tarif retrubusi izin gangguan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keenam Masa Retribusi

Pasal 27

Masa retribusi Izin Gangguan adalah 5 (lima) Tahun.

(14)

BAB V

RETRIBUSI IZIN TRAYEK Bagian Kesatu

Nama, Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 28

Dengan nama Retribusi Izin Trayek dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Izin Trayek.

Pasal 29

Objek Retribusi Izin Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum dan angkutan insidentil pada suatu atau beberapa trayek tertentu meliputi mobil penumpang berdasarkan daya tampungnya.

Pasal 30

Subyek retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh izin untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum dan angkutan insidentil pada suatu atau beberapa trayek tertentu dari Pemerintah Daerah

Bagian Kedua Ketentuan Perizinan

Pasal 31

(1) Setiap orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah daerah, wajib memiliki Izin Trayek.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Daerah melalui Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bondowoso.

(3) Tatacara pengajuan permohonan, persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon serta bentuk izin, ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

Bagian Ketiga

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 32

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah izin yang diberikan dan jenis angkutan umum penumpang

Bagian Keempat

Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Pasal 33

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Trayek didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian Izin Trayek.

(15)

(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian Izin Trayek.

Pasal 34

(1) Tarif Retribusi Izin Trayek ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.

Bagian Kelima

Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 35

(1) Struktur tarif Retribusi Izin Trayek digolongkan berdasarkan jenis angkutan penumpang umum dan daya angkut.

(2) Jenis angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Mobil penumpang ;

(3) Struktur dan besarnya tarif Izin Trayek tercantum dalam Lampiran III dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keenam Masa Retribusi

Pasal 36

Masa berlakunya izin trayek adalah 5 (lima) tahun dengan kewajiban daftar ulang setiap 6 (enam) bulan sekali.

BAB VI

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 37

Retribusi Perizinan Tertentu dipungut di Wilayah Daerah. BAB VII

PEMUNGUTAN RETRIBUSI Bagian Kesatu

Tata Cara Pemungutan Pasal 48

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.

(3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(16)

(4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan Surat Teguran.

(5) Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Bagian Kedua Pemanfaatan

Pasal 39

Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan.

Bagian Ketiga Keberatan

Pasal 40

(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan

pelaksanaan penagihan Retribusi.

Pasal 41

(1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Kepala Daerah.

(3) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan

Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 42

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan

pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

(17)

BAB VIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 43

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah.

(2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(5) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.

(6) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(7) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.

(8) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB IX

KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 44

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tertangguh jika:

a. diterbitkan Surat Teguran; atau

b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

(18)

Pasal 45

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Kepala Daerah menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB X PEMERIKSAAN

Pasal 46

(1) Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan dan Retribusi.

(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB XI

INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 47

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB XII PENYIDIKAN

Pasal 48

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(19)

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dan Retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA Pasal 49

Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 50

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Retribusi yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah mengenai jenis Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Daerah ini dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang.

(20)

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 51

Semua ketentuan yang menyangkut ketentuan teknis, tatacara, prosedur, persyaratan dan penyelenggaraan serta pelayanan yang berkaitan dengan Retribusi Perizinan Tertentu sepanjang belum ada perubahan peraturannya dan/atau tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 52

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka :

1. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bondowoso Nomor 12 Tahun 1993 tentang Ketentuan-ketentuan Pembuatan dan Penjualan Minuman Keras ;

2. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bondowoso Nomor 4 Tahun 1997 tentang Ijin Mendirikan Bangunan dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Bondowoso (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 1997 Nomor 2 Seri B) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bondowoso Nomor 4 Tahun 1997 tentang Ijin Mendirikan Bangunan dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Bondowoso (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2000 Nomor 5 Seri B);

3. Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Ijin Trayek (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 1999 Nomor 2 Seri B) ;

4. Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 12 Tahun 2002 tentang Retribusi Ijin Gangguan (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2002 Nomor 6 Seri C) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2005 (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2005 Nomor 14 Seri C);

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 53

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso.

Ditetapkan di Bondowoso pada tanggal

BUPATI BONDOWOSO,

(21)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 18 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

I. UMUM

Sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat dan perkembangan pembangunan di wilayah Kabupaten Bondowoso, Pemerintah Kabupaten Bondowoso perlu untuk melakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan di Kabupaten Bondowoso.

Dan untuk mendukung kelancaran serangkaian kegiatan Pemerintah kabupaten Bondowoso diatas, perlu untuk melaksanakan pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka segala Peraturan Kabupaten Bondowoso yang mengatur jenis-jenis Retribusi tertentu perlu untuk ditinjau kembali dan disesuikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru.

Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, perlu membentuk suatu Peraturan Daerah yang mengatur tentang Retribusi Perizinan Tertentu.

.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas.

(22)

Pasal 8

Cukup jelas. Pasal 9

Cukup jelas. Pasal 10

Penjelasan mengenai istilah jalan arteri, primer, jalan kolektor primer dan seterusnya adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006.

Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1)

Mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pengawasan dan pengendalian sulit ditentukan, tarif retribusi dapat ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari nilai investasi usaha di luar tanah dan bangunan, atau penjualan kotor, atau biaya operasional, yang nilainya dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian usaha/kegiatan tersebut.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23

(23)

Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4)

Kekuatan tenaga penggerak sebagaimana dimaksud meliputi tenaga penggerak air, uap dan gas elektromotor dan lain-lain yang berfungsi sebagai mesin atau tenag penggerak untuk kelancaran kegiatan usa dengan berpedoman pada besarnya Daya Kuda (DK) Ayat (5) Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup kelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38

(24)

Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “instansi yang melaksanakan pemungutan” adalah dinas/badan/lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan Retribusi.

Ayat (2)

Pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang membidangi masalah keuangan

Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas

(25)

LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR :

TANGGAL :

STRUKTUR DAN BESARAN TARIF

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

No JENIS DAN FUNGSI BANGUNAN UKURAN

TARIP RETRIBUSI IMB (Rp.) Sangat

Sederhana Sederhana Sedang Mewah

1 2 3 4 5 6 7

I BANGUNAN TIDAK BERTINGKAT (Lantai dasar atau lantai dibawah/diatas permukaan tanah)

1 Bangunan Umum / Sosial a. Dikomersilkan b. Sosial M2 M2 - - 750 400 1.050 500 1.875 750

2 Bangunan Perdagangan dan Jasa M2 - 950 1.500 2.500

3 Bangunan Pendidikan M2 - 400 500 650

4 Bangunan Kelembagaan M2 - 750 1.000 1.500

5 Bangunan Industri dan Pergudangan M2 - 1150 2.500 3.150

6 Bangunan Perumahan / Rumah Tinggal M2 - 500 750 1.250

7 Bangunan Khusus M2 - 500 750 1.250

8 Bangunan teras dan sejenisnya yang merupakan bangunan penunjang pelengkap dikenakan uang IMB 60 %

dari bangunan induk M2 - - - -

(26)

1 2 3 4 5 6 7 II BANGUNAN BERTINGKAT

A PADA TINGKAT PERTAMA LANTAI II 1 Bangunan Umum a. Dikomersilkan b. Sosial M2 M2 - - 1.250 750 2.200 1.125 3.150 1.550

2 Bangunan Perdagangan dan Jasa M2 - 1.550 2.500 3.750

3 Bangunan Pendidikan M2 - 1.000 1.550 1.900

4 Bangunan Kelembagaan M2 - 1.250 2.150 3.150

5 Bangunan Industri dan Pergudangan M2 - 2.500 3.150 3.750

6 Bangunan Perumahan / Rumah Tinggal M2 - 1.150 1.900 2.200

7 Bangunan Khusus M2 - 1.150 1.900 2.200

8 Bangunan teras dan sejenisnya yang merupakan bangunan penunjang pelengkap dikenakan uang IMB 60 %

dari bangunan induk tingkat (lantai II) M2 - - - -

B PADA TINGKAT DUA LANTAI III 1 Bangunan Umum a. Dikomersilkan b. Sosial M2 M2 - - - - 2.750 1.450 3.950 2.000

2 Bangunan Perdagangan dan Jasa M2 - - 3.150 4.700

3 Bangunan Pendidikan M2 - - 2.000 2.400

4 Bangunan Kelembagaan M2 - - 2.750 3.950

5 Bangunan Industri dan Pergudangan M2 - - 3.950 4.700

6 Bangunan Perumahan / Rumah Tinggal M2 - - 2.400 2.750 7 Bangunan Khusus M2 - - 2.400 2.750

(27)

1 2 3 4 5 6 7 8 Bangunan teras dan sejenisnya yang

merupakan bangunan penunjang pelengkap dikenakan uang IMB 60 %

dari bangunan induk M2 - - - -

C PADA TINGKAT TIGA LANTAI IV 1 Bangunan Umum a. Dikomersilkan b. Sosial M2 M2 - - - - 3.450 - 5.075 -

2 Bangunan Perdagangan dan Jasa M2 - - 3.950 5.350

3 Bangunan Pendidikan M2 - - 2.500 3.000

4 Bangunan Kelembagaan M2 - - 3.450 4.950

5 Bangunan Industri dan Pergudangan M2 - - 4.950 5.900

6 Bangunan Perumahan / Rumah Tinggal M2 - - 3.000 3.450

7 Bangunan Khusus M2 - - 3.000 3.500

8 Bangunan teras dan sejenisnya yang merupakan bangunan penunjang pelengkap dikenakan uang IMB 60 %

dari bangunan induk M2 - - - -

III BANGUNAN YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN NON GEDUNG

1 Lantai Jemur

a. Dikomersilkan / kegiatan usaha b. Sosial / Pribadi M2 M2 - - 750 450 - - - -

2 Bangunan Pagar Halaman, bahan batu / bata merah / besi aluminium

a. Pagar depan b. Pagar pembatas M2 M2 - - 650 600 - - - -

(28)

1 2 3 4 5 6 7 3 Bangunan Jembatan

a. Konstruksi batu, baja besi, beton dengan bidang mendatar

b. Konstruksi sejenis bockdulker, plat dulker dan sejenisnya

c. Tempolong / gorong – gorong dan sejenisnya

d. Konstruksi gelagar kayu

M2 M2 M2 M2 - - - - 3.750 1.875 1.250 1.625 - - - - - - - - 4 Bangunan makam M2 - 6.250 - -

5 Konstruksi batu, bata merah untuk septicktank dan peresapan atau

sejenisnya M3 - 1.250 - -

6 Sumur air minum atau yang dimanfaatkan untuk konsumsi

makannya M3 - - - -

7 Bangunan menara dan sejenisnya (bahan dari beton, batu merah dan besi) a. Kerangka terbuka b. Kerangka tertutup c. Tiang listrik d. Tiang telepon M1 M1 1 btg 1 btg - - - - 18.750 12.500 1.875 1.250 - - - - - - - - 8 Bangunan jalan

a. Babat beton dan sejenisnya 1) Pembuatan 2) Peningkatan b. Makadam 1) Pembuatan 2) Peningkatan c. Aspal penetrasi 1) Pembuatan 2) Peningkatan 3) Pemeliharaan Berkala 4) Pemeliharaan Rutin M2 M2 M2 M2 M2 M2 M2 M2 - - - - - - - - 325 175 325 235 475 400 350 235 - - - - - - - - - - - - - - - -

(29)

1 2 3 4 5 6 7 d. Aspal beton 1) Pembuatan 2) Peningkatan 3) Pemeliharaan Berkala 4) Pemeliharaan Rutin

Saluran pembuangan / irigasi a. Plengsengan

1) Pembuatan 2) Pemeliharaan (OP) 3) Peningkatan b. Tembok penahan tanah

1) Pembuatan 2) Peningkatan c. Terjunan d. Bak pembagi e. Bendung f. Dam kecil

g. Dam besar dihitung dengan tarip 9 b

M2 M2 M2 M2 M3 M3 M3 M3 M3 M3 M3 M3 M3 M3 - - - - - - - - - - - - - - 625 550 400 325 1.000 900 1.250 1.000 1.250 1.500 1.500 2.500 2.000 3.000 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - BUPATI BONDOWOSO,

(30)

LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR :

TANGGAL :

STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

NO JENIS USAHA LUAS TARIF

1 2 3 4

1. Industri Berat (Wajib Amdal) < 25 M2

26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 2.500,- Rp. 2.200,- Rp. 2.000,- Rp. 1.600,- Rp. 1.250,- Rp. 1.000,-

2. Industri Ringan (Wajib UKL dan UPL) < 25 M2

26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 2.200,- Rp. 2.000,- Rp. 1.600,- Rp. 1.250,- Rp. 1.000,- Rp. 650,-

3. Industri Ringan (Wajib SPPL) < 25 M2

26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 2.000,- Rp. 1.600,- Rp. 1.250,- Rp. 1.000,- Rp. 650,- Rp. 350,- 4. Bidang Pertanian : Penggilingan Padi

Penggilingan Jagung/Kopi Coklat

Penggilingan Tepung/Kacang – kacangan Penggilingan Tebu

Penggilingan Umbi – umbian Pemotongan Hewan Pengolahan Daging < 25 M2 26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 Rp. 750,- Rp. 650,- Rp. 500,- Rp. 400,- Rp. 350,-

(31)

1 2 3 4

5.

Peternakan Sapi, Ayam, Kambing Penyimpanan Pengolahan Pertanian Pengolahan Tembakau

Budidaya Burung Walet Perusahaan Susu

Bidang Industri :

Pengolahan Kayu, Bambu, Rotan Mebel Kayu, Bambu, Rotan Perusahaan Krupuk

Perusahaan Tempe Perusahaan Tahu Perusahaan Kecap Pengawetan Kulit Industri Bubur Kertas Industri Kertas Kerajinan Logam Perusahaan Mie

Perusahaan Minuman Selain Minuman Keras Perusahaan Makanan Bukan Saji

Perusahaan Batik

Pengolahan dan Pengawetan Buah/Sayur Penggilingan Tras, Kayu dan Damar Industri Karet

Perusahaan Plastik Pabrik Rokok

Pabrik untuk Pekerjaan Karet yang bergetah Pembuatan Kapal > 401 M2 < 25 M2 26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 250,- Rp. 750,- Rp. 650,- Rp. 500,- Rp. 400,- Rp. 350,- Rp. 250,- 6. Bidang Tambang : Pasir Kapur Genteng Batu Merah Batu Pecah/Kerikil/Bintang

Perusahaan Keramik, Porselain, Tegel, Gelas Perusahaan Barang dari Asbes/Enternit/ Gipsum < 25 M2 26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 650,- Rp. 500,- Rp. 450,- Rp. 400,- Rp. 350,- Rp. 250,-

(32)

1 2 3 4 7. Bidang Dengan Bahan Kimia :

Pembuatan Pupuk Organik Pembuatan Pupuk Anorganik Obat Pemberantas Hama

Bahan – bahan Farmasi dan Ramuan Kimia (Apotik/Rumah Obat)

Penimbunan dan Pengolahan Sampah Perusahaan Sabun

Pabrik Korek Api

< 25 M2 26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 650,- Rp. 500,- Rp. 450,- Rp. 400,- Rp. 350,- Rp. 250,- 8. Bidang Kesehatan : Rumah Sakit BKIA

Praktek Dokter dan/atau Bidan Optikal

Usaha Obat dan Jamu Tradisional Pengobatan Alternatif < 25 M2 26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 650,- Rp. 500,- Rp. 450,- Rp. 400,- Rp. 350,- Rp. 250,- 9. Bidang Informasi :

Stasiun Pemancar TV dan Radio TUT dan Warnet

Penerbitan Show Room < 25 M2 26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 750,- Rp. 650,- Rp. 500,- Rp. 450,- Rp. 350,- Rp. 250,-

10. Bidang Pariwisata dan Olah Raga : Hotel atau Penginapan

Rumah Makan

Permainan dan atau/Ketangkasan/Olahraga Diskotik/Hiburan

Baber Shop/Salon

Show Room Cindera Mata/Souvenir Play Station

Rekreasi dan Hiburan Umum Studio Foto/Cuci Film, Cetak Film Bengkel Kendaraan Penjualan Kaset < 25 M2 26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 650,- Rp. 500,- Rp. 450,- Rp. 400,- Rp. 350,- Rp. 250

(33)

1 2 3 4 Penerbit dan atau percetakan

Suku Cadang Kendaraan Percetakan

Garasi

11. Bidang Perdagangan dan Jasa : Toko Swalayan

Perbankan/BPR/Koperasi Elektronik

Toko Bahan Bangunan Toko Makanan Ternak Toko Perhiasan

Kios Sarana Produksi Padi

Menyimpan/Menjual Bahan Beruap dan Gas Jasa Pengiriman Barang/Paket

Percetakan Garasi

Penjualan Kaset

Penjualan dan Rental Kaset/VCD Bengkel Kendaraan Bermotor Suku Cadang Kendaraan Bermotor

< 25 M2 26 M2 s/d 100 M2 101M2 s/d 200 M2 201 M2 s/d 300 M2 301 M2 s/d 400 M2 > 401 M2 Rp. 750,- Rp. 650,- Rp. 500,- Rp. 450,- Rp. 350,- Rp. 250,- BUPATI BONDOWOSO,

(34)

LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR :

TANGGAL :

STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI IZIN TRAYEK

No. JENIS ANGKUTAN DAYA TAMPUNG PENUMPANG BESARAN TARIF (Rp) / izin 1. Mobil Penumpang s.d. 8 orang 9 s.d 15 orang Rp. 120.000,00 / izin Rp. 180.000,00 / izin BUPATI BONDOWOSO,

(35)

LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO

NOMOR :

TANGGAL :

PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

A. PERSYARATAN ADMINISTRATIF DOKUMEN UNTUK PERMOHONAN IMB Setiap permohonan IMB harus mengisi formulir Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Gedung (PIMB) dan memenuhi persyaratan administratif, yang terdiri atas status hak atas tanah dan status kepemilikan bangunan gedung.

1. Status Hak Atas Tanah

Setiap bangunan gedung yang didirikan harus pada lahan kavling/persil yang status hak atas tanahnya jelas. Status hak atas tanah sebagai tanda bukti penguasaan atau kepemilikan tanah, harus dibuktikan dan/atau dilengkapi dengan:

a. Surat bukti status hak atas tanah yang diputuskan oleh pemerintah daerah dapat berupa:

1) Sertifikat tanah;

2) Surat Keputusan Pemberian Hak Penggunaan atas Tanah oleh pejabat yang berwenang di bidang pertanahan;

3) Surat kavling dari pemerintah daerah, atau Pemerintah;

4) Fatwa tanah, atau rekomendasi dari Badan Pertanahan Nasional;

5) Surat girik/petuk/akta jual beli, yang sah disertai surat pernyataan pemilik bahwa tidak dalam status sengketa, yang diketahui lurah setempat;

6) Surat kohir verponding Indonesia, disertai pernyataan bahwa pemilik telah menempati lebih dari 10 tahun, dan disertai keterangan pemilik bahwa tidak dalam status sengketa yang diketahui lurah setempat; atau

7) Surat bukti kepemilikan tanah lainnya

b. Surat perjanjian pemanfaatan/penggunaan tanah, merupakan perjanjian tertulis antara pemilik bangunan gedung dengan pemilik tanah, apabila pemilik bangunan gedung bukan pemilik tanah.

c. Data kondisi/situasi tanah, merupakan data-data teknis tanah yang memuat informasi meliputi:

1) Gambar peta lokasi/lengkap dengan contournya; 2) Batas-batas tanah yang dikuasai;

3) Luas tanah; dan

4) Data bangunan gedung eksisting (kalau ada). 2. Status Kepemilikan Bangunan Gedung

Untuk permohonan IMB pembangunan bangunan gedung baru, status kepemilikan bangunan gedung yaitu dokumen keterangan diri pemilik yang mengajukan Permohonan IMB dan kepemilikan atas bangunan gedung memuat informasi sekurang-kurangnya:

a. Nama (sebagai perorangan atau wakil pemilik/pengguna); b. Alamat;

c. Tempat/tanggal lahir; d. Pekerjaan;

e. Nomor KTP dan data identitas lainnya (Fotokopi KTP dan bukti identitas lainnya sebagai lampiran);

(36)

f. Keterangan mengenai data bangunan gedung; dan g. Keterangan mengenai perolehan bangunan gedung.

Untuk proses terkait dengan permohonan IMB kegiatan lainnya, status kepemilikan bangunan gedung berupa Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung. Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung sebagai dokumen status kepemilikan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Presiden.

3. Dokumen/Surat-surat yang Terkait

Dokumen/surat-surat yang terkait dapat berupa:

a. SIPPT untuk pembangunan di atas tanah dengan luas minimum tertentu;

b. Rekomendasi instansi/lembaga yang bertanggungjawab di bidang fungsi khusus (untuk bangunan gedung fungsi khusus);

c. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/UPL/UKL; dan/atau

d. Rekomendasi instansi teknis terkait untuk bangunan gedung di atas/bawah prasarana dan sarana umum.

B. PERSYARATAN TEKNIS DOKUMEN UNTUK PERMOHONAN IMB

Kelengkapan minimal dokumen rencana teknis bangunan gedung yang disyaratkan dalam PIMB disesuaikan dengan penggolongan meliputi:

1. Rencana Teknis Bangunan Gedung pada Umumnya

a. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana

1) Data umum bangunan gedung memuat informasi meliputi: a) Fungsi/klasifikasi bangunan gedung;

b) Luas lantai dasar bangunan gedung; c) Total luas lantai bangunan gedung;

d) Ketinggian/jumlah lantai bangunan gedung; dan e) Rencana pelaksanaan.

2) Rencana teknis bangunan gedung, meliputi:

a) Gambar pra-rencana bangunan gedung, terdiri atas gambar siteplan/situasi, denah, tampak, dan gambar potongan; dan

b) Spesifikasi teknis bangunan gedung.

b. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret – sampai dengan 2 (dua) lantai –

1) Data umum bangunan gedung, yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada butir a.1);

2) Rancangan arsitektur bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada butir a.2); 3) Rancangan struktur secara sederhana/prinsip; dan

4) Rancangan utilitas bangunan gedung secara sederhana/prinsip.

c. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 lantai atau lebih – dan bangunan gedung lainnya pada umumnya

1) Data umum bangunan gedung memuat informasi sebagaimana dimaksud pada butir a.1);

(37)

2) Rencana teknis bangunan gedung meliputi:

a) Gambar rancangan arsitektur, terdiri atas gambar siteplan/situasi, denah, tampak, potongan, dan spesifikasiumum finishing bangunan gedung;

b) Gambar rancangan struktur, terdiri atas gambar struktur bawah (pondasi), struktur atas, termasuk struktur atap, dan spesifikasi umum struktur bangunan gedung; c) Gambar rancangan utilitas (mekanikal dan elektrikal), terdiri atas gambar sistem

utilitas (mekanikal dan elektrikal), gambar sistem pencegahan dan pengamanan kebakaran, sistem sanitasi, system drainase, dan spesifikasi umum utilitas bangunan gedung;

d) Spesifikasi umum bangunan gedung;

e) Perhitungan struktur untuk bangunan gedung 2 (dua) lantai atau lebih dan/atau bentang struktur lebih dari 6 m; dan

f) Perhitungan kebutuhan utilitas (mekanikal dan elektrikal). 2. Rencana Teknis Bangunan Gedung untuk Kepentingan Umum

a. Data umum bangunan gedung memuat informasi sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.1); dan

b. Rencana teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.2). 3. Rencana Teknis Bangunan Gedung Fungsi Khusus

a. Data umum bangunan gedung memuat informasi sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.1);

b. Rencana teknis bangunan gedung, sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.2); dan c. Rekomendasi instansi terkait.

Kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir a. dan butir b. ditetapkan oleh pimpinan instansi/lembaga pembina yang bertanggungjawab di bidang fungsi khusus, sesuai dengan pengaturan internal dan/atau internasional yang berlaku.

C. PENYEDIA JASA

Penyedia jasa untuk menyusun dokumen rencana teknis, yang mendapat tugas harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. PELAKSANA PENGURUSAN PERMOHONAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

Pengurusan permohonan IMB dapat dilakukan oleh pemohon sendiri, atau dapat dengan menunjuk penanggung jawab perencanaan selaku pelaksana pengurusan permohonan IMB yang resmi (authorized person) dengan surat kuasa bermeterai yang cukup.

BUPATI BONDOWOSO,

(38)

LAMPIRAN V PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO

NOMOR :

TANGGAL :

KETENTUAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

A. KETENTUAN KHUSUS PERIZINAN

1. Pemberian IMB sebagai bagian dari urusan wajib pemerintahan pada dasarnya tidak memungut retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan pembiayaannya disediakan dalam APBD untuk menunjang kegiatan yang terkait dengan proses penerbitan IMB.

2. Dalam hal penerbitan IMB harus memungut retribusi untuk sebagian atau sama dengan biaya kegiatan operasional proses, besarnya harus sesuai dengan penghitungan berdasarkan tingkat penggunaan jasa pelayanan perizinan dan mempertimbangkan tingkat kemampuan masyarakat setempat.

3. Pemerintah daerah serta aparatnya wajib memenuhi ketentuan tentang larangan penerimaan pembayaran di luar nilai besarnya retribusi IMB yang ditetapkan secara transparan.

B. JENIS KEGIATAN DAN OBJEK YANG DIKENAKAN RETRIBUSI 1. Jenis kegiatan yang dikenakan retribusi IMB meliputi:

a. Pembangunan baru;

b. Rehabilitasi/renovasi meliputi perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan/ pengurangan; dan

c. Pelestarian/pemugaran.

51

2. Objek yang dikenakan retribusi IMB adalah kegiatan pemerintah daerah dalam rangka pembinaan melalui pemberian izin untuk biaya pengendalian penyelenggaraan yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada:

a. Bangunan gedung; dan b. Prasarana bangunan gedung.

C. PENGHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

Penghitungan besarnya retribusi IMB meliputi hal: 1. Komponen Retribusi dan Biaya

a. Retribusi pembinaan penyelenggaraaan bangunan gedung untuk kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi dan pelestarian/pemugaran; atau

b. Retribusi administrasi IMB meliputi pemecahan dokumen IMB, pembuatan duplikat/copy dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai pengganti dokumen IMB yang hilang atau rusak, pemutakhiran data atas permohonan pemilik bangunan gedung, dan/atau perubahan non teknis lainnya; dan

c. Retribusi penyediaan formulir Permohonan IMB, termasuk biaya Pendaftaran Bangunan Gedung.

2. Penghitungan Besarnya Retribusi

a. Besarnya retribusi dihitung dengan penetapan:

1) Lingkup item komponen retribusi sebagaimana dimaksud pada butir c.1.a. atau butir c.1.b. ditetapkan sesuai permohonan yang diajukan;

Referensi

Dokumen terkait

(4) Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahu nan lebih besar dari

Dari analisis unsur intrinsik novel Teman tapi Menikah dapat diketahui bahwa temanya adalah “persahabatan memunculkan cinta sejati”; alur yang digunakan adalah

Maka, menjadi percuma ketika sejak kecil dari tataran pendidikan yang paling bawah sampai pemuda desa memiliki tingkat nalar dan rasionalitas yang cukup tinggi di

Dengan adanya penelitian-penelitian sebelumnya dibuatlah Tugas Akhir ini untuk menganalisis performansi laser dioda hijau dalam kanal air Laut melalui perubahan daya, Signal to

barang maupun jasa menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan, penggunaan minicon pada sepeda motor juga dapat menurunkan tingkat emisi gas buang, hal ini dikarenakan minicon

Membolos. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi siswa sering membolos di SMK AL-FALAH WINONG Tahun Ajaran 2015/2016. Teratasinya siswa yang sering membolos

Pada tahun 2013, implementasi kebijakan penyelenggaraan Urusan Otomomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan