• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan publik yang layak bagi masyarakat. Dengan teori. suatu biaya, yang biasa disebut dengan agency cost.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan publik yang layak bagi masyarakat. Dengan teori. suatu biaya, yang biasa disebut dengan agency cost."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan grand theory teori keagenan. Teori keagenan dijadikan teori utama karena teori ini menjelaskan hubungan antara pemerintah sebagai agen dan masyarakat sebagai principal yang memberikan wewenang kepada agen untuk mengelola dana dan memberikan pelayanan publik yang layak bagi masyarakat. Dengan teori agensi ini dapat dipelajari pula mengenai masalah yang timbul akibat adanya hubungan keagenan. Selain itu hubungan keagenan menghasilkan suatu biaya, yang biasa disebut dengan agency cost.

Penelitian terdahulu yang mendukung digunakannya agency theory sebagai grand theory adalah penelitian yang dilakukan oleh Martani, dkk. (2014). Martani, dkk. (2014) menjelaskan bahwa pemerintah sebagai agen dapat membuat kebijakan yang hanya menguntungkan pihak pemerintah dan otoritas terkait. Namun untuk mengatasi hal tersebut masyarakat sebagai prinsipal bisa melakukan monitoring. Monitoring dapat dilakukan melalui pengungkapan laporan keuangan dan kinerja yang dipublikasikan di website.

1. Teori Keagenan

Dasar yang digunakan untuk memahami Good Corporate Governance adalah perspektif teori keagenan (Martani, 2014). Teori

(2)

agensi mengakibatkan hubungan yang asimetri antara pemilik dan pengelola, untuk menghindari terjadinya hubungan yang asimetri tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance. Penerapan Good Corporate Governance berdasarkan pada teori agensi, yaitu teori agensi dapat dijelaskan melalui hubungan antara manajemen dengan pemilik, manajemen sebagai agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi yang sesuai dengan kontrak. Menurut Lane (2003) teori agensi dapat diterapkan dalam organisasi publik, di mana negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan yaitu sebagai prinsipal-agen.

Teori keagenan mempunyai hubungan yang erat dengan adanya corporate governance. Transparansi dan pengungkapan merupakan aspek

penting dalam penerapan good governance yang baik, di mana teori keagenan menyediakan framework yang berhubungan dengan pengungkapan good governance (Kaihatu, 2006). Good Corporate Governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori

keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Selain itu good corporate governance diharapkan akan dapat berfungsi untuk menekan atau

menurunkan biaya keagenan (agency cost). Petrie (2002) menyebutkan bahwa prinsipal harus mengeluarkan biaya (cost) untuk memonitor kinerja dari agen, menentukan struktur insentif dan untuk melaksanakan

(3)

monitoring yang efisien. Salah satu bentuk alat monitoring yang dapat digunkan untuk mengurangi agency cost adalah dengan adanya laporan keuangan dan pengungkapan informasi kepada publik.

Zimmerman (1977) menyatakan dalam konteks pemerintahan terdapat agency problem di dalamnya. Di lingkup perusahaan, agency problem terjadi antara pemegang saham yang berperan sebagai principal

dan manajemen sebagai agen. Sedangkan pada sektor pemerintahan, agency problem terjadi antara pejabat pemerintah yang terpilih dan

diangkat sebagai agent dan para pemilih (masyarakat) sebagai principal. Setyaningrum dan Safitri (2012) menyebutkan bahwa salah satu yang menjadi masalah dalam lingkup pemerintah daerah adalah adanya asimetri informasi, di mana pejabat pemerintah daerah sebagai agen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat sebagai prinsipal sehingga dalam pengambilan keputusan lebih banyak membuat keputusan atau kepentingan pemerintah maupun penguasa saja dan mengabaikan kesejahteraan masyarakat.

2. Good Public Governance

Berdasarkan atas kode dari Good Public Governance yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) 2010. Terdapat lima prinsip dasar dari Good Public Governance (GPG) yaitu:

1. Demokrasi 2. Transparansi 3. Akuntabilitas

(4)

4. Budaya hukum 5. Keadilan

GPG memiliki pengaruh yang besar terhadap terwujudnya good governance secara menyeluruh, baik dalam rangka penyelenggaraan negara itu sendiri, maupun dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk penerapan good corporate governance oleh dunia usaha. Di pihak lain dunia usaha dan masyarakat juga berkepentingan dan memiliki peran dalam mewujudkan GPG. Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan situasi kondusif untuk melaksanakan GPG diperlukan tiga pilar , yaitu negara, dunia usaha dan masyarakat (KNKG) 2010:

1. Negara harus merumuskan dan menerapkan GPG sebagai pedoman dasar dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya.Negara juga berkewajiban untuk menciptakan situasi kondusif yang memungkinkan penyelenggara negara dan jajarannya melaksanakan tugasnya dengan baik.

2. Dunia usaha harus merumuskan dan menerapkan good governance dalam melakukan usahanya sehingga dapat meningkatkan produktivitas nasional. Dunia usaha juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif memberikan masukan dalam perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang bertalian dengan sektor usahanya.

3. Masyarakat harus melakukan kontrol sosial secara efektif terhadap pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan negara. Masyarakat juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif memberikan masukan dalam

(5)

perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik. Untuk itu masyarakat harus:

- Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan kontrol sosial secara sehat dan bertanggungjawab. - Meningkatkan konsolidasi sumber daya agar dapat memberikan

kontribusi secara maksimal. 3. E-Government

Selama 25 tahun terakhir, pemerintah memperluas penyampaian informasi dan layanan melalui elektronik. Beberapa wilayah hukum juga menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai mekanisme untuk melibatkan warga dalam pengembangan kebijakan (Roman and Miller, 2013). Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alternatif keterlibatan warga negara disebut partisipasi, demokrasi, e-governance atau e-government (Saebo, 2008)

E-government mengacu pada keefektifan penggunaan teknologi infomasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja instansi pemerintah dan meningkatkan pelayanan pemerintah dan operasi disektor masyarakat (Kushchu and Kuscu, 2003). Bertot and Jaeger (2006) mengemukakan bahwa e-government mengubah cara bagaimana pemerintah berinteraksi dan melayani warga. Meskipun kemajuan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi memberikan kesempatan untuk meningkatkan interaksi pemerintah dengan warga, penting pula untuk mempertimbangkan kebutuhan yang diharapkan warga atas manfaat dari adanya teknologi informasi dan komunikasi.

(6)

Verdegem and Verleye (2009) berpendapat bahwa e-government terlalu berfokus pada teknologi daripada kebutuhan dan harapan warga negara. Kurangnya perspektif desain sentris warga negara dianggap sebagai alasan utama dibalik underutilization pelaksanaan e-government disuatu negara (Valsen, Geest, Hedde, and Derks, 2009). International Standards Organization (ISO) medefinisikan kegunaan website pemerintah sebagai sejauh mana sebuah situs web dapat digunakan oleh warga untuk mencapai target yang ditetapkan dengan efektivitas, efisiensi, dan kepuasan yang ditentukan dalam konteks layanan e-government (Vankatesh and Ramesh, 2006).

E-government merupakan salah satu perubahan yang sedang

dikembangkan pemerintah untuk mengubah sistem kinerjanya dengan menggunakan teknologi informasi. Hermana (2012) menyebutkan bahwa e-government adalah penggunaan teknologi informasi dan aplikasinya oleh

pemerintah untuk menyediakan informasi dan jasa umum bagi masyarakat. Norris and Christopher (2013) mendefinisikan e-government sebagai suatu pengiriman layanan pemerintah dan informasi elektronik selama 24 jam per hari dan tujuh hari per minggu. Durrant (2002) mendefinisikan e-government sebagai suatu komitmen pemerintah untuk meningkatkan

hubungan antara warga negara dan pemerintah melalui peningkatan pelayanan, efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan, serta informasi dan pengetahuan. Sharma (2015) mengungkapkan E-government merupakan penerapan teknologi yang berbasis internet yang bertujuan untuk memberikan informasi dan layanan kepada penggunanya agar

(7)

pemerintahan berjalan lebih efektif dan efisien. E-government adalah penggunaan teknologi dan informasi untuk mendukung dan meningkatkan kebijakan publik dan operasional pemerintahan melibatkan warga negara dan menyediakan layanan jasa yang komprehensif dan tepat waktu (Scholl, 2008).

Menurut Intruksi Presiden No. 3 tahun 2003 mendefinisikan e-government sebagai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi

dalam proses pemerintahan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan. Dalam peraturan ini juga dijabarkan bahwa e-government diperlukan untuk mewujudkan Good Public Governance. Selain itu dalam Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 disebutkan bahwa pengembangan E-Government merupakan suatu upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi.

Website dan teknologi berbasis web sering dianggap sebagai bagian

penting dari penyelenggaraan e-government. Hal ini dikarenakan penggunaan teknologi berbasis web di organisasi publik memegang peran penting dalam hal peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dengan menyediakan pengungkapan yang lebih efektif dan efisien kepada warga dan organisasi mengenai proses, struktur, dan produk

(8)

pemerintah, dan dengan menyediakan saluran untuk berinteraksi dengan pemerintah (Bimber, 1999; Jun and Weare, 2010; La Porte, Demchak, and Friis, 2001; Musso, Weare, and Hale, 2000; Tolbert and mossberger, 2006; West, 2004 ). Penggunaan teknologi berbasis web merupakan langkah yang tepat dalam penerapan e-government sebab informasi yang terkandung didalamnya lebih mudah diakses bagi pengguna informasi.

Benedetti, Ghezzi, Lamberti, and Russo (2009) memberikan model komprehensif dari manfaat potensial yang dicari warga ketika dilakukan e-government. Manfaat yang didapatkan dari adanya e-government adalah sebagai berikut:

1. Penghematan Biaya (cost saving) : yaitu, masyarakat akan tetap mendapatkan layanan yang sama seperti apabila mendatangi kantor (misalnya, dengan adanya e-government, biaya transportasi berkurang–Vankatesh, Chan, and thong, 2012).

2. Penghematan Waktu (time saving) : yaitu, kemungkinan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan oleh warga untuk mendapatkan layanan (Susanto and Goodwin, 2010).

3. Akses Tanpa Batas (unconstrained access) : yaitu, ketersediaan jalur akses yang fleksibel untuk terbuka dan berinteraksi dengan pemerintah hingga 24 jam dalam 7 hari (Gilbert, Balestrini, and Littleboy, 2004).

4. Aksesibilitas Multichannel (multichannel accessibility) : yaitu, kemungkinan untuk mengakses saluran online melalu beberapa teknologi (misalnya, internet, mobile) dan perangkat misalnya,

(9)

komputer, smartphone, dan televisi) (Vassilakis, Lepouras, and Halatsis, 2007).

Keamanan (security) : yaitu, pengurangan risiko, ada dua jenis keamanan:

a. Keamanan operasi (operation security) : masukan yang tepat dan tepat waktu, dan perlindungan data (Lambrinoudakis, Gritzalis, Dridi, and Pernul, 2003).

b. Keamanan Informasi (information security) : yaitu, keandalan informasi, kebenaran, dan ketepatan waktu (Smith and Jamieson, 2006).

5. Demokrasi (democracy) : yaitu, kemungkinan untuk mengakses setiap layanan pemerintah dan melaksanakannya melalui setiap saluran, mengakses bentuk yang sebelumnya tidak bisa diakses, mengakses informasi yang sulit diakses, serta meningkatkan kemampuan warga dalam proses yang berkaitan dengan publik (Layne and Lee, 2001).

6. Transparansi (transparency) : yaitu, kemungkinan bagi pengguna untuk memantau aliran dan arsip file melalui prosedur standar (Thomas and Streib, 2003).

7. Keramahan Pengguna (user friendliness) : yaitu, kemungkinan bagi pengguna untuk memiliki kemudahan untuk memahami arus informasi dan pengalaman berinteraksi dengan pemerintah ( Carter and Belanger, 2005).

(10)

8. Kualitas (quality) ; yaitu, kemungkinan bagi pengguna untuk mengumpulkan informasi dan prosedur yang benar dari website pemerintah (Teicher, Hughes, and Dow, 2002).

9. Interaktivitas (interactivity) : yaitu, kemugkinan bagi warga untuk mengadakan komunikasi dua arah dengan pemerintah atau pengguna lain, dan memperoleh balasan yang akurat serta tepat waktu (West, 2004).

10. Kustomisasi (customization) : yaitu, kemungkinan bagi pengguna untuk memiliki interaksi dengan pemerintah disesuaikan dengan kebutuhannya (dalam hal tatapmuka, presentasi informasi, atau lainnya) (Tat-Kei Ho, 2002).

11. Sistem Integrasi (system integration) : yaitu, kemampuan sistem untuk berkesinambungan dengan informasi dan sistem TI lainnya (Andersen and Henriksen, 2006).

4. Transparansi dan Akuntabilitas

Salah satu prinsip dari good governance adalah transparansi. Transparansi adalah suatu keterbukaan. Menurut Komarudin (2009) transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat, mulai dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian yang mudah diakses oleh semua pihak yang memerlukan informasi.

Transparansi pemerintah telah didefinisikan oleh Finel dan Lord (1999) sebagai berikut: Transparansi terdiri dari hukum, politik, dan

(11)

struktur kelembagaan yang membuat informasi tentang karakteristik internal dari pemerintah dan masyarakat yang tersedia bagi pelaku baik di dalam dan luar sistem politik disuatu negara. Transparansi akan meningkat dengan adanya mekanisme yang mengarah pada pengungkapan informasi publik, pers bebas, pemerintahan yang terbuka, dengar pendapat, atau adanya organisasi non-pemerintah dengan insentif untuk memberikan informasi yang obyektif tentang pemerintah.

Piotrowski (2007) menyatakan transparansi pemerintahan memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan gambaran yang lebih akurat mengenai apa yang terjadi di dalam pemerintahan. Hal ini memungkinkan publik untuk mengevaluasi kinerja instansi pemerintah, memaksa mereka untuk bertanggung jawab, dan menjawab kekhawatiran yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya publik. Karena orang-orang yang terpengaruh oleh keputusan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah memiliki hak untuk mengetahui bagaimana keputusan itu dibuat. mengidentifikasikan tiga tujuan utama untuk transparansi: memberikan informasi penting untuk publik, peningkatan partisipasi masyarakat, dan memegang organisasi akuntabel. Ketiga tujuan tercermin dalam definisi yang diungkapkan oleh Cotterell (1999) transparansi adalah ketersediaan informasi tentang hal-hal yang menjadi perhatian publik, kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam keputusan politik, dan akuntabilitas pemerintah untuk opini publik atau proses hukum.

Stanburry (2003) menyatakan akuntabilitas merupakan bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan

(12)

pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Rosidji (2008, 145) jenis akuntabilitas dikategorikan menjadi dua tipe (Patriati, 2010), yaitu:

a. Akuntabilitas Internal

Akuntabilitas Internal berlaku bagi setiap tingkatan organisasi internal penyelenggara pemerintah negara termasuk pemerintah yang setiap pejabat atau pengurus publik baik individu maupun kelompok secara hierarki berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasannya langsung mengenai perkembangan kinerja kegiatannya secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu.

b. Akuntabilitas Eksternal

Akuntabilitas Eksternal melekat pada setiap organisasi atau lembaga negara untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkemabangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak eksternal lingkungannya.

(13)

5. Pengungkapan Informasi pada Website Pemda

Pengungkapan informasi kepada publik merupakan salah satu bentuk dari akuntabilitas publik yang secara esensial berarti kewajiban untuk menjelaskan dan menjustifikasi tugas (Bovens, 2007). Sedangkan menurut Suwardjono (2005) pengungkapan (disclosure) berkaitan dengan penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dapat dinyatakan melalui statemen keuangan utama.

Menurut Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011) Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Mandatory disclosure merupakan pengungkapan informasi yang wajib dikemukakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh badan otoriter. Sedangkan voluntary disclosure merupakan pengungkapan yang disajikan diluar item-item yang wajib diungkapkan sebagai tambahan informasi bagi pengguna laporan keuangan. Dalam rangka menjalankan akuntabilitas publik inilah kemudian dibutuhkan adanya transparansi yakni tingkat dimana warga negara, media dan pasar modal dapat mendapatkan informasi mengenai strategi, aktivitas dan hasil dari aktivitas tersebut (Alt, et.al., 2006).

6. UU no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Menurut Undang-undang no.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dijelaskan bahwa hak untuk mendapatkan informasi publik adalah hak asasi warga negara yang wajib dilindungi

(14)

Undang-undang dan badan publik wajib menerapkan sistem informasi yang baik agar dapat menyampaikan informasi publik secara akurat baik melalui media elektronik dan non-elektronik.

UU no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ini berkaitan dengan adanya trasparansi yang ada pada pemerintahan. Undang-undang Nomor14 tahun 2008 tentang KeterbukaanInformasi Publik (UU KIP) menyatakan salah satu informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh Pemda sebagai badan publik adalah informasi mengenai laporan keuangan (Martani, Fitriasari dan Annisa, 2013). UU KIP menyatakan bahwa informasi publik hendaknya disampaikan dengan cara yang mudah untuk dijangkau oleh masyarakat.

Menurut UU KIP informasi merupakan keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makan, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. Sedangkan Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

(15)

Ukuran perusahaan merupakan besarnya suatu perusahaan (Patrick, 2007). Ukuran daerah merupakan indikator yang signifikan untuk kepatuhan akuntansi (Cohen and Kaimenakis, 2008). Perusahaan yang memiliki ukuran besar akan dihadapkan dengan persyaratan koordinasi dan birokratisasi yang semakin meningkat, sehingga mengakibatkan tugas manajemen menjadi lebih sulit (Downs, 1967), serta akan memiliki tekanan yang lebih besar dari publik untuk melaporkan pengungkapan wajibnya (Cooke, 1992, dalam Ran, Stanley and Nelson, 2002). Pemerintahan daerah dengan ukuran yang besar memiliki jumlah dan transfer kekayaan yang besar ( Rahman, dkk 2013).

Dalam konteks pemerintahan, besar kecilnya ukuran suatu pemerintahan dapat dilihat dari total pendapatan yang diperoleh daerah dalam setahun (Kristanto, 2009). Total pendapatan suatu daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Martani, dkk. (2014) merumuskan besar kecilnya suatu daerah berdasarkan pada belanja atau pengeluaran daerahnya. Suatu daerah dengan ukuran besar, akan memiliki sumber daya yang besar pula, besarnya sumber daya yang akan diolah sudah pasti akan memperbesar pengeluaran atau belanja. Dalam organisasi pemerintahan, pemerintah Kabupaten/Kota besar cenderung memiliki sumber daya yang lebih besar daripada pemerintah Kabupaten/Kota kecil yang memungkinkan mereka untuk menerapkan tertib administrasi dan pengelolaan keuangan daerah. Laswad, et al. (2005) mengemukakan bahwa tekanan politis yang dialami oleh birokrasi pemerintahan lokal

(16)

yang besar cenderung lebih tinggi sehingga membuat para birokrat harus lebih transparan dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan.

Ukuran daerah memiliki pengertian yang sama dengan ukuran perusahaan, semakin besar ukuran suatu daerah, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi karena ukuran daerah yang besar akan diikuti dengan risiko penyalahgunaan yang besar pula (Kusumawardani, 2012). Berdasarkan penelitian Patrick (2007) dan Cohen dan Kaimenakis (2010) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan.

Ukuran perusahaan dapat diukur dengan menggunakan analisis trend, yaitu dengan membandingkan ukuran perusahaan dalam beberapa

periode (Dwimulyani dan Shirley, 2007), analisis rasio memiliki keunggulan mampu menstandarisasi size perusahaan (Harahap, 1999). Analisis rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya (Wahyuni, 2007).

8. Keterkaitan dengan pemerintah pusat

Hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terlihat nyata semenjak diberlakukannya otonomi daerah. Diterapkannya otonomi daerah dan desentralisasi, melimpahkan berbagai kewenangan dari permintah pusat kepada pemerintah daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menegaskan kewenangan

(17)

pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mendefinisikan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Saat ini, salah satu aspek yang harus diperhatikan dengan seksama dalam hal otonomi daerah ialah masalah pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki hubungan terkait dengan dana yang dianggarkan pemerintah pusat untuk pemerintah daerah. Dengan demikian pemerintah daerah memiliki ketergantungan atas Dana Alokasi Umum dari pemerintah pusat. Dana Alokasi Umum ini memungkinkan bagi pemerintah pusat untuk memantau kinerja pemerintah daerah dalam hal penggunaan dana. Dana ini juga menimbulkan kewajiban bagi pemerintah daerah untuk membuat pertanggungjawaban kepada pemberi dana. Pemberian Dana Alokasi Umum menjadi salah satu indikator dalam pengungkapan transparansi. Menurut Puspita dan Martani (2012) penerimaan Dana Alokasi Umum yang lebih besar oleh pemerintah akan menimbulkan tingkat pengungkapan informasi yang tinggi pula.

9. Tipe pemerintah daerah

Indonesia merupakan negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu kemudian dibagi menjadi kabupaten dan kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota

(18)

memiliki pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Karakteristik yang paling terlihat diantara pemerintah kabupaten dengan pemerintah kota adalah pada umumnya pemerintah kota memiliki sumber daya yang lebih tinggi daripada pemerintah daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Tingkat pendidikan dalam pemerintah kota umumnya juga lebih tinggi daripada pemerintah kabupaten. Laswad et al. (2005) memiliki hipotesis bahwa pemerintah kota akan memiliki tingkat yang tinggi dalam pengungkapan informasi keuangan dibanding dengan pemerintah kabupaten. Hal ini didasarkan pada lebih tingginya kualitas sumber daya yang terdapat di pemerintah kota.

10. Tingkat kesejahteraan sosial

Kesejahteraan sosial merupakan suatu kegiatan terencana yang dilakukan demi menciptakan individu atau masyarakat yang terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan kemudian individu atau masyarakat tersebut dapat mengatasi masalah sosialnya sendiri. Tingkat kesejahteraan sosial dapat diukur dengan PDRB per kapita dari setiap daerah. Semakin tingginya PDRB perkapita suatu daerah maka akan semakin tinggi pula tingkat pengawasan yang dilakukan oleh publik. Dengan demikian permintaan informasi akan pengungkapan transparansi juga semakin tinggi. PDRB merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai kesejahteraan sosial, sebab dengan PDRB bisa diketahui kondisi ekonomi dan kinerja pembangunan dalam suatu daerah. Menurut Styles dan Tennyson (2007) pendapatan per kapita yang tinggi disuatu daerah

(19)

akan menyebabkan tingkat pengungkapan informasi keuangan yang tinggi pula.

11. Tingkat Pengangguran

Pengangguran merupakan suatu keadaan dimana dalam usia produktif seseorang tidak memiliki pekerjaan tetap. Pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan usaha secara aktif dalam empat minggu terakhir untuk mencari pekerjaan (Kaufman dan Hotchkiss,1999).

Menurut Sukirno (1994) Pengangguran merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh pekerjaan tersebut. Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan pada pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta. Menurut Sadono Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang yang tidak bekerja, tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur.

Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan pengeluaran agregat. Para pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud untuk mencari keuntungan. Keuntungan tersebut hanya akan diperoleh apabila para pengusaha dapat menjual barang yang mereka

(20)

produksikan. Semakin besar permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang akan mereka wujudkan. Kenaikan produksi yang dilakukan akan menambah penggunaaan tenaga kerja. Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat diantara tingkat pendapatan nasional yang dicapai (GDP) dengan penggunaan tenaga kerja yang dilakukan; semakin tinggi pendapatan nasional (GDP), semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian.

B. Penelitian Terdahulu

Berikut adalah data-data penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pengungkapan layanan publik pada website pemerintah daerah : Nama Peneliti Variabel Grand Theory Kesimpulan Ingram (1984) Coalition of voters, administrative selection process, management incentive, dependency Possible Explanations of Governmental Accounting Practices Coalition of voters, administrative selection process, management incentive berpengaruh signifikan, dependency tidak berpengaruh signifikan. Laswad et al. (2005) Leverage, visibilitas media massa, tingkat kesejahteraan, kompetisi politik, Agency Theory Leverage, visibilitas media massa, dan tingkat kesejahteraan memiliki pengaruh positif terhadap

(21)

ukuran pemerintah dan jenis pemerintahan tingkat pengungkapan informasi keuangan di website pemerintah. sedangkan tipe pemerintah memiliki pengaruh negatif, dan ukuran pemerintah dan kompetisi politik tidak berpengaruh. Styles and Tennyson (2007) Ukuran daerah, tingkat kesejahteraan sosial Private Sector Internet Financial Reporting, Public Sector IFR

Ukuran daerah dan tingkat kesejahteraan berpengaruh terhadap ketersediaan informasi keuangan di website pemerintah. Liestiani (2008) Kekayaan daerah, kompleksitas pemerintah, jumlah temuan, tingkat penyimpangan, tingkat ketergantungan, karakteristik daerah. Agency Theory Kekayaan daerah, kompleksitas pemerintah, jumlah temuan, tingkat penyimpangan berpengaruh signifikan. Tingkat ketergantungan dan karakteristik daerah

(22)

tidak berpengaruh signifikan. Garcia, et al. (2013) Tingkat perkembangan ekonomi, Tingkat kualitas hidup,Ukuran entitas publik,kemampuan keuangan daerah, Ideologi politik, Stabilitas dan kekuatan politik, Persaingan politik Agency Theory, Stakeholder Theory

Pada tingkat kota menunjukkan derajat lebih tinggi dari transparansi dalam hal ekonomi, keuangan dan anggaran namun cenderung tidak berfokus pada isu-isu sosial. Sebaliknya, ada trade-off yang signifikan dalam jumlah informasi yang diungkapkan tentang topik sosial dan lingkungan. Puspita dan Martani (2012) Ukuran pemerintah daerah, tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat Agency Theory, Signalling Theory Ukuran pemerintah dan tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan informasi keuangan di website pemerintah.

(23)

Medina (2012) Ukuran pemerintah, tingkat independensi, dan kompleksitas pemerintah Agency Theory Tingkat pengungkapan informasi keuangan dalam website pemerintah dipengaruhi oleh ukuran pemerintah, tingkat independensi dan kompleksitas pemerintah, Sebesar 16% pemerintah daerah yang mempublikasikan dalam website. Martani et al. (2014) Ukuran pemerintah daerah,tingkat ketergantungan pemerintah pusat, Bentuk pemerintah daerah,tingkat kesejahteraan sosial,dan tingkat pengangguran. Agency Theory and Signalling Theory Ukuran pemerintah, tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat, dan tingkat kesejahteraan social berpengaruh positif terhadap tingkat transparansi keuangan dan kinerja pemerintahan Indonesia.

(24)

C. Kerangka Pemikiran

+

+

+

+

-

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

D. Pengembangan Hipotesis 1. Ukuran pemerintah

Hasil dari beberapa penelitian mengenai pengaruh ukuran pemerintah terhadap tingkat transparansi keuangan dan kinerja pemerintah tidak konsisten. Laswad dkk. (2005) menemukan jika ukuran pemerintah tidak berpengaruh, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Medina (2012), Gracia Sanchez (2013) menemukan pengaruh yang positif antara ukuran pemerintah terhadap tin gkat

Tingkat transparansi

keuangan dan kinerja

Ukuran Pemerintah Daerah

Tingkat ketergantungan dengan pemerintah pusat

Bentuk Pemerintah Daerah

Tingkat kesejahteraan sosial

(25)

transparansi dan kinerja. Dengan demikian hipotesis pertama sebagai berikut:

H1: ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap tingkat transparansi keuangan dan pengungkapan kinerja pada website pemerintah daerah.

2. Tingkat ketergantungan dengan pemerintah pusat

Pemerintah pusat menyediakan Dana Alokasi Umum untuk semua pemerintah daerah. Dengan demikian tingkat ketergantungan pemerintah daerah di Indonesia sangat besar. Dengan adanya Dana Alokasi Umum tersebut, pemerintah pusat akan memantau semua kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal tersebut juga mendorong pemerintah daerah untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan dana serta kinerja mereka kepada pemerintah pusat. Puspita dan Dwi Martani (2012) menemukan bahwa penerimaan Dana Alokasi Umum yang lebih besar oleh pemerintah akan menimbulkan tingkat pengungkapan informasi yang lebih tinggi pula pada websitenya. Berdasarkan latar belakang tersebut hipotesis kedua adalah:

H2: tingkat keterkaitan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat berpengaruh positif terhadap tingkat transparansi keuangan dan pengungkapan kinerja pada website pemerintah daerah.

(26)

3. Tipe pemerintah daerah

Terdapat beberapa perbedaan terhadap karakteristik diantara pemerintah kota dan kabupaten.pemerintah kota biasanya memiliki populasi dengan latar belakang sosial dan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemerintah kabupaten. Jadi, inilah yang menyebabkan masalah yang kompleks bagi pemerintah kota. Oleh karena itu pemerintah kota harus dapat mengakomodasi semua kebutuhan populasi dalam bentuk penyediaan jasa dan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Laswad et al. (2005) tidak berhasil membuktikan bahwa pemerintah kota memiliki tingkat pengungkapan informasi keuangan yang lebih tinggi daripada pemerintah kabupaten. Dari pernyataan diatas dapat ditarik sebuah hipotesis ketiga sebagai berikut:

H3: tipe pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap tingkat transparansi keuangan dan pengungkapan kinerja dalam website pemerintah daerah.

4. Tingkat kesejahteraan sosial

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan sosial adalah PDRB per kapita dari setiap daerah. Semakin tinggi PDRB per kapita yang dihasilkan suatu daerah maka akan semakin tinggi pula tingkat pengawasan yang dilakukan oleh publik. Kondisi seperti ini menyebabkan

(27)

permintaan informasi sebagai alat pengukur kinerja pemerintah juga semakin tinggi. Styles and Tennyson (2007) membuktikan bahwa pendapatan per kapita yang tinggi disuatu daerah akan menyebabkan tingkat pengungkapan informasi keuangan yang tingi pula dalam website pemerintah. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat ditarik hipotesis yang keempat, yaitu:

H4: tingkat kesejahteraan sosial berpengaruh positif terhadap tingkat transparansi keuangan dan pengungkapan kinerja pada website pemerintah daerah.

5. Tingkat Pengangguran

Tingkat pengangguran yang banyak terjadi di pemerintah kabupaten salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang diselesaikan oleh masyarakat. Dengan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan kurangnya keahlian yang dimiliki sehingga banyak perusahaan perusahaan yang tidak tertarik untuk menarik tenaga kerja dari kabupaten, karena dianggap berkualitas rendah. Selain itu penyebaran lapangan pekerjaan masih belum merata sehingga banyak orang yang menganggur sebab tidak adanya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Penelitian yang dilakukan oleh Guillamon et al. (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat pengungkapan informasi keuangan dengan tingkat

(28)

pengangguran disuatu daerah (Garcia-Sanchez et al., 2013). Oleh karena itu dapat ditarik hipotesis yang kelima yaitu:

H5: tingkat pengangguran berpengaruh negatif terhadap tingkat transparansi keuangan dan pengungkapan kinerja

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk produk ini, penilaian keselamatan kimia sesuai dengan peraturan EU REACH No 1907/2006 tidak dilakukan. Informasi lain

Menurut penulis dari hasil observasi dan wawancara upaya yang telah dilakukukan kepala madrasah dalam Memotivasi dan memberi informasi sudah dilaksankan dengan

Pada Tahun 2018 pemerintah telah merubah prinsip dari yang menggunakan prinsip money follow function, karena manfaatnya tidak jelas, diubah menjadi money follow

Hasil penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan rasio desentralisasi fiskal, rasio kemandirian fiskal, dan rasio kontribusi pajak pada periode satu, dua, maupun tiga

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi hambatan dalam pengembangan model pembiasaan pada pembelajaran agama Hindu di SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan dalam

- Bila sesuai dengan perlengkapan yang dibebani arus beban lebih dalam waktu singkat (PUIL 2000:115) suatu pemutus sirkit yang nilai pengenalnya lebih besar dari

Secara parsial profitabilitas saham perusahaan-perusahaan perbankan yang secara konsisten tergabung ke dalam kelompok Indeks LQ-45 selama periode 2011-2013 tidak berpengaruh

Bermani Ulu Raya, Perda No.5/2005 Bangun Jaya Menjadi wil.. Bermani Ulu Raya, Perda No.5/2005 Babakan Baru