• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pengawasan dan Manajemen Pengawasan. Pengawasan biasa juga disebut pengendalian, yaitu proses menyakinkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pengawasan dan Manajemen Pengawasan. Pengawasan biasa juga disebut pengendalian, yaitu proses menyakinkan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pengawasan dan Manajemen Pengawasan

Pengawasan biasa juga disebut pengendalian, yaitu proses menyakinkan bahwa aktifitas aktual sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Pengawasan membantu pimpinan memonitor keefektifan perencanaan, pengorganisasian dan kepemimpinan. Bagian penting dari proses pengawasan adalah melakukan koreksi sesuai dengan yang dibutuhkan (Harsono, 2004). Salah satu pengertian lain dari pengawasan yaitu melakukan penilaian dan sekaligus koreksi terhadap setiap penampilan karyawan untuk mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan dalam rencana (Azwar, 1996).

Manajemen pengawasan adalah upaya penerapan standar pelaksanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang ada, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa usaha atau kegiatan telah dilaksanakan secara baik dalam mencapai tujuan (Handoko, 1984).

(2)

2.1.1. Tujuan Pengawasan Kualitas Air

Pengawasan kualitas air bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penyakit atau gangguan kesehatan yang berasal dari air minum atau air bersih yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan melalui surveilens kualitas air secara berkesinambungan (Depkes RI, 2002).

Dalam rangka memenuhi persyaratan kualitas air minum sebagaimana menurut keputusan Menkes No : 907/Menkes/SK/VII/2002, maka perlu dilaksanakan kegiatan pengawasan kualitas air minum yang diselenggarakan secara terus menerus dan berkesinambungan agar air yang digunakan oleh penduduk dari penyediaan air minum yang ada, terjamin kualitasnya, sesuai dengan persyaratan kualitas air minum yang tercantum dalam keputusan ini.

Pengawasan kualitas air minum dalam hal ini meliputi :

1. Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta yang didistribusikan ke masyarakat dengan sistem perpipaan.

2. Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, didistribusikan kepada masyarakat dengan kemasan dan atau isi ulang. Kegiatan pengawasan ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang meliputi :

1. Pengamatan lapangan atau inspeksi sanitasi :

Pada air minum perpipaan maupun air minum kemasan, dilakukan pada seluruh unit pengolahan air minum, mulai dari sumber air baku, instalasi pengolahan,

(3)

proses pengemasan bagi air minum kemasan, dan jaringan distribusi sampai dengan sambungan rumah bagi air minum perpipaan.

2. Pengambilan sampel :

Jumlah, frekuensi, dan titik sampel air minum harus dilaksanakan sesuai kebutuhan dengan ketentuan minimal sebagai berikut :

a. Untuk penyediaan air minum perpipaan. 1) Pemeriksaan kualitas bakteriologis

Jumlah minimal sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi adalah :

Tabel 2.1. Jumlah Minimal Sampel Dalam Pemeriksaan Kualitas Bakteriologis

Penduduk yang dilayani Jumlah minimal sampel per bulan

1. < 5000 jiwa Satu sampel

2. 5000 s/d 10.000 jiwa Satu Sampel sampel per 5000 jiwa

3. > 100.000 jiwa Satu sampel per 10.000 jiwa, ditambah 10 sampel tambahan

2) Pemeriksaan kualitas kimiawi

Jumlah sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi minimal 10% dari jumlah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis.

3) Titik pengambilan sampel air :

Harus dipilih sedemikian rupa sehingga mewakili secara keseluruhan dari sistem penyediaan air minum tersebut, termasuk sampel air baku.

4) Pada saat pengambilan sampel, sisa khlor pada sampel air minimal 0,2 mg/I, jika bahan khlor digunakan sebagai desinfektan.

(4)

b. Untuk penyediaan air minum kemasan dan atau isi ulang.

Jumlah dan frekuensi sampel air minum harus dilaksanakan sesuai kebutuhan dengan ketentuan minimal sebagai berikut :

1) Pemeriksaan kualitas bakteriologis :

Jumlah minimal sampel air minum pada penyediaan air minum kemasan dan atau isi ulang adalah sebagai berikut :

a) Air baku diperiksa minimal satu sampel tiga bulan sekali

b) Air yang siap dimasukkan ke dalam kemasan/botol isi ulang, minimal satu sampel sebulan sekali.

c) Air dalam kemasan minimal dua sampel sebulan sekali. 2) Pemeriksaan kualitas kimiawi :

Jumlah minimal sampel air minum adalah sebagai berikut : a) Air baku diperiksa minimal satu sampel tiga bulan sekali

b) Air yang siap dimasukkan ke dalam kemasan/botol isi ulang minimal satu sampel sebulan sekali.

c) Air dalam kemasan minimal satu sampel sebulan sekali. 3) Pemeriksaan kualitas air minum :

Dilakukan di lapangan, dan di laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, atau laboratorium lainnya yang ditunjuk.

4) Hasil pemeriksaan laboratorium harus disampaikan kepada pemakai jasa, selambat-lambatnya 7 hari untuk pemeriksaan mikrobilogik dan 10 hari untuk pemeriksaan kualitas kimiawi.

(5)

5) Pengambilan dan pemeriksaan sampel air minum dapat dilakukan sewaktu-waktu bila diperlukan karena adanya dugaan terjadinya pencemaran air minum yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan atau kejadian luar biasa pada para konsumen.

6) Parameter kualitas air yang diperiksa :

Dalam rangka pengawasan kualitas air minum secara rutin yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maka parameter kualitas air minimal yang harus diperiksa di Laboratorium adalah sebagai berikut :

Parameter mikrobiologi yang berhubungan langsung dengan kesehatan adalah E. Coli dan Total Bakteri Coli form.

7) Parameter kualitas air minum lainnya selain dari parameter yang tersebut, dapat dilakukan pemeriksaan bila diperlukan, terutama karena adanya indikasi pencemaran oleh bahan tersebut.

8) Bila parameter tersebut tidak dapat diperiksa di laboratorium kabupaten/kota, maka pemeriksaannya dapat dirujuk ke laboratorium propinsi atau laboratorium yang ditunjuk sebagai laboratorium rujukan.

9) Bahan kimia yang diperbolehkan digunakan untuk pengolahan air, termasuk bahan kimia tambahan lainnya hanya boleh digunakan setelah mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan setempat.

10)Hasil pengawasan kualitas air wajib dilaporkan secara berkala oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota setempat secara rutin, minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali, dan apabila terjadi kejadian luar biasa karena

(6)

terjadinya penurunan kualitas air minum dari penyediaan air minu tersebut maka pelaporannya wajib langsung dilakukan, dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Direktur Jenderal.

2.2. Definisi Air Minum

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan No.:907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum (Depkes, 2002). Slamet (1994) menyatakan, bagi manusia air minum merupakan kebutuhan utama untuk berbagai keperluan, seperti mandi, cuci, kakus dan dalam produksi pangan, mengingat bahwa berbagai penyakit dapat ditularkan melalui air saat manusia memanfaatkannya, maka untuk memutuskan penularan penyakit tersebut diperlukan sistem penyediaan air bersih maupun air minum yang baik bagi manusia.

Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk itu perusahaan air minum selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan pada pelanggan, karena air baku belum tentu memenuhi standar, maka perlu dilakukan pengolahan agar memenuhi standar air minum. Air minum yang ideal harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau dan tidak mengandung kuman patogen. Air seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya. Pada hakekatnya

(7)

persyaratan ini dibuat untuk mencegah terjadinya serta meluasnya penyakit bawaan air atau water borne diseases (Slamet, 1994).

2.2.1. Persyaratan Bakteriologis Air Minum

Parameter mikrobiologis untuk air minum adalah dengan menggunakan bakteri coli form dan E coli. Apabila dalam pemeriksaan air minum dan ditemukan adanya bakteri tersebut, maka dapat dipastikan bahwa air tersebut telah terkontaminasi oleh tinja manusia dan hewan berdarah panas (Depkes RI, 2002).

Menurut National Academy of Sciences USA dalam Purwati (2005) bahwa

bakteri indikator adalah bakteri yang memenuhi persyaratan berikut : 1. Dapat diterapkan untuk semua jenis perairan

2. Selalu ditemukan bila di dalam perairan tersebut terdapat bakteri patogen 3. Jumlahnya sebanding dengan tingkat pencemaran perairan tersebut 4. Jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bakteri patogen 5. Tidak mengalami pertumbuhan selama berada di perairan 6. Daya tahan hidupnya lebih lama daripada bakteri patogen

7. Tidak ditemukan di dalam perairan yang tidak mengalami pencemaran 8. Relatif mudah dideteksi di laboratorium

9. Mempunyai ciri-ciri yang tetap

10.Tidak berbahaya atau menyebabkan penyakit pada manusia atau hewan.

Berdasarkan kriteria tersebut di atas, bakteri yang memenuhi syarat sebagian besar persyaratan adalah kelompok bakteri koli (Coli form). Kelompok bakteri koli

(8)

termasuk famili Enterobacteriaceae. Bakteri Enterobacteriaceae mempunyai 4 marga yaitu marga Excherichia, Citrobacter, Enterobacter/Aerobacter dan Klebsiella (Hastaryo, 2005).

Ciri-ciri utama mikroba yang termasuk dalam kelompok Enterobacteriaceae,

yaitu bersifat gram negatif, anaerobik fakultatif, berbentuk batang, oksidase negatif, tidak membentuk spora, fermentatif dan biasanya bergerak. Kelompok bakteri ini terdiri dari bakteri yang bersifat patogen dan non patogen dan merupakan flora normal dalam usus.

Penyebaran kelompok bakteri koli (Coli form) di alam sangat luas, diantaranya adalah hidup dan berkembang di dalam usus manusia dan binatang berdarah panas. Bakteri yang terdapat dalam suatu perairan dapat dibedakan menurut tempat asalnya, yaitu ada yang berasal dari usus manusia dan binatang (yang keluar bersama tinja) dan yang bukan berasal dari usus manusia. Perbedaannya terletak pada usus manusia dan binatang (yang keluar bersama tinja) dan yang bukan berasal dari usus manusia. Perbedaannya terletak pada suhu inkubasi pada saat analisis sampel air. Bakteri yang berasal dari usus manusia memerlukan suhu inkubasi 44,50C selama 24-48 jam, sedangkan yang bukan berasal dari usus manusia suhu inkubasinya 350C selama 24-48 jam. Kelompok bakteri yang berasal dari usus manusia dan binatang disebut bakteri Fecal coli atau E. coli. Selain bakteri Fecal coli, didalam usus hewan berdarah panas juga terdapat Fecal streptococcus yang termasuk dalam famili

(9)

Walaupun demikian, daya tahan hidup bakteri Fecal streptococcus dalam suatu perairan lebih kuat bila dibandingkan dengan kelompok bakteri coli.

2.2.2. Penyakit Bawaan Air

Adanya penyebab penyakit di dalam air dapat menyebabkan efek langsung terhadap kesehatan. Penyebab penyakit yang ditularkan melalui air dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian besar (Slamet, 1994), yaitu :

1. Penyebab hidup, yang menyebabkan penyakit menular

2. Penyebab tidak hidup, yang menyebabkan penyakit tidak menular Peranan air dalam penularan penyakit adalah :

a. Air sebagai penyebar mikroba patogen

b. Air sebagai sarang insekta penyebaran penyakit c. Air sebagai sarang hospes penular penyakit

d. Air sebagai media bagi pencemaran bahan-bahan kimia

Penyakit menular yang disebarkan melalui air disebut penyakit bawaan air (water borne diseases), penyakit-penyakit tersebut hanya dapat menyebar apabila mikroorganisme penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jenis mikroba yang dapat disebarkan melalui air, yaitu virus, bakteri, protozoa dan metazoa.

(10)

Tabel 2.2. Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agentnya Agent Penyakit Virus : Rotavirus Virus Hepatitis A Virus Poliomyelitis

Diare pada anak-anak Hepatitis A

Polio Bakteri :

Vibrio cholerae

Escherichia coli enteropatogenik Salmonella typhi Salmonella paratyphi Shigella dysentriae Cholera Diare dysentri Typus abdominalis Paratyphus Dysentri Protozoa : Entamoeba histolytica Balantidia coli Giardia lamblia Dysentri amoeba Balantidiasis Giardiasis Metazoa : Ascaris lumbricoides Clonorchis sinensis Dyphylobothrium latum Taenia saginata/solium Schistosoma Ascariasis Clonorchisasis Dyphylobothriasis Taeniasis Schistosomiasis Sumber : Slamet, 1994

2.3. Depot Air Minum Isi Ulang

Depot air minum isi ulang adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen (Deperindag, 2004). Proses pengolahan air pada prinsipnya harus mampu menghilangkan semua jenis pollutan, baik fisik, kimia maupun mikrobiologi (Suprihatin, 2003). Proses pengolahan air pada depot air minum isi ulang terdiri atas

(11)

penyaringan (filtrasi) dan desinfeksi. Pertama, air akan melewati filter dari bahan silika untuk menyaring partikel kasar. Setelah itu memasuki tabung karbon aktif untuk menghilangkan bau. Tahap berikutnya adalah penyaringan air dengan mata saringan berukuran 10 mikron kemudian melalui saringan 1 mikron untuk menahan bakteri.

Air yang keluar dari saringan 1 mikron dinyatakan telah bebas dari bau dan bakteri, ditampung pada tabung khusus yang berukuran lebih kecil dibanding tabung penampung air baku. Selanjutnya adalah tahap mematikan bakteri yang mungkin masih tersisa dengan menggunakan sinar ultraviolet, ozonisasi dan Reversed Osmosis.

1. Ultraviolet (UV)

Salah satu metode pengolahan air adalah dengan penyinaran sinar ultraviolet dengan panjang gelombang pendek yang memiliki daya inti mikroba yang kuat. Cara kerjanya adalah dengan absorbsi oleh asam nukleat tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan pada permukaan sel. Air dialirkan melalui tabung dengan lampu ultraviolet berintensitas tinggi, sehingga bakteri terbunuh oleh radiasi sinar ultraviolet, harus diperhatikan bahwa intensitas lampu ultraviolet yang dipakai harus cukup, untuk sanitasi air yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW sec/cm2 (Micro Watt detik per sentimeter per segi).

Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila intensitas dan waktunya cukup, tidak ada residu atau hasil samping dari proses penyinaran dengan ultraviolet, namun agar efektif, lampu UV harus dibersihkan

(12)

secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang akan disinari dengan UV harus tetap melalui filter halus dan karbon aktif untuk menghilangkan partikel tersuspensi, bahan organik, Fe atau Mn jika konsentrasinya cukup tinggi.

2. Ozonisasi

Ozon merupakan oksidan kuat yang mampu membunuh bakteri patogen, termasuk virus. Keuntungan penggunaan ozon adalah pipa, peralatan dan kemasan akan ikut disanitasi sehingga produk yang dihasilkan akan lebih terjamin selama tidak ada kebocoran di kemasan. Ozon merupakan bahan sanitasi air yang efektif disamping sangat aman.

Agar pemakaian ozon dapat dihemat, yaitu hanya ditujukan untuk membunuh bakteri-bakteri saja, maka sebelum dilakukan proses desinfeksi, air tersebut perlu dilakukan penyaringan agar zat-zat organik, besi dan mangan yang terkandung dalam air dapat dihilangkan (Surbakty, 1986, dalam Syafran, 2004). Menurut Prasetyo (2006) bahwa proses ozonisasi sebenarnya telah dikenal selama kurang lebih seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi pertama kali diperkenalkan oleh Nies dari negeri Perancis sebagai metode untuk mensterilisasi air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi ini kemudian berkembang cepat. Hingga hanya dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun telah terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum yang menggunakan sistem ozonisasi di Amerika Serikat.

Desinfeksi dengan sistim ozonisasi, kualitas air dapat bertahan selama kurang lebih satu bulan dan masih aman dikonsumsi, sedangkan yang tidak menggunakan

(13)

ozonisasi, kualitas air hanya dapat bertahan beberapa hari saja air sudah tidak layak dikonsumsi. Karena tanpa ozonisasi, pertumbuhan bakteri dan jamur berlangsung cepat (Suseno-Tempo News Room, 2003).

3. Reversed Osmosis (RO)

Indriatmoko dan Herlambang (1999) dalam Syafran (2004), Reversed

Osmosis (RO) adalah suatu proses pemurnian air melalui membran semipermiabel dengan tekanan tinggi (50-60 psi). Membran semipermeabel merupakan selaput penyaring skala molekul yang dapat ditembus oleh molekul air dengan mudah, akan tetapi tidak dapat atau sulit dilalui oleh molekul lain yang lebih besar dari molekul air. Membran RO menghasilkan air murni 99,99%. Diameternya lebih kecil dari 0,0001 mikron (500.000 kali lebih kecil dari sehelai rambut). Fungsinya adalah untuk menyaring mikroorganisme seperti bakteri maupun virus.

Bahan tambahan yang diperlukan dalam operasional unit pengolah air sistem RO antara lain : Kalium permanganate (KmnO4), anti scalant, anti fouling dan anti bakteri. Kalium permanganat digunakan sebagai bahan oksidator terhadap zat besi, mangan dan bahan organik dalam air baku. Sistem pengolahan air sangat tergantung pada kualitas air baku yang akan diolah. Air baku yang buruk, seperti adanya kandungan khlorida dan TDS yang tinggi, membutuhkan pengolahan dengan sistem RO sehingga TDS yang tinggi dapat diturunkan atau dihilangkan.

(14)

2.4. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan mengurangi atau mengendalikan faktor-faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan rantai penularan penyakit. Pengertian lain dari sanitasi adalah upaya pencegahan penyakit melalui pengendalian faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit (Depkes, 2002).

WHO dalam Sasimartoyo (2002) memberikan batasan sanitasi, yaitu pengawasan penyediaan air minum masyarakat, pembuangan tinja dan air limbah, pembuangan sampah, vektor penyakit, kondisi perumahan, penyediaan dan penanganan makanan, kondisi atmosfer dan keselamatan lingkungan kerja. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata atau abstrak, termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi antara elemen-elemen yang ada di alam (Slamet, 1994).

Menurut (Entjang, 2000) bahwa sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Pada prinsipnya usaha sanitasi bertujuan untuk menghilangkan sumber-sumber makanan (food preferences), tempat perkembangbiakan (breeding places) dan tempat tinggal (resting places) yang sangat dibutuhkan vektor dan binatang pengganggu (Depkes, 1990).

Sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan atau

(15)

upaya kesehatan untuk memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan dalam memelihara dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan tempat sampah untuk membuang sampah dalam memelihara kebersihan lingkungan, membangun jamban untuk tempat membuang kotoran dalam memelihara kebersihan lingkungan dan menyediakan air yang memenuhi syarat kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan WHO dengan penyelidikan-penyelidikan di seluruh dunia dimana didapatkan hasil bahwa angka kematian (mortality), angka kesakitan (morbidity) yang tinggi serta seringnya terjadi epidemi, terdapat di tempat yang sanitasi lingkungannya buruk, yaitu tempat yang terdapat banyak lalat, nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah tangga dan perumahan yang buruk serta keadaan sosial ekonomi rendah. Sebaliknya, di tempat-tempat yang kodnsi sanitasi lingkungannya baik, angka kematian dan kesakitan juga rendah (Entjang, 2000).

2.4.1. Faktor-faktor dan Kondisi Yang Menyebabkan Kualitas Bakteriologis Air pada Air Baku Tidak Memenuhi Standar Kesehatan

Pada dasarnya sumber air baku yang digunakan untuk penyediaan air seperti : air hujan, air permukaan (air danau, air sungai dan air waduk), air tanah dan mata air. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air baku antara lain disebabkan masuknya zat-zat pencemar yang dapat membahayakan atau mengkotaminasi air (Depkes, 2003).

(16)

2.4.2. Faktor-faktor Dan Kondisi Yang Menyebabkan Kualitas Bakteriologis Air Pada Depot Air Minum Isi Ulang Tidak Memenuhi Standar Kesehatan

Pemeriksaan coliform dan E.coli sangat penting mengingat masih ditemukan bakteri coliform dan E.coli di beberapa depot air minum isi ulang, selain itu dikhawatirkan adanya kontaminasi dengan bakteri patogen yang berbahaya bagi kesehatan terutama mikroorganisme patogen penyebab infeksi pencernaan.

Faktor – faktor dan kondisi yang menyebabkan kualitas bakterilogis air pada depot air minum isi ulang tidak memenuhi standar kesehatan (Depkes, 2003), meliputi :

1. Bakteri total coliform dan E.coli ada di air minum dikarenakan adanya kontaminasi pada peralatan pengolahan air minum, pengetahuan akan hygienes operator penjamah / pemilik depot air masih kurang, sanitasi tempat pengolahan air minum isi ulang atau sistem distribusi pada pipa penyalur air minum.

2. Saat pengambilan sampel air minum, depot air minum isi ulang dalam proses pengolahan air, sehingga belum terjadinya pengendapan. Hal ini bisa menyebabkan timbulnya kekeruhan pada air minum isi ulang sehingga akan memicu pertumbuhan bakteri.

3. Temperatur penyimpangan sampel air minum isi ulang yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri. Bakteri Coliform membutuhkan suhu 350C sebagai suhu

optimal untuk berkembang biak, sedangkan bakteri Escherichia coli

(17)

4. Tidak optimal pada saat melakukan istem desinfeksi / sterilisasi. Terutama depot yang menggunakan sistem desinfeksi / sterilisasi dengan ultra violet. Mekanisme kerja ultraviolet adalah memancarkan sinar radiasi yang dapat menyebabkan perubahan molekuler dalam komponen biockemical bakteri.

5. Selama operasional, efektivitas alat tidak diperhatikan oleh pemilik depot air minum isi ulang.

Dalam kehidupan manusia, air merupakan kebutuhan yang sangat vital, tanpa air manusia tidak bisa bertahan hidup demikian pula makhluk lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, air minum haruslah dapat menjamin, baik kuantitas maupun kualitasnya, seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.:907/Menkes/- SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Dalam rangka memenuhi persyaratan kualitas air minum, maka perlu dilaksanakan kegiatan pengawasan kualitas air minum yang diselenggarakan secara terus menerus dan berkesinambungan agar air yang digunakan oleh penduduk dari penyediaan air minum yang ada terjamin kualitasnya, termasuk didalamnya air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, didistribusikan kepada masyarakat dengan kemasan dan atau isi ulang (Depkes, 2002). Pengawasan kualitas air perlu dilaksanakan untuk mengetahui keadaan sanitasi sarana air bersih dan kualitas air secara bateriologis maupun kimia sebagai data dasar dalam memberikan rekomendasi atau tindak lanjut untuk pengamanan kualitas air

(18)

terhadap upaya perlindungan, pencemaran, perbaikan kualitas air dan penyuluhan kepada pihak terkait (Depkes, 2003).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi baik tidaknya kualitas air minum, diantaranya adalah tercemarnya mata air atau air baku, lemahnya sistem filtrasi dan sistem transportasi untuk mengangkut air dari sumber menuju depot (Suklan, 2003). Faktor lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi tingka cemaran mikroba (E.coli) dalam air minum isi ulang menurut Siswanto (2003) adalah proses pengolahan dan rendahnya kondisi sanitasi lingkungan depot air minum isi ulang, sehingga untuk menjaga kualitas air minum hasil produksi, maka perlu adanya pengawasan sanitasi lingkungan pada depot air minum isi ulang.

Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam proses pengolahan air, peralatan harus berfungsi dengan baik, mampu mengolah air baku untuk mereduksi kandungan partikel-partikel fisik, kimiawi yang tinggi dan membunuh mikroorganisme yang berbahaya, sehingga produksi air siap minum memenuhi syarat. Untuk memenuhi kualitas air minum, perlu dilakukan pemeriksaan kualitas di laboratorium, dengan indikator bahwa apabila dalam sampel air ditemukan bakteri Coliform atau E. coli, maka air tersebut tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum (Slamet, 1994).

(19)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Manajemen Pengawasan

1. Pengawasan

2. Sumber Daya Manusia 3. Pencatatan Kegiatan

Sumber Air Baku

1.PDAM 2.Sumur Bor

Kondisi Sanitasi Lingkungan

1. Tempat cuci tangan 2. Bangunan dan kebersihan

lingkungan pengolahan 3. Hygiene karyawan

4. Pembuangan sampah dan limbah 5. Pencucian gallon atau botol

Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian 2.6. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara manajemen pengawasan dengan kualitas bakteriologis depot air minum isi ulang. Semakin baik pelaksanaan pengawasan, maka kualitas air minum isi ulang akan semakin baik.

2. Ada hubungan antara kondisi sanitasi lingkungan dengan kualitas bakteriologis depot air minum isi ulang. Semakin baik kondisi sanitasi lingkungan, maka kualitas air minum isi ulang akan semakin baik.

3. Ada hubungan antara sumber air baku dengan kualitas bakteriologis air air minum isi ulang. Semakin memenuhi syarat sumber air baku, maka kualitas air minum isi ulang akan semakin memenuhi syarat kesehatan.

Gambar

Tabel 2.1. Jumlah Minimal Sampel Dalam Pemeriksaan Kualitas Bakteriologis
Tabel 2.2. Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agentnya  Agent   Penyakit   Virus :   Rotavirus  Virus Hepatitis A   Virus Poliomyelitis
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian  2.6. Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang didapat dari pendekatan REBA, penulis melakukan Perancangan Perbaikan Sikap Kerja Yang Ergonomis Terhadap Operator Pencucian Motor Untuk Mengurangi

Pada beberapa penelitian sebelumnya, telah dilakukan penelitian tentang estimasi intensitas matahari dengan input suhu udara, kelembaban udara (Hidayatullah, 2014),

JUDUL : HATI-HATI, NYERI PUNGGUNG JANGAN ASAL TERAPI. MEDIA :

Diantara pasien en&amp;okar&amp;itis ti&amp;ak tertan'ani (an' se8ara mutlak mempun(ai hasil kultur &amp;arah (an' positi@% E &amp;ari seluruh &amp;ari seluruh

Inulin bertanda 14C, 1311, 3H dan 51Cr telah diusulkan untuk dipergunakan dalam pe- nentuan LFG, tetapi sediaan ini dianggap ku- rang ideal karena selalu memberikan cacahan

Ketika pemain memilih aksi ini, sistem akan mengecek nilai emas daerah yang dipilih, mengecek apakah ada bangunan pasar di daerah tersebut dan apakah level bangunan pasar

TSHs (Thyroid Stimulating Hormon sensitive) adalah tes TSH generasi ke tiga yang dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat rendah sehingga dapat

Realisasi : Tehnik Digital Printing.. Buku Cerita Seri Bergambar “Tumpeng Gizi Seimbang”.