• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. senyawa baru yang lebih poten, spesifik, dan memiliki efek samping yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. senyawa baru yang lebih poten, spesifik, dan memiliki efek samping yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, dunia pengobatan terus berkembang seiring dengan semakin beragamnya penyakit yang diderita oleh manusia. Selain itu, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat mendorong adanya penelitian dan pengembangan akan obat-obat baru. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan senyawa baru yang lebih poten, spesifik, dan memiliki efek samping yang minimum.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan sintesis terhadap senyawa alam sebagai kerangka dasar pengembangan obat. Di Indonesia, kurkumin merupakan salah satu senyawa alam yang telah diketahui memiliki aktivitas farmakologi. Kurkumin dalam rhizoma kunyit dan temulawak selama ini banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat.

Aktivitas tentang kurkumin sudah banyak dilaporkan di berbagai penelitian ilmiah antara lain: sebagai antioksidan, anti-inflamasi, antibakteri dan antikanker (Majeed et al., 1995). Akan tetapi, untuk mendapatkan kurkumin dalam jumlah banyak sangat sulit dilakukan. Kurkumin juga memiliki kelarutan dan bioavailabilitas yang relatif rendah, sehingga dalam perkembangannya, modifikasi terhadap senyawa kurkumin terus dilakukan (Anand et al., 2008).

(2)

Senyawa turunan dan analog kurkumin yang telah berhasil disintesis di Fakultas Farmasi UGM diantaranya adalah pentagamavunon-0 (PGV-0), pentagamavunon-1 (PGV-1), gamavuton-0 (GVT-0) dan analog kurkumin yaitu kalium 4-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)-3-buten-2-on) atau disebut juga kalium mono-GVT-0 (KMGVT-0). KMGVT-0 merupakan senyawa baru dan telah mendapatkan paten di Indonesia dengan nomor paten IDP000035157 (Supardjan

et al., 2013). Berdasarkan hasil studi praklinik pada mencit dengan metode geliat,

KMGVT-0 memiliki aktivitas sebagai analgetik yang lebih poten dibandingkan parasetamol. KMGVT-0 memiliki aktivitas sebagai analgetik dengan nilai ED50

sebesar 36,49 mg/kgBB lebih kecil dibandingkan dengan parasetamol (ED50

sebesar 70,46 mg/kgBB) (Hardiyantiningsih, 2016). Selain itu, studi praklinik yang dilakukan Mulyana (2016) pada mencit dengan metode hot plate juga menunjukkan bahwa KMGVT-0 memiliki daya analgetik yang lebih poten dibandingkan parasetamol dengan nilai ED50 sebesar 16,20 mg/kgBB

dibandingkan parasetamol (ED50 32,00 mg/kgBB). KMGVT-0 juga memiliki

kelebihan lain yaitu sangat larut di dalam air sehingga dapat dibuat sediaan cair yang stabil (Supardjan et al., 2013).

Berdasarkan hasil penelitian di atas, KMGVT-0 memiliki prospek yang menjanjikan untuk dijadikan sebagai obat baru. Oleh karena itu, sebelum obat diujikan pada manusia dalam uji klinik, diperlukan data uji farmakokinetika dalam uji praklinik terhadap hewan uji. Uji farmakokinetika diperlukan untuk mengetahui bagaimana nasib senyawa KMGVT-0 di dalam badan hewan uji yang meliputi absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Dengan mengetahui profil

(3)

farmakokinetika obat di dalam darah akan diperoleh banyak informasi yang bermanfaat terutama untuk terapi penyakit tertentu, menentukan drug of choice, manajemen terapi dan analisis residu (Shargel et al., 2005).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana profil farmakokinetika KMGVT-0 di dalam darah setelah pemberian KMGVT-0 secara per oral pada tikus jantan Wistar?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil farmakokinetika KMGVT-0 di dalam darah setelah pemberian KMGVT-0 secara per oral pada tikus jantan Wistar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang profil farmakokinetika senyawa KMGVT-0 sebagai kandidat obat baru yang telah diteliti mempunyai aktivitas farmakologi yang positif.

E. Tinjauan Pustaka

1. Kurkumin

Kurkumin adalah suatu senyawa polifenol hidrofobik yang berasal dari rimpang tumbuhan Curcuma longa Linn. dan memiliki aktivitas farmakologi yang luas (Aggarwal et al., 2003). Pertama kali kurkumin ditemukan pada tahun 1815 oleh Vogel dan Pelletier (van der Goot, 1997).

(4)

Kristalisasi kurkumin pertama kali dilakukan oleh Daube (1870) dan elusidasi struktur kimia dilakukan pada tahun 1910 oleh Lampe. Pada tahun

1913 dilakukan sintesis kurkumin oleh Lampe dan Milobedzka (cit Roughley dan Whiting, 1973). Kurkumin atau

1,7-bis-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion memiliki berat molekul 368,38 (Aggarwal et al., 2007).

Penelitian mengenai efek farmakologi kurkumin sudah banyak dilakukan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kurkumin memiliki aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, antikanker, antidiabetes, dan antivirus (Chattopadhyay et al., 2004). Struktur kimia kurkumin dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia kurkumin

Absorpsi kurkumin yang diberikan secara per oral mengalami eliminasi presistemik. Setelah diabsorpsi, kurkumin dikonjugasi oleh sulfat dan glukuronat. Adanya aktivitas enzim konjugasi yaitu glukuronidase dan sulfatase pada kurkumin di dalam hati, ginjal dan mukosa usus, menunjukkan bahwa pemberian per oral kurkumin yang diabsorpsi di saluran cerna menyebabkan sebagian besar kurkumin mengalami metabolisme menjadi bentuk konjugat sulfat dan glukuronida kemudian ke sirkulasi darah. (Anand et al., 2007).

(5)

Kurkumin dengan pola absorpsi yang buruk didukung dengan derajat metabolisme kurkumin yang tinggi di dalam hati serta dieliminasi sangat cepat melalui empedu maka tidaklah mungkin untuk menemukan kurkumin dengan kadar tinggi di dalam darah beberapa waktu setelah pemberian

(Pan et al., 1999). Hasil dari penelitian Ravindranath dan Chandrasekhara

pada tahun 1980 menunjukkan bahwa setelah pemberian kurkumin dengan dosis 400 mg secara per oral pada tikus, tidak ditemukan kurkumin dalam darah. Hanya sejumlah kecil (kurang dari 5 μg/mL) yang ditemukan dalam darah portal 15 menit hingga 24 jam setelah pemberian kurkumin

(Ravindranath & Chandrasekhara, 1980).

Berbagai upaya telah dilakukan dalam hal meningkatkan potensi kurkumin diantaranya dengan mempelajari bioavailabilitas, stabilitas, metabolisme, serta berbagai aktivitas farmakologi kurkumin. Dua hal penting yang diambil sebagai upaya peningkatan potensi kurkumin adalah dengan melakukan sintesis dan dengan melakukan formulasi sediaan kurkumin. Modifikasi yang banyak dilakukan didasarkan pada adanya analog kurkumin yang berasal dari alam serta adanya metabolit dari kurkumin yang masih memiliki efek yang mirip. Hal ini mendorong penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan analog kurkumin secara sintesis (Anand et al., 2007).

2. Kalium (4-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)-3-buten-2-on)

Senyawa (4-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)-3-buten-2-on) atau dikenal juga sebagai senyawa dehidrozingeron atau feruloylmethane merupakan

(6)

senyawa analog kurkumin yang pernah dilaporkan sebagai hasil degradasi dari kurkumin (Hampannavar et al., 2016). Dehidrozingeron mempunyai aktivitas sebagai antioksidan melalui penangkapan radikal hidroksi (Nugroho et al., 2006). Dehidrozingeron secara alami diisolasi dari Zingiber

officinale Roscoe famili Zingiberaceae dan berhasil disintesis dengan

mereaksikan vanilin dan aseton (Motohashi et al., 1997). Dehidrozingeron memiliki struktur kimia setengah dari struktur kurkumin dapat dilihat pada gambar 2. Kurkumin dilaporkan memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi dan analgetik yang poten, begitu pula dengan beberapa analog dan turunannya (Majeed et al., 1995).

Gambar 2. Struktur kimia dehidrozingeron

Garam natrium dan kalium kurkumin pernah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi dan penghilang rasa sakit yang lebih poten dibandingkan kurkumin (Pan et al., 1999). Bentuk garam kurkumin, baik garam natrium maupun kalium memiliki kelebihan lain yaitu sangat larut di dalam air, sehingga dapat dibuat sediaan cair yang stabil. KMGVT-0 dilaporkan memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi dan penghilang rasa sakit yang lebih poten dari kurkumin dan parasetamol serta memiliki kelarutan yang lebih baik dalam air dibandingkan dengan kurkumin maupun parasetamol (Supardjan et al., 2013).

(7)

Senyawa KMGVT-0 dibuat dengan mereaksikan vanilin (hasil fermentasi dari biji tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrew), aseton dan kalium hidroksida. Senyawa tersebut memiliki ciri-ciri berupa: serbuk berwarna merah kecoklatan, tidak berbau dan berasa khas (menebalkan lidah), belum melebur pada suhu 200 ⁰C, dan sangat mudah larut dalam air. Struktur kimia KMGVT-0 dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Struktur kimia KMGVT-0(Supardjan et al., 2013)

3. Farmakokinetika

Farmakokinetika atau kinetika obat adalah ilmu yang mempelajari nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat meliputi kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (yakni, ekskresi dan metabolisme) obat (Setiawati, 2008; Shargel et al., 2005). Skema proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi (ADME) ditunjukkan pada gambar 4. Aksi beberapa obat membutuhkan suatu proses untuk mencapai konsentrasi yang cukup dalam jaringan sasarannya. Dua proses penting yang menentukan konsentrasi obat di dalam tubuh pada waktu tertentu adalah translokasi dari molekul obat dan transformasi senyawa obat. Translokasi obat menentukan proses absorpsi dan distribusi sedangkan transformasi obat menentukan proses metabolisme obat atau proses eliminasi lain yang terlibat dalam tubuh. Farmakokinetika terkait dengan dosis yang menentukan keberadaan

O

O O

(8)

obat pada tempat aksinya (reseptor) dan intensitas efek yang dihasilkan sebagai fungsi waktu (Shargel et al., 2005).

Gambar 4.Skema proses ADME (Shargel et al., 2005)

a. Absorpsi

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Proses absorpsi bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot dan lain-lain (Setiawati, 2008). Mekanisme absorpsi meliputi: difusi pasif, difusi terfasilitatif, transpor aktif, pinositosis, dan transfer konektif. Proses ini dipengaruhi oleh sifat anatomi dan fisiologi tempat absorpsi serta sifat fisika kimia produk obat (Shargel et al., 2005).

Laju dan jumlah absorpsi obat dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorpsi. Laju absorpsi obat ini dapat digambarkan secara matematik sebagai suatu proses order ke satu atau order nol. Dalam model farmakokinetika ini sebagian besar menganggap bahwa

(9)

absorpsi obat mengikuti order ke satu, kecuali apabila anggapan absorpsi order nol memperbaiki model secara bermakna atau telah teruji dengan percobaan (Shargel et al., 2005).

Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, oleh karena itu absorpsi akan mudah terjadi apabila obat dalam bentuk nonionik dan mudah larut dalam lemak (Ganiswara, 1995). Kecepatan dan efisiensi absorpsi suatu obat tergantung pada cara pemberian. Fraksi obat yang diabsorpsi (F) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

F = AUC0−inf 𝑒.𝑣 𝐴𝑈𝐶0−inf 𝑖.𝑣 x

Dosis i.v Dosis e.v

b. Distribusi

Obat yang telah melalui hati bersamaan dengan metabolitnya disebarkan secara merata ke seluruh jaringan tubuh, khususnya melalui peredaran darah. Obat diangkut ke tempat kerjanya di dalam sel (cairan intra sel), yaitu organ atau otot yang sakit melalui kapiler dan cairan ekstra sel (yang mengelilingi jaringan) (Tjay & Rahardja, 2007). Sifat dan tingkat distribusi obat bergantung pada beberapa faktor seperti tingkat pengikatan obat oleh protein plasma atau jaringan, aliran darah ke daerah tertentu dalam tubuh, kelarutan obat dalam lemak, dan kemampuan obat untuk menembus membran.

(10)

c. Metabolisme

Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut melalui sistem porta (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan hasil perubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif, di mana proses ini disebut proses diaktivasi atau bio-inaktivasi (pada obat dinamakan first pass effect). Akan tetapi, ada pula obat yang khasiat farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi metabolisme dalam hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut biotransformasi (Tjay & Rahardja, 2007).

Reaksi biotransformasi yang terjadi dibedakan menjadi dua yaitu reaksi fase I (reaksi fungsionalisasi) dan reaksi fase II (reaksi konjugasi). Reaksi fase I adalah reaksi yang mengubah obat menjadi metabolit yang polar secara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, detioasetilasi, dan isomerasi. Reaksi fase II merupakan konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I dengan substrat endogen, misalnya asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino (Gibson & Skeet, 1991). Obat-obat yang dimetabolisme dalam jumlah besar oleh hati atau sel-sel mukosa usus halus menunjukkan availabilitas sistemik yang buruk jika diberikan secara oral (Shargel et al., 2005)

(11)

d. Ekskresi

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Akan tetapi, ada pula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui pernapasan dan melalui hati dengan empedu (Tjay & Rahardja, 2007).

Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya bergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat. Obat dengan metabolisme cepat half life-nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya half-lifenya panjang (Waldon, 2008).

4. Parameter Farmakokinetika

Farmakokinetika yang mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat diterangkan oleh beberapa parameter untuk mengukur perubahan variabel fisiologi. Parameter yang digunakan adalah parameter farmakokinetika (khususnya parameter primer) yaitu besaran yang diturunkan secara matematis dari hasil penetapan kadar obat utuh atau metabolitnya di dalam darah atau urin. Pada dasarnya terdapat tiga parameter farmakokinetika yaitu parameter primer, sekunder, dan turunan lainnya (Rowland & Tozer, 1989; Shargel et al., 2005).

(12)

Parameter-parameter tersebut di atas pada dasarnya sangat dipengaruhi langsung maupun tidak langsung oleh variabel fisiologi tubuh dan tergantung dari parameter yang lainnya. Parameter primer adalah parameter yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh satu atau lebih variabel fisiologi terkait. Parameter primer meliputi konstanta kecepatan absorpsi (ka), fraksi obat terabsorpsi (fa), volume distribusi (Vd), kliren

tubuh total (Cl), kliren hepatik (ClH), dan kliren renal (ClR) (Rowland &

Tozer, 1989).

Parameter sekunder adalah parameter yang nilainya dipengaruhi oleh parameter primer. Parameter sekunder meliputi tetapan kecepatan ekskresi (ke), waktu paruh eliminasi (t½), dan fraksi obat utuh yang diekskresi lewat urin (fe). Selain itu, juga terdapat parameter turunan yang lain, yaitu luas di bawah kurva kadar obat utuh terhadap waktu pengambilan darah atau Area

Under Curve (AUC), kadar obat pada keadaan tunak atau Consentration of

drug at steady state (Css) dan availabilitas oral atau fraksi obat yang

diabsorpsi (F). Nilai parameter AUC berguna sebagai ukuran dari jumlah total obat utuh yang mencapai sirkulasi sistemik. Nilai parameter AUC dan Css tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian obat (Shargel et al.,

2005; Rowland & Tozer, 1989).

5. Pemberian per oral

Obat dapat diberikan baik secara ekstravaskuler maupun intravaskuler. Pemberian ekstravaskuler antara lain melalui oral, subkutan, intramuscular, pulmonar, per-rektal, bukal dan sublingual. Pada pemberian ekstravaskuler

(13)

obat harus terabsorpsi dulu agar masuk aliran sistemik. Model farmakokinetika untuk pemberian secara ektravaskuler dicontohkan pada gambar 5. Model ini digambarkan dari kesetimbangan massa. Dosis dapat dihitung dari jumlah zat dalam masing-masing kompartemen (Rowland & Tozer, 1989)

Gambar 5. Obat yang secara simultan diabsorpsi dan dieliminasi dari tubuh (Rowland & Tozer, 1989)

Secara anatomik, obat yang ditelan pertama kali akan mencapai lambung. Selanjutnya lambung akan mengosongkan isinya ke dalam usus halus, yang mempunyai kapasitas terbaik untuk absorpsi obat (Ganong, 1995). Usus halus merupakan bagian terpenting untuk absorpsi obat dalam gastrointestinal karena adanya permukaan berepitel yang mempunyai vili dan mikrovili (Gibaldi, 1984). Oleh karena itu, berbagai faktor yang mempengaruhi motilitas pencernaan dapat mempengaruhi laju absorpsi obat. Penundaan waktu pengosongan lambung akan memperlambat absorpsi obat. Obat di tempat absorpsi Obat dalam tubuh Obat terekskresi Metabolit Absorpsi

(14)

6. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah suatu tipe

kromatografi cair yang digunakan untuk memisahkan dan megukur komponen dalam bentuk larutan. Solut atau zat terlarut akan terpisah karena adanya perbedaan interaksi dengan fase gerak dan fase diam. Komponen yang berbeda dapat dipisahkan satu sama lain dikarenakan komponen tersebut melewati kolom kromatografi (Kupiec, 2004).

Kromatografi yang diterapkan dalam pemisahan dengan HPLC ada beberapa mekanisme, namun sebaiknya pemilihan mekanisme disesuaikan dengan karakteristik senyawa yang akan dianalisis. Pemilihan mekanisme yang tepat akan memberikan hasil pemisahan yang terbaik. Mekanisme yang umum digunakan antara lain adalah partisi, adsorpsi, ion exchange, eksklusi ukuran, afinitas, dan kromatografi kiral (Settle, 1997).

Instrumentasi HPLC terdiri dari: pompa, injektor, kolom, integrator

dan display system. Diagram sistem HPLC secara umum dapat dilihat pada

gambar 6. a. Pompa

Pompa berfungsi untuk mengalirkan fase gerak ke dalam kolom. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit (Gandjar dan Rohman, 2007).

(15)

b. Injektor

Injektor berfungsi memasukkan cuplikan ke dalam kolom. Alat ini terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan sample loop internal dan eksternal (Gandjar dan Rohman, 2007).

c. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatografi. Kolom berfungsi untuk memisahkan masing-masing komponen. Kombinasi panjang kolom dan material yang tepat berkorelasi terhadap keefektifan pemisahan komponen (Kupiec, 2004).

d. Integrator

Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram (Gandjar dan Rohman, 2007).

(16)

Sistem HPLC memiliki dua tipe yaitu normal phase dan reversal

phase. Normal phase HPLC merupakan jenis yang pertama kali digunakan

dalam analisis kimia yaitu pemisahan analit berdasarkan polaritas. Metode ini menggunakan fase diam yang lebih polar daripada fase gerak. Reversal

phase HPLC menggunakan fase diam yang lebih non polar daripada fase

gerak. Prinsip kerja dari reversal phase adalah interaksi hidrofobik yang berasal dari kekuatan antara solven yang relatif polar, analit yang relatif non polar dan fase diam yang non polar (Miller & Crowther, 2000).

Senyawa yang keluar dari kolom akan dideteksi oleh detektor yang sesuai dan dilaporkan sebagai kromatogram. Jenis detektor secara umum dibedakan menjadi dua tipe, yaitu bulk property detector dan solute

property detector. Bulk property detector mengukur sifat fase gerak maupun

solut seperti: detektor indeks bias, sedangkan solute property detector hanya mengukur sifar solut seperti: detektor UV. Solute property detector 1000 kali lebih sensitif dibanding bulk property detector (Settle, 1997). Pemilihan jenis detektor yang akan digunakan untuk analisis bergantung pada karakteristik solut, sensitivitas dan selektivitas yang disyaratkan, serta kenyamanan dan fleksibilitas yang diinginkan (Snyder & Kirkland, 1979). Beberapa kriteria detektor yang ideal adalah memiliki sensitivitas yang tinggi, linieritas yang cukup lebar, reliabilitas, non destruktif, mudah digunakan dan memiliki volume mati yang rendah (Settle, 1997). Senyawa KMGVT-0 dapat dideteksi dengan detektor UV karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom.

(17)

F. Keterangan Empirik

KMGVT-0 merupakan senyawa analog kurkumin yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat baru. Profil farmakokinetika KMGVT-0 setelah pemberian per oral pada tikus jantan Wistar dapat digambarkan dengan parameter farmakokinetika seperti: Cmaks, tmaks, t1/2 eliminasi, K, AUC0-t, AUC0-inf, Vd, dan

Gambar

Gambar 4. Skema proses ADME (Shargel et al., 2005)
gambar  5.  Model  ini  digambarkan  dari  kesetimbangan  massa.  Dosis  dapat
Gambar 6. Diagram blok sistem Liquid Chromatograph (LC) secara umum (Settle, 1997)

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietisien melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan tenaga kesehatan atau

Suatu kesempatan yang berharga bagi penulis untuk dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan Magister Manajemen di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan

Selain itu, perhitungan harga pokok produksinya pun masih belum tepat karena biaya bahan baku langsung belum dihitung berdasarkan standar yang spesifik dan

Fitur traktor Cat yang terkenal seperti kemudi diferensial dan sprocket yang ditinggikan telah digunakan dengan kabin yang baru dan fitur kontrol alat berat opsional

Piper sarmentosum Roxb. ex Hunter merupakan salah satu spesies tumbuhan dari famili Piperaceae yang selama ini dikenal sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam

Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago betina sampai menetas menjadi nimfa instar

Hal ini menunjukan bahwa wacana dalam buku teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik tahun 2013 terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai untuk

Kita semua tentu sudah mengetahui kalau dulu bangsa Indonesia pernah di jajah oleh bangsa Portugis, bangsa Belanda, dan bangsa Jepang dalam kurun waktu yang sangat