• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kekuatan Daya Dukung Pondasi Tian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kajian Kekuatan Daya Dukung Pondasi Tian"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

TAHAP I

PENELITIAN PASCASARJANA

Kajian Kekuatan Daya Dukung Pondasi Tiang Berulir (

Helical Piles

) Sebagai

Metode Peningkatan Daya Dukung Pondasi Tiang Pada Lapisan Tanah Lunak di

Pesisir Provinsi Riau

Tim Pengusul:

Ketua:

Dr. Ir. Ferry Fatnanta, MT (NIDN: 0010076402)

Anggota:

Dr. Ing. Syawal Satibi, ST. (NIDN: 0008107603)

Dr. Muhardi, ST., M.Sc. (NIDN: 009037204)

(2)
(3)

i | P a g e

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Kontribusi/Kegunaan Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanah Gambut ... 4

2.2 Komponen tanah gambut ... 4

2.2 Klasifikasi tanah gambut ... 5

2.3 Pondasi Tiang ... 8

2.4 Pondasi Tiang Helical ... 9

BAB 3 LANDASAN TEORI ... 14

3.1 Mekanisme Pondasi Tiang Konvensional ... 14

3.2 Mekanisme Pondasi Tiang Helical ... 16

3.2.1 Metode Individual Bearing ... 17

3.2.2 Metode Cylindrical Shear ... 18

3.3 Interpretasi Hasil Pengujian ... 18

3.3.1 Metode Chin F.k (1971)... 18

3.3.2.Metode Mazurkiewicz (1972) ... 20

3.3.3.Metode Sharma (1983) ... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1 Lokasi Penelitian ... 22

4.2 Bahan Pengujian... 22

4.3. Bentuk Pondasi Tiang Berulir dan Penamaannya ... 22

4.4. Peralatan Uji Beban ... 24

4.5 Tahap Pengujian ... 25

4.5.1. Pengujian Tanah Gambut ... 25

4.5.2. Pengujian Pondasi Tiang Berulir... 27

(4)

ii | P a g e

4.6 Tahap Penelitian Secara Keseluruhan... 27

BAB 5 HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA ... 30

5.1 Sifat Fisik dan Teknis Tanah Material Tanah ... 30

5.1.1 Sifat Fisik ... 30

5.1.2 Sifat Teknis ... 30

5.2 Daya Dukung Axial Tekan Pondasi Tiang Berulir ... 31

5.2.1 Hasil pengujian axial tekan... 32

5.2.2 Interpretasi data pengujian axial tekan ... 33

5.3 Daya Dukung Axial Tarik Pondasi Tiang Berulir ... 34

5.3.1 Hasil pengujian axial tarik ... 34

5.3.2 Interpretasi hasil pengujian axial tarik ... 35

5.3.3 Perbandingan antara pengujian dengan pengukuran ... 35

5.4 Peningkatan Daya Dukung Pondasi Tiang Berulir ... 36

5.2 Daya Dukung Pondasi Tiang Berulir Hasil Pengujian ... 37

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

6.1. Kesimpulan ... 39

6.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 41

A. Progress Pelaksanaan Penelitian Tahap I ... 42

B. Progress Keuangan Penelitian Tahap I... 43

C. Progress Mahasiswa S2 ... 46

D. Dokumentasi Penelitian Tahap I ... 49

(5)

iii | P a g e

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Tipikal pondasi tiang helical ... 2

Gambar 2.1 Komposisi tanah gambut (Xuehui dan Jinming,) ... 5

Gambar 2.2 Pondasi Tiang (a) tipe end-bearing dan (b) tipe floating ... 8

Gambar 2.3 Pengaruh jumlah plat terhadap daya dukung dan penurunan (Rao dkk, 1991) 10 Gambar 2.4 Hubungan beban - penurunan dengan plat helical bervariasi (L. & Jong 1995) ... 11

Gambar 2.5 Kapasitas dukung pondasi tiang helical dengan penambahan jumlah plat helix (Sprince & Pakrastinsh, 2010) ... 12

Gambar 3.1. Kurve transfer beban pada pondasi tiang (Bowles, 1999) ... 15

Gambar 3. 2 Metode Individual Bearing (a) dan Metode Cylindrical Shear (b) (Berko, 2009) ... 16

Gambar 3.3 Hubungan beban terhadap penurunan menurut Metode Chin ... 19

Gambar 3.4 Menentukan Qult menurut Metode Mazurkiewicz ... 21

Gambar 4.1. Kolam pengujian ... 22

Gambar 4.2. Pondasi tiang berulir dan detail plat berulir, panjang pile bandingkan dengan mahasiswa di sebelahnya ... 23

Gambar 4.3 Setiap tiang portal diperkuat oleh angker... 25

Gambar 4.4. Untuk uji tekan dipasang jacking yang dilengkapi proving ring dan dial gauge ... 26

Gambar 4.5 Alur penelitian pondasi tiang ulir secara keseluruhan... 29

Gambar 5.1. Rangkuman data kuat geser tanah kolam pengujian ... 31

Gambar 5.2 Tipikal hubungan beban terhadap penurunan ... 32

Gambar 5. 3 Hubungan penurunan dan beban pada berbagai variasi plat ulir, jumlah dan jarak pemasangan ... 33

Gambar 5.5 Tipikal hubungan beban tarik dengan deformasi pada pengujian tarik ... 35

Gambar 5.6. Daya dukung pondasi tiang berulir dan tanpa ulir ... 37

Gambar 5.7 Hasil pengujian pondasi tiang berulir LMS ... 38

(6)

iv | P a g e

Daftar Tabel

Tabel 2 1 Klasifikasi tanah gambut menurut tingkat dekomposisi (Von Post, 1924, dalam

Wust dkk, 2003)... 6

Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah Gambut Menurut ASTM D-2607 ... 7

Tabel 2.3 Klasifikasi didasarkan prosentase organik ... 7

Tabel 4.1. Parameter pondasi tiang helical ... 23

Tabel 4.2. Nomenklatur uji pondasi tiang berulir ... 24

Tabel 5.1. Rangkuman data sifat fisik tanah kolam pengujian ... 30

Tabel 5.2 Hasil interpretasi data pengujian ... 34

(7)

v | P a g e

Abstrak

Judul:

Kajian Kekuatan Daya Dukung Pondasi Tiang Berulir (Helical Piles) Sebagai Metode Peningkatan Daya Dukung Pondasi Tiang Pada Lapisan Tanah Lunak di Pesisir Provinsi

Riau

Secara umum topografi Provinsi Riau merupakan daerah dataran rendah dan agak bergelombang dengan ketinggian pada beberapa kota yang terdapat di Wilayah Provinsi Riau antara 2 – 91 m diatas permukaan laut. Daerah tersebut didominasi oleh lapisan tanah lunak. Oleh sebab itu untuk mendukung beban bangunan diperlukan . Kebanyakan tipe yang digunakan adalah cerocok. Namun pada saat ini penggunaan cerocok mengalami kesulitan disebabkan kayu yang digunakan untuk bahan cerocok melanggar peraturan lingkungan hidup. Supaya lebih ekonomis, pondasi tiang direncanakan tidak harus mencapai tanah keras. Jadi kekuatan daya dukung mengandalkan kekuatan geser antara permukaan pondasi dengan tanah. Pada pondasi tiang konvensional, permukaan pondasi relatif halus, sehingga kekuatan gesek antara permukaan pondasi dengan tanah tidak signifikan. Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan geser tersebut adalah dipasang plat helik (plat ulir). Oleh

sebab itu, pada penelitian ini dilakukan kajian mengenai daya dukung Berulir (Helical Pondasi tiang)

pada tanah lunak daerah pesisir Propinsi Riau. Kajian tersebut meliputi kinerja berulir secara tunggal (single pondasi tiang) maupun secara kelompok (group pondasi tiangs).

Pada penerapan berulir pada tanah lunak masih meninggalkan beberapa gap informasi yang

belum terjawab, yaitu seberapa besar konstribusi peningkatan kekuatan daya dukung berulir apabila dibandingkan biasa (tak berulir) pada lapisan tanah lunak di daerah Provinsi Riau; apakah penempatan

dan jumlah helical bearing plate yang telah dilaksanakan selama ini sudah optimal, dan bagaimana

pengaruh perbedaan dimensi helical pada satu pondasi tiang terhadap kekuatan daya dukung helical pondasi tiang axial tekan pada tanah lunak.

Kontribusi penelitian tersebut adalah memberikan alternatif pemilihan pada tanah lunak kepada para konsultan atau kontraktor; memberikan solusi pengganti cerocok kayu dan sebagai rujukan untuk pemanfaatan tiang pancang, dalam pengembangan serta penggunaannya sebagai salah satu solusi permasalahan yang terjadi pada tanah lunak.

Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut di atas, maka pada studi ini disusun suatu metodologi penelitian sebagai berikut. Pertama dibuat kolam pengujian yang diisi dengan material lapisan tanah lunak yang diambil dari kawasan pesisir Provinsi Riau. Kedua, dibuat pondasi tiang

helical dengan 1, 2 dan 3 helix. Jarak helix dibuat variasi 1,5D dan 2D, dimana D diameter helix

terbesar. Diameter helix dibuat bervariasi, pondasi tiang dipasang helix diameter sama, diameter terkecil dan diameter terbesar serta pondasi tiang dipasang diameter diameter bervariasi. Pemasangan helix, diletakkan pada bagian atas pondasi tiang dan bagian bawah pondasi tiang secara bergantian. Tahap 1 dilakukan uji tekan dan tarik untuk menentukan kapasitas daya dukung pondasi tiang helical tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemberian plat ulir dapat meningkaatkan daya dukung tiang mencapai 2,90 – 5,65 kali lebih besar dibandingkan tanpa plat ulir. Pemberian plat ulir memberikan peningkatan daya dukung, namun masih dipengaruhi oleh penempatan jarak plat ulir. Jarak makin rapat, 20cm memberikan daya dukung lebih besar dibandingkan oleh jarak 50cm atau 30cm. Secara umum, diamater plat lebih besar diharapkan memberikan daya dukung lebih besar. Kondisi sama juga terjadi pada pondasi tiang tipe LLL-30cm memberikan daya dukung lebih besar dibandingkan tipe LMS-30cm. Karena luas plat LLL lebih besar dibandingkan tipe LMS

Kata kunci:

(8)

1 | P a g e

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Provinsi Riau memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0 – 2 persen (datar) seluas 1.157.006 hektar, kemiringan lahan 15 – 40 persen (curam) seluas 737.966 hektar dan daerah dengan topografi yang memiliki kemiringan sangat curam (> 40 persen) seluas 550.928 (termasuk Provinsi Kepulauan Riau) hektar dengan ketinggian rata-rata 10 meter di atas permukaan laut. Secara umum topografi Provinsi Riau merupakan daerah dataran rendah dan agak bergelombang dengan ketinggian pada beberapa kota yang terdapat di Wilayah Provinsi Riau antara 2 – 91 m diatas permukaan laut.

Sesuai paparan diatas dan hasil penyelidikan tanah yang dilakukan diperoleh lapisan tanah lunak relatif dalam, sehingga untuk mentransfer beban bagian atas struktur (upper structures) ke lapisan tanah untuk mencapai daya dukung yang diinginkan, diperlukan . Kebanyakan tipe yang digunakan adalah cerocok. Namun pada saat ini penggunaan cerocok mengalami kesulitan disebabkan kayu yang digunakan untuk bahan cerocok sulit diperoleh dan pelanggaran peraturan lingkungan hidup.

Pada pelaksanaan di lapangan, merupakan pondasi yang umum digunakan untuk mengatasi kondisi lapisan tanah lunak. Penggunaan diharapkan pondasi tersebut mampu meneruskan beban struktur bangunan ke lapisan tanah keras. Namun apabila ditemukan lapisan tanah lunak sangat tebal, maka diperlukan relatif panjang untuk mencapai lapisan tanah keras tersebut. Supaya lebih ekonomis, direncanakan tidak harus mencapai tanah keras. Kekuatan daya dukung mengandalkan kekuatan geser antara permukaan pondasi dengan tanah, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis permukaan pondasi. Pada konvensional, permukaan pondasi relatif halus, sehingga kekuatan geser antara permukaan pondasi dengan tanah menjadi tidak signifikan.

Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan geser tersebut adalah melakukan modifikasi permukaan. Modifikasi ini bertujuan meningkatkan daya dukung. Modifikasi tersebut adalah menggunakan berulir (helical pondasi tiang), seperti tampak pada Gambar 1.1.

(9)

2 | P a g e

Gambar 1.1Tipikal pondasi tiang helical

1.2 Perumusan Masalah

Pada penerapan pondasi tiang berulir pada tanah lunak masih meninggalkan beberapa pertanyaan yang mungkin belum terjawab. Beberapa pertanyaan itu antara lain:

1. Seberapa besar konstribusi peningkatan kekuatan daya dukung berulir apabila dibandingkan pondasi tiang konvensional (pondasi tiang tak berulir).

2. Apakah penempatan dan jumlah helical plate yang telah dilaksanakan selama ini sudah efisien apabila diterapkan pada tanah lunak di daerah pesisir Provinsi Riau?.

3. Sejauh mana pengaruh perbedaan dimensi helical plate pada satu pondasi tiang terhadap kekuatan daya dukung helical pondasi tiang axial tekan pada tanah lunak.

4. Apabila pada point 2, dianggap belum efisien, maka pada penelitian ini diharapkan mampu merumuskan ulang mengenai penempatan dan jumlah helical plate pada tanah lunak.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai penerapan berulir pada tanah lunak mempunyai beberapa tujuan, antara lain:

(10)

3 | P a g e

2. Menentukan posisi dan jumlah helical plate yang memberikan peningkatan daya dukung pondasi paling optimal.

3. Mencari alternatif pengganti cerocok sebagai pondasi bangunan untuk perkuatan tanah lunak

1.4 Kontribusi/Kegunaan Penelitian

Terdapat beberapa kegunaan/kontribusi penelitian, baik untuk masyarakat luas maupun untuk perkembangan ilmu Teknik Sipil. Kontribusi tersebut adalah:

1. Memberikan alternatif pemilihan pondasi pada tanah lunak kepada para konsultan atau kontraktor.

2. Memberikan solusi pengganti cerocok kayu sebagai pada lokasi tanah lunak. Karena kayu cerocok tidak direkomendasikan sebagai bahan pondasi dengan pertimbangan lingkungan. 3. Sebagai bahan rujukan pemanfaatan pondasi tiang dalam pengembangan serta

(11)

4 | P a g e

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut

Tanah gambut adalah sisa-sisa tumbuhan mati yang terdapat di rawa-rawa membentuk lumpur coklat hitam, mengalami proses anaerobik terjadi pembusukan (dekomposisi) (Ruslan, 1981). Tanah gambut adalah campuran heterogen zat organik yang tertimbun dalam kondisi jenuh air, warnanya dari kuning sampai coklat tua, tergantung tingkat pembusukannya. Tanah Gambut adalah tanah yang mempunyai kandungan organik yang cukup tinggi dan pada umumnya terjadi dari campuran fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbahan yang telah menjadi fossil.

Sesuai literatur menunjukkan bahwa tanah gambut telah terkumpul secara komulatif sejak 20.000 tahun yang lalu (Hobbs, 1986). Tanah gambut merupakan tipe tanah yang terdiri sebagian besar material organik, hal ini yang menyebabkan tanah gambut tersebar hampir di seluruh dunia, dengan bermacam-macam variasi jenis gambut. Perbedaan jenis gambut disebabkan oleh perbedaan iklim, jenis tanah dan tumbuh-tumbuhan.

Tanah gambut terbentuk karena terdapat ketidakseimbangan accumulasi dan decomposition material organik. Pada suatu daerah, dimana kecepatan pengendapan melebihi kecepatan pembusukan, maka daerah tersebut kelebihan material organik. Kekurangan proses pembusukan disebabkan tidak cukup atau rendahnya aktifitas biologi, sebagai akibat faktor lingkungan yang tidak sesuai. Lingkungan yang tidak sesuai adalah kondisi terlalu asam (excessive acidity) dan/atau genangan air menciptakan kondisi anaerob.

2.2 Komponen tanah gambut

Pada kondisi alami, tanah terdiri dari cairan (liquid), gas/udara, butiran (solid), seperti tampak pada Gambar 2.1. Kadar air tanah gambut sangat tinggi, biasanya mempunyai rentang antara 50 – 70% terhadap berat, namun terkadang mencapai 90%.

(12)

5 | P a g e

Sedangkan bahan mineral gambut terdiri dari dua jenis, yaitu bahan mineral yang terbawa oleh aliran air atau angin dan bahan mineral yang terbentuk pada proses pembusukan sisa tumbuhan, mineral ini disebut abu sekunder (secondary ash). Penjumlahan kedua jenis bahan mineral disebut total abu (total ash).

Gambar 2.1 Komposisi tanah gambut (Xuehui dan Jinming,)

2.2 Klasifikasi tanah gambut

Terdapat 3 (tiga) macam klasifikasi untuk tanah gambut, yaitu:

1. Klasifikasi tanah gambut yang didasarkan pada derajad dekomposisi (pembusukan material organik)

Van Post (1924, dalam Wust, dkk, 2003) mengelompokkan tanah ke dalam 10 (sepuluh) kategori, seperti terlihat pada Tabel 1.1. Von Post mengelompokkan konsistensi dan warna slurry campuran gambut dan air. Skala H1 apabila tanah gambut yang sama sekali tidak/belum terdekomposisi. Skala H10 apabila tanah gambut yang telah mengalami terdekomposisi seluruhnya (derajad dekomposisi 100%).

2. Klasifikasi tanah gambut yang didasarkan pada jenis tumbuhan organiknya

(13)

6 | P a g e

(14)

7 | P a g e

Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah Gambut Menurut ASTM D-2607

No. Nama Keterangan

1. Sphagnum Moss Peat (Peat Moss) Apabila dikeringkan pada 105oC, kandungan serat dari sphagnum moss: 66,66%

2. Hypnum Moss Peat Apabila dikeringkan pada 105oC,

kandungan seratnya 33,3% dimana 50% dari serat tersebut berasal dari bermacam macamjenis hypnum moss

3. Reed Sedge Peat Apabila dikeringkan pada 105oC,

kandungan seratnya 33,3% dimana 50% dari reed-sedge dan dari non-moss yang lain

4. Peat Humus Apabila dikeringkan pada 105oC,

kandungan seratnya kurang dari 33,3% 5. Peat-peat yang lain Gambut yang dikelompokkan disini adalah

semua tanah gambut yang tidak termasuk dalam 4 kelompok di atas.

3. Klasifikasi tanah gambut yang didasarkan pada prosentase kandungan bahan organiknya Pada sistem klasifikasi ini, batasan kandungan organik tanah gambut sedikit bervariasi, seperti ditampilkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Klasifikasi didasarkan prosentase organik

Klasifikasi Institusi Keterangan

ASTM (1985) - > 75 %

OSRC (1983) University Of South Carolina > 75 % LGS (1982) Lousiana Geological Survey > 75%

USSR (1982) - > 50 %

4. MacFarlane dan Radforth (1965)

(15)

8 | P a g e

Fibrous peat (tanah gambut berserat)

Merupakan bagian macroscopic tanah gambut yang mana berbentuk woody atau non woody dan mempunyai diameter kurang dari 1 mm. Tanah gambut dengan kandungan serat ≥ 20%

Amorphous granular peat (gambut amorphous granular)

Merupakan bagian macroscopic tanah gambut yang mana berbentuk woody atau non woody dan mempunyai diameter lebih besar dari 1mm. Tanah gambut dengan kandungan serat < 20% dan terdapat butiran tanah kecil berukuran coloid (2m) dan sebagaian air terserap di sekeliling butiran tanah. Tanah gambut amorphous granular peat mempunyai sifat seperti tanah lempung/lanau.

2.3 Pondasi Tiang

Pondasi tiang merupakan struktur yang berfungsi untuk mentransfer beban di atas permukaan tanah ke lapisan bawah di dalam massa tanah. Bentuk transfer beban ke lapisan tanah berupa, pertama, penyebaran beban pada seluruh permukaan pondasi tiang dan kedua, melalui titik ujung pondasi tiang. Penyebaran beban menggunakan cara lekatan (friction) pada permukaan kulit pondasi disebut pondasi tiang tipe floating, sedangkan transfer beban melalui titik ujung tiang disebut pondasi tiang tipe end-bearing. Pada kondisi umum, kekuatan daya dukung pondasi tiang merupakan gabungan dua kekuatan, yaitu kekuatan lekatan (friction) dan kekuatan ujung tiang (end-bearing). Tipe pondasi tiang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(a) (b)

Gambar 2.2 Pondasi Tiang (a) tipe end-bearing dan (b) tipe floating

(16)

9 | P a g e

pada diameter pondasi. Apabila pondasi tiang mempunyai diameter besar, maka pondasi menjadi berat. Hal ini menjadi tidak ekonomis dan tidak efisien apabila digunakan pada lapisan tanah lunak.

Di daerah pesisir Provinsi Riau, banyak dijumpai daerah yang mempunyai lapisan tanah lunak relatif tebal, dimana ketebalan tanah lunak bisa mencapai lebih dari 30 meter. Lapisan tanah tersebut mempunyai daya dukung relatif rendah, sehingga diperlukan pondasi tiang yang relatif panjang untuk mentransfer beban struktur ke lapisan tanah keras. Kondisi ini menjadi tidak ekonomis. Agar panjang pondasi berkurang, pondasi tiang direncanakan tipe floating, dimana beban struktur didistribusikan menjadi lekatan antara permukaan pondasi dengan tanah. Sistem lekatan antara tanah dengan permukaan pondasi dipengaruhi oleh permukaan dan berat pondasi.

Permukaan pondasi tiang yang umum digunakan relatif halus. Hal ini sangat berpengaruh terhadap daya dukung lekatan. Kekuatan daya dukung tipe floating menjadi terbatas. Sampai saat ini juga belum dikembangkan tipe pondasi yang mempunyai permukaan kasar untuk meningkatkan daya dukung lekatan. Pondasi tiang yang mempunyai permukaan cenderung kasar adalah pondasi cerocok kayu, kelebihan lain pondasi cerocok kayu adalah lebih ringan. Hal ini menyebabkan pondasi cerocok lebih efisien digunakan pada tanah lunak dibandingkan pondasi tiang beton atau baja. Namun penggunaan pondasi cerocok tidak direkomendasikan dengan alasan lingkungan. Atas dasar pemikiran tersebut di atas, maka dibuat pondasi tiang berulir yang mempunyai luas penampang relatif besar dan plat ulir bisa dipasang secara paralel/ bertingkat, selain itu pondasi terbuat dari pipa baja berdiameter kecil sehingga lebih ringan.

2.4 Pondasi Tiang Helical

Sesuai pada sub bab 2.3 telah dijelaskan bahwa ketebalan tanah lunak relatif tebal, agar ekonomis dilakukan perencanaan pondasi tiang tipe floating. Pada tipe floating beban struktur ditransfer menjadi gaya gesekan antara permukaan pondasi tiang dengan lapisan tanah, dimana kondisi ini sangat riskan. Oleh sebab itu pada studi ini dilakukan modifikasi pondasi tiang dengan cara memperlebar telapak pondasi. Perlebaran telapak pondasi ini menggunakan plat ulir yang dipasang pada pondasi tiang.

(17)

10 | P a g e

(Rao dkk,. 1991) menyelidiki pengaruh jumlah plat helical pada pondasi tiang helical untuk mencapai daya dukung maksimal pada tanah lempung, menggunakan model helical screw pile, yang ditanam pada tanah lempung yang di padatkan. Jumlah plat helical memberikan pengaruh yang signifikan pada kapasitas dukung dan kekakuan pondasi dalam merespon beban, kesimpulan dari penelitian tersebut adalah kapasitas dukung maksimum akan di capai pada jumlah helical yang terbanyak, seperti yang ditunjukan Gambar 2.3. Narasimha Rao (1991) menyatakan bahwa rasio jarak (spacing ratio) berpengaruh terhadap mekanisme kegagalan. Narasimha Rao (1991) terbukti bahwa estimasi kapasitas mencapai nilai 2 pada beberapa kasus. Rasio jarak memiliki dampak tidak langsung pada kapasitas, untuk total jarak plat helix (Lh) konstan, rasio jarak menentukan jumlah plat ulir.

Gambar 2.3 Pengaruh jumlah plat terhadap daya dukung dan penurunan (Rao dkk, 1991)

(18)

11 | P a g e

pondasi tiang dengan 3 helical memiliki daya dukung yang lebih besar di bandingkan dengan 1 dan 2 plat helical yang menggunakan jarak yang sama.

Gambar 2.4 Hubungan beban - penurunan dengan plat helical bervariasi (L. & Jong 1995)

(19)

12 | P a g e

(Sprince & Pakrastinsh 2010) melakukan penelitian pondasi tiang helical pada tanah yang berbeda dengan memvariasikan jumlah plat helical. Variasi yang di gunakan adalah pondasi tiang dengan 1 helical sampai dengan pondasi tiang dengan 6 helical, dengan diameter helical semakin mengecil. Kesimpulannya dapat dilihat pada Gambar 2.5, dimana seiring banyaknya jumlah helical maka akan terjadi penambahan kapasitas dukung pondasi tiang helical

Gambar 2.5 Kapasitas dukung pondasi tiang helical dengan penambahan jumlah plat helix (Sprince & Pakrastinsh, 2010)

(20)

13 | P a g e

yang punya kapasitas minimum, contoh pada pondasi tiang dengan plate yang sedikit gagal dalam daya tahan individual (individual bearing).

Terdapat beragam variable dalam analisis pada tanah lunak (softening soil); softening parameter dari tanah itu sendiri, dan parameter-parameter geometrical. Parameter yang paling berpengaruh pada kapasitas adalah kekakuan pondasi tiang (pondasi tiang shaft stiffness) dan brittleness index (getas). Faktor terbesar pada perubahan pondasi tiang di beban puncak adalah mekanisme kegagalan, kekakuan shaft, dan panjang pondasi tiang. Pondasi tiang yang gagal oleh mekanisme cylinder mencapai puncaknya pada perubahan yang lebih rendah dari pada pondasi tiang yang gagal oleh mekanisme individual bearing, untuk parameter sama. Mechanism Capacity Ratio (MCR) disarankan sebagai ukuran non-dimensi geometry dan mekanisme kegagalan.

Tappenden (2007) adalah pondasi dalam terbuat dari satu atau lebih plat baja heliks ditempelkan ke poros baja sentral, tertanam ke dalam tanah dengan penerapan saat balik ke ujung pondasi tiang. Tesis ini mengevaluasi fektivitas dengan metode LCPC dan dipilih korelasi torsi empiris untuk memprediksi kapasitas dalam beban statis tarik aksial dan kompresi. Hasil dari 29 pondasi tiang full-scale, tes beban aksial dilakukan pada dipasang di Kanada Barat. Metode LCPC diterapkan dalam hubungannya dengan hasil penetrasi kerucut (sondir) untuk 23 dari 29, dan korelasi empiris torsi instalasi dengan kapasitas aksial ultimate diperiksa untuk semua 29 . Dalam penelitian ini parameter tanah dari hasil penyelidikan tanah yang dihasilkan merupakan kategori tanah lunak (softer soil).

Zeyad H. Elsherbiny, dan M. Hesham El Naggar (2013) menyatakan kapasitas aksial pondasi tiang heliks di pasir dan tanah liat diselidiki melalui pengujian lapangan dan pemodelan numerik. Hasil pengujian model numerik dikalibrasi dan diverifikasi menggunakan data skala penuh.. Model ini diverifikasi dengan membandingkan prediksi dengan kurva beban-perpindahan yang diamati diperoleh dari tes beban pondasi tiang skala penuh. Hasil studi membuktikan bahwa prediksi persamaan teoritis untuk lapisan tanah kohesi bervariasi sebagian besar tergantung pada faktor kapasitas dan kriteria kegagalan. Interaksi heliks berdekatan juga dievaluasi. Faktor reduksi daya dukung, R, dan helix faktor efisiensi, EH, diusulkan untuk digunakan sebagai evaluator kapasitas tekan pondasi tiang heliks dalam tanah kohesi. Evaluator tersebut memasukkan pertimbangan kriteria beban ultimate yang dapat diterima sesuai dengan penyelesaian sebesar 5 % dari diameter helix, D.

(21)

14 | P a g e

BAB 3 LANDASAN TEORI

3.1 Mekanisme Pondasi Tiang Konvensional

Pondasi tiang merupakan struktur yang berfungsi untuk mentransfer beban di atas permukaan tanah ke lapisan bawah di dalam massa tanah. Bentuk transfer beban ke lapisan tanah berupa, pertama, penyebaran beban pada seluruh permukaan pondasi tiang dan kedua, melalui titik ujung pondasi tiang. Penyebaran beban menggunakan cara lekatan (friction) pada permukaan kulit pondasi disebut pondasi tiang tipe floating, sedangkan transfer beban melalui titik ujung tiang disebut pondasi tiang tipe end-bearing. Pada kondisi umum, pondasi tiang mempunyai kekuatan merupakan gabungan lekatan (friction) dengan ujung tiang ( end-bearing), kecuali apabila pondasi tiang ditanamkan pada lapisan tanah yang mempunyai perbedaan ekstrim, dari lapisan tanah sangat lunak sampai keras.

Secara umum kapasitas pondasi tiang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

  pu si

u P P

P untuk kondisi tekan 3-1a

Pu = kapasitas pondasi tiang batas (ultimate) kondisi tekan Tu = kapasitas pondasi tiang batas kondisi tarik

Ppu = kapasitas batas ujung pondasi tiang, jarang terjadi bekerjsa bersama dengan kekuatan batas gesek permukaan pondasi tiang (skin resistance),

Psi,u. Untuk pondasi tiang tipe floating, kekuatan ujung tiang diabaikan.

Pp = kekuatan ujung tiang yang bekerja secara bersamaan dengan

Psi,u

Psi = kekuatan gesek yang bekerja bersama dengan kekuatan batas ujung tiang,

Ppu.

Psi,u = kekuatan batas gesek pondasi tiang, yang bekerja bersama dengan kapasitas ujung tiang, Pp.

W = berat sendiri pondasi tiang

(22)

15 | P a g e

batas pondasi tiang Pu merupakan penjumlahan dari salah satu atau sebagian kekuatan gesek pondasi dan ujung tiang.

Kekuatan batas gesek dihasilkan oleh slip antara pondasi tiang dengan tanah, dimana slip terjadi pada setiap titik sepanjang pondasi tiang sebagai akumulasi perbedaan regangan permukaan pondasi dengan regangan tanah. Apabila beban diberikan pada pondasi tiang, slip mencapai nilai batas (ultimate) kekuatan gesek. Selanjutnya beban ditransfer ke bagian permukaan pondasi di bawahnya, apabila bagian tersebut telah mencapai nilai batas, beban akan ditransfer ke bagian permukaan pondasi di bawahnya, seperti seterusnya ....sampai mencapai ujung tiang. Seketika itu juga ujung tiang akan menerima beban, seperti tampak pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Kurve transfer beban pada pondasi tiang (Bowles, 1999)

(23)

16 | P a g e

dasar pondasi dengan menambah plat helical. Sedangkan untuk meningkatkan gesekan antara pondasi dilakukan pemasangan beberapa plat helical di sepanjang titik pada pondasi tiang.

3.2 Mekanisme Pondasi Tiang Helical

Sesuai Perko (2009), terdapat dua metode untuk menentukan daya dukung didasarkan teori mekanika tanah, yaitu individual bearing dan cylindrical shear. Apabila jarak antar plat helix sangat besar, setiap plat helical dapat bertindak secara sendiri sendiri (independently). Jadi daya dukung tumpuan (bearing) pile helical merupakan penjumlahan kapasitas individu plat helix. Mekanisme ini disebut metode individual bearing, seperti yang ditampilkan pada

Gambar 3.2a.

Namun apabila jarak antar plat helix relatif kecil, seperti tampak pada Gambar 3.2b, maka mekanisme akan berbeda, yaitu semua plat bearing helix akan bekerja bersama-sama. Jadi, pada kasus kapasitas daya dukung pondasi tiang helical merupakan gabungan antara bearing pada dasar plat helix dan gaya gesek sepanjang silinder tanah antar plat helix. Mekanisme ini disebut metode cylindrical shear.

(24)

17 | P a g e

3.2.1 Metode Individual Bearing

Mekanisme keruntuhan metode individual bearing diasumsikan bahwa pada setiap plat helical bearing mengalami penurunan seperti karakter mode keruntuhan daya dukung pondasi tiang. Distribusi tegangan seragam terjadi di bawah setiap plat helical bearing. Sedangkan tegangan gesek antara pondasi dengan tanah terjadi di sepanjang pondasi tiang. Daya dukung batas, Pu, pondasi tiang helical adalah penjumlahan kapasitas dukung setiap plat helix ditambah dengan gaya adhesi pada permukaan pondasi tiang, dirumuskan sebagai berikut:

 

qult = daya dukung batas tanah di bawah plat helix An = luas plat helical ke n

 = adhesi antara tanah dengan permukaan tiang. Nilai  diambil dari sudut geser antara material pondasi tiang dengan material lapisan tanah. Pada pengujian ini diambil dari Navfac 7.1 (1971).

H = panjang pondasi tiang, dihitung dari plat helix teratas sampai ke permukaan tanah

d = diameter lingkaran di sekeliling shaft (diameter pondasi tiang tanpa helical) Daya dukung batas tanah dapat ditentukan menggunakan perumusan Meyerhof (1951), yaitu:

q’ = tegangan efektif overburden pada kedalaman plat helical

 = berat volume tanah

B = lebar pondasi

Nc, N, Nq = faktor daya dukung sc, sq dan s = faktor bentuk

dc, dq dan d = faktor kedalaman

Persamaan 3-4 dapat digunakan untuk plat bearing pondasi helical dengan mengambil lebar pondasi B menjadi lebar plat helical, D. Persamaan dapat disederhanakan menjadi:

γ q

c

ult cN' q(N' -1) 0,5 γDN'

(25)

18 | P a g e

Pada tanah berbutir halus, dimana sudut geser internal,  = 0, maka N’c  10. Skempton (1951) membuktikan bahwa N’c = 9 untuk pondasi dalam, sedangkan N’q = 1 dan N’ = 0. Untuk pondasi helical, nilai kohesi tanah bisa diambil sebagai kuat geser undrained, cu. Jadi, daya dukung batas untuk tanah berbutir halus sesuai Skempton adalah:

u ult 9c

q  3-6

3.2.2 Metode Cylindrical Shear

Kapasitas daya dukung batas pondasi tiang helical didasarkan pada teori cylindrical shear merupakan penjumlahan tegangan geser sepanjang silinder, gaya adhesi sepanjang shaft. Jadi dapat dirumuskan sebagai:

n 1

s πD αH

 

πD

H = panjang shaft pondasi, dihitung dari plat helix teratas sampai ke permukaan tanah.

d = diameter pondasi tiang (diameter of the pile shaft) Davg = diameter rata-rata plat helix

(n-1) s = panjang tanah diantara plat helical n = jumlah plat helical

s = jarak antar plat helical

Untuk tanah berbutir halus, kuat geser tanah, T, diambil sebagai kuat geser undrained, cu.

3.3 Interpretasi Hasil Pengujian

Terdapat bebarapa metode yang dapat di gunakan untuk menginterpretasikan daya dukung tekan pondasi dengan menggunakan hasil pengujian pembebanan secara langsung. Dalam penelitian ini, di gunakan metode Chin dan metode Mazurkiewicz.

3.3.1 Metode Chin F.k (1971)

(26)

19 | P a g e

Grafik hubungan pembebanan dengan penurunan di gambarkan dengan bentuk S/Q (penetrasi/beban) sebagai sumbu tegak dan S (penetrasi atau penurunan) sebagai sumbu datar, sehingga grafik kurva berbentuk hyperbola menjadi garis lurus seperti pada Gambar 3.3.

Setelah melakukan pengujian daya dukung pondasi dengan metode beban statis prosedur CRP, maka akan didapatkan grafik berupa beban vs penurunan. Lalu diadakan analisis dalam menentukan daya dukung ultimate. Prosedur untuk mencari daya dukung ultimate dengan metode Chin adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan data berupa penurunan tiang pondasi terhadap beban

2. Membuat grafik dengan memplot penurunan / beban pada sumbu Y terhadap penurunan pada sumbu X.

3. Menarik garis regresi terhadap data yang ada sehingga terbentuk persamaan

4. Daya dukung ultimate dari pondasi adalah

Gambar 3.3 Hubungan beban terhadap penurunan menurut Metode Chin

Teori ini menghasilkan persamaan sebagai berikut :

Kurva load – settlement di gambarkan dalam kaitannya dengan S/Q:

3-8 Daya dukung ultimit (Qult) di peroleh dengan rumusan sebagai berikut:

(27)

20 | P a g e

Keterangan : S = settlement

Q = Beban

C1 = Kemiringan Garis

C2 = Konstanta Persamaan Garis Qult = Daya Dukung Ultimit

3.3.2.Metode Mazurkiewicz (1972)

Metode Mazurkiewicz beranggapan bahwa bentuk grafik hubungan pembebanan terhadap penurunan sedemikian rupa sehingga jika dilakukan manipulasi gambar dapat digunakan untuk mengestimasi kekuatan daya dukung ultimit. Metode ini menganggap bahwa kapasitas tahanan ultimit diperoleh dari beban yang berpotongan, di antaranya beban yang searah sumbu tiang untuk di hubungkan beban dengan titik – titik dari posisi garis terhadap sudut 45º pada sumbu beban yang berbatasan dengan beban. Penjelasan ini dapat dilihat pada

Gambar 3.4.

Daya dukung ultimate tiang metode Mazurkiewicz di tentukan dengan langkah – langkah berikut :

a. Memplot penurunan pada sumbu Y terhadap beban pada sumbu X sehingga terbentuk suatu kurva.

b. Membuat beberapa garis horizontal, sejajar dan mempunyai spasi yang sama dimulai pada sumbu Y (penurunan). Garis – garis tersebut akan memotong kurva penurunan vs beban yang telah dibuat sebelumnya.

c. Pada titik perpotongan tersebut, lalu menarik garis vertikal tegak lurus, sehingga memotong sumbu X (beban). Selanjutnya menggambarkan suatu garis dengan sudut 450 sampai memotong garis vertikal tegak lurus di sebelahnya, seperti yang terlihat pada Gambar 3.4.

(28)

21 | P a g e

Gambar 3.4 Menentukan Qult menurut Metode Mazurkiewicz

3.3.3.Metode Sharma (1983)

Metode ini digunakan untuk menentukan kekuatan ultimit daya dukung axial tarik. Hasil hubungan antara kekuatan tarik terhadap deformasi belum memberikan gambaran secara jelas berapa nilai daya dukung axial tarik pondasi tiang ulir. Menurut Sharma dkk (1984), metode interpretasi yang berlaku umum untuk memperkirakan kekuatan batas tarik adalah:

1. Kekuatan runtuh didasarkan pada deformasi kepala tiang mencapai 0,25 in (6,25 mm). 2. Kekuatan runtuh didasarkan pada titik potong garis singgung,

(29)

22 | P a g e

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini bersifat pemodelan semi full-scale. Pengujian dilakukan di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Riau.

4.2 Bahan Pengujian

Jenis pengujian pada studi ini merupakan model semi full-scale. Supaya material tanah bisa divariasikan diperlukan kolam pengujian sebagai tempat untuk material tanah. Kolam pengujian mempunyai ukuran, panjang 5,0 m, lebar 2,5 m dan kedalaman 1,8 m. Kolam pengujian diisi dengan tanah gambut. Tanah gambut tersebut diambil dari daerah Rimbo Panjang, Kec.Tambang, Kab. Kampar. Bentuk kolam pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kolam pengujian

4.3. Bentuk Pondasi Tiang Berulir dan Penamaannya

Pondasi tiang berulir merupakan pondasi tiang yang diberi tambahan plat berulir. Fungsi plat berulir adalah untuk memperbesar daya dukung pondasi, namun diharapkan tidak menambah beban sendiri pondasi tiang secara signifikan. Pondasi tiang berulir dibuat dari pipa diameter 6 cm, panjang 2,00 meter, dilengkapi dengan plat ulir dengan diameter bervariasi. Plat ulir dipasang pada jarak tertentu. Secara umum bentuk pondasi tiang berulir seperti tampak pada Gambar 4.2.

(30)

23 | P a g e

adalah jumlah plat berulir terpasang, diameter plat berulir dan jarak pemasangan plat berulir pada setiap tiang. Sesuai teori pada subbab 2, bahwa daya dukung pondasi berulir sangat dipengaruhi oleh luas penampang plat ulir tersebut. Oleh sebab itu, dalam studi ini dikembangkan diameter plat yang bervariasi, yaitu 150mm; 250mm; 350mm. Ketiga parameter penelitian ditampilkan pada Tabel 4.1.

Gambar 4.2. Pondasi tiang berulir dan detail plat berulir, panjang pile bandingkan dengan mahasiswa di sebelahnya

Tabel 4.1. Parameter pondasi tiang helical

Plat helical Jarak pemasangan Jumlah plat helical dalam satu tiang diameter Dinamakan

15 cm S 20 cm 1 buah plat

25 cm M 30 cm 2 buah plat

35 cm L 50 cm 3 buah plat

(31)

24 | P a g e

Untuk menentukan parameter apa yang berperan terhadap daya dukung, maka dibuat beberapa variasi jumlah, jarak dan diamater plat berulir dalam satu pondasi tiang. Sesuai ketiga parameter tersebut dibuat kombinasi ke tiga parameter tersebut, yaitu lebar plat berulir; jarak plat berulir; dan jumlah plat berulir. Supaya memudahkan dalam analisa, maka dilakukan penamaan dalam benda uji (nomenklatur), dalam hal ini pondasi tiang berulir tersebut. Penamaan pondasi tiang berulir disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Nomenklatur uji pondasi tiang berulir Posisi & Diameter plat berulir

Jarak pemasangan (cm) Penamaan

Atas Tengah Bawah

4.4. Peralatan Uji Beban

(32)

25 | P a g e

seperti tampak pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Setiap tiang portal diperkuat oleh angker

Pada bentang portal, tepat di atas kolam penguji, diberi jacking yang digunakan untuk menekan pondasi. Jacking diberi alat pengukur gaya tekan, yaitu proving ring, sehingga setiap putaran jacking dapat diketahui besar gaya tekan pada pondasi. Penurunan pondasi diukur dengan dial gauge, kapasitas 5cm, dimana setiap satu kali putaran dial gauge mengukur penurunan sebesar 1 mm, seperti tampak pada Gambar 4.4.

4.5 Tahap Pengujian

Pengujian pondasi tiang berulir dilakukan secara dua tahap. Tahap pertama adalah pengujian karakteristik tanah gambut di kolam pengujian. Tahap kedua adalah pengujian pondasi tiang tiang berulir.

4.5.1. Pengujian Tanah Gambut

Tanah gambut yang berada di dalam kolam harus dilakukan pengujian sifat fisik dan sifat teknisnya.

 Sifat Fisik

(33)

26 | P a g e

volume dan specific gravity. Sifat fisik tanah diperlukan karena sifat teknis tanah selalu berkaitan dengan sifat fisik. Kekuatan geser tanah selalu berkaitan dengan kadar air atau berat volume. Untuk tanah gambut sifat teknis dipengaruhi oleh kadar serat dan kadar organic.

Gambar 4.4. Untuk uji tekan dipasang jacking yang dilengkapi proving ring dan dial gauge

Pengujian sifat fisik dilakukan pada awal penelitian.

 Sifat Teknis

Sifat teknis yang diperlukan untuk mengukur kekuatan geser tanah. Kekuatan geser tanah digunakan untuk menghitung daya dukung pondasi tiang berulir secara analitis. Uji kuat geser yang digunakan untuk mengukur lapisan tanah di kolam pegujian adalah vane shear. Alat ini lebih mudah digunakan untuk mengukur kuat geser sampai kedalaman 3,00 meter.

(34)

27 | P a g e

4.5.2. Pengujian Pondasi Tiang Berulir

Untuk mengetahui daya dukung pondasi tiang berulir setiap tipe pondasi tiang berulir, seperti yang tertulis dalam Tabel 4.2, diuji sebanyak masing-masing 1 – 3 kali. Bentuk pengujian pondasi tiang berulir dengan memberi beban axial tekan pada pondasi.

Pemasangan pondasi tiang berulir dan pengujian diberi waktu sela satu hari. Hal ini bertujuan agar tanah pada kolam uji telah melakukan recovery setelah dipasang pondasi tiang berulir.

4.5 Pengujian Kuat Geser Tanah Gambut

Salah satu tujuan penelitian ini adalah membandingkan antara hasil pengujian dengan hasil perhitungan. Oleh sebab itu kekuatan geser tanah selalu dilakukan kontrol kekuatan tanah. Kontrol kekuatan dilakukan dengan pengujian baling-baling (vane shear test) setiap akan melakukan pengujian pondasi.

Namun masih terdapat beberapa permasalahan dalam penggunaan vane shear test pada tanah gambut (Quinn, 1967; Helenelund, 1967). Quinn (1967) menyatakan bahwa mekanisme keruntuhan gambut cenderung bersifat menyobek bukan geser. Pernyataan yang sama dikeluarkan oleh Helenelund (1967) bahwa hasil test vane shear pada tanah gambut tidak bisa diandalkan. Mangan (1993) menyarankan bahwa deformasi gambut bersifat keruntuhan menekan/ melobangi (punching failure), sehingga penggunaan uji vane shear harus hati-hati. Atas dasar penjelasan tersebut di atas maka hasil uji vane shear harus dikoreksi. Faktor reduksi terhadap kuat geser undrained, dirumuskan:

FV Rochelle (1983) memberikan nilai koreksi μFV-C sebesar 42% - 57% terhadap nilai su-FV.

4.6 Tahap Penelitian Secara Keseluruhan

(35)

28 | P a g e

tiang dan bentuk konfigurasi tiang menjadi acuan dalam menentukan kekuatan daya dukung pondasi secara kelompok.

Penelitian masih perlu dikembangkan untuk melakukan kajian mengenai perilaku pondasi menerima gaya/beban lateral dan kajian mengenai pengaruh waktu terhadap peningkatan kekuatan daya dukung berulir. Studi secara keseluruhan untuk berulir dapat dilihat pada Gambar 4.5. Proposal ini hanya mencakup Tahap 1, sedangkan untuk tahap berikutnya, yaitu Tahap 2, dan Tahap 3 dilakukan untuk tahun anggaran berikutnya.

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian tahap 1, yaitu kajian mengenai karakteristik kekuatan daya dukung berulir untuk beban axial tekan, secara tunggal (single pondasi tiang) maupun kelompok (group pondasi tiang).

(36)

29 | P a g e

Persiapan peralatan dan pembuatan kolam

Studi mengen ai daya dukung kondisi tunggal (single pile) untuk beban axial tekan

S tudi m enge na i da ya d ukung kondis i kelompok (gro up pile)

u ntuk b eba n axial te kan Mulai

Studi daya dukung kondisi tunggal (single pile)

untuk beban axial tarik

S tu di d aya dukung kondis i kelompok (gro up pile)

s ebag ai fu ngs i wa ktu Studi daya dukung

kondisi tunggal (single pile) sebagai fungsi waktu Studi mengen ai daya dukung kondisi tunggal (single pile)

untuk beban lateral

Analisa secara keseluruhan, diperoleh:

1.lebar optimal plate helical, 2. jarak optimal plate helical 3. jarak antara pondasi tiang yan g optimal

4. waktu peningkatan kekuatan daya dukung dihitung dari akhir pemancangan

S tu di d aya dukung kondis i kelompok (gro up pile)

untuk be ban a xia l tarik

S tudi m enge na i da ya d ukung kondis i kelompok (gro up pile)

un tuk be ba n la teral

Gambar 4.5 Alur penelitian pondasi tiang ulir secara keseluruhan Tahap 1

Tahap 2

(37)

30 | P a g e

BAB 5 HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA 5.1 Sifat Fisik dan Teknis Tanah Material Tanah 5.1.1 Sifat Fisik

Pengujian sifat fisik dilakukan pada tahap awal, sebelum pengujian daya dukung pondasi tiang dilakukan. Sampel diambil dari dua kedalaman, yaitu 50 – 100cm dan 100 – 150 cm. Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi dua lokasi, lokasi A disebelah sisi utara kolam pengujian, arah ke mushalla, dan lokasi B di sebelah sisi selatan kolam pengujian. Hasil pengujian sifat fisik tanah dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Rangkuman data sifat fisik tanah kolam pengujian Lokasi Kedalaman

Sesuai hasil pengujian sifat fisik menunjukkan bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanah gambut. Hal ini terlihat dari kadar abu rata-rata 38,904%, jadi kadar organik mencapai 61,096%. Namun kadar serat rata-rata relatif rendah, yaitu 7,637% , kondisi ini menunjukkan bahwa serat gambut sudah banyak berubah menjadi butiran tanah. Berat volume masih termasuk rendah, yaitu 0,806 gr/cm3, ini berkaitan dengan kadar organik yang relatif tinggi lebih besar dari 50%. Kadar air rata-rata sekitar 227%.

5.1.2 Sifat Teknis

(38)

31 | P a g e

vane shear. Pengambilan data kuat geser dilakukan pada setiap kedalaman 50 cm. Hasil pengukuran kuat geser tanah dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Rangkuman data kuat geser tanah kolam pengujian

Sesuai Gambar 5.1 hasil pengujian bahwa jenis lapisan tanah kolam pengujian termasuk kategori konsistensi tanah sangat lunak (very soft soil). Panjang pondasi tiang berulir sebesar 2,00 meter, sedangkan panjang pondasi tertanam sebesar 1,50 meter. Menurut panjang pondasi tertanam tersebut, maka bagian terpasang plat berulir pada kedalaman 1,00 – 1,50 meter. Kuat geser tanah rata-rata (su rata-rata) pada kedalaman 50 cm adalah 4,91 kPa, pada kedalaman 100cm adalah 9,29 kPa, sedangkan pada kedalaman 150cm adalah 14,28 kPa.

5.2 Daya Dukung Axial Tekan Pondasi Tiang Berulir

Kuat tekan suatu pondasi merupakan hal yang paling penting. Banyak modifikasi pondasi telah dilakukan, selalu hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan daya dukung pondasi. Hal yang sama diharapkan pada penelitian ini. Pengurangan berat sendiri pondasi dan peningkatan kekuatan daya dukung menjadi tujuan studi ini.

(39)

32 | P a g e

5.2.1 Hasil pengujian axial tekan

Pengujian pondasi axial tekan dilakukan pada berbagai macam variasi plat ulir. Variasi diameter, jarak pemasangan dan jumlah plat ulir dalam satu pondasi tiang. Variasi ini dilakukan untuk lebih mengetahui karakteristik kekuatan daya dukung pondasi tiang dalam menerima tekan.

Tipikal hubungan penurunan dengan beban pada tipe pondasi dapat dilihat pada

Gambar 5.2. Semua pondasi tiang berulir mempunyai bentuk hubungan beban terhadap penurunan yang khas. Bentuk penurunan cenderung cekung pada awal pembebanan dan bentuk cembung pada akhir pembebanan. Hal ini nampak jelas terdapat hubungan dengan tipikal penurunan konsolidasi tanah gambut. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh sifat tanah gambut, dimana tanah gambut mempunyai dua pori, yaitu makro pori dan mikro pori.. Pada beban 0,00 – 1,00 kN mengalami penurunan yang relatif besar. Pada tahap beban ini, penurunan terjadi akibat pemampatan makro pori.

0

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

Penurunan,

Gambar 5.2 Tipikal hubungan beban terhadap penurunan

Sesuai Gambar 5.3 menunjukkan hasil pengujian axial tekan pada berbagai variasi pemasangan plat ulir, baik dalam hal jumlah, jarak dan lebar diameter plat. Secara umum menunjukkan bahwa pemberian plat ulir meningkatkan daya dukung pondasi tiang. Pondasi tiang ulir mempunyai kekuatan lebih tinggi dibandingkan pondasi tiang tanpa ulir.

(40)

33 | P a g e

ulir juga berpengaruh terhadap kekuatan daya dukung pondasi. Kekuatan pondasi LMS lebih besar dibandingkan pondasi LM. Hal ini disebabkan faktor plat ulir S yang dipasang paling bawah, justru mengurangi kekuatan pondasi. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa pemasangan plat pada ujung pondasi memberikan pengaruh yang signifikan pada kekuatan pondasi. Jarak pemasangan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan pondasi.

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

Pe

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

Pe

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

Pe

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

Penurunan,

Gambar 5. 3 Hubungan penurunan dan beban pada berbagai variasi plat ulir, jumlah dan jarak pemasangan

5.2.2 Interpretasi data pengujian axial tekan

Terdapat bebarapa metode yang dapat di gunakan untuk menginterpretasikan daya dukung tekan pondasi dengan menggunakan hasil pengujian pembebanan secara langsung. Dalam penelitian ini, di gunakan metode Chin dan metode Mazurkiewicz

(41)

34 | P a g e

Tabel 5.2 Hasil interpretasi data pengujian No. Nama Tiang Hasil Interpretasi data pengujian

Metode Chin (kN) Metode Mazurkiewicz (kN)

1. LLL 50 30,577 16,292

5.3 Daya Dukung Axial Tarik Pondasi Tiang Berulir

Selain dilakukan pengujian tekan, studi ini juga melakukan pengujian axial tarik terhadap pondasi tiang plat ulir. Pengujian tarik ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik daya dukung axial tarik pondasi tiang ulir. Pengujian tarik pondasi tiang ulir dilakukan terhadap 6 tiang dengan diameter plat ulir yang berbeda. Variasi pondasi tiang ulir yang diuji adalah tiang LLL spasi 30 (3L30), LMS spasi 30, LM spasi 30, LL spasi 30, L, M dan tiang tanpa plat ulir sebagai acuan peningkatan kekuatan plat ulir terpasang.

5.3.1 Hasil pengujian axial tarik

(42)

35 | P a g e

Gambar 5.4 Tipikal hubungan beban tarik dengan deformasi pada pengujian tarik

5.3.2 Interpretasi hasil pengujian axial tarik

Hasil hubungan antara kekuatan tarik terhadap deformasi seperti tampak pada Gambar 5.2 belum memberikan gambaran secara jelas berapa nilai daya dukung axial tarik pondasi tiang ulir. Menurut Sharma dkk (1984), metode interpretasi yang berlaku umum untuk memperkirakan kekuatan batas tarik adalah:

4. Kekuatan runtuh didasarkan pada deformasi kepala tiang mencapai 0,25 in (6,25 mm). 5. Kekuatan runtuh didasarkan pada titik potong garis singgung,

6. Kekuatan runtuh didasrkan pada titik lengkung yang memberikan jari-jari paling kecil. Sesuai ketiga kriteria interpretasi tersebut di atas, point 1 menghasilkan kekuatan runtuh yang sangat kecil, hasil interpretasi data menjadi tidak realistis. Untuk point 3, hubungan kekuatan tarik terhadap deformasi relatif landai, sehingga sulit untuk menentukan lengkung dengan jari-jari terkecil. Oleh sebab itu, untuk interpretasi data digunakan point ke 2, yaitu titik potong dari dua garis singgung. Hasil interpretasi data pengujian dapat dilihat pada Tabel 5.3.

5.3.3 Perbandingan antara pengujian dengan pengukuran

(43)

36 | P a g e

Sesuai kedua metode ini masih timbul pertanyaan, dari sekian pengujian ini manakah yang sesuai dengan salah satu dari dua mekanisme keruntuhan tersebut di atas.

Tabel 5.3 Hasil interpretasi data pengujian axial tarik Nama sampel Hasil interpretasi pengujian axial tarik

Kuat tarik, kN Deformasi, mm

LLL 30 5,148 15,00

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan kekuatan daya dukung menggunakan kedua metode tersebut, selanjutnya membandingkan dengan hasil pengujian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui analisa kekuatan daya dukung mana yang lebih tepat untuk pondasi tiang berulir, apakah individual bearing atau cylindrical shear. Hal tersebut tidak mudah, karena hanya berdasarkan pada kedekatan pada perbandingan antara hasil pengujian dengan pengukuran. Perbandingan tersebut merupakan acuan yang tersedia yang bisa dijadikan pedoman, meskipun terdapat bermacam-macam metode interpretasi data pengujian. Kondisi ini makin menambah tingkat kesulitan dalam menganalisa antara kekuatan daya dukung berdasarkan pengujian dengan pengukuran. Namun data pengujian yang tersedia akan meningkatkan analisa pada penelitian ini.

5.4 Peningkatan Daya Dukung Pondasi Tiang Berulir

Untuk mengetahui daya dukung pondasi tiang berulir, maka dilakukan pengujian uji beban axial tekan langsung terhadap model pondasi tiang berulir, seperti disajikan pada

(44)

37 | P a g e

Jarak pemasangan 20cm memberikan peningkatan daya dukung relatif tinggi dibandingkan jarak pemasangan 50cm atau 30cm. Hal ini kemungkinan massa tanah yang terjepit di antara plat bersifat lebih kaku, sehingga mekanisme keruntuhan geser silinder (shear cylindrical failure) akan terjadi, ditambah dengan keruntuhan daya dukung plat tunggal (bearing individual failure) pada plat ulir terbawah.

Gambar 5.5. Daya dukung pondasi tiang berulir dan tanpa ulir

Pada jarak pemasangan lebih besar, misal 50 cm, massa tanah yang diantara plat ulir tidak mengalami peningkatan kekakuan, sehingga tidak terjadi mekanisme keruntuhan geser silinder, tetapi hanya mengalami keruntuhan daya dukung plat tunggal pada setiap plat ulir.

5.2 Daya Dukung Pondasi Tiang Berulir Hasil Pengujian

Sesuai hasil pengujian secara langsung dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Jarak plat ulir bervariasi

Jarak plat berpengaruh terhadap mekanisme keruntuhan yang berbeda. Sesuai penjelasan pada Subbab 2.2, bahwa apabila jarak plat berdekatan, kekuatan tanah akan bersatu membentuk keruntuhan geser silinder, sehingga memberikan daya dukung yang lebih besar. Hal ini terlihat pada hasil pengujian pada pondasi pile LMS, jarak plat 20cm memberikan nilai daya dukung pondasi yang lebih besar, seperti tampak pada

(45)

38 | P a g e

Gambar 5.6 Hasil pengujian pondasi tiang berulir LMS

Diameter plat ulir bervariasi

Secara umum, pondasi dengan lebar pondasi lebih besar tentu akan memberikan daya dukung yang lebih besar. Daya dukung pondasi ditentukan oleh lebar pondasi, hal sama terjadi pada pondasi tiang berulir, seperti tampak pada Gambar 5.8. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pondasi tipe LLL mempunyai daya dukung lebih tinggi dibandingkan pondasi tipe LMS. Hal ini disebabkan pondasi LLL memberikan luas plat lebih besar dibandingkan tipe LMS.

(46)

39 | P a g e

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Sesuai hasil analisa tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian plat ulir dapat meningkaatkan daya dukung tiang mencapai 2,90 – 5,65 kali

lebih besar dibandingkan tanpa plat ulir.

2. Pemberian plat ulir memberikan peningkatan daya dukung, namun masih dipengaruhi oleh penempatan jarak plat ulir. Jarak makin rapat, 20cm memberikan daya dukung lebih besar dibandingkan oleh jarak 50cm atau 30cm.

3. Secara umum, diamater plat lebih besar diharapkan memberikan daya dukung lebih besar. Kondisi sama juga terjadi pada pondasi tiang tipe LLL-30cm memberikan daya dukung lebih besar dibandingkan tipe LMS-30cm. Karena luas plat LLL lebih besar dibandingkan tipe LMS.

6.2. Saran

(47)

40 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

1. Golebiewska, A., 1983. “Vane testing in peat”, Proceeding 7th Danube European Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, Kiszyniow, pp. 113-117 2. Landva, A.O dan La Rochelle, P., 1983. “Compressibility and shear strength

characteristics of Radforth Peats”. In: P.M Jarret (ed.), Testing of Peats and Organics Soils, ASTM STP 820, pp 157-191.

3. Narasimha Rao., Prasad, Y.V.S.N., dan Shetty, M.D, . 1991. The Behavior of Model Screw Pondasi tiangs in Cohesive Soils. Soil and Foundations, Vol. 31, No. 2, pp. 35-50 4. Sprince dan Pakrastinsh, 2010. "Helical Pondasi tiang Behaviour and Load Transfer

Mechanism in Different Soils", The 10th International Conference, Faculty Of Civil Engineering, Vilnus Gediminas Technical University. Vilnus Lithuania, 2010.

5. Tappenden, Kristen M.,2007. "Predicting the Axial Capacity of s Installed in Western Canadian Soils", A thesis Faculty of Graduate Studies and Research in partial fulfillment of the requirements for the degree of Master Of Science In Geotechnical Enginering, Edmonton, Alberta Spring 2007.

6. Weech, dan Howie, 2010. ”Helical Pondasi tiangs in Soft Sensitive Soil – A field Study of Disturbance Effects On Pondasi tiang Capacity”

7. Woodcock, J., 2012. "Finite Element Analysis of s". 1st Civil and Environmental Engineering Student Conference, 25-26 June 2012, Imperial College London.

8. Wust, AJ Raphael, Bustin, RM dan Lavkulich, LM, 2003. ‘New Classification system for tropical organic-rich deposits based on studies of the Tasek Bera Basin”, Malaysia, Catena53, Science Direct, p. 133-163.

9. Xuehui dan Jinming, Classification of peat and peatland, Proceding, Coal, Oil Shale, Natural Bitumen, heavy Oil and Peat, Vol. II.

(48)

41 | P a g e

(49)

42 | P a g e

A.

Progress Pelaksanaan Penelitian Tahap I

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan dan Kajian Pustaka

2 Pembuatan kolam pengujian, 6 x 2,5 x 3 meter

3 Pengisian kolam pengujian dengan tanah gambut,

tanah gambut diambil dari Kec. Tambang, Kab. Kampar Prop. Riau

4 Pembuatan portal penguji tekan

5 Pemasangan perlengkapan uji tekan dan tarik

6 Pembuatan pondasi tiang berulir

7 Melakukan uji tekan dan tarik, tunggal dan group

(50)

43 | P a g e

B.

Progress Keuangan Penelitian Tahap I

No Item pekerjaan Nama

perusahaan/person Kuitansi No. Tgl kuitansi Nilai Anggaran Keterangan

Rencana Realisasi

ongkos kirim CV. Mekanika Teknik Indonesia Bandung. Sdr. Aswin

03 10-Apr-15 8.700.000

2. Pembelian jacking + ongkos kirim CV. Mekanika Teknik Indonesia Bandung. Sdr. Aswin

01 20-Apr-15 4.000.000

3. Pembuatan pondasi tiang plat ulir, 34 buah; portal dan pemasangan angker

sdr. Wagimin 02 kontrak kerja

No. I

/SPKK/IV/2015, tanggal 5 Mei 2015.

31.350.000

4. Pembelian dial indicator + ongkos

kirim CV. Mekanika Teknik Indonesia Bandung. Sdr. Aswin

04 11-Mei-15 2.800.000

5. Pembuatan titian untuk pengujian,

upah + material sdr. Wagimin 05 20-Jun-15 2.500.000

(51)

44 | P a g e

No Item pekerjaan Nama

perusahaan/person Kuitansi No. Tgl kuitansi Nilai Anggaran Keterangan

Rencana Realisasi

05-Okt-15 2.000.000

7. Biaya makan dll - - 200.000

8. Pembuatan alat pembebanan

konsolidasi gambut CV. Mekanika Teknik Indonesia Bandung. Sdr. Aswin

12 25.000.000 Alat ini digunakan untuk

mengetahui perilaku penurunan gambut dalam menerima beban. Hal ini berkaitan dengan analisa pondasi tiang helikal

(52)

45 | P a g e

No Item pekerjaan Nama

perusahaan/person Kuitansi No. Tgl kuitansi Nilai Anggaran Keterangan

Rencana Realisasi

Proceding

2 Beli printer brother tipe DCP-T300 Jaya Mesin Pekanbaru 11 16-Okt-15 2.190.000

3 Biaya jurnal/ seminar seminar kedua atau

jurnal 13 5.000.000 Biaya ikut seminar kedua atau penerbitan ke jurnal akreditasi

4 Pembuatan laporan Fotokopi "Putra

Pambang" 14 1.000.000 Biaya pengadaan kertas, cartridge, flash disk, cd blank,

penjilidan

Subtotal biaya lain-lain 10.640.000 9.690.000

(53)

46 | P a g e

C.

Progress Mahasiswa S2

Penelitian hibah pasca tersebut melibatkan empat (empat) mahasiswa pasca sarjana teknik sipil. Kemajuan belajar mahasiswa pasca teknik sipil yang terlibat, sebagai berikut:

No. Nama mahasiswa S2 Keterangan

1 Ari Sibarani NIM 12 10247 137

1. Penulisan tesis sudah selesai, minggu pertama Desember 2015 direncanakan akan melaksanakan seminar hasil penelitian tesis.

2. Selanjutnya akhir Desember 2015 direncanakan maju sidang ujian akhir tesis.

3. Proses pembuatan jurnal terakreditasi nasional, direncanakan ke Jurnal Makara Teknologi Universitas Indonesia

2 Vonny Septimarna NIM 12 10247 147

1. Semua pengujian sudah selesai, saat ini tahap penulisan tesis dan analisa

2. Sekarang ini yang bersangkutan dalam kondisi hamil. 3 Mulyono Teknik Sipil UR masih akreditasi C. Sebagai PNS ini menyulitkan karena akreditasi C tidak diakui oleh BKN.

2. Semester depan rencana aktif kembali, dan langsung membuat dan maju proposal tesis. Insha Alloh, akreditasi telah berubah menjadi B.

(54)
(55)
(56)

49 | P a g e

D.

Dokumentasi Penelitian Tahap I

Gambar 1. Pemasangan angker, dipasang 5 angker pada sisi barat dan timur kolam pengujian

(57)

50 | P a g e

Gambar 3. Portal dilengkapi dengan jacking kapasitas maksimal 5 ton, fungsi jacking untuk menekan pondasi, diantara jacking dan pondasi dipasang proving ring, fungsi proving ring

untuk mengukur kekuatan daya dukung pondasi tiang.

(58)

51 | P a g e

Gambar 5 Pada awalnya uji tarik menggunakan peralatan extruder, namun dalam pelaksanaan pengujian alat ini mengalami puntir, sehingga alat ini terpaksa diganti.

(59)

52 | P a g e

(60)
(61)
(62)
(63)
(64)

Gambar

Tabel 2 1 Klasifikasi tanah gambut menurut tingkat dekomposisi (Von Post, 1924, dalam
Tabel 2.3 Klasifikasi didasarkan prosentase organik
Gambar 2.2 Pondasi Tiang  (a) tipe end-bearing dan (b) tipe floating
Gambar 2.3 Pengaruh jumlah plat terhadap daya dukung dan penurunan (Rao dkk,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang ada dosen yang melakukan izin belajar lebih lama dalam menempuh masa studi, oleh karena itu baiknya tugas belajar diutamakan agar dosen yang melakukan

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, maka peneliti ingin mengangkat permasalahan yang mencakup upaya pembentukan karakter peserta didik melalui implementasi

Kegelisahan filosofisnya ikhwal Tuhan, agama, makna hidup, dan perjuangan politik untuk menegakkan Daulah Islamiyah, yang kerap ia sodorkan lewat berbagai

Pembangunan dan peningkatan pelayanan sarana dan prasarana pengolahan air limbah pada kawasan permukiman. (B1) di

Menganalisis input, proses dan output usaha pengolahan ikan asin di Kelurahan Pondok Batu Kecamatan Sarudik Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara.. Menghitung besarnya

Berdasarkan hasil pemaparan rumusan masalah, data hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian, penulis menarik kesimpulan hasil pengukuran setelah dilakukan eksperimen terhadap

Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 95% kulit kelengkeng memiliki senyawa aktif tertentu yang toksik terhadap larva Artemia salina Leach, namun dengan

Alternatif ini menggunakan reverse osmosis , karbon aktif, mikrofiltrasi, dan ultraviolet untuk mengolah air efluen menjadi air bersih yang memenuhi parameter