• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Kuliah PKN Unsur budaya politi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Kuliah PKN Unsur budaya politi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

UNSUR-UNSUR BUDAYA POLITIK

Makalah Pendidikan Kewarganegaraan

Amir Fadhilah, M.Si.

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Bayu Baidlowi

Fitri Kamalia Putri

Muhammad Fauzan

Azima

Mutia Siti Muftianur

Nur Annisa

Reva Wijayanti

Revianto Pancasila Putra

Program Studi Ilmu Perpustakaan

Fakultas Adab dan Humaniora

(2)

A. Pendahuluan

Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.

Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.

Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain.

Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.

(3)

B. Pembahasan

Pengertian Budaya Politik

Budaya politik diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yng memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.

Pengertian Budaya Politik menurut para ahli :

1. Samuel Beer, budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaiman pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah.

2. Sidney Verba, budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekskpresif dan nilai-nilai yang menegaskansuatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.

3. Larry Diamond, budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negara mereka dan peran masing-masing individu dalam sistem itu.

4. Mochtar massoed. Budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.

5. Miriam Budiardjo, Budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada umumnya.

6. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr, Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga

kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :

Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem politik.

Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki

orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.

(4)

pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.

Dengan memahami pengertian budaya politik, kita akan memperoleh paling tidak dua mannfaat, yakni:

a. Sikap warga Negara terhadap system politik akan mempengaruhi tuntutan, tanggapan dukungan, serta orientasinya terhadap system politik itu.

b. Hubungan antara budaya politik dengan system politik atau factor – factor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat dimengerti

Komponen – Komponen budaya Politik

Menurut

Ranney, budaya politik memiliki dua komponen utama, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations )dan orientasi afektif (affective orientation). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe – tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen objek politik berikut :

a. Orientasi kognitif: berupa pengetahuan tentang kepercayaan pada politik, peranan, dan segala kewajiban serta input dan outputnya.

b. Orientasi afektif: berupa perasaan terhadap system politik, peranannya, para actor, dan penampilannya.

c. Orientasi evaluatif: berupa keputusan dan pendapat tentang objek – objek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria informasi dan perasaan.

Dengan menggunakan ketiga komponen orientasi tersebut, tentu saja kita dapat mengukur bagaimana sikap individu atau masyarakat terhadap sistem politik sebagai berikut.

Komponen Obyek Politik

Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Evaluatif Kita dapat menilai tingkat menolak sistem politik itu secara

keseluruhan. Keluarga dan

 Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, dan pasif)

(5)

 Budaya politik partisipatif (aktif)

Tipe-tipe Budaya politik

Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan

Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.

A. Budaya Politik Militan

Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.

B. Budaya Politik Toleransi

Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.

Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi

pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama.

Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan.

Budaya Politik terbagi atas :

Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut

Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan).

Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.

Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif

(6)

Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.

Berdasarkan Orientasi Politiknya

Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :

1. Budaya Politik Parokial

Budaya politik parokial ditandai dengan rendahnya minat, wawasan, serta partisipasi masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan politik dan penyelenggaraan pemerintahan. Contoh budaya politik parokial dapat ditemukan pada masyarakat pedalaman yang masih menganut sistem adat dan kepercayaan tradisional yang dipimpin oleh ketua adat dan para tetua.

Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni

partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :

1. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture) 2. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture) 3. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)

Mochtar Mas’ud dan Colin McAndrews mengklasifikasikan karakteristik budaya parokial sebagai berikut:

 Ruang lingkup yang kecil,

 Anggota masyarakat sama sekali tidak menaruh minat pada hal-hal yang berkaitan dengan politik dan pemrintahan,

 Tidak adanya peranan politik yang bersifat eksklusif,

 Anggota masyarakat tidak memiliki pengetahuan tentang adanya kewenangan pusat yang dikendalikan oleh pemerintah,

 Masyarakat tidak memiliki ekspektasi apapun terhadap sistem politik,

(7)

2. Budaya Politik Kaula (subyek political culture)

Budaya politik kaula (subjek),yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.

Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang

memadai tentang sistem politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.

Budaya politik kaula memiliki karakteristik sebagai berikut:

Masyarakat sadar akan adanya otoritas dari pemerintah,

Masyarakat cenderung patut terhadap aturan apapun yang dibuat pemerintah dan enggan memberikan kritik atau masukan terhadap penyelenggaraan pemerintahan serta

pembuatan kebijakan,

Sikap masyarakat yang cenderung pasif dalam berbagai kegiatan politik.

Tingkat ekonomi dan sosial masyarakat tergolong maju, namun partisipasi dalam kegiatan politik masih rendah.

3. Budaya Politik Partisipan

Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung.

Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.

Menurut Bronson dan kawan-kawan dalam bukunya Belajar Civic Education dari Amerika,beberapa karakter publik dan privat sebagai perwujudan budaya partisipan sebagai berikut:

A. Menjadi anggota masyarakat yang independen. Karakter ini meliputi :

a. Kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena keterpaksaan atau pengawasan dariluar;

b. Bertanggung jawab atas tindakan yang di perbuat;

(8)

B. Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan dibidang ekonomi dan politik. Tanggung jawab ini antara lain meliputi:

1. Memelihara atau menjaga diri;

2. Memberi nafkah dan merawat keluarga; 3. Mengasuh dan mendidik anak.

4. Menentukan pilihan (voting); 5. Membayar pajak.

6. Menjadi juri di pengadilan;

7. Melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing.

C. Mengembangkan fungsi demokrasi konstitusional secara sehat. Karakter ini meliputi: 1. Sadar informasi dan kepekaan terhadap unsur-unsur publik;

2. Melakukan penalahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional; 3. Memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembaga-lembaga publik agar

sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tadi;

4. Mengambil langkah-langkah yang di perlukan bila ada kekurangannya.

Berdasarkan penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di atas, dapat dibagi dalam tiga model kebudayaan politik sebagai berikut :

Model-Model Kebudayaan Politik

Demokratik Industrial Sistem Otoriter Demokratis Pra Industrial Dalam sistem ini cukup

Di sini jumlah industrial dan modernis sebagian kecil, yang ada, tetapi seba-gian besar

jumlah rakyat hanya menjadi subyek yang pasif.

Dalam sistem ini hanya terdapat sedikit sekali parti-sipan dan sedikit pula

keter-libatannya dalam peme-rintahan

Pola kepemimpinan sebagai bagian dari budaya politik, menuntut konformitas atau mendorong aktivitas. Di negara berkembang seperti Indonesia, pemerintah diharapkan makin besar

peranannya dalam pembangunan di segala bidang. Dari sudut penguasa, konformitas

menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan dari rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan, apalagi kritik. Jika pemimpin itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat menunjukkan kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, ada pula elite yang menyadari inisiatif rakyat yang menentukan tingkat pembangunan, maka elite itu sedang mengembangkan pola kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak mengekang kebebasan.

(9)

merupakan usaha percampuran politik dengan ciri-ciri keagamaan yang dominan dalam masyarakat tradisional di negara yang baru berkembang.

David Apter memberi gambaran tentang kondisi politik yang menimbulkan suatu agama politik di suatu masyarakat, yaitu kondisi politik yang terlalu sentralistis dengan peranan birokrasi atau militer yang terlalu kuat. Budaya politik para elite berdasarkan budaya politik agama tersebut dapat mendorong atau menghambat pembangunan karena massa rakyat harus menyesuaikan diri pada kebijaksanaan para elite politik.

SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK

Pengertian Umum

Sosialisasi Politik, merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input sistem politik yang berlaku di negara-negara manapun juga baik yang menganut sistem politik demokratis, otoriter, diktator dan sebagainya. Sosialisasi politik, merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada anggota masyarakat.

Keterlaksanaan sosialisasi politik, sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana seseorang/individu berada. Sosialsiasi politik, merupakan proses yang ber-langsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya. Pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap yang diperoleh seseorang itu membentuk satu layar persepsi, melalui mana individu menerima rangsangan-rangsangan politik. Tingkah laku politik seseorang berkembang secara berangsur-angsur.

Jadi, sosialisasi politik adalah proses dengan mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya, sekalipun hal ini mungkin bisa terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan pengingkaran terhadap legitimasi. Akan tetapi, apakah akan menuju kepada stagnasi atau perubahan, tergantung pada keadaan yang

menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak ada legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem politiknya, maka perubahan mungkin terjadi. Akan tetapi, apabila legitimasi itu dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tak mungkin yang dihasilkan stagnasi

Pengertian Menurut Para ahli

David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization” : Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.

(10)

generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.

Alfian : Mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati betul nilai-nilai yang

terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan perilaku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru. Dari pandangan Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni:

pertama: sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus-menerus selama peserta itu hidup.

Kedua: sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik secara tegas. Proses mana berlangsung dalam keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak politik langsung.

Dari sekian banyak definisi ini nampak mempunyai banyak kesamaan dalam mengetengah-kan beberapa segi penting sosialisasi politik, sebagai berikut.

1. Sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar dari pengalaman/ pola-pola aksi.

2. memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan kelompok dalam batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi, berkenaan pengetahuan atau informasi, motif-motif (nilai-nilai) dan sikap-sikap.

3. sosialisasi itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja saja (walaupun periode ini paling penting), tetapi sosialisasi berlangsung sepanjang hidup.

4. bahwa sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.

Jadi, walaupun kenyataan bahwa sosialisasi itu sebagian bersifat terbuka, sistematik dan disengaja, namun secar atotal adalah tidak realistis untuk berasumsi bahwa makna setiap

pengalaman harus diakui oleh pelakunya, atau oleh yang melakukan tindakan yang menyangkut pengalaman tersebut.

Proses Sosialisasi Politik

Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun.

(11)

1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi. 2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat

swasta dan pejabat pemerintah.

3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).

4. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.

Suatu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut :

1. Tradisi : terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dantradisi pada umumnya

2. Prestasi :ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial. 3. Pribadi :kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.

4. Penyesuaian diri; bergaul dengan balk, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketentraman.

5. Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.

6. Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.

Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik.

Adapun sarana alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain :

1) Keluarga (family)

Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah di dalam keluarga. Di mulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak, sering terjadi “obrolan” politik ringan tentang segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi tranfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.

2) Sekolah

Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang

mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah

memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.

3) Partai Politik

(12)

satu generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu men-ciptakan “image” memperjuangkan kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu.

Khusus pada masyarakat primitif, proses sosialisasi terdapat banyak perbedaan. Menurut Robert Le Vine yang telah menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat Daya: kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak tersentralisasi dan sifatnya patriarkis. Mereka mempunyai dasar penghidupan yang sama dan ditandai ciri

karakteristik oleh permusuhan berdarah. Akan tetapi, suku Neuer pada dasarnya bersifat egaliter (percaya semua orang sama derajatnya) dan pasif, sedangkan suku Gusii bersifat otoriter dan agresif. Anak dari masing suku didorong dalam menghayati tradisi mereka masing-masing.

4. Sosialisasi Politik dalam Masyarakat Berkembang

Masalah sentral sosiologi politik dalam masyarakat berkembang ialah menyangkut perubahan. Hal ini dilukiskan dengan jelas oleh contoh negara Turki, di mana satu usaha yang sistematis telah dilakukan untuk mempengaruhi maupun untuk mempermudah mencocokkan perubahan yang berlangsung sesudah Perang Dunia Pertama. Mustapha Kemal (Kemal Ataturk) berusaha untuk memodernisasi Turki, tidak hanya secara material, tetapi juga melalui proses-proses sosialisasi. Contoh yang sama dapat juga dilihat pada negara Ghana.

Menurut Robert Le Vine, terdapat 3 (tiga) faktor masalah penting dalam sosialisasi politik pada masyarakat berkembang, yaitu sebagai berikut :

1. Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka untuk “memodernisasi” keluarga tradisonal lewat industrialisasi dan pendidikan.

2. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai tradisonal. Namun, si Ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi dini dari anak.

3. Adalah mungkin pengaruh urbanisasi, yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional. Paling sedikitnya secara parsial juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai ke dalam daerah-daerah perkotaan, khususnya dengan pembentukan komunitaskomunitas kesukuan dan etnis di daerah-daerah ini.

5. Sosialisasi Politik dan Perubahan

Sifat sosialisasi politik yang bervariasi menurut waktu serta yangselalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya kontribusi, berkaitan dengan sifat dari pemerintahan dan derajat serta sifat dari perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci agensi-agensi utama dari sosialisasi politik Sebaliknya, semakin besar derajat perubahan dalam satu pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan politik, semakin kecil jumlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik itu.

Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional

(13)

mempunyai kebudayaan politik tersendiri. Amerika dan Inggris dicirikan oleh penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh suatu tingkatan partisipasi politik yang cukup tinggi dan oleh satu perasaan yang meluas di kalangan para responden bahwa mereka dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa sampai pada satu taraf tertentu.

Suatu faktor kunci di dalam konsep kebudayaan politik adalah legitimasi, sejauh mana suatu sistem politik dapat diterima oleh masyarakat. Legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari sistem politik atau dapat dibatasi dalam beberapa aspek. Seperti di Amerika Serikat, kebanyakan orang Amerika menerima lembaga presiden, kongres, dan MA, tetapi penggunaan hak-hak dari lembaga tersebut selalu mendapat kritik dari masyarakat.

6. Sosialisasi Politik dan Komunikasi Politik

Sosialisasi politik, menurut Hyman merupakan suatu proses belajar yang kontinyu yang

melibatkan baik belajar secara emosional (emotional learning) maupun indoktrinasi politik yang manifes (nyata) dan dimediai (sarana komunikasi) oleh segala partisipasi dan pengalaman si individu yang menjalaninya. Rumusan ini menunjukkan betapa besar peranan komunikasi politik dalam proses sosialisasi politik di tengah warga suatu masyarakat. Tidak salah jika dikemukakan bahwa segala aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai suatu proses sosialisasi bagi anggota masyarakat yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam aktivitas komunikasi politik tersebut.

Dalam suatu sistem politik negara, fungsi sosialisasi menunjukkan bahwa semua sistem politik cenderung berusaha mengekalkan kultur dan struktur mereka sepanjang waktu. Hal ini dilakukan terutama melalui cara pengaruh struktur-struktur primer dan sekunder yang dilalaui oleh anggota muda masyarakat dalam proses pendewasaan mereka. Menurut G. A. Almond, kata “terutama” sengaja digunakan karena dalam sosialisasi politik – seperti halnya belajar dalam pengertian yang umum – tidak berhenti pada titik pendewasaan itu sendiri, terlepas dari bagaimanapun batasannya pada masyarakat yang berbeda-beda.

Di dalam realitas kehidupan masyarakat, pola-pola sosialisasi politik juga mengalami perubahan seperti juga berubahnya struktur dan kultur politik. Perubahan-perubahan tersebut menyangkut pula soal perbedaan tingkat keterlibatan dan derajat perubahan dalam sub sistem masyarakat yang beraneka ragam.

Pada sisi lain, sosialisasi politik merupakan proses induksi ke dalam suatu kultur politik yang dimiliki oleh sistem politik yang dimaksud. Hasil akhir proses ini adalah seperangkat sikap mental, kognisi (pengetahuan), standar nilai-nilai dan perasaan-perasaan terhadap sistem politik dan aneka perannya serta peran yang berlaku. Hasil proses tersebut juga mencakup pengetahuan tentang nilai-nilai yang mempengaruhi, serta perasaan mengenai masukan tentang tuntutan dan

claim terhadap sistem, dan output otorotatif-nya.

(14)

Dalam proses sosialisasi politik kaitannya dengan fungsi komunikasi politik, berhubungan dengan struktur-struktur yang terlibat dalam sosialisasi serta gaya sosialisasi itu sendiri. Pada sistem politik masyarakat modern, institusi seperti kelompok sebaya, komuniti, sekolah, kelompok kerja, perkumpulan-perkumpulan sukarela, media komunikasi, partai-partai politik dan institusi pemerintah semuanya dapat berperan dalam sosialisasi politik. Kemudian perkumpulan-perkumpulan, relasi-relasi dan partisipasi dalam kehidupan kaum dewasa melanjutkan proses tersebut untuk seterusnya.

Almond, mengatakan bahwa sosialisasi politik bisa bersifat nyata (manifes) dan bisa pula tidak nyata (laten).

Sosialisasi Politik Manifes Sosialisasi Politik Laten Berlangsung dalam bentuk transmisi

informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input dan output

sistem politik.

Dalam bentuk transmisi informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input dan output mengenai

sistem sosial yang lain seperti keluarga yang mempengaruhi sikap terhadap peran, input dan output

sistem politik yang analog (adanya persamaan).

Dalam suatu bangsa yang majemuk dan besar seperti Indonesia, India, Cina dan sebagainya, informasi yang diterima oleh aneka unsur masyarakat akan berlainan karena faktor geografis baik yang di kota maupun di desa. Pada sebagian besar negara berkembang, pengaruh media masa (radio, surat kabar dan televisi) di pedesaan sangat terbatas. Oleh karena itu, pengaruh struktur-struktur sosial tradisional dalam menterjemahkan informasi yang menjangkau wilayah tersebut amatlah besar. Heterogenitas informasi ini memperkuat perbedaan orientasi dan sikap (attitude) diantara kelompok-kelompok yang mengalami sosialisasi primer yang amat berbeda dari kelompok ataupun teman sebaya.

(15)

Budaya politik yang berkembang di Indonesia

Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus di telaah dan di buktikan lebih lanjut, adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut :

 Konfigurasi subkultur di Indonesia masih aneka ragam, walaupun tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, kasta yang semuanya relatif masih rawan/rentan.

 Budaya politik Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak, di satu segi masa masih ketinggalan dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin di sebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial.

 Sikap ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang di kenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukaan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu; purutanisme dan non puritanisme dan lain-lain.

 kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat di sebutkan antara lain bapakisme, sikap asal bapak senang.

 Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.

Budaya Politik di Indonesia

1.

Adanya Sistem Hierarki yang Ketat

Sistem hierarki umumnya banyak ditemukan pada kelompok masyarakat atau suku yang menganut sistem patriarki seperti masyarakat Jawa. Hierarki pada masyarakat ini ditandai dengan adanya stratifikasi sosial yakni penguasa dan rakyat kebanyakan.

Kedua lapisan stratifikasi sosial tersebut dipisahkan oleh tatanan hierarki yang ketat, seperti pola perilaku dan cara berbicara.

Para penguasa atau golongan kelas atas dapat menggunakan bahasa yang kasar pada masyarakat golongan kedua. Sebaliknya, masyarakat golongan kedua dituntut untuk dapat mengendalikan tingkah laku dan cara bicara mereka saat berhadapan dengan golongan atas.

2. Kecenderungan Patronase

Kecenderungan patonase memiliki arti hubungan politik yang bersifat individual; contohnya dapat ditemukan pada hubungan antara patron dan klien. Patron merupakan istilah bagi golongan yang memiliki sumber daya berupa kekuasaan, jabatan, dan materi, sedangkan klien memiliki sumber daya yang berupa tenaga, loyalitas, dan dukungan. Patron memiliki sumber daya lebih besar sebab dapat menguasai klien dan menciptakan ketergantungan pada diri klien atas sumber daya berupa kuasa yang dimiliki patron.

3. Kecenderungan Neo-Patrimonisalistik

Budaya politik di Indonesia juga menunjukkan adanya kecenderungan ke arah

(16)

kemunculan ideologi modern seperti demokrasi beserta segala atributnya, salah satunya adalah birokrasi.

Ciri-ciri birokrasi modern tersebut di antaranya adalah:

 Adanya aturan-aturan yang mengatur sistem kerja sebuah organisasi serta perilaku para anggota masyarakatnya,

 Adanya posisi atau jabatan yang memiliki tanggung jawab dan sanksi tegas,

 Adanya strukutur hierarkis yang membagi kekuasaan dan wewenang dari posisi paling atas hingga paling bawah,

 Adanya anggota masyarakat yang dipekerjakan berdasarkan kualifikasi tertentu untuk mengelola organisasi dan segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan

pemerintahan.

Faktor Penyebab Berkembangnya Budaya Politik Di Indonesia

1. Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat

2. Tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi/sejahtera masyarakat maka partisipasi masyarakat pun semakin besar

3. Reformasi politik/political will (semangat merevisi dan mengadopsi system politik yang lebih baik.

4. Supremasi hukum (adanya penegakan hukum yang adil,independen,dan Bebas) 5. Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai control sosial,bebas,dan

mandiri)

Dampak Perkembangan Budaya Politik

Perkembangan budaya politik yang dialami oleh masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia sejak tahun 1945 sampai sekarang dijumpai berbagai dampak positif maupun negatif.

Dampak Positif Akibat Perkembangan Budaya Politik a) Bagi Negara-Pemerintah

 Semakin transparan dalam membuat dan melaksanakan kebijakan,  Tidak sewenang-wenang terhadap rakyat

 Aspiratif terhadap kepentingan rakyat,

 Penataan kembali suprastruktur politik secara profesional,  Memperoleh berbagai input dari pihak infrastruktur politik.

b) Bagi Masyarakat

 Merasa puas dalam menyampaikan input kepada pihak pemerintah,

(17)

 Tumbuh kesadaran untuk membudayakan politik yang benar,

 Menambah wawasan di bidang politik-demokrasi,

 Meningkatnya semangat dalam mengekspresikan budaya politik.

Dampak Negatif/Resiko Akibat Perkembangan Budaya Politik a) Bagi Negara-Pemerintah

 menggoyahkan pendirian dalam membuat kebijakan,  Pelaksanaan kebijakan politik menjadi telambat/terhambat,  Sulitnya menampung aspirasi rakyat yang sangat kompleks,  Beratnya mengatasi masalah keamanan yang selalu rawan,  Sulitnya anggaran untuk memenuhi seluruh tuntutan rakyat.

a) Bagi Masyarakat

 Ketidakpuasan atas sikap pemerintah yang pasif,

 Banyaknya pengorbanan dalam upaya pembaharuan budaya politik,

 Mereka yang awam semakin sulit menyesuaikan diri,

 Dapat mengabaikan dirinya jika terlalu fanatik politik,

 Dapat menimbulkan kekacauan jika berpolitik secara emosional

PENUTUP

Berdasarkan uraian makalah diatas, maka dapat kita tarik beberapa kesimpulan. Diantaranya adalah Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Selain itu beberapa ahli juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian budaya politik.

Kita juga dapat mengetahui tipe tipe dari budaya Politik. Baik .Dilihat berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan ataupun Dilihat Berdasarkan Orientasi Politiknya. Selain itu kita juga dapat mengetahui pengertian dari sosialisasi politik. Sosialisasi Politik adalah salah satu dari fungsi-fungsi input sistem politik yang berlaku di negara-negara manapun juga baik yang menganut sistem politik demokratis, otoriter, diktator dan sebagainya. Dan juga ada beberapa pendapat para ahli mengenai sosialisasi politik ini.

Melalui makalah ini kita juga dapat menyimpulkan bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam budaya politik, selain itu kita juga dapat mengetahui faktor penyebab berkembangnya budaya politik di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

 https://www.academia.edu/9986587/Makalah_Budaya_Politik

 https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_politik

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan memanfaatkan sumber informasi ini dengan tujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor teknologi dari sejumlah besar paten dan memperoleh

[r]

Peranan aparatur Puslitbang SDA menentukan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat akan memberikan tanggapan-tanggapan atau persepsi baik buruknya

Demikian dikatakan Direktur Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna, Johan Susmono dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kasubdit, A Susesno ketika membuka acara TOT

Lukas menunjukkan hubungan peristiwa Yesus memberi makan lima ribu orang itu dengan kenyataan Kerajaan Allah dan kesembuhan utuh dalam diri Yesus yang bangkit yang

Takayasu arteritis disebut juga dengan penyakit tanpa nadi (  p ulseless disease) adalah  penyakit inflamasi kronik mengenai pembuluh darah besar terutama aorta dan

Melihat pengertian strategi dan positioning menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa strategi positioning merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membentuk

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas tersusunnya tulisan yang berjudul Pelaksanaan dan Pe- nerimaan Program Keluarga Berencana Pada Masyarakat