• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FUNGSI VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DI

DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

DENGAN RACUN BERDASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 8

TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

ACARA PIDANA

Oleh :

Belinda Carissa Santoso

(2)

BAB I

PENDAHULUHAN

1.1 Latar Belakang

Tindak pidana pembunuhan dengan menggunakan racun merupakan suatu kejahatan atau tindak pidana yang cukup jarang terjadi,tapi beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia mendapat perhatian yang sangat besar dikalangan masyarakat.Tentu kita sangat mengenal nama ini yaitu, Munir Said Thalib dan Wayan Mirna Salihin yang merupakan salah satu korban dalam kejahatan tersebut.Tindak pidana pembunuhan dengan racun ini termasuk ke dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Adapun dalam KUHP Pasal 340 soal pembunuhan berencana menyatakan ; "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."

Jika mempelajari sejarah, jenis tindak pidana/kejahatan ini sudah ada sejak dulu,Sebagai contoh nyatanya,

(3)

Melarikan diri ke Turki menyusul anak-istrinya yang telah meninggalkan Rusia dengan visa turus, kemudian ke Inggris dan meminta suaka di sana.Pada Oktober 2006, Litvinenko mendapatkan kewarganegaraan Inggris. Selama di pelarian dia mengkritik pemerintahan rezim Presiden Vladimir Putin, mengklaim tuduhan bahwa bekas PM Italia Romano Prodi adalah orang KGB di Italia.Pada November 2006, Litvinenko mendadak sakit hingga meninggal. Scotland Yard menyelidiki kemungkinan Litvinenko diracun dengan talium yang bersimbol kimia Ti. Talium bisa larut dalam air, tidak berwarna, tidak berbau, menjadi salah satu bahan dalam racun tikus. Gejala keracunan adalah kerontokan rambut dan merusak syaraf tepi. Ada foto yang dirilis bahwa Litvinenko mengalami kebotakan”.1

“Stepan Bandera adalah politisi Ukraina, pemimpin gerakan nasionalis Ukraina. Dia bekerja sama dengan Nazi pada 1939-1941, kemudian dipenjara oleh Nazi pada 1941 dan dibebaskan pada 1944. Pada 15 Oktober 1959, Bandera mendadak sakit di Munich, Jerman, dan meninggal sesaat kemudian. Pemeriksaan medis menyatakan penyebab kematian Bandera adalah gas sianida.2 Tahun kemudian, 17 November 1961, pengadilan Jerman mengumumkan bahwa Bandera dibunuh oleh agen KGB Bohdan Stashynsky, atas suruhan Kepala KGB Alexander Shelepin dan PM Uni Soviet Nikita Khrushchev. Sidang yang berlangsung pada 8-15 Oktober 1962 di Jerman ini membuktikan bahwa Dinas Rahasia Soviet berada di balik pembunuhan Bandera”.2

“Yuri Petrovich Shchekochikhin adalah jurnalis investigatif Rusia, yang juga seorang penulis dan pengacara liberal di parlemen Duma, yang mengawasi kinerja eksekutif, legislatif dan yudikatif. Yuri menulis tentang perlawanan terhadap korupsi dan kriminal terorganisasi. Buku nonfiksinya berisi tentang informan-informan agen rahasia Uni Soviet, KGB, yang sekarang bernama FSB.Yuri yang bekerja di koran oposisi Novaya Gazeta, juga menginvestigasi pengeboman apartemen yang diduga didalangi agen rahasia Rusia karena berhubungan dengan 3 kasus korupsi besar sekaligus pencucian uang yang melibatkan pejabat FSB.Yuri meninggal secara mendadak pada Juli 2003, beberapa hari sebelum dia berangkat ke Amerika Serikat (AS) untuk bertemu penyidik FBI. Yuri diduga meninggal karena penyakit misterius. Sebelum meninggal, Yuri mengeluhkan kelelahan, bercak-berak merah yang muncul di kulit, kegagalan organ-organ tubuh dan kebotakan. Dia sempat dirawat di RS yang dikontrol oleh FSB.Teman Yuri, Kirril Kaganov, mantan anggota FSB yang bepergian dengannya sebelum meninggal mengatakan, "Secara pribadi saya menghubungi koneksi saya di agen rahasia, dan mengatakan 90 persen Yuri diracuni dengan talium".3

1 http://news.detik.com/berita/1969474/9-tokoh-di-dunia-yang-tewas-diracun/5, diakses pada tanggal 5 Mei 2016 Pukul 15.00 WIB

(4)

“Asser Arafat, pemimpin PLO Palestina yang pernah memperoleh Nobel Perdamaian atas perjuangannya untuk perdamaian Palestina selama hampir 4 dekade ini, meninggal dunia pada 11 November 2004 setelah menjalani perawatan beberapa minggu di rumah sakit. Arafat menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit militer Percy di Paris pada usia 75 tahun. Saat itu dikabarkan bahwa Arafat meninggal akibat penyakit misterius. Beredar spekulasi juga bahwa Arafat tewas diracun dan pihak Israel dituding sebagai dalang utama di balik kematian Arafat.Hasil penelitian terbaru menyebutkan bahwa mantan pemimpin Palestina itu tewas akibat diracun zat kimia jenis Polonium yang mengandung radioaktif. Hasil tersebut disampaikan oleh pakar radiofisika dari Univeritas Lausanne, Swiss, Francois Bachud. Bochud melakukan penelitian laboratorium di Swiss terhadap sampel biologis yang diambil dari benda-benda peninggalan mendiang Arafat”.4

Dari beberapa tokoh-tokoh sejarah tersebut tentu dapat di simpulkan bahwa tindak pidana pembunuhan dengan Racun biasa dipergunakan untuk membunuh orang-orang yang berpengaruh,baik di pemerintahan negara,maupun kalangan petinggi negara,termasuk juga aktivis masyarakat.Seringkali tindak pidana pembunuhan yang menggunakan media racun sulit utuk diungkap, tentunya karena berbagai faktor,salah satu penyebabnya adalah karena sulitnya ditemukan alat bukti yang kuat dalam tindak pidana ini,yang jelas berbeda dengan tindak pidana pembunuhan dengan benda tajam,atau dengan senjata api.karena dalam kasus-kasus tindak pidana pembunuhan dengan racun seringkali tidak ditemukan alat bukti ataupun tanda-tanda jelas di tubuh korban jika dilihat secara kasat mata.

Alat bukti tentu diperlukan didalam pemeriksaan atau pembuktian terhadap suatu perkara pidana. Alat bukti yang digunakan dalam pembuktian tindak pidana pembunuhan dengan media racun haruslah alat bukti yang dapat menimbulkan suatu

3 Ibid., hlm.8.

(5)

keyakinan bagi hakim bahwa korban tersebut telah dibunuh dengan menggunakan Racun.karena pemeriksaan suatu perkara pidana pada hakikatnya adalah untuk

menemukan kebenarn materiil,tahapannya pun mulai dari

penyelidikan,penyidikan,penuntutan,pemeriksaan di pengadilan agar mengetahui putusan pidana apa yang paling tepat untuk diambil.Jadi keberadaan Alat bukti merupakan suatu hal yang penting keberadaannya,

Sebagaimana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 184 Ayat (1) menyatakan :

Alat bukti yang sah ialah :

1.Keterangan saksi ;

2.Keterangan Ahli ;

3.Surat ;

4.Petunjuk ;

5.Keterangan Terdakwa.

(6)

menganggap perlu,Ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”. Berdasar Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Hakim baru dapat menjatuhkan pidana apabila telah ada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang dapat membentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa. Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarakan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan dalam persidangan.

Menurut Hermien Hadiati Koeswadji yang dikutip dari Y.A Triana Ohoiwutun, dalam bukunya yang berjudul Profesi Dokter dan Visum Et Repertum(Penegakan Hukum dan Permasalahannya)menyatakan bahwa,“Hakim tidak wajib meyakini Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter dalam memeriksa perkarapidana, dan hakim berwenang sepenuhnya untuk meminta penjelasan dokter secara lisan di persidangan.Apabila keterangan dokter dikategorikan sebagai alat bukti keterangan ahli,maka dalam hokum pidana keterangan ahli itu mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas,dalam hal ini hakim bebas menilai dan tidak ada keharusan untuk menerima kebenaran keterangan ahli yang diberikan oleh saksi ahli”.5

Pengetahuan, pendidikan dan pengalaman dari seseorang ahli dalam suatu bidang khusus jauh lebih luas daripada orang yang tidak bergelut dalam dunia tersebut. Dalam hal ini di Bidang Toksikologi.Bantuan ahli tersebut adalah dokter ahli dalam kedokteran kehakiman (forensik) yang berkaitan erat dengan Ilmu Kedokteran Kehakiman. Ilmu kedokteran kehakiman berperan dalam hal menentukan hubungan antara suatu perbuatan dengan akibat yang akan timbul dari perbuatan tersebut, baik yang menimbulkan akibat luka pada tubuh, atau yang menimbulkan gangguan

(7)

kesehatan, atau yang menimbulkan matinya seseorang, di mana akibat-akibat tersebut patut diduga ada karena terjadinya tindak pidana sebelumnya.

Dokter ahli dalam kedoteran kehakiman (forensik) akan membuat laporan berupa visum et repertum, yang dituangkan secara tertulis ke dalam surat hasil pemeriksaan medis untuk tujuan peradilan. Menurut Karjadi dan Soesilo yang dikutip dari Y.A Triana Ohoiwutun,dalam bukunya yang berjudul Profesi Dokter dan Visum Et Repertum(Penegakan Hukum dan Permasalahannya)menyatakan bahwa,“dokter juga seorang ahli kesehatan yang dalam perkara penganiayaan dan pembunuhan (yang menerangkan tentang besar kecilnya luka atau tentang sebab kematian korban).Dalam pemeriksaan perkara oleh penyidik,dokter sebagai seorang ahli harus tunduk pada Pasal 120 KUHAP , yaitu untuk melaksanakan pembuatan surat keterangan yang disebut Visum et Repertum”6

Visum et Repertum sendiri merupakan alat bukti yang cukup kuat untuk menggali kebenaran materiil di dalam kasus-kasus pembunuhan,terutama pembunuhan dengan menggunakan media racun.Menurut Y.A. Triana Ohoiwutun,dalam bukunya yang berjudul Profesi Dokter dan Visum Et Repertum(Penegakan Hukum dan Permasalahannya)menyatakan bahwa, “Istilah Visum et Repertum tidak disebutkan dalam KUHAP,tetapi terdapat dalam Stbl. Tahun 1937 No.350 Tentang Visa Reperta. Visa Reperta merupakan Bahasa Latin.Visa berarti Penyaksian atau pengakuan telah melihat sesuatu; dan reperta berarti Laporan.Dengan demikian,Apabila diterjemahkan secara bebas berdasarkan arti kata, Visa reperta, berarti laporan yang dibuat berdasarkan penyaksian atau pengakuan telah melihat sesuatu”.7

Jadi sesuai Ketentuan Staatsblad tahun 1937 nomor 350 “Visum et Repertum

adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan atas permintaan yang berwenang,

yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada

pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta

berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya”.

6 Ibid., hlm.14.

(8)

Begitu pula sesuai ketentuan pasal 133 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana yang menentukan bahwa: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan

peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang

diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan

permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau

ahli lainnya”.

Berdasarkan uraian latar belakang ini, penulis tertarik untuk membahas lebih

mendalam mengenai hal tersebut ke dalam bentuk tulisan ilmiah,sekaligus untuk

melengkapi tugas mata kuliah Metode Penelitian Hukum.

1.2 Rumusan Masalah

1.Apakah fungsi/Kekuatan Visum et repertum sebagai alat bukti di dalam proses peradilan pidana terutama pada kasus pembunuhan dengan racun berdasar Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana?

1.3 Tujuan Penelitian

(9)

2. Untuk menelaah secara khusus mengenai Visum et Repertum serta peran Kedokteran Kehakiman didalam Tindak Pidana pembunuhan dengan menggunakan Racun;

3.Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian Mata Kuliah Metode Penelitian Hukum.

1.4 Metode Penelitian

Penulis didalam memecahkan permasalahan ini akan menggunakan penelitian yuridis normative,dengan menggunakan pendekatan conceptual approach serta statue approarch.Bahan Hukum yang digunakan adalah Bahan hukum Primer serta Bahan Hukum sekunder yang merupakan peraturan perundang-undangan, serta Literatur-Literatur yang didapat melalui Studi kepustakaan.

-Bahan Hukum Primer : Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,Undang Undang nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran literasi bermuatan anti kekerasan berbasis gender (KBG) berfokus pada dua hal yaitu (1) mengembangkan modul literasi fungsional bermuatan anti kekerasan yang

penelitian yang dilakukan dengan cara menjelaskan data-data yang ada yaitu tentang kebijakan pemerintah Indonesia dalam menyikapi tindakan penyadapan oleh Australia

Walaupun interaksi antara ruang, frekuensi, dan volume penyiraman tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, tetapi dengan uji Tukey (taraf 5%) menunjukkan bahwa pada

Kanazawa et a1 .(1992) mencatat bahwa kandungan vitamin C dihati benih ikan ekor kuning yang diberi pakan dengan suplementasi L-askorbil-2-phosphate magnesium lebih

Pemasakan Pencampuran II Mustard Pencampuran III Kuning telur Pencampuran IV Minyak zaitun, cuka apel Pengisian Jar Steril Mayonaise..  Minyak na*ati yang #ipakai yaitu minyak

Dikhawatirkan usaha yang ada akan kalah bersaing dengan UKM di daerah lain yang mana pemerintah daerahnya telah memiliki database pusat- pusat informasi

11; Diingatkan pula bahwa orang yang sakit sebaiknya berkeyakinan bahwa penyakit yang diberikan Allah SWT kepadanya merupakan rahmat yang besar. Dengan pikiran yang jernih, insya

Suhu reaksi cukup berpengaruh terhadap pembentukan bilangan oksiran pada epoksi yang dihasilkan, semakin tinggi suhu reaksi, maka semakin besar pula nilai oks iran