• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PERSEDIAAN JIT QUALITY COSTING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN PERSEDIAAN JIT QUALITY COSTING"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PERSEDIAAN JIT, QUALITY COSTING, DAR TARGET COSTING

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen

Dosen Pengampu:

Supami Wahyu Setyowati, SE.,MSA

Disusun Oleh :

Amin Satriyo Mei Cahyo 13510043 Rizaldi Umar Sidiq 13510125

M. Fahrudin 13510135

Akhmad Muzaki 13510141 Umi Nafisah Rahmawati 13510154 Rofi Nesti Rahayu 13510160

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

(2)

A. Manajemen Persediaan JIT

Perubahan lingkungan tradisional ke pemanufakturan maju yang diikuti dengan persaingan tajam bahkan berlevel global mengakibatkan system manajemen dengan pendekatan tradisional yang berbasis Economic Order Quantity (EOQ) dan metode minimal-maksimal tidak cocok lagi dalam lingkungan yang baru sehingga mendorong perusahaan menggunakan Just In Time (JIT).

Dalam kondisi ideal, perusahaan yang menjalankan JIT akan membeli bahan baku hanya untuk kebutuhan hari itu saja. Perusahaan tidak memiliki persediaan barang dalam proses pada akhir hari tersebut, dan semua barang jadi yang diselesaikan hari itu telah dikirimkan ke konsumen begitu produksi selesai. Dengan demikian, JIT berarti bahan baku yang diterima segera masuk ke proses produksi, bahan-bahan produksi yang lain segera digabungkan dan dikerjakan, dan produk yang telah jadi segera dikirimkan ke konsumen

Manufaktur JIT (Just in itme manufacturing) adalah suatu system berdasarkan tarikan permintaan yang membutuhkan barang untuk ditarik melalui system oleh permintaan yang membutuhkan barang untuk ditarik melalui system oleh permintaan yang ada, bukan didorong kedalam system pada waktu tertentu berdasarkan permintaan yang diantisipasi. Kebanyakan restoran cepat saji, seperti McDonalds, menggunakan system tarikan untuk mengontrol persediaan barang jadi mereka. Ketika seorang pelanggan memesan hamburger, maka hamburger itu diambil dari rak. Ketika jumlah hamburger mulai menipis maka juru masak mulai memasak hamburger yang baru. Permintaan pelanggan manarik seluruh bahan baku melalui system. Prinsip yang sama digunakan dalam mengatur proses produksi sehingga setiap operasi memproduksi produk yang diperlukaan untuk memuaskan permintaan dari operasi yang mendahuluinya.

JIT memiliki dua tujuan strategis yaitu: Untuk meningkatkan laba, dan memperbaiki posisi bersaing perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai dengan mengendalikan biaya, memperbaiki kinerja pengiriman, dan meningkatkan kualitas1.

Just In Time merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya. Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (full system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta.

(3)

filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan2.

Perusahaan yang menerapkan Just In Time (JIT) akan mendapatkan keuntungan antara lain : a) modal kerja dapat ditunjang dengan adanya persediaan karena pengurangan-pengurangan biaya persediaan, b)lokasi yang tadinya untuk menyimpan persediaan dapat digunakan untuk aktivitas lain sehingga produktivitas meningkat.ik, c) waktu untuk melakukan aktivitas produksi berkurang, sehingga dapat menghasilkan jumlah proudk lebih banyak dan lebih cepat merespon konsumen.dan d) tingkat produk cacat berkurang, menakibatkan penghematan dan kepuasan konsumen meningkat.

1. Prinsip Dasar Just in Time

Konsep dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. Prinsip dasar Just In Time adalah peningkatan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan dengan memperkecil pemborosan. Terdapat empat aspek pokok dalam konsep Just In Time yaitu:

a. Menghilangkan semua aktifitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan value terhadap produk atau jasa yang dihasilkan

b. Menjaga kualitas barang yang diproduksi.

c. Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi (continuous improvement).

d. Menyederhanakan aktivitas produksi dengan minimalisir biaya penyimpanan persediaan

Intinya bahwa konsep just in time langsung di terapkan secara keseluruhan dari persediaan itu, yakni mulai dari proses pembelian sampai dengan digunakan untuk proses produksi barang. Perusahaan yang menggunakan pembelian Just In Time akan dapat menekan

hidden cost yang berhubungan dengan menahan tingkat persediaan yang tinggi. Biaya tersembunyi ini meliputi jumlah ruang penyimpanan yang lebih besar dan biaya pemeliharaan persediaan digudang3.

Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada tujuh prinsip yang harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu3:

1. Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk

Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan

2 Rizki Mahrira. Manajemen Persediaan.2013

(4)

utamanya untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja (Just in Time), untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stock serta untuk menekan biaya penyimpanan (holding cost).

2. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (Lot Size) yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan permintaan pasar.

3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)

Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target produksi.

4. Perbaikan aliran produk secara terus menerus.

(Continous Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material handling, dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi.

5. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)

Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan dan dikoreksi sedini mungkin. 6. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)

Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu.

7. Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate Contigencies)

(5)

secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadualan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminir dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan formulasi model peramalannya.

Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek, melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi justru akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar. 2. Karakteristik JIT

a. Tata letak pabrik

Jit mengganti tata letak pabrik dengan sel manufaktur yang terdiri dari mesin mesin yang dikelompokkan dalam kumpulan, biasanya dalam bentuk setengah lingkaran. Mesin-mesin diatur sehingga mereka dapat digunakan untuk melakukan berbagai operasi secara berurutan.

b. Pengelompokan dan pemberdayaan karyawan

Para karyawan diberikan suatu tingkat partisipasi yang lebih tinggi dalam manajemen organisasi. Masukan pekerja dipandang dan digunakan untuk memperbaiki proses produksi. Para manajer akan bertindak lebih sebagai fasilitator daripada sebagai seorang supervisor.

c. Total Quality Control

TQC pada intinya adalah suatu pengejaran tanpa henti untuk kualitas yang sempurna, usaha untuk mendapatkan suatu desain produk dan proses manufaktur tanpa cacat. d. Ketertelusuran Biaya Overhead

JIT pada umumnya menurunkan persediaan hingga tingkat yang sangat rendah. JIT menolak untuk menggunakan persediaan sebagai pemborosan namun sbagai solusi dari masalah-masalah ini. Bahkan, persediaan tidak hanya dipandang sebagai pemborosan namun dipandang sebagai suatu yang langsung berhubungan dengan kemampuan perusahaan untuk bersaing4.

3. Biaya Persiapan dan Penyimpaan Pendekatan JIT

(6)

JIT merupakan pendekatan untuk meminimalkan total biaya penyimpanan dan biaya persiapan yang sangat berbeda dari pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional mengakui keberadaan persiapan dan kemudian menentukan kuantitas pesnan. JIT tidak menerima biaya persiapan (atau pemesanan), JIT mencoba menekan biaya-biaya sampai nol. Jika biaya persiapan dan biaya pemesanan menjadi tidak signifikan, maka biaya yang tersisa untuk dikurangi adalah biaya penyimpanan, yang dicapai dengan mengurangi persediaan sampai ke tingkat yang sangat rendah5.

Perbandingan manufaktur JIT dengan tradisional :

JIT Tradisional

1. - Sistem tarik

2. - Persediaan tidak signifikan 3. - Pemasok kecil

4. - Kontrak pemasok jangka panjang 5. - Struktur selular

Kontrak Jangka Panjang, Pengisian Kembali yang Berkelanjutan, Pertukaran Data Elektronik dan JIT II. Dengan pengisian kembali berkelanjutan, pembuat barang mengambil alih fungsi manajemen persediaan pengecer. Pembuat barang memberitahu pengecer kapan dan berapa banyak persediaan yang harus dipesan kembali.

Pertukaran data elektronik adalah suatu bentuk awal dari perdagangan elektronik yang pada intinya adalah suatu metode terotomatisasi dari pengiriman informasi dari komputer ke komputer.Pengaturan bersama sering didukung dengan kontrak terbuka, jangka panjang yang dianggap sebagai suatu kontrak abadi. Kontrak abadi tidak memiliki tanggal berakhir, tidak membutuhkan penawaran ulang, sehingga menurunkan resiko permintaan bagi pemasok. 4. Kierja Jatuh Tempo Solusi JIT

Kinerja jatuh tempo adalah ukuran kemampuan perusahaan untuk menanggapi kebutuhan pelanggan. Sistem JIT memcahkan masalah kinerja jatuh tempo bukan dengan menimbun persediaan, tetapi dengan mengurangi tenggang waktu secara

(7)

dramaris. Tenggang waktu yng lebih singkat akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi tanggal penyerahan dan merespon dengan cepat permintaan pasar. Jadi daya saing perusahaan dapat meningkat.

5. Menghindari Penghentian Produksi Dan Keandalan Proses

Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan : kegagalan mesin, kecacatan bahan baku atau subperakitan, dan ketidaktersediaan bahan baku atau subperakitan. Memiliki persediaan adalah suatu solusi tradisional atas semua masalah tersebut6.

a. Pemeliharaan Pencegahan Total. Kegagalan mesin nol adalah tujuan pemeliharaan pencegahan total. Dengan memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan pencegahan, sebagian besar kegagalan mesin dapat dihindari.

b. Pengendalian Kualitas Total. Masalah komponen yang cacat dengan berusaha mencapai tingkat kerusahan nol. Karena manufaktur JIT tidak mengendalikan persediaan untuk menggantikan komponen atau bahan yang rusak, maka penekanan pada kualitas baik untuk bahan baku yang diproduksi secara eksternal meningkat dengan tajam.

c. Sistem Kanban. Untuk menjamin bahwa komponen atau bahan baku tersedia ketika dibutuhkan, digunakan sebuah sistem yang disebut sistem kanban. Ini adalah sebuah sistem informasi yang mengendalikan produksi melalui penggunaan tanda atau kartu. Kanban penarikan merinci kuantitas proses berikutnya yang harus ditarik dari proses sebelumnya. Kanban produksi merinci kualitas yang harus diproduksi oleh proses sebelumnya. Kanban pemasok digunakan untuk memberitahukan pemasok agar menyerahkan lebih banyak komponen; dan juga merinci komponen tersebut dibutuhkan.

6. Diskon dan Kenaikan Harga : Pembelian JIT versus Menyimpan Persediaan

Secara tradisional, persediaan disimpan sehingga perusahaan dapat mengambil keuntungan diskon kuantitas dan melindungi diri dari kenaikan harga di masa mendatang atas barang yang dibeli. Tujuannya adalah untuk menurunkan biaya persediaan. Sistem JIT mencapai tujuan yang sama tanpa harus menyimpan persediaan. Solusi JIT adalah menegosiasikan kontrak jangka panjang dengan sejumlah kecil pemasok terpilih yang

(8)

berlokasi sedekat mungkin dengan fasilitas produksi dan membangun keterbatasan pemasok secara lebih intensif.

7. Keterbatasan JIT

JIT bukan merupakan pendekatan yang dapat dibeli dan diterapkan dengan hasil segera. Implementasinya merupakan proses evolusioner, bukan revolusioner. Di sini dibutuhkan kesabaran. JIT sering kali disebut sebagai program penyederhanaan – namun ini bukan berarti ia mudah atau sederhana untuk diterapkan.

Pekerja juga dapat terpengaruh oleh JIT. Dari studi yang dilakukan terlihat bahwa pengurangan dan peyangga persediaan secara tajam dapat menyebabkan arus kerja yang terpecah dan tingkat stress yang tinggi diantara para pekerja produksi. Kekurangan yang paling menonjol dari JIT adalah tidak adanya persediaan untuk menyangga berhentinya produksi. Pilihan lain, yang mungkin sebagai pendekatan pelengkap, adalah teori kendala (TOC).

Teori Kendala

Setiap perusahaan menghadapi sumber daya yang terbatas dan permintaan yang terbatas atas setiap produk. Keterbatasan-keterbatasn ini disebut kendala7.

Konsep Dasar

TOC memfokuskan pada tiga ukuran kinerja organisasi : throughput, persediaan, dan beban operasi. Throughput adalah tingkat di mana suatu organisasi menghasilkan uang melalui penjualan. Dalam istilah operasional, throughput adalah selisih antara pendapatn penjualan dan biaya variabel tingkat unit seperti bahan baku dan listrik. Persediaan adalah seluruh uang yang dikeluarkan organisasi dalam mengubah bahan baku menjadi throughput. Beban operasi disefinisikan sebagai seluruh uang yang dikeluarkan organisasi untuk mengubah persediaan menjadi throughput.

Produk yang Lebih Baik. Produk yang lebih baik berarti kualitas yang lebih tinggi. Hal ini juga berarti bahwa perusahaan mampu memperbaiki produk dan menyediakan produk yang sudah diperbaiki tersebut secara cepat ke pasar.

Harga yang Lebih Rendah. Persediaan yang rendah akan mengurangi biaya penyimpanan, biaya investasi per unit, dan beban operasi lainnya seperti lembur dan beban pengiriman khusus. Harga yang lebih rendah atau margin produk yang lebih tinggi dapat saja terjadi jika kondisi kompetitif tidak memerlukan pemotongan harga.

Daya Tanggap. Tingkat persediaan menandakan kemampuan perusahaan untuk merespon. Tingkat yang tinggi secara relatif terhadap pesaing akan mengakibatkan kelemahan

(9)

kompetitif. Dengan kata lain, TOC menekankan pengurangan persediaan dengan mengurangi teggang waktu.

Langkah-langkah TOC.

Teori kendala menggunakan lima langkah untuk mencapai tujuan memperbaiki kinerja organisasi8 :

1. Mengidentifikasi kendala(-kendala) perusahaan. 2. Mengeksploitasi kendala(-kendala) yang mengikat.

3. Mensubordinasi apa saja yang lain dari keputusan yang dibuat pada langkah 2. 4. Mengangkat kendala(-kendala) yang mengikat.

5. Mengulangi proses. Contoh Penerapan JIT :

Sebuah toko perbaikan TV lokal menggunakan 36.000 unit suku cadang tiap tahun (rata-rata 100unit setiap hari kerja). Biaya Penempatan dan penerimaan pesanan adalah $20. Toko memesan dalam lot berisi 400unit. Biaya penyimpanan persediaan per unit per tahun adalah $4.

1. Total Biaya Pemesanan Tahunan Biaya Pemesanan = PD/Q

=$20x36.000/400 =$1.800

2. Total Biaya Penyimpana Tahunan Biaya Penyimpanan =CQ/2

=$4x400/2 =$800 3. Total Biaya Persediaan Tahunan

Biaya Total = Biaya Pemesanan + Biaya Penyimpanan = $1.800 + $800

= $2.600 4. EOQ

EOQ = (2PD/C)½

=(2x20x36.000/4)½ =(36.000)½

=600

5. Total Biaya Persediaan tahunan dengan menggunakan kebijakan persediaan EOQ

(10)

Biaya = (PD/Q) + (CQ/2)

= ($20x36.000/600) + ($4x600/2) = $1.200 + $1.200

= $2.400

6. Berapakah yang dihemat setiap tahun dengan menggunakan EOQ dibanding dengan menggunakan pesanan sebesar 400unit?

Penghematan = $2.600 - $2.400 = $200

7. Titik pemesanan kembali, asumsi tenggang waktu 3 hari ROP = 100x3 = 300unit

8. Asumsi bahwa penggunaan suku cadang bisa mencapai 110unit/hari. Hitung persediaan pengaman dan titik balik.

Persediaan pengaman = (110-100)3 = 30unit

ROP = 110x3 = 330 unit atau 300 + 30 = 330 unit B. Cost of Equality

1. Pengertian Kualitas

Terdapat berbagai macam pengertian dari kualitas, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kualitas adalah ukuran baik buruknya sesuatu. Kualitas dapat pula didefinisikan sebagai tingkat keunggulan. Jadi kualitas adalah ukuran relatif kebaikan (Supriyono, 1994 : 377-378). Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik produk atau jasa yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan baik yang dinyatakan secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan kualitas sebagai kecocokan untuk digunakan yang artinya pemakai produk atau jasa seharusnya dapat memperhitungkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan pada produk atau jasa tersebut. Hansen dan Mowen (2004:441), mendefinisikan kualitas sebagai berikut:

Quality is a relative measure of goodness

Definisi ini mengandung pengertian bahwa kualitas merupakan tingkat keunggulan (excellence) atau ukuran relatif dari kebaikan (goodness). Sedangkan menurut Tjiptono dan Diana (2003:3), terdapat beberapa kesamaan elemen-elemen dari sekian banyak definisi kualitas yang ada, sebagai berikut:

(11)

2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.

3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa yang akan datang).

Berdasarkan ketiga elemen di atas, kualitas adalah usaha yang dilakukan oleh manusia (perusahaan) untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan yang selalu berubah dan dinamis, melalui produk, jasa, proses, dan lingkungan yang dihasilkan.

2. Dimensi Kualitas

Kualitas produk atau jasa adalah sesuatu yang memenuhi atau melebihi ekspektasi pelanggan. Ekspektasi pelanggan itu dapat dijelaskan ke dalam delapan dimensi kualitas, yaitu: (Hansen dan Mowen, 2006:6)

1. Kinerja (Performance), adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk. 2. Estetika (Aesthetics), berhubungan dengan penampilan wujud produk (misalnya, gaya

dan keindahan) serta berhubungan dengan penampilan fasilitas, peralatan, personalia, dan materi komunikasi yang berkaitan dengan jasa.

3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (Serviceability), berkaitan dengan tingkat kemudahan merawat dan memperbaiki produk.

4. Keunikan (Features), adalah karakteristik produk yang berbeda secara fungsional dari produk-produk sejenis.

5. Reliabilitas (Reability), adalah probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsi dimaksud dalam jangka waktu tertentu.

6. Durabilitas (Durability), didefinisikan sebagai umur manfaat dari fungsi produk. 7. Tingkat kesesuaian (Quality of Conformance), merupakan ukuran mengenai apakah

sebuah produk atau jasa telah memenuhi spesifikasinya.

8. Pemanfaatan (Fitness for use), adalah kecocokan dari sebuah produk menjalankan fungsi-fungsi sebagaimana yang diiklankan. Apabila sebuah produk mengandung cacat desain yang parah, maka produk tersebut tidak bisa berfungsi meskipun tingkat kesesuaian sesuai dengan spesifikasinya. Produk yang dikembalikan para pelanggan seringkali disebabkan oleh adanya masalah dalam dimensi pemanfaatan ini.Dengan demikian perbaikan kualitas berarti perbaikan satu atau lebih dari delapan dimensi diatas sementara tetap mempertahankan kinerja dimensi yang lain.

3. Pengertian Biaya Kualitas

(12)

dalam rangka meningkatkan Kualitas maupun biaya yang timbul akibat Kualitas yang buruk (Cost of Poor Quality). Dengan kata lain, Biaya Kualitas (Quality Cost) adalah semua biaya yang timbul dalam Manajemen Kualitas (Quality Management). Secara mudah biaya kualitas didefinisikan suatu biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan kualitas suatu barang yang dihasilkan.

Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2004:443) mengatakan bahwa biaya kualitas adalah biaya yang timbul karena mungkin atau telah terdapat produk yang buruk kualitasnya. Dari definisi-definisi biaya kualitas yang dikemukakan diatas, terdapat beberapa persamaan yaitu:

1. Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi karena adanya atau kemungkinan adanya kualitas produk yang rendah di dalam suatu perusahaan.

2. Biaya kualitas berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan produk cacat.

4. Pengklasifikasian Biaya Kualitas

Biaya kualitas berhubungan dengan dua sub kategori dari kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan kualitas antara lain (Hansen dan Mowen, 2004:443):

a. Aktivitas Pengendalian (Control Activities), Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah dan mendeteksi kualitas yang buruk (karena kualitas yang buruk mungkin terjadi). Kegiatan pengendalian terdiri dari kegiatan pencegahan dan kegiatan penilaian.

b. Aktivitas karena Kegagalan (Failure Activities), Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atau konsumen untuk merespon kualitas yang buruk (kualitas yang buruk memang telah terjadi). Kegiatan karena kegagalan terdiri dari kegiatan karena kegagalan internal dan kegagalan eksternal.

5. Informasi Biaya Kualitas

Pelaporan biaya kualitas mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan dan memberi dasar perencanaan pengendalian, dan pembuatan keputusan manajerial. Sebagai contoh, dalam mengkualitaskan penerapan program pemilihan pemasok untuk menghasilkan kualitas masukan bahan, seorang manajer akan memerlukan penilaian terhadap:

1. Biaya kualitas saat ini untuk setiap kelompok.

2. Tambahan biaya yang berhubungan dengan program tersebut.

(13)

Pelaporan biaya kualitas sangat penting peranannya bagi suatu perusahaan apabila perusahaan itu benar-benar serius menerapkannya dan memandang penting peningkatan kualitas dan pengendalian biaya kualitas. Langkah pertama yang dilakukan adalah penilaian biaya kualitas yang sesungguhnya terjadi saat ini. Daftar biaya kualitas yang sesungguhnya terjadi untuk setiap kelompok biaya dapat memberikan dua pandangan, yaitu:

1. Daftar tersebut menunjukkan biaya kualitas untuk masing-masing kelompok sehingga memungkinkan para manajer memperkirakan dampak keuangannya.

2. Daftar tersebut menunjukkan distribusi biaya kualitas setiap kelompok sehingga memungkinkan para manajer untuk menaksir biaya relatif setiap kelompok.

6. Pemilihan Standar Kualitas

Dalam pemilihan standar kualitas dapat digunakan dua pendekatan, yaitu (Supriyono, 2002:395-397):

1. Pendekatan Tradisional

Dalam pendekatan tradisional, standar kualitas yang dianggap tepat adalah tingkat kualitas yang dapat diterima yang disebut acceptable quality level atau AQL. AQL merupakan standar kualitas yang sederhana yang mengijinkan kemungkinan terjadinya sejumlah tertentu produk rusak yang akan diproduksi dan dijual. Sebagai contoh, jika AQL ditentukan sebesar 4%. Dalam kasus ini, lot produk atau produksi berjalan dan mempunyai produk rusak tidak lebih dari 4% dapat dikirimkan kepada pelanggan. Biasanya AQL menunjukkan status pengoperasian saat ini, bukan apa yang mungkin dicapai jika perusahaan mempunyai program kualitas yang unggul. Sebagai dasar standar kualitas, AQL mempunyai masalah yang sama dengan pengalaman masa lalu sebagai standar kualitas pemakaian bahan dan tenaga kerja. AQL mungkin mengekalkan kesalahan-kesalahan masa lalu.

2. Pendekatan Kerusakan Nol

(14)

manajemen harus berusaha mengeliminasi biaya-biaya kegagalan dan terus menerus mencari cara-cara baru agar dapat meningkatkan kualitas.

3. Biaya Kualitas Optimal

Terdapat dua sudut pandang yang digunakan dalam mengoptimalisasi biaya kualitas. Masing-masing pandangan memberikan suatu gambaran bagi manajer perusahaan dalam mengelola biaya kualitas yang ada di perusahaan, seperti yang diutarakan oleh Hansen dan Mowen (2004:447): Adapun uraian mengenai kedua pandangan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pandangan Tradisional

Dalam sistem akuntansi manajemen tradisional optimalisasi biaya kualitas menggunakan asumsi bahwa terdapat trade off antara biaya pencegahan dan biaya penilaian (control cost) dengan biaya kegagalan internal dan eksternal (failure cost). Apabila control cost meningkat maka failure cost akan menurun. Sepanjang penurunan biaya failure cost lebih dari kenaikan control cost maka perusahaan perlu melanjutkan usaha pencegahan produk rusak dalam hal ini yang akan meningkatkan control cost tidak dapat lagi menurunkan failure cost. Oleh karena itu, sistem akuntansi manajemen tradisional menoleransi kegagalan pada tingkat tertentu yang lebih sering dikenal dengan istilah acceptable quality level atau AQL. Secara konseptual dan praktikal tidak diketahui alasan mengapa posisi biaya total minimum pada pandangan ini bukannya pencapaian kualitas 100%.

b. Pandangan Kontemporer (Zero Defect)

Dalam pandangan ini tingkat optimal biaya kualitas terjadi jika tidak ada produk rusak (zero defect). Model cacat nol (zero defect model) menyatakan bahwa dengan mengurangi unit cacat hingga nol maka akan diperoleh keunggulan biaya. Pengelolaan biaya kualitas ini dilakukan dengan cara yang berbeda dengan yang dilakukan menurut sudut pandang tradisional.

Menurut Hansen dan Mowen (2004:447), terdapat tiga perbedaan dari kedua pandangan itu, antara lain:

1. Biaya pengendalian tidak meningkat tanpa batas ketika mendekati kondisi kegagalan nol. 2. Biaya pengendalian dapat naik dan kemudian turun ketika mendekati kondisi kegagalan

nol.

(15)

Laporan kinerja kualitas harus mengukur realisasi kemajuan atau perkembangan program penyempurnaan kualitas dalam suatu organisasi. Terdapat empat jenis kemajuan yang dapt diukur dan dilaporkan antara lain (Supriyono, 2002:402-411):

a. Laporan standar kualitas interim

Suatu organisasi harus menetapkan standar kualitas interin setiap tahunnya dan

membuat rencana untuk mencapai tingkat yang ditargetkan. Pada akhir periode,

laporan standar kualitas interim membandingkan biaya kualitas aktual untuk periode

tersebut dengan anggaran biayanya. Jadi, laporan standar kualitas interim dapat

digunakan untuk menunjukkan kemajuan yang berhubungan dengan standar atau

sasaran periode sekarang. Keunggulan laporan standar kualitas interim yaitu

perusahaan dapat memantau biaya kualitas sesungguhnya yang telah dikeluarkan,

dibandingkan dengan standar biaya kualitas yang dianggarkan. Sedangkan kelemahan

laporan standar kualitas interim yaitu laporan standar kualitas interim hanya melihat

biaya kualitas yang sesungguhnya dan biaya kualitas yang dianggarkan tanpa melihat

faktor-faktor lain seperti aktivitas-aktivitas kualitas yang dilaksanakan perusahaan

bernilai tambah atau tidak sehingga perusahaan bisa mengurangi biaya yang timbul

karena aktivitas tidak bernilai tambah.

PT. Cintanusa

Laporan Kinerja Standar Interim: Biaya Kualitas Tahun 1993

Kelompok Biaya Kualitas Sesungguhnya Biaya Kualitas Dianggarkan Selisih Biaya pencegahan:

Biaya tetap:

Pelatihan kualitas Rp 90.000,00 Rp 80.000,00 Rp 10.000,00 R

Perekayasaan kualitas 120.000,00 120.000,00 0

Jumlah Rp 210.000,00 Rp 200.000,00 Rp 16.000,00 R

Biaya Penilaian: Biaya tetap:

Inspeksi bahan Rp 40.000,00 Rp 56.000,00 Rp 16.000,00 L

Penerimaan produk 20.000,00 30.000,00 10.000,00 L

Penerimaan proses 60.000,00 54.000,00 6.000,00 R

(16)

Kegagalan internal:

Jumlah Rp 150.000,00 Rp 141.000,00 Rp 9.000,00 R

Kegagalan eksternal:

Jumlah biaya kualitas Rp 600.000,00 Rp 596.000,00 Rp 4.000,00 R

Persentase dari penjualan ## 12,00% 11,92% 0,08% R

Keterangan:

# Anggaran fleksibel berdasar penjualan sesungguhnya ## Penjualan sesungguhnya = Rp 5.000.000,00

b. Laporan biaya kualitas trend satu periode

Laporan biaya kualitas trend satu periode digunakan untuk menunjukkan kemampuan yang berhubungan dengan kinerja kualitas tahun terakhir. Manajemen dapat memperoleh wawasan tambahan dengan membandingkan kinerja tahun ini dengan cara membandingkan biaya kualitas yang sesungguhnya terjadi pada tahun ini dan biaya kualitas yang sesungguhnya tahun sebelumnya. Wahana untuk melakukan perbandingan tersebut adalah laporan biaya kualitas trend satu periode karena periode yang digunakan satu tahun. Keunggulan laporan biaya kualitas trend satu periode yaitu laporan ini memungkinkan manajer untuk menilai trend jangka pendek dari program perbaikan kualitas perusahaan dan menghasilkan informasi yang rinci mengenai wilayah-wilayah yang menghasilkan keuntungan. Sedangkan kelemahan laporan biaya kualitas trend satu periode yaitu laporan ini hanya menilai trend jangka pendek (satu tahun) sehingga penurunan biaya kualitas pada periode tersebut belum tentu bisa dipertahankan pada periode-periode berikutnya.

PT. Cintanusa

Laporan Kinerja: Biaya Kualitas, Trend Satu Tahun Tahun 1993

(17)

Biaya tetap:

Pelatihan kualitas Rp 90.000,00 Rp 92.000,00 Rp 2.000,00 L

Perekayasaan kualitas 120.000,00 200.000,00 80.000,00 L

Jumlah Rp 210.000,00 Rp 292.000,00 Rp 82.000,00 L

Biaya Penilaian: Biaya tetap:

Inspeksi bahan Rp 40.000,00 Rp 62.500,00 Rp 22.500,00 L

Penerimaan produk 20.000,00 38.300,00 18.300,00 L

Penerimaan proses 60.000,00 62.400,00 2.400,00 L

Jumlah Rp 120.000,00 Rp 163.200,00 Rp 43.200,00 L

Kegagalan internal:

Biaya variabel: Rp 90.000,00

Sisa 60.000,00 Rp 86.000,00 Rp 4.000,00 R

Pengerjaan kembali 70.000,00 10.000,00 L

Jumlah Rp 150.000,00 Rp 150.000,00 Rp 6.000,00 L

Kegagalan eksternal:

Jumlah Rp 120.000,00 Rp 134.800,00 Rp 14.800,00 L

Jumlah biaya kualitas Rp 600.000,00 Rp 746.000,00 Rp 146.000,00 L

Persentase dari penjualan # 12,00% 14,92% 2,92% L

Keterangan:

# Penjualan sesungguhnya untuk tahun 1992 dan tahun 1993 besarnya sama yaitu Rp 5.000.000,00

c. Laporan trend biaya kualitas

Laporan ini untuk menunjukkan kemajuan sejak awal mula program penyempurnaan kualitas dan menyediakan informasi yang berhubungan dengan perubahan relatif biaya kualitas periode sebelumnya. Laporan ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai kemajuan program peningkatan kualitas sejak mulai diterapkan. Keunggulan laporan trend biaya kualitas yaitu perusahaan dapat memantau trend biaya kualitas yang tercermin persentase biaya terhadap penjualan dan perusahaan berusaha untuk memperbaiki aktivitas-aktivitas kualitas sehingga tercapai penurunan biaya kualitas yang stabil sampai mencapai target yang telah ditetapkan.

(18)

Laporan ini menunjukkan kemajuan yang berhubungan dengan standar atau sasaran jangka panjang. Laporan ini membandingkan biaya kualitas yang sesungguhnya terjadi untuk periode ini dengan biaya yang diharapkan jika standar sama dengan tingkat penjualan periode ini.

PT. Cintanusa

Laporan Kinerja Jangka Panjang Tahun 1993

Kelompok Biaya Kualitas Sesungguhnya Biaya Kualitas Dianggarkan Selisih Biaya pencegahan:

Jumlah Rp 210.000,00 Rp 90.000,00 Rp 120.000,00 R

Biaya Penilaian: Biaya tetap:

Inspeksi bahan Rp 40.000,00 Rp 20.000,00 Rp 20.000,00 L

Penerimaan produk 20.000,00 - 20.000,00 L

Penerimaan proses 60.000,00 15.000,00 45.000,00 R

Jumlah Rp 120.000,00 Rp 35.000,00 Rp 85.000,00 L

Kegagalan internal:

Jumlah Rp 150.000,00 Rp 0 Rp 150.000,00 R

Kegagalan eksternal:

Jumlah Rp 120.000,00 Rp 0 Rp 120.000,00 R

Jumlah biaya kualitas Rp 600.000,00 Rp 125.000,00 Rp 475.000,00 R

Persentase dari penjualan # 12,00% 2,50% 9,50% R

Keterangan:

# Penjualan sesungguhnya untuk tahun 1993 sebesar Rp 5.000.000,00

C. TARGET COSTING

(19)

Pengertian target costing menurut Revee (2000 : 385) adalah sebagai berikut : ‘Target costing is defined as a cost management tool for reducing the overall cost of a product over its entire life cycle with the help of production, engineering, R&D, marketing and accounting departements’. Sedangkan pengertian target costing menurut Gorrison dan Noreen (2000 : 880) adalah sebagai berikut : ‘ Target costing is the process of determining the maximum allowable cost for a new product and then developing a prototype that can be profitably made for that maximum target cost figure.’

Maka dapat disimpulkan bahwa target costing adalah metode perencanaan laba dan manajemen biaya yang difokuskan pada produk dengan mempertimbangkan proses manufaktur sehingga metode target costing ini dapat digunakan oleh perancang sebelum produk dan proses desain dilakukan untuk mencapai tujuan perbaikan usaha pada pengurangan biaya operasional produk di masa depan. Target costing digunakan selama tahap perencanaan dan menuntun dalam pemilihan produk dan proses desain yang akan menghasilkan suatu produk yang dapat diproduksi pada biaya yang diijinkan pada suatu tingkat laba yang dapat diterima serta memberikan perkiraan harga pasar produk, volume penjualan dan tingkat fungsionalitas. Diatas semua itu, target costing merupakan alat yang memperhatikan dan memfasilitasi komunikasi antar anggota dari cross-functional team yang bertanggung jawab pada desain produk. Target costing lebih ke arah customer oriented, semuanya ditentukan oleh konsumen dari harga, kualitas dan fungsi yang dibutuhkan oleh konsumen.

Target costing merupakan perbedaan antara harga jual produk atau jasa yang diperlukan untuk mencapai pangsa pasar tertentu dengan laba per satuan yang diinginkan perusahaan. ( Hansen dan Mowen 2009 : 361 ). Harga penjualan mencerminkan spesifikasi produk atau fungsi yang dinilai oleh pelanggan . Jika target biaya kurang dari apa yang saat ini dapat tercapai, maka manajemen harus menemukan cara untuk melakukan penurunan biaya yang menggerakkan biaya aktual ke target biaya. Mengupayakan penurunan biaya adalah tantangan utama dari perhitungan target costing.

(20)

Input pada proses target costing adalah vector harga pasar fungsional produk (market price product functionality vektor) dimana proses perencanaan produk harus sesuai dengan target yang mencerminkan kumpulan dari fungsi produk dimana produk tersebut harus sampai pada konsumen. Disini terdapat dua elemen penting dalam perencanaan produk, yaitu :

1. Konsumen atau pasar pada umumnya menentukan harga yang akan dibayar untuk produk dan fungsi desainnya. 18

2. Untuk memperluas usaha dimana ada pasar untuk produk yang sama tapi dengan fungsi yang berbeda.

Proses target costing

Tujuan Pangsa Pasar Target Harga Fungsi Produk

Target laba

Target Biaya

Desain produk dan proses

Target biaya terpenuhi

Produksi produk

Proses target costing dibagi menjadi empat langkah utama, yaitu market driven costing, product-level target costing, component-level target costing dan chained target costing.

1. Market Driven Costing

(21)

merancang target harga pasar juga harus mengetahui hargaharga produk pesaing. Jika produk pesaing mempunyai fungsi dan kualitas yang lebih tinggi maka target harga jual perusahaan harus lebih rendah dari harga jual pesaing.

Jika fungsi dan kualitas produk perusahaan lebih tinggi maka harga jual dapat sama dengan harga pesaing (meningkatkan market share) atau di atas harga pesaing (meningkatkan profit) sehingga akhirnya strategi perusahaan untuk produk dimasa akan datang membantu mempengaruhi harga jual pertama kali. Perusahaan mungkin ingin mengatur harga lebih rendah untuk memperoleh market share dengan cepat atau harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan keuntungan jangka panjang secara keseluruhan dan menciptakan image secara teknis yang bagus.

Setelah mengatur target harga, proses pembiayaan yang dikendalikan oleh pasar (market driven costing) ini dilanjutkan dengan penetapan batas target laba 20 untuk produk yang digantikan pada awal generasi, batas ini akan menjadi tanda batas laba secara historis yang didapat oleh produk yang sudah ada. Batas historis ini disesuaikan dengan dua factor tambahan yatu : a. Berapa biaya yang tidak biasa berada di depan (front-end), misalnya riset and development, atau di belakang (back-end), misalnya sampah dari life-cycle. b. Memperbaiki tujuan laba pada product line. Pada langkah terakhir, manajer menghitung allowable cost dengan mengurangkan batas target laba dari harga yang ditargetkan. Allowable cost merupakan biaya dimana produk harus dibuat jika itu untuk mendapatkan batas target laba pada harga target penjualan. Tujuan dari proses market driven-costing adalah untuk menyusun target cost yang akan dicapai.

2. Product-level Target Costing

(22)

Ada 3 tipe dari teknik engineering yang memainkan peranan penting dalam mencapai tujuan pengurangan target cost, yaitu value engineering, QFD dan design for manufactured and assembly. b. Bagian yang tidak dapat diterima Bagian yang tidak dapat diterima pada tujuan pengurangan biaya tersebut merupakan penghalang strategi pengurangan biaya. Penghalang ini identik dengan sejauh mana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain. Morse et al (1996 : 236) menyatakan bahwa pembagian tujuan pengurangan biaya antara yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima tersebut diambil berdasarkan kemampuan dalam mempertimbangkan.

Pengaturan target costing pada tingkat produk yang terlalu agresif akan menghasilkan target cost yang tidak dapat diterima dan bahkan merupakan kesalahan pada disiplin dari target cost. Peraturan penting pada target cost adalah bahwa target cost tidak dapat dilanggar. Pelaksanaan peraturan yang keras mengimpilikasikan bahwa jika tim desain menemukan cara untuk memperbaiki fungsi produk, mereka dapat menggabungkan perbaikab itu hanya jika mereka juga mengidentifikasi bagaimana menyeimbangkan tingkat additional cost. Pengecualian dapat terjadi hanya jika fungsi yang diperbaiki mengijinkan target harga jual ditingkatkan oleh jumlah yang 22 tersedia. Jika tim desain tidak dapat mencapai target cost pada tingkat produk, maka aplikasi dari peraturan penting tersebut membutuhkan proyek yang kecil. Ini merupakan aplikasi yang keras dari peraturan penting dimana perusahaan yang berbeda benar-benar melaksanakan target cost dibandingkan dengan eprhitungan dari yang diijinkan.

3. Component-level Target Costing

(23)

komponen-komponen dan membagi target cost berdasarkan tingkat fungsi utama ke dalam component level cost.

Adapun jumlah dari component level target cost harus sama dengan fungsi utama yang mengisinya. 23 Component level target cost membangun harga jual yang dapat diijinkan oleh supplier. Perusahaan tidak ingin menekan laba dari komponen supplier mereka menjadi nol. Mereka ingin meyakinkan bahwa jumlah supply chain tersebut merupakan pendapatan laba yang cukup untuk bertahan hidup, sementara mengirim produk permintaan konsumen dengan biaya yang rendah. Oleh karena itu, mereka membawa supplier utama ke dalam proses produk desain sedini mungkin. Supplier menyediakan dan menerima input ke dalam proses desain untuk mengurangi biaya. Supplier juga menyediakan perkiraan biaya untuk setiap komponen.

4. Chained Target Costing

Di lingkungan persaingan yang saat ini semakin tinggi, ini tidak begitu menguntungkan untuk kebanyakan produsen yang efisien, karena ini juga membutuhkan supply chain yang efisien. Salah satu cara utama untuk mendapatkan supply chain yang efisien adalah melalui penggunaan chained target costing system. Sistem chained target costing adalah rantai dimana output dari sistem target cost pembeli menjadi input dari sistem target cost supplier. Bersaing yang dihadapi oleh pembeli kepada perancang produk supplier. Jika supplier-nya supplier juga menggunakan target costing, maka rangkaian ini dlanjutkan pada supply chain. Dengan cara ini, rangkaian sistem target cost memindahkan tekanan bersaing untuk mengurangi biaya dari pembeli kepada supply chain sehingga membuat jumlah rantai menjadi lebih efisien.

a. Penentuan Biaya Produksi dengan metode Target Costing

(24)

Target costing merupakan sistem akuntansi biaya yang menyediakan informasi bagi manajemen untuk memungkinkan manajemen memantau kemajuan yang dicapai dalam pengurangan biaya produk menuju target cost yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan target costing ini maka dapat diketahui berapa biaya produksi yang diperkenankan, yaitu dengan : Biaya produksi = harga jual – laba yang diinginkan perusahaan dari harga jual Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan X mempertimbangkan memproduksi mesin penggali baru. Spesifikasi produk saat ini dan pangsa pasar yang ditarget meminta harga jual mesin penggali baru adalah Rp 25.000.000,-. Laba yang 28 diinginkan oleh perusahaan adalah Rp 5.000.000,- per unit. Target cost dihitung sebagai berikut : Target cost = Rp 25.000.000,- – Rp 5.000.000,- = Rp 20.000.000,- Pada saat sekarang ini, biaya produksi sesungguhnya perusahaan adalah Rp 23.000.000,-. Dengan demikian pengurangan biaya yang harus dilakukan agar perusahaan dapat mencapai target cost adalah sebesar Rp 3.000.000,- ( Rp 23.000.000,- – Rp 20.000.000,- ). Perusahaan harus mengupayakan pengurangan biaya dengan menganalisis biaya produksi perusahaan dan mengurangi biaya-biaya yang dapat dikurangkan untuk mencapai target cost tersebut. Target costing menyajikan informasi perbandingan biaya produk sesungguhnya dengan target cost secara periodik untuk memungkinkan manajemen memantau kemajuan program pengurangan biaya menuju target cost.

b. Tujuan dan Alasan Menggunakan Target Costing

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengamatan Saudara, apakah ada dokumen penawaran yang sudah dibuka oleh Pokja Pengadaan, tetapi nilai penawarannya tidak dibacakan..

Tidak wajib menyerahkan Outward Manifest Untuk SP yang tidak melakukan kegiatan bongkar/muat dan : - lego jangkar tdk lebih 24 jam SP Laut - Mendarat tdk lebih dari 8 jam SP

Kelompok I yaitu terdiri dari Syzygium myrtifolium dan Syzygium  jambos, kesamaan karakter pada kelompok ini yaitu sosok tumbuhan  pohon tegak, tinggi tumbuhan 2 - 10

STUDI PENGGUNAAN NATRIUM BIKARBONAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN ASIDOSIS METABOLIK (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap (IRNA) RSUD Dr. Saiful..

1857/LS-BJ/2017 Pembayaran Honorarium Pejabat Pengadaan dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan Pengadaan Alat Kedokteran Umum 2 (Intubation Set Anak, Dewasa) RSUD Kelas B Dr.

objek yang akan diukur  Sesuai kebutuhan pengukuran 7) Dapat membaca hasil pengukuran yang akurat sesuai pengaturan fungsi. Baca hasil pengukuran yang ditampakkan

Skripsi yang berjudul Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) pada Peserta KB Baru (Studi di Kelurahan Tegal Besar