PENGUNGKAPAN KASUS IT
(PENCEMARAN NAMA BAIK DAN ETIKA SAKSI AHLI DALAMPERSIDANGAN)
MATA KULIAH : BUKTI DIGITAL
DOSEN PENGAMPU : Dr. Bambang Sutiyoso, S.H, M.Hum
WISNU PRANOTO 17917130
PRODI MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dunia ini tidak akan terlepas dari namanya kejahatan, dalam sistem
peradilan yang ada di Indonesia. Sebagai kasus keriminal dapat terungkap dan
sebagian tidak terungkap, maka ada namanya tahapan pembuktian dalam
persidangan kerna salah satu tahapan penting yang harus dijalani untuk
mengungkap kasus. Karna pada tahapan pembuktian, akan meperlihatkan barang
bukti yang ada.
Berkaitan apa saja yang menjadi barang bukti dalam pengadilan, di
Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektron (ITE) . Dalam KUHP
pasal 184 ayat (1) menyebut bahwa “ alat bukti yang sah adalah keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa” [1]. Berkaitan dengan
UU ITE pasal 5 ayat (1) mengatakan bahwa informasi elektronik atau dokumen
elektronik atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah[2].
Alat bukti yang di terima harus otentik, lengkap, handal, dan dipercaya.
Tanpa ada mekanisme penangganan dan perlindungan yang memadai data
tersebut dapat dengan mudah dihapus, dimanipulasi, dirusak dan lainnya. Oleh
karena itu perlu juga sebuah alat bukti digital secara baik dan benar agar barang
bukti tersebut dapat dipergunakan secara utuh dipengadilan. Antra lain yang sah
menjadi alat bukti ialah keterangan ahli bisa juga dibilang dengan maksud saksi
ahli. Kehadiran saksi ahli sesuai yang di atur dalam buku Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada pasal 1 mengatakan bahwa “Keterangan
ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang satu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan” [3].
ilmu itu ialah ilmu forensik. Forensik mempunyai suatu stackholder yang cukup banyak cakupannya diantaranya korban, pelaku, penyidik, pengacara, hakim,
para ahli, dan masyarakat.
Ilmu forensik bertujuan untuk mendukung penyidik dalam memecahkan
kasus secara ilmiah. Namun keputusan tidak berada pada ahli forensik, ahli
forensik hanya membantu sesuai dengan analisis seorang ahli, tidak semua ahli
forensik bisa menjadi ahli, tapi harus melihat norma etika dan profesionalisme
yang menduduki seorang ahli.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
1. Bagaimana tahap penanganan barang digital evidence ? 2. Bagaimana menganalis digital evidence ?
3. Bagaimana menjadi seorang saksi ahli dalam persidangan ?
1.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai mengetahui cara penanganan
barang bukti maupun menganalisis barang bukti digital
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Forensik
Forensik dulunya berasal dari bahasa latin yaitu forensis yang artinya “dari luar”, dalam kata yang sama forum yang berarti “tempat umum” adalah bidang
ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadlian
melalui proses penerapan ilmu ataupun sain. Adapun kelompok ilmu tentang pengetahuan forensik ini yang dikenal pada umumnya antara lain ilmu fisika
forensik, ilmu psikologis forensik, ilmu kimia forensik, ilmu kedokteran
forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik,
dan lainnya. Maka ada tahap-tahapan forensik diantaranya ialah sebagai berikut
[4] :
1. Pengumpulan (Acquisition)
Yaitu ada namanya mengumpulkan dan mendapatkan barang bukti
yang mendukung untuk penyelidikan. Karna tahapan pengumpulan
bukti-bukti ini yang didapat sangat penting untuk penyelidikan.
2. Pemeliharaan (Preservation)
Selanjutnya tahapan memelihara dan menyiapkan bukti-bukti yang
ada. Termasuk pada tahapan ini melindungi bukti-bukti dari kerusakan,
perubahan dan penghilangan oleh pihak-pihak tertentu, pemeliharaan ini
berguna agar barang bukti diakui dalam pengadilan.
3. Analisa (Analysis)
Menalnjutkan tahapan analisa secara mendalam terhadap bukti-bukti
yang didapat. Setelah mendapatkan bukti-bukti perlu dikembangkan
pengusudan, yaitu dengan siapa yang telah melakukan, apa yang telah
dilakukan, hasil proses yang dihasilkan, dan waktu melakukannya.
4. Presentasi (Presentation)
Menyajikan dan menguraikan secara lengkap dalam laporan
penyelidikan dengan barang bukti yang sudah dianalisa tahap-tahapan
secara mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah di
pengadilan.
2.1.2 Bukti Digital (Digital Evidence)
Adapun beberapa defenisi dari bukti digital menurut beberapa sumber :
1. Dalam buku Nuh Al-Azhar (2012)[5]. Barang bukti digital merupakan
barang bukti yang bersifat digital yang diekstrak atau di recover dari
barang bukti elektronik, dalam UU No 11 Tahun 2009 tentang ITE
dikenal dengan istilah informasi elektronik dan dokumen elektronik.
2. Menurut Sulianta (2014)[6]. Evidence adalah informasi dan data
sebagai subjek sebagai kasus komputer forensik. Adapun contik
dokumen yaitu arsip, file aktif, residual data.
3. menurut Cesay[7], bukti digital yaitu data yang dapat memeberikan
pernyataan dari sebuah tindakan kejahatan yang telah terjadi, atau data
yang dapat menghubungkan antara kejahatan dengan korban atau antara
kejahatan dan pelakunya.
4. Sedangkan menurut Zuhri, (2008)[8] evidence yang dimasud dalam
forensik pada umumnya informasi dan data. Cara pandangnya sama
saja, tetapi dalam kasus komputer forensik, kita mengenal subjek
tersebut sebagai bukti digital.
A. Bukti digital mempunyai sifat diantaranya :
• Tersembunyi, merupai dengan sidik jadi dan DNA
• Mudah dirubah, dirusak maupun dihancurkan
• Bisa yurikdiksi dengan cepat dan mudah
B. Adapun beberapa hardware support yang memungkinkan dalam investigasi bukti digital yaitu :
1. Dalam sistem komputer bisa berupa hardware, shoftware,
documents, photos, image file, e-mail dan attachments, databases, financial information, internet browsing history, chat logs, buddy lists, event logs, data stored on external devices.
2. Handhled Device berupa the hard ware, software, documents, photos, images file, email dan attachments, databases, financial information, internet browsing, chat logs, buddy lists, event logs, data stored on external devices.
3. Pheriperal Divice berfungsi untuk menyiman bukti yang dibutuhkan seperti panggilan keluar dan panggilan masuk,
recently scanned, faxed, or printed documents serta informasi tentang panggunaan device.
4. Computer Network bukti yang potensial dari network ialah
components and connections, including internet protocol (IP) and local area network (LAN) addresses associated with the computers and devices; broadcast settings; and media access card (MAC) or network interface card (NIC) addresses may all be useful as evidence.
C. Pada umumnya barang bukti yang terdapat dalam digital forensik di
bedakan menjadi 2 bagian yaitu :
1. Barang bukti elektronik, merupakan bentuk fisik atau visual,
sehingga para investigator dapat dengan mudah memahami
untuk menangani sebuah kasus, jenis barang bukti elektronik ini
berupa hardware yaitu CD/DVD, Hardisk, Tablet, Flashdik,
Smartphone, Kamera Digital, CCTV dan bukti fisik lainnya.
2. Barang bukti digital, merupakan barang bukti yang diambil dari
barang bukti elektronik kemudian dilakukan analisa terlebih
diantaranya yaitu E-Mail, Web History/Cookis, File Image, Ogical File, Deleted Filelost File, File Slack, Log File, Encrypted File, Steganography File, Office File, Audio File, Vide File, User Id Dan Password, Short Message Service (SMS), Multimedia Message Service(MMS), Call Logs.
2.1.1 Rules of Evidence
Rules of evidence yaitu sebuah pengaturan barang bukti dimana barnag
bukti harus memiliki keterkaitan dengan kasus yang diinvestigasi dan
memiliki kriteria sebagai berikut[9] :
1. Layak dan dapat diterima (Admissible)
Yang berartikan barang bukti yang diajukan harus dapat diterima
dan digunakan demi hukum, mulai dari kepentingan penyelidikan
sampai ke pengadilan.
2. Asli (Authentic)
Barang bukti yang harus memiliki hubungan katau keterkaiatan
yang jelas secara hukum dengan kasus yang diselidiki dan bukan
rekayasa
3. Akurat (Accurate)
Barang bukti yang memiliki ke akurasian dan dapat dipercaya.
4. Lengkap (Complete)
Barang bukti bisa dikatakan lengkap jika didalamnya terdapat
petunjuk-petunjuk yang lengkap dan terperincidalam membantu
proses investigasi.
2.2 Pembahasan Etika Dan Profesionalisme Saksi Ahli
2.2.1 Etika dan Propesionalisme
Dalam jurnal yang ditulis oleh Bambang Sutioso (2015)[10] Etika dulunya
berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan atau akhlak yang
baik. Menurut kamus besar Indonesia, etika berarti ilmu tentang apa yang baik
atau apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.
Dan dalam jurnal yang sama menurut Bertens[10] adalah nilai-nilai dan
dalam mengatur tingkah lakunya. Etika dengan kata moral yang berarti adat
kebiasaan. Serta kumpulan nilai yang berkaitan dengan akhlak nilai mengenai
benar atau salah yang dianuti suatu masyarakat.
Propesionalisme ialah gabungan antara kompetensi dan karakter yang
menunjukkan adanya tanggung jawab dan moral. Seseorang yang menduduki
profesinya secara benar dan mewujudkannya menurut etika dan sikap
profesionalismenya itulah seseorang propesional.
2.2.2 Saksi Ahli
Didalam kamus besar Indonesia, saksi ahli adalah orang yang menjadi saksi
dengan keahliannya, bukan karena terlibat dalam suatu masalah atau perkara
yang sedang disidangkan” [11]. Selain itu para saksi ahli hanya menyampaikan
keahlian dalam bidangnya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang
diperiksa [12]. Selain itu dalam Federal Rules of Evidence yang dimiliki oleh
Amerika Serikat, saksi ahli itu ialah “An expert witness, professional witness or
judicial expert is a witness, who by virue of education, training, skill, or
experience, is believed to have expertise and specialized knowledge in
aparticular subject beyond that of the average person, sufficient that others may
officially and legally rely upon the witness’s specialized (scientific, technical or
other) opinion about an evidence or fact issue within the scope of his expertise,
referred to as the expert opinion, as anassistance to the fact finder” [13]. Jika di
terjebahkan dalam bahasa Indonesia lebih kurangnya yaitu “ seorang saksi ahli,
saksi propesional atau ahli pradilan yang bertindak sebagai saksi, adalah mereka
yang mempunyai pendidikan, pelatihan, keterampilan, ataupun pengalamannya
yang diyakini mempunyai pengetahuan dan keahlian khusus dibidang tertentu
yang tidak semua orang bisa, sudah bisa dikatakan sah dan pendapat sakti yang
mempunyai spesialisasi (sains, teknik, atau lainnya) tentang barang bukti dalam
lingkup keahliannya tersebut dapat dipercayai dan legal dalam segi hukum. Dan
pendapat mereka tersebut dikatakan sebagai pendapat ahli dalam membantu
menemukan fakta yang sebenarnya”. Dalam kata lain seorang saksi ahli adalah
lembaga lokal maupun internasional, dan diminta bantuannya dalam suatu
persidangan untuk mencari fakta kebenaran yang sedang dihadapi. Sehingga
tidak semua orang dapat dinyatakan sebagai saksi ahli.
2.2.3 Undang-Undang Yang Terkait Saksi Ahli Dalam Persidangan
Hal saksi ahli dalam persidangan, didalam buku Kitap Undang-Undanga
Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada beberapa peraturan dalam peranan saksi
ahli. Diantaranya sebagai berikut :
a. Pasal 132 ayat 1 KUHAP
Dalam hal diterima pengaduan bahwa suatu surat atau tulisan palsu atau
dipalsukan atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan,
oleh penyidik dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari seorang ahli.
b. Pasal 133 ayat 1 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahlinya.
c. Pasal 179 ayat 1 KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan.
Berdasarkan dalam buku Kitap Undang-Undanga Hukum Acara Pidana
(KUHAP) adapun tekanan peranan saksi ahli untuk memberikan keadilan
ataupun keyakinan hakim menjatuhkan sebuah keputusan dalam persidangan.
Dalam proses kesaksiannya, saksi ahli harus bersumpah baik dalam hal
memberikan keterangan ahli dalam persidangan maupun penyelidikan, dan
kemudian ketika akan memberikan keternagan dalam persidangan juga harus
disumpah kembali sesuai dengan Undang-Undang dengan pasal 120 ayat 2, pasal
160 ayat 4 ,dan pasal 170 ayat 2.
Keterangan saksi ahli menjadi dua yaitu keterangan tertulis dari saksi ahli
yang akan ditunjukan atas permintaan penyidik dalam proses penyelidik dan
keterangan saksi ahli secara lisan dalam persidangan, terdapat pada pasal 187
huruf c [12].
2.2.4 Syarat Menjadi Saksi Ahli
Persyaratan dan kriteria untuk menjadi saksi ahli yaitu latar belakang
pendidikan dan strifikasi yang di miliki seorang serta pengalaman yang
dimilikinya dapat menjadi pertimbangan oleh hakim. Sebagai pandangan hakim
akan mempertimbangkan jika seseorang dapat dikatakan sebagai saksi ahli
spesialis forensik apa bila ia mempunyai setrifikasi di bidangnya dan banyak
menghadapi masalah di lingkungan forensik.
Menurut Debra Shinder (2010) [14], ada beberapa faktor dan kriteria yang
harus dimiliki oleh saksi ahli.
a. Gelar pendidikan tinggi atau pelatihan lanjutan dibidang tertentu;
b. Mempunyai spesialis tertentu;
c. Pengakuan sebagai guru, dosen, atau pelatih bidang tertentu;
d. Lisensi Profesional, jika masih berlaku;
e. Ikut sebagai keanggotaan dalam suatu organisasi profesi; posisi
kepemimpinan dalam organisasi tersebut lebih bagus;
f. Publikasi artikel, buku, atau publikasi lainnya, dan bisa juga sebagai
reviewer. Ini akan akan menjadi salah satu pendukung bahwa saksi ahli
mampunyai pengalaman jangka panjang;
g. Setrifikasi secara teknis;
h. Penghargaan atau pengakuan dari industri;
2.2.5 Sikap Saksi Ahli Saat Persidangan
Dalam jurnal Fader (2011)[13]Merangkum ada beberapa attitude yang harus diingat oleh seorang saksi ahli dalam suatu persidangan dan bagaimana saksi ahli
menjawab pertanyan yang diajukan hakim persidangan agar tidak melanggar
kode etik. Berikut panduan ini dapat membantu kesaksian ahli menjadi lebih
didasari pada pengalaman saat persidangan banyak saksi ahli dalam kasus yang
berda. Saran tersebut diantranya :
1. Katakan kejujuran yang ada.
2. Persiapkan ulang kesaksian dengan meninjau kembali fakta yang ada.
3. Ingat, sebagian besar pertayaan dapat dijawab dengan :
- “Ya”
- “Tidak”
- “Saya tidak tahu”
- “Saya tidak mengerti pertanyaannya”
- Atau dengan menyatakan satu fakta saja
4. Jawab “Ya” atau “Tidak” ketika dirasa cukup menjawab itu.
5. Batasi jawaban atas pertanyaan yang ada untuk mempersempit
selanjutnya. Kemuadian berhenti berbicara.
6. Jangan pernah memberikan informasi atau jawaban yang tidak
ditanyakan.
7. Jangan memberikan asumsi bahwa jawaban harus diberikan setiap
tertanyaan.
8. Berhati-hati dengan pertanyaan berulang dengan topik yang sama.
9. Selalu bersabar.
10. Berbicara perlahan, jelas dan natural.
11. Postur tubuh kedepan ke depan, tegak dan waspada.
12. Berikanjawaban secara lisan, jangan mengangguk atau gerakan
sejenisnya sebagai pengganti jawaban atas pertanyan yang diberikan.
13. Jangan takut untuk meminta klarifikasi atas pertanyaan tidak jelas.
14. Jangan takut untuk diperiksa pengacara
15. Harus memberikan bukti yang akurat untuk semua hal, termasuk hasil
lab.
16. Batasi jawaban untuk fakta pribadi saksi ahli.
17. Berikan informasi yang diminta saja, jangan berikan opini atau
18. Berhati-hati untuk pertanyaan yang menyertakan kata “ sebenarnya”
atau sepenuhnya”.
19. Ingat bahwa semua jawaban harus pasti
20. Berhati-hati tentang waktu, lokasi dan jarak perkiran.
21. Jangan memberikan jawaban perkiraan jika jawaban tidak diketahui
22. Jangan mengelakkan pertanyaan, berdebat, atau menebak pertanyan
pengecara.
23. Akui juga kesaksian yang akan dibahas ini sudah dibahas sebelumnya,
jika itu terjadi.
24. Jangan menghafalkan cerita.
25. Hindari jawaban seperti “saya pikir”, “saya kira”, “ saya percaya”,
“menurut asumsi saya”.
26. Bersikap santai, tetapi tetap selalu siap setiap saat.
27. Jangan menjawab terlalu cepat, ambil nafas tenang (tarik nafas)
sebelum menjawab setiap pertanyaan.
28. Jangan melihat ke pengacara yang dibantu selama memberikan
kesaksian.
29. Pastikan setiap pertanyaan sepeuhnya dipahami sebelum menjawab.
Waspadalah “trik” pertayan.
30. Jangan menjawab jika diperintahkan.
31. Jangan pernah berbicara selama proses persidangan.
32. Jangan membesar-besarkan jawaban, meremehkan atau
meminimalkan jawaban.
33. Berpakaikan yang sopan dan bersih, disarankan untuk memakai
pakaian bisnis.
34. Harus serius sebelum, ketika, dan setelah bersidang.
35. Jika membuat kesalahan, perbaiki segera.
36. Tetap diam jika pengecara berbicara keberatan selama pemeriksaan.
37. Mendengarkan dengan cermat dialog antara pengacara.
39. Jangan menggunakan bahasa teknis, gunakan bahasa awam yang
dipahami perserta siding.
40. Berbicara dengan sederhana.
41. Tidak membahas kasus di lorong atau di toilet persidangan.
42. Jangan berbicara dengan pihak lawan, pengaca atau juri.
43. Katakana kejujuran yang ada.
Dalam jurnal fader sangat menekankan bahwa saksi ahli harus bersikap
jujur dalam menyampakai perkataan. Sehingga kejujuran mempunyai nilai lebih
untuk bisa dipertimbangkan di pengadilan, apalagi seorang saksi ahlipun telah
disumpah atas dasar pasal 120 ayat 2, pasal 160 ayat 4 ,dan pasal 170 ayat 2
BAB II
PEMBAHASAN
3.1
Ulasan Kasus Florence Sihombing
Kasus Florence Sihombing adalah Mahasiswi Pasca Serjana Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada yang dianggap menghina Yogyakarta lalu
Florence divonis 2 bulan penjara dan mendapatkan masa percobaan selama 6
bulan oleh pengadilan negeri Yogjakarta, Florence diancam dengan Pasal 311
KUHP Pasal 28 Ayat 2 Tahun 2008 tentang pencemaran nama baik dengan
ancaman kurungan 4-6 Tahun dan juga didenda 10 juta rupiah mendapatkan
subsider 1 bulan kurungan karna telah mendistribusikan informasi elektronik
yang melalui jaringan telekomunikasi, dan tanpa hak. Menurut kutipan Yanuar[9]
Florence yang kerap di katakan Flo ini dinyatakan terbukti bersalah dijerat
dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 45 ayat 1, yang menguatkan Flo
bersalah karna penghinaan dan pencemaran nama baik Kota Yogjakarta melalui
media sosial (Path) pada saat Florence menulis status terkait hal itu karna kesal
mengantri pada jalur antrian mobil disebuah SPBU di Yogjakarta tepatnya
Lempuyangan sementara Flo menggunakan sepeda motor honda Scoopy, hendak
membeli bahan bakar pertamax, dia menyelonong memotong antrian sampai
ditegur anggota TNI yang berjaga, dia marah namun tetap tidak boleh memotong
antrian. Kekecewaan dengan kejadian itu, Flo menumpahkan kesalahannya di
akun situs pertamaan media sosial yaitu Path. Salah satu ungkapan kesalahanya yaitu “Jogja miskin, tolol, miskin dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta,
Bandung, jangan mau tinggal di Jogja”, dinilai menjelekkan dan menghina warna
Yogyakarta pada tanggal 30 Agustus 2014. Perempuan yang berumur 26 tahun
Namun Flow tidak mempersetujui berita acara pemeriksaan, dengan alasan dia
tidak didampingi oleh penasihat hukum, bahkan dia tidak sempat berkomunikasi
dengan kluarga karena telfon seluluernya disita oleh petugas penyidik. Polisi pun
sempat dibuat pusing degan sikap Flo tersangka kasus pencemaran nama baik di
media sosial Path tidak mau memberikan nomor identifikasi pribadinya ( PIN) telfon seluler kepada polisi saat diperiksa. Setelah tahap pemeriksaan dan
persidangan JPU memberikan tuntutan itu karena memertimbangkan sikap Flo
yang kooperatif selama persidangan. Selain itu itikad baik Flo yang sudah
meminta maaf kepada warga Yogjakarta dan Sri Sultan Hamengkuwono selaku
Gubernur DIY. Sementara itu pertimbangan yang memberatkan Florence adalah
penghinaan melalui media Path sudah membuat keresahan dan pertentangan di
masyarakat.
3.1.1.1 Barang Bukti
Berkaitan dengan kasus tersebut dapatnya barang bukti dalam kasus
Floren Sihombing ini adalah :
1. Adanya barang bukti elektronik : Smartphone
2. Adanya bukti digital : 1 Account Path ( Florence Sihombing)
3.1.1.2Keaslian Barang Bukti
Dalam barang bukti, sangat butuh namanya keaslian dari barang bukti
dalam suatu persidangan sehingga seorang ahli digital forensik harus mampu
menjaga dan mempertahankan keaslian barang bukti tersebut, sehingga barang
bukti tersebut mempunya nilai yang tinggi ketika dipresentasikan didalam
persidangan.
Untuk penanganan keaslian dari barang bukti adalah berupa kronologis
pendokumentasian barang bukti yang harus dijaga integritas tingkat keasliannya
sesuai dengan kondisi ketika pertama kali ditemukan hingga nantinya
dipresentasikan dalam proses persidangan (Chain of Costudy) [15].
3.1.1.3 Persyaratan Toolskit
Adanya beberapa Tools yang biasa digunakan dalam penanganan
barang bukti digital forensik dalam kasus ini diantaranya adalah :
1. FTK (Toolkis Forensik) yaitu tools yang mampu memberikan akses
terhadap kode breaking dan pemulian terhadap password, support
terhadap e-mail, dan memiliki tampulan yang mudah untuk user atau
pengguna.
2. Oxygen Forensik yaitu tools forensik yang berguna untuk
melakukan exploran analisis data perangkat seluler, smartphon, dan
tablet.
3.2 Analisis Kasus
Jika seseorang ahli forensik digital yang harus dipahami adalah memahami
tentang penanganan barang bukti elektronik maupun digital yang telah didapat di
TKP dengan tepat. Seseorang ahli forensik digital ini mempunyai tanggung
jawab dengan barang bukti yang sudah didapat dikarenakan barang bukti ini
sangat penting atau sensitif, dikarenakan bersifat volatility yaitu mudah berubah, hilang, atau rusak oleh sebab itu sangatlah harus dijaga keasliannya, sehingga
Adapun proses penanganan barang bukti dan presentasi data dalam digital
forensik sebagai berikut :
3.2.1 Prosedur Penanganan Awal Di TKP
Dalam presedur penanganan awal di TKP ada namanya tahapan sebagai
berikut :
1. Persiapan (Preparations)
Sebelum berada di TKP untuk melaksanakan pengeledahan kasus yang
berkaitan dengan barang bukti elektronik, maka analis forensik dan
investigator terlebih dahulu peralatan yang nantinya dibutuhkan selama
proses pengeledahan di TKP. Hal yang perlu dipersiapkan dan dimiliki oleh
analis forensik dan investigator.
a. Administrasi penyidikan : surat perintah penggeledahan dan surat
perintah penyitaan
b. Kamera digital : digunakan untuk mengambil potret di TKP dan barang
bukti secara fotgrafi forensik (photo umum, photo menengah, dan photo
close up).
c. Peralatan tulis : untuk mencatat antara lain spesifikasi teknis computer
dan keterangan para saksi di TKP.
d. Formulir penerimaan barang bukti : digunakan untuk kepentingan chain of custody yaitu metode untuk menjaga keuntungan barang bukti dimulai dari TKP.
e. Triage tools : digunakan untuk kegiatan triage forensik terhadap barang bukti elektronik seperti komputer yang ditemukan dalam keadaan hidup
(on).
2. Identifikasi bukti digital
Tahapan yang dilakukan untuk identifikasi dimana bukti itu berada,
dimana bukti itu disimpan, bagaimana cara menyimpannya dan
ngumpulkan data sebanyak mungkin unutk mempermudah penyelidikan.
Adapun bentuk dan isi bukti digital hendaknya disimpan dalam tempat
yang steril. Agar benar-benar memastikan tidak ada perubahan, karena ada
sedikit perubahan dalam bukti digital yang didapat akan merubah juga hasil
penyelidikan.
4. Menerapkan Data
Untuk menetapkan data-data yang berhubungan dengan kasus yang
terjadi.
5. Mengenali Data
Yaitu merupakan serangkaian kegiatan untuk melakukan proses
identifikasi terhadap data yang didapat agar memastikan bahwa memang
benar-benar mempunyai keunikan dan asli sesuai dengan yang terdapat
pada TKP. Untuk data digital dengan contohnya melakukan identifikasi
dengan teknik hashing atau sidik jari digital terhadap barang bukti.
3.2.2 Prosedur Penanganan Di Laboratorium
Setelah selesai penanganan awal di TKP sudah berjalan dengan baik dan
prosedural, kemudian barang bukti elektronik yang didapat di bawa ke
laboratorium untuk pemeriksaan dan analisis lebih mendalam, selanjutnya
barang bukti tersebut ditangani dengan baik dan profesional juga sehingga
hasil berupa data-data digital yang diharapkan dapat lebih maksimal dan
dapat dipertanggung jawabkan secara hukum sampai di persidangan. Dari
penyelidikan tersebut terdapat dua barang bukti yaitu barang bukti
elektronik berupa smartphone atau handphone dan barang bukti digital
berupa 1 account path, berikut ini adalah tahapan untuk investigasi
penanganan barang bukti elektronik di laboratorium forensik di antaranya
yaitu :
1. Administrasi Penerimaan
Dalam tahapan ini, barang bukti komputer yang masuk dan diterima
petugas laboratorium, tim analisis forensik harus dicatat secara detail atau
profesional didalam log book, disamping fomulir penerimaan. Sabagai
a. Nama lembang pengirim barang bukti elektronik.
b. Nama petugas pengirim barang bukti elektronik, termasuk identitas
secara lengkap.
c. Tanggal penerimaan
d. Jumlah barang bukti elektronik yang diterima, dilengkapi dengan
spesifikasi teknisnya seperti merek, model, dan nomor produk serta
ukuran data (size).
e. Sistem hashing, yaitu suatu sistem pengecekan otentikasi isi dari
suatu file baik itu bukti gambar maupun file logical dengan
menggunakan algoritma matematika seperti MD5, SHA1, dan
lainnya.
2. Akuisisi Bukti Digital
Pada tahapan ini, dilakukanlah proses forensik imaging yaitu
menggandakan isi dari barang bukti elektronik yaitu imaging pada
smartphone sehingga hasil imaging akan sama persis dengan barang bukti
secara physical. Kesamaan ini dapat dipastikan melalui proses hashing
yang diterapkan pada keduanya. Untuk tahapan akuisisi menggunakan
aplikasi Oxygen forensik.
3. Pemeriksaan (Investigation)
Selanjutnya tahapan ini untuk melakukan pemeriksaaan image file
secara komprehensif dengan maksud untuk mendapatkan data digital yang
sesuai dengan investigasi. Untuk tahapan ini terfokus pada log activity dan aplikasi path.
4. Analisis Data
Setelah mendapatkan barang bukti file atau data digital yang diinginkan
dari proses pemeriksaan diatas, maka data tersebut dianalisis secara detail
dan komprehensit dengan menggunakan aplikasi Oxygen forensik untuk
pembuktian ada yang terjadi dan kaitannya kasus tersebut. Hasil analisis
data digital sebelumnya disebut sebagai barang bukti digital yang harus
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan hukum di pengadilan.
Melakukan pencatatan terhadap data-data hasil temuan dan hasil analisis
sehingga nantinya data tersebut dapat dipertanggung jawabkan atau di
rekonstruksi ulang (jika diperlukan) atas temuan barang bukti tersebut.
3.2.3 Prosedur Penanganan Laporan
1. Laporan
Pembuatan laporan terhadap hasil proses pemeriksaan dan analisis yang
diperoleh dari barang bukti digital, selanjutnya data tersebut dimasukkan
kedalam laporan teknis.
2. pembungkusan dan penyegelan
Pembungukusan dan penyegelan barang bukti yaitu memuat proses
pembungkusan dan penyegelan barang bukti yang telah dianalisis secara
digital forensik untuk diserahkan kepada pihak lembaga yang telah
mengirimnya.
3. Administrasi penyerahan laporan
Selanjutnya laporan hasil pemeriksaan secara digital forensik barang
bukti elektroniknya diserahkan kembali kepada investigator atau lembaga
pengirimnya.
3.2.4 Presentasi Data
Setelah melakukan tahapan-tahapan pada sebelumnya, pada tahap kali
ini bukti digital akan dipersidangkan, di uji otentifikasi dan dikorelasikan
dengan kasus yang ada. Tahapan ini penting karena proses yang telah
dilakukan seblumnya akan diuraikan kebenarannya serta dibuktikan
2.2.6 Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik
Terhubung contoh kasus dalam pelanggaran kode etik saksi ahli kasus
berita Jesica Kumala Wongso dituntut hukum penjara 20 Tahun [8] Jessica
dituduh membunuh kawannya, yaitu Wayan Mirna, dengan menggunakan racun
natrium sianida ke dalam kopi yang diminum oleh Mirna di café Oliver, Grand
Indonesia, awal Januari 2016.
Jaksa mendakwa Jessica dengan pasal 340 KUHP yang berbunyi “barang
siapa yang sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
Didalam 340 KUHP kasus Jessica memenuhi tiga point dalam pembunuhan
berencana yaitu dengan disengaja, direncanakan, dan menghilangkan nyawa
orang lain, terdapat dari alat bukti antara lain berupa keterangan saksi, ahli saksi,
dan terdakwa.
Pada pertengahan Januari, Puslabfor Mabes Polri mengumumkan bahwa
terdapat racun sianida didalam kopi Mirna dan ditemukan juga di lambung
Mirna. Penyidik Polisi kemudian menggil Jessica untuk diperiksa karena telah
memesan minuman untuk Mirna. Dalam perjalanan persidangan Mirna, jaksa
penuntut umum menghadirkan sejumlah ahli diantaranya dokter forensik Slamet
Purnomo yang menegaskan Mirna meninggal keracunan sianida karna ada 0,2
miligram perliter sianida di lambung Mirna, dan dalam persidangan selanjutnya
ahli digital forensik Mabes Polri, AKBP Muhammad Nuh Al Azhar, membuka
rekaman CCTV juga terlihat Jessica seperti sedang menggaruk tangan [9].
Namun ternyata dalam perjalanan persidangannya, ditemukan beberapa
perbedaan pendapat dari jaksa penuntut umum dengan ahli forensik RSCM Djaja
Surya Admajaya, seandainya mirna meninggal karena sianida maka dibagian
bawah bibirnya akan berwarna kemerahan bukan kebiruan. Sedangkan
berdasarkan laporan visum et-repertum bibir bagian bawah mirna berwarna
kebiru-biruan. Jaksa Sugih menyampaikan kepada Djaja bisa perbedaan
pendapat dengan saksi ahli sebelumnya, yang menyebutkan bagian dalam bibir
- Djaja : “Begini ya, Bapak salah..”
- Sugih : “Kenapa salah ? saya di sini jaksa penuntut umum. Bapak jangan
sembarangan ngomong” ( Pengacara Jessica, Otto Hasibuan
coba melerai dengan mengatakan)
- Otto : “saksi ahli Djaja hanya menyampaikan pendapatnya”
- Sugih : “Lah iya, dia menguji atau tidak, Dalam visum et repertum
dikatakan ada gejala kebiruan, kok saudara mengatakan
kemerahan. Apa ? terhadap jasad siapa itu ? tutur dengan nada
meninggi.
- Djaja : “Saya ngomongnya gini, dokter klau menafsirkan visum hasil
pemeriksaan orang kita anggap ini benar. Artinya benar
bibirnya kebiru-biruan, apakah ini cocok tidak dengan sianida.
Saya ngomongnya berdasarkan ilmu pak”
Dari hasil keputusan hakim dari banyaknya persidangan para saksi ahli dan
bukti-buktinya, Jessica Kumala Wongso pada tanggal 27 Oktober 2016 terbukti
bersalah melakukan pembunuhan berencana dalam perkara tewasnya Wayan
Mirna Salihin dan menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara.
Berdasarkan kutipan-kutipan dari beberapa media elektronik tersebut,
memang adanya kebenaran bahwa ada pelanggaran kode etik oleh saksi ahli.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Terdapatnya barang bukti merupaan suatu asset sangat penting dalam sebuah
pengungkapan kasus kejahatan atau tindak kriminal seperti barang bukti digital.
Barang bukti yang diterima oleh hakim minimnya dua alat bukti untuk dapat
ditindak lanjutkan, barang bukti yang diterima adalah barang bukti yang asli,
akurat, lengkap serta memenuhi syarat dan preosedur yang telah ditetapkan agar
dapat dipergunakan dalam persidangan. Selain itu keahlian untuk
mengaplikasikan tools digital forensik dalam penanganan barang bukti digital
telah tersetrifikasi dari lembaga resmi dan mempunyai pengalaman barang bukti
khususnya barang bukti digital.
Setalah itu adapaun Seorang saksi ahli mempunyai salah satu barang bukti
yang sah yang dapat digunakan dalam pengadilan, saksi ahli mengetahui dan
memiliki kode etik agar kesaksiannya bisa diterima oleh hakim saat persidagan.
Dalam hal ini telah ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
3.2 Saran
Dengan banyaknya kasus-kasus kriminal elektronik diharapkan kepada
pihak penegak umum dan akademik yang terkait agar meningkatkan profesional
dalam tugasnya dan meningkatkan kemampuan tentang forensik digital. supaya
REFERENSI
[1]. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jakarta: Sekretaris Negara.
[2]. Republik Indonesia, Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jakarta: Sekretaris Negara. 1981.
[3]. Republik Indonesia, Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Trasaksi Elektronik(ITE).Jakarta: Sekretaris Negara
[4]. “Forensik” - https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_forensik
[5]. Perpustakaan Pusat UII
Al-Azhar, Muhammad Nuh. 2012. Digital Forensik : Panduan Praktis Intivigasi Komputer. Jakarta: Salemba Inftek.
[6]. Perpustakaan Pusat UII
Sulianta, Feri. 2014 Komputer Forensik : Perangkat Teknilogi forensic. J
akarta : PT Elex Media Komputindo
[7]. Ebook. Digital Evidence And Computer Crime
https://books.google.co.id/ (Diakses pada tanggal 18 Oktober 2017, 04.45
WIB)
[8]. Z. Ramadhan, “Digital forensik dan penanganan pasca insiden,” 2008.
[10]. Sutiyoso, Manajemen, Etika & Hukum Teknologi Informasi. Yogyakarta: UII Press, 2015
[11]. KBBI - “Saksi” http://kbbi.web.id/saksi. diakses pada tanggal 9-Okt-2017
[12]. P.J Umroh, “ Fungsi Dan Manfaat Saksi Ahli Memberikan Keterangan Dalam Proses Perkara Pidana” Lex Crim. Vol II, no.2, p.112, 2013 [13]. H.A. Feder, Law 101: Legal Guide for the Forensic Expert. U.S.
Depertment of Justice. 2011
[14]. D. L. Shinder, “Testifying as an expert witness in computer crimes cases”
techrpublic.com, 2010
[15]. Yudi Prayudi, “Problema Dan Solusi Digital Chain Of Custody,” , J. T. Informatika,