• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerintahan dan sistem pemerintahan dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemerintahan dan sistem pemerintahan dalam"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Nama

: Abdul Rauf Alauddin Said

Nim : 14/371881/PHK/8233

Mata ujian : Hukum Tata Pemerintahan

TEORI MAUPUN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG

PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN YANG DIANUT OLEH

INDONESIA

1.

Teori Tentang Pemerintahan

Negara sebagai wadah bangsa untuk mencapai cita-cita atau tujuan bangsanya, dalam prosesnya dikenal dengan istilah pemerintah, adapun peran pemerintah adalah sebagai ujung tombak dari pada jalannya sebuah roda organisasi kedaulatan yang disebut negara tersebut, untuk mencapai tujuannya pemerintah yang baik menjadi faktor yang sangat menentukan untuk mencapai tujuan tersebut. Istilah “Pemerintahan” dan “Pemerintah” bisa diberi arti secara sempit (meliputi bidang eksekutif) dan dapat diberi secara luas (meliputi semua kekuasaan di dalam negara).

Sondang P. Siagian mengemukakan adanya tiga bentuk negara yang memberikan peranan dan fungsi yang berbeda bagi pemerintah,1 yaitu:

1) bentuk political state (semua kekuasaan dipegang oleh raja sebagai pemerintah), 2) bentuk Legal state (pemerintah hanya sebagai pelaksana peraturan)

3) bentuk Welfare state (tugas pemerintah diperluas untuk menjamin kesejahteraan umum) dengan discretionary power dan freies Ermessen.

Secara historik konsep-konsep tentang cakupan tugas pemerintahan ini memang berkembang menurut proses kausalitas dari bentuk-bentuk negara.

Definisi sistem pemerintahan dapat ditentukan dengan melihat arti atau definisi dari dua kata yang membentuknya, yaitu “sistem” dan “pemerintahan”. Menurut Carl J. Friederich, yang dikutip oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, sistem adalah

(2)

“…suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsionil terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu”.2

Sedangkan kata pemerintahan, berasal dari kata pemerintah yang mendapatkan akhiran –an. Menurut C.F. Strong:

“Pemerintah adalah suatu organisasi yang diberi hak untuk melaksanakan kekuasaan kedaulatan. Dalam pengertian yang lebih luas, pemerintah adalah sesuatu yang lebih besar daripada badan menteri-menteri, suatu pengertian yang sering dipergunakan di masa sekarang ketika mengacu pada kabinet yang ada di Inggris sebagai contoh pemerintah masa kini. Oleh karena itu, negara harus memiliki: pertama, kekuatan militer atau kendali atas angkatan bersenjata; kedua, kekuasaan legislatif atau perangkat pembuat hukum atau undang-undang; ketiga, keuasaan finansial atau kemampuan untuk menggalang dana yang cukup dari masyarakat untuk membiayai pertahanan negara dan penegakkan hukum yang dibuat atas nama negara. Secara singkat, negara harus memiliki kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang disebut sebagai tiga kekuasaan dalam pemerintahan.”3

Berbicara tentang pemerintahan menjadi sangat menarik karena di setiap negara memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda. Ada tiga sistem pemerintahan yang lazim digunakan dibeberapa negara, yaitu pemerintahan dengan sistem Presidensil, sistem pemerintahan Parlementer, dan sistem pemerintahan Semi Presidensil. Berikut penjelasan singkat tentang ke-tiga sistem tersebut :

1. Sistem Presidensil

Kedudukan antara kepala Negara dan kepala pemerintahan terintegrasi dalam jabatan yang biasanya disebut Presiden. Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan Negara sebagai kepala Negara sekaligus kepala Pemerintahan. Dalam praktiknya, sistem Presidensil yang dianggap kuat kedudukannya karena sebagai kepala Negara juga sebagai kepala pemerintahan, terdapat banyak variannya. Ada yang menerapkan sistem presidensil dalam sistem republic yang demokratis, dimana

2Kusnardi, Moh, Harmaily Ibrahim, “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”, Pusat Studi HTN-FH UI dan CV. Sinar Bakti, Jakarta, 1988, hlm 171

(3)

kedudukan Presiden selalu dibatasi oleh konstitusi dan pengsian jabatan Presiden dilaksananakan melalui prosedur pemilhan umum.

Adapun ciri-ciri sistem presidensil secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut :

a) Presiden adalah kepala Pemerintahan dan sekaligus kepala Negara.

b) Presiden dipilih secara langsung.

c) presiden hanya dapat dijatuhkan dengan alasan hukum, bukan alasan politik.

d) Presiden dipilih untuk jangka waktu yang tetap.

e) Para menteri mempunyai kedudukan sebagai pembantu presiden, diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab semata-mata kepada presiden.4

2. Sistem Parlementer

Sistem pemerintahan parlementer pada dasarnya mengatur pola hubungan antar lembaga negara, dimana kekuasaan negara lebih cenderung diletakkan pada kekuasaan legislative (parlemen). Sistem Parlementer merupakan kebalikan dari sistem Presidensil. Perbedaan yang paling jelas untuk melihat suatu Negara adalah Negara yang bercorak sistem Parlementer adalah terletak pada adanya pembedaan antara kepala Negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government). Dalam sistem pemerintahan yang bercorak Parlementer kepala Negara bisa dipegang oleh Raja, Ratu, Presiden. Sedangkan jabatan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Sehingga dalam praktiknya jika yang menjadi kepala pemerintahan adalah raja, maka sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan Parlementer yang bercorak kerajaan dan apabila kepala Negara dijabat oleh Presiden maka sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan Parlementer yang bentuk negaranya Republik.

(4)

Adapun ciri-ciri sistem Parlementer secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut :

a) Kepala negara tidak berkedudukan sebagai kepala pemerintahan.

b) Pemerintahan dilakukan oleh sebuah Kabinet yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.

c) Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya.

d) Perdana Menteri dapat dijatuhkan oleh Parlemen melalui mosi tidak percaya, dengan alasan politik.

e) Kedudukan eksekutif lebih rendah dari parlemen.

3. Sistem Pemerintahan Campuran/Semi-Presidensil/Hybrid System.

Sistem semi-presidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan dua sistem pemerintahan, yaitu Presidensial dan Parlementer. Sistem Semi-Presidensial memberlakukan sistem pemilihan langsung sehingga presiden memiliki kekuasaan yang kuat bersama dengan perdana menteri yang ada. Sistem pemerintahan semi-presidensial juga disebut Dual Eksekutif atau Eksekutif Ganda. Di Indonesia meskipun memiliki sistem pemerintahan presidensial. Akan tetapi, dipengaruhi oleh sistem parlementer, namun Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai negara dengan sistem pemerintahan semi-presidensial, karena secara resmi sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem presidensial.

Negara-negara yang biasanya menjadi prototipe sistem pemerintahan campuran, yaitu Perancis (dengan Konstitusi 1958 dan Amendemen 1962) dan Swis. Perancis sejak tahun 1958 (disebut juga masa Republik Kelima) memiliki model sistem pemerintahan yang disebut Semi-Presidensial. Sebelumnya Perancis menerapkan sistem pemerintahan parlementer dan peralihan pada sistem semipresidensial, tidak menghapus ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer. Seperti dikatakan oleh C.F. Strong, bahwa:

(5)

mengontrol badan legislatif termasuk hak untuk membubarkan Parlemen. Hal ini berarti, apabila terjadi mosi tidak percaya dalam Parlemen yang menentang pemerintah, Presiden dapat membubarkan Majelis dan mengadakan pemilihan baru. Terakhir, konstitusi memberikan mandat kepada Presiden untuk mengambil tindakan darurat jika terjadi ancaman “terhadap institusi republik, kemerdekaan bangsa, integritas wilayah, serta pelaksanaan kewajiban luar negeri negara”.5

2. Sistem Pemerintahan Yang Dianut di Indonesia

Sejak meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah menggunakan konstitusi yang berbeda hingga sekarang, yaitu UUD 1945, UUDS 1959, Konstitusi RIS 1949 serta UUD 1945 setelah perubahan. Seiring dengan penerapan konstitusi-konstitusi tersebut, Indonesia juga menerapkan sistem-sistem pemerintahan yang berbeda-beda pula. Bahkan berdasarkan satu konstitusi yang sama, yaitu UUD 1945, Indonesia pernah menerapkan dua macam sistem pemerintahan tanpa mengubah teks asli UUD 1945, yaitu pada tahun 1945 hingga tahun 1948 menerapkan sistem pemerintahan Parlementer dan pada tahun 1948 hingga 1949 menerapkan sistem pemerintahan Presidensil.

Runtuhnya orde baru pada tahun 1998 yang ditandai dengan pemunduran diri Presiden Soeharto dari tahta kepresidenan yang dikenal Otoriter, lahirlah era baru dinegeri tercinta ini yang lazim disebut Era Reformasi, diera Reformasi ini UUD1945 telah mengalami Empat kali Amandemen yakni tahun 1999-2001. terdapat perubahan yang cukup berarti yang mempengaruhi sistem pemerintahan di Indonesia. Dalam perubahan ketiga UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, melainkan dipilih secara langsung secara berpasangan oleh rakyat. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang sebelumnya diatur dalam pasal 6 ayat (2) yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih olah Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak”, sekarang diatur dalam pasal 6A yang berbunyi “ Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu berpasangan secara langsung oleh rakyat”. Tentu saja perubahan ini juga berimplikasi pada kewenangan MPR yang sebelumnya berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya.

Dengan adanya perubahan ini, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR dan MPR tidak memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban Presiden apalagi

(6)

menjatuhkan Presiden. Apalagi perubahan ini diikuti dengan perubahan mengenai pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya, seperti yang disebutkan dalam pasal 7A UUD 1945 setelah perubahan yaitu:

“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”6

Dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat serta kedudukan Presiden yang tidak dapat dijatuhkan oleh MPR kecuali seperti diatur dalam pasal 7A, menghilangkan segi-segi parlementer dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Seperti yang dikatakan oleh Bagir Manan bahwa:

“sistem (pemerintahan) Indonesia secara hakiki adalah sistem presidensiil bukan dimaksudkan sebagai suatu bentuk campuran. Karena di masa depan Presiden disatu pihak dipilih langsung, dan di pihak lain tidak bertanggung jawab kepada MPR, maka sistem presidensil menjadi lebih murni (tidak ada lagi unsur campuran)”.7

Artinya setelah perubahan UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia merupakan sistem pemerintahan presidensial, karena tidak ada lagi ciri-ciri umum sistem pemerintahan parlementer yang melekat.

3. KRITIK

Dari pembahasan saya di atas tentang Teori Sistem Pemerintahan dan Sistem Pemerintahan yang dianut Indonesia, berdasarkan literatur-literatur yang ada maka saya berpendapat bahwa Indonesia adalah negara yang menganut sistem pemerintahan Presidensil, karena semua indikator atau ciri-ciri pokok sistem pemerintahan presidensil yang saya paparkan diatas telah dilaksanakan di Indonesia. Akan tetapi, dalam pelaksanaan praktek

6UUD 1945

(7)

kenegaraan, masih ada beberapa hal yang kemudian mencerminkan corak Sistem Parlementer sehingga menjadi Anomali dari Sistem Presidensil di Indonesia, seperti:

1. Adanya sistem Multi partai yang mengakibatkan ketidakstabilan jalannya sistem presidensil yang menjadi pokok dasar terjadinya Sistem Koalisi Partai yang mengakibatkan adanya kabinet-kabinet koalisi atau kabinet partai dalam pemerintahan, yang dalam hal ini berimplikasi terhadap jalannya roda pemerintahan dalam sistem pemerintahan.

2. Hak Interpelasi dan Hak Angket yang dimiliki DPR juga merupakan corak sistem Parlementer dimana secara tidak langsung Presiden memberikan pertanggungjawaban kepada DPR , sesuatu yang tidak sesuai dengan sistem Presidensil selain itu kekuasaan atau hak DPR juga diperbesar untuk pengangkatan pejabat-pejabat negara atau pejabat pemerintahan tertentu yang semestinya semata-mata kekuasaan Presiden, karena jabatan-jabatan tersebut ada dalam wilayah lingkungan kekuasaan Eksekutif. Sangat dimungkinkan adanya pembaruan hak-hak DPR. Semua Hak DPR yang bersifat parlementer ditiadakan untuk menjamin kestabilan kerja cabinet, DPR tidak perlu mengawasi pekerjaan sehari-hari pemerintahan atau peristiwa-peristiwa yang berada dalam lingkungan pemerintah.

3. Secara eksplisit dalam hal praktek kenegaraan di Indonesia, belum terjadi pemisahan secara tegas, karena menentukan sistem pemerintahan yang dianut suatu negara harus dilakukan secara tegas. Artinya bahwa secara Teoritis sistem pemerintah yang diterapkan tersebut hanya memiliki dua kemungkinan, yaitu Sistem Pemerintahan Presidensil atau Sistem Pemerintahan Parlementer.

CATATAN KRITIS TERHADAP UU NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN

(8)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum menganalisis Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah, berikut saya paparkan alasan mengapa Indonesia mengadopsi kebijakan desentralisasi, diantaranya adalah:

1) Pilihan otonomi luas merupakan pilihan yang sangat strategis dala rangka memelihara nation state yang telah lama dibangun sekaligus mengembalikan harkar nartabat dan harga diri masyarakat di daerah karena adanya marginalisasi 2) Sentralisasi dan dekonsentrasi terbukti gagal mengatasi krisis nasional

3) Pematapan demokrasi politik karena demokrasi tanpa ada penguatan politik dari lokal akan menjadi sangat rapuh dan tidak mungkin jika hanya memperkuat elite politik nasional

4) Desentralisasi akan mencegah terjadinya kepincangan di dalam menguasai sumber daya yang dimilki oleh negara

Masalah yang terus menjadi catatan merah terhadap pelaksanaan desentralisasi di Indonesia setelah melalui berbagai proses perubahan aturan perundang-undangan adalah salah satunya mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah . kebutuhan terhadap desentralisasi bagi Indonesia menjadi sesuatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda dan peraturan-peraturan yang mengatrnya tidak pernah serius dalam mengatur dan mengomplementasikan terkait perimbangan dana antara Pusat dan Daerah. Pasal 279 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa

Hubungan keuangan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pemberian sumber penerimaan Daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah;

b. Pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

c. Pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk Pemerintahan Daerah tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang; dan

(9)

Kesulitan dalam mengimplementasikan perimbangan fiskal pusat-daerah adalah kemauan politik dari pemerintah pusat dan mentalitas pemerintah daerah. Pemerintah pusat masih terasa setengah hati dalam melakukan dana perimbangan karena ada dimna suatu daerah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup untuk mengelola daerahnya sendiri dan ada daerah dimana keadaan sumber daya alam dan bahkan sumber daya manusia di daerah tersebut belum dapat dikatakan mampu untuk mengelola daerahnya sendiri. Namun perimbangan dana yang diberikan oleh pusat ke daerah menekankan pada proporsi, bukan pemberian kewenangan yang secara luas. Pemberian dana penyelengaraan otonomi khusus untuk Pemerintahan daerah tertentu dirasa kurang tepat sasaran, katakan misalnya DKI Jakarta sebagai daerah ibukota dimana daerah tersebut sudah mampu mengelola daerahnya sendiri, seharusnya sudah tidak lagi mendapatkan dana dari pusat. Dikarenakan penerimaan pusat berasal dari sumber-sumber daerah dan sumber-sumber lain seperti pajak dan hutang luar negeri, maka daerah-daerah yang memiliki kemampuan finansial lebih besar memilki kewajiban untuk membagi sumber dayanya kepada daerah yang kemampuan finansialnya rendah. Masalah yang kemudian masih harus mnejadi tanda tanya adalah apakah daerah yang kaya bersedia memberikan subsidi kepada daerah yang kurang mampu karena pada dasarny masing-masing daerah memiliki parameter dan tendensi sendiri dan bahkan bersaing dalam hal pengumpulan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Selain masalah mengenai perimbangan dana aatar pusat dan daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dalam Pasal 289 menyebutkan:

“Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. pajak bumi dan bangunan (PBB); dan

b. PPh Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21”.

(10)

peningkatan atau bahkan penggalakan penarikan retribusi yang dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten.

Terkait dengan kedudukan dan kewenangan gubernur juga tidak terlepas dari konsep pemerintahan secara keseluruhan. Pemerintah daerah merupakan subsistem dari keseluruhan sistem pemerintahan. Sebuah sistem pemerintahan dalam negara hanya akan berfungsi apabila sub-sistem yang ada terintegrasi, saling dukung dan tidak berlawanan. Konsepsi demikianlah yang menjadi landasan terhadap pentingnya penataan hubungan kewenangan dan kelembagaan antar level pemerintahan di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Dalam kapasitasnya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, gubernur tetap memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan koordinasi terhadap pelaksanaan kewenangan kabupaten/kota. Hal ini terlihat dalam Pasal 373 “Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota”. Berdasarkan pasal tersebut, satu hal yang terlihat adalah kedukukan atau posisi provinsi dalam struktur ketatanegaraan dalam bingkain negara kesatuan adalah ebagai penyambung dan penghubung kepentingan serta kewenangan yang bersifat nasional dengan yang bersifat lokal yang harus diberdayakan. Hal ini dirasa penting karena peran Gubernur disini adalah ibarat perekat hubungan antara pusat dan daerah. Pemerintah pusat memiliki kewenangan yang bersifat standar, norma dan pedoman nasional, sedangkan di level provinsi memiliki kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan koordinasi penyelenggaraan kewenangan di wilayah provinsi tersebut. Sementara itu pada level kabupaten/kota memiliki kewenangan mengatur dan mengurus dalam bidang kewenangan yang dimiliki berdasarkan stndar norma dari pusat juga provinsi.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Terutama ketika saya membaca salah satu kalimat dalam buku ini: Tidak ada orang yang bisa membuat diri Anda bahagia karena bahagia adalah keputusan Anda sendiri dan bukan

Jika dilihat dari aspek gender, dapat dikaitkan dengan gender differences (perbedaan gender) dalam kebiasaan berkendara sepeda motor. Perbedaan gender yang ada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Kesulitan belajar menurut keterampilan mengajar guru. Perbedaan kesulitan belajar menurut motivasi belajar.

Pengenalan suara jantung dan suara paru dengan menggunakan teknik pengolahan sinyal digital memberikan hasil yang menjanjikan untuk membantu tenaga medis dalam

Temuan penelitian ini juga sejalan Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dimas Rizky (2014) dengan judul Pengaruh Kemampuan, Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap

adapun manfaat yang diharapkan adalah: (1) Kepentingan Ilmu Pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya mengenai munculnya

Dengan asumsi load cell tidak menyebabkan ketidakpastian acak terhadap hasil pengukuran, maka hitunglah (dengan tingkat keyakinan 95%) :. Standar deviasi dan ketidakpastian acak

Indeks pencemaran (IP) dengan baku mutu air kelas I terendah pada Desa Menanga kluster hulu dengan nilai IP 11,6 dan tertinggi pada Desa Muncan dengan IP 24,8 lebih