• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPRIBADIAN Kepribadian Muslim itu tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEPRIBADIAN Kepribadian Muslim itu tidak"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEPRIBADIAN

Kepribadian Muslim itu tidak terbentuk begitu saja, tetapi terbentuk melalui beberapa faktor yang mempengaruhi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:

a. Faktor Biologis b. Faktor sosial

c. Faktor Kebudayaan.66 a. Faktor biologis.

Yaitu faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani atau sering disebut faktor psikologis. Faktor ini berasal dari keturunan atau pembawaan yang dibawa sejak lahir. Yang mempunyai peranan pada beberapa unsur kepribadian dan mempengaruhi tingkah laku seseorang.

b. Faktor Sosial

yang dimaksud faktor sosial adalah masyarakat, yakni manusia lain disekitar individu yang mempengaruhi individu yang bersangkutan. Termasuk didalamnya adat istiadat peraturn yang berlaku dan bahasa yang digerakkan. Sejak anak dilahirkan sudah mulai bergaul dengan orang sekitar. Pertama-tama dengan keluarga. Keluarga sebagai salah satu faktor sosial yang mempunyai posisi terdepan dalam memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Bagaimanpun juga keluarga terutama orang tua adalah pembina pribadi pertama dalam hidup manusia sebelum mereka mengenal dunia luar.

Disamping keluarga, sekolah juga mempengaruhi pembentukan kepribadian anak. Bahkan sekolah dianggap sebagai faktor terpenting setelah keluarga, sekolah adalah merupakan jenjang kedua dalam pebentukan kepribadian muslim. Dengan demikian nyatalah betapa besar pengaruh faktor sosial yang diterima anak dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari dari kecil sampai besar terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian seseorang.

c. Faktor Kebudayaan.

Sebenarnya faktor kebudayaan ini termasuk pula didalamnya faktor sosial. Karena kebudayaan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana anak itu dibesarkan. Karena setiap kebudayaan mempunyai nilai yang harus dijunjung tinggi oleh manusia yang hidup dalam kebudayaan tersebut.

Mentaati dan mematuhi nilai dalam kebudayaan itu menjadi kewajiban bagi setiap anggota masyarakat kebudayaan. Disamping itu harus mempunyai kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat. Dari uraian tersebut dapat kesimpalan bahwasanya kepribadian seseorang tumbuh dan berkembang atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam yang berupa faktor biologis dan kekuatan dari luar yang berupa faktor sosial dan faktor kebudayaan. Dalam hal ini Ki Hajar Dewantara menggunakan faktor ajar bagi faktor eksteral dan faktor dasar bagi faktor intern.

HAKIKAT MANUSIA

Konsep Islam memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki keunikan dan keistimewaan tertentu. Sebagai salah satu makhluk-Nya, karakteristik eksistensi manusia harus dicari dalam relasi dengan sang Pencipta dan makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Yaitu diantaranya hubungan manusia dengan sang Pencipta (hablun minallah) dengan kewajiban beribadah kepada-Nya. (Q.S 51: 56) atau menjadi ingkar dan syirik kepada-Nya. (Q.S 4 :48).[1]

Untuk menjadikan hubungan tersebut berjalan normal, maka dianugerahkan berbagai potensi yang dipersiapkan untuk kepentingan pengaturan hubungan tersebut. Anugerah tersebut antara lain berupa dorongan naluri, perangkat inderawi, kemampuan akal dan fitrah agama yang jika dikembangkan melalui bimbingan yang baik akan mampu mengantarkan manusia mencapai sukses dalam kehidupannya sebagai makhluk yang taat mengabdi kepada Penciptanya.

(2)

ini pula yang merupakan benih dari rasa keberagaman yang terdapat pada diri manusia. Dengan demikian, psikologi agama dalam pandangan Islam berawal dari pendekatan fitrah keagamaan itu sendiri. Kesadaran dan pengalaman keagamaan dinilai sebagai faktor bawaan yang berkembang melalui bimbingan. Pengembangan awal berangkat dari kedua orang tua dalam lingkungan keluarga.

Manusia menurut terminologi Al Qur'an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Manusia disebut “al basyar” berdasarkan pendekatan aspek biologisnya. Dari sudut pandang ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan makhluk generatif (berketurunan). Sedang dilihat dari fungsi dan potensi yang dimilikinya, manusia disebut “al insan”. Konsep al insan

menggambarkan fungsi manusia sebagai penyandang khalifah Tuhan yang dikaitkan dengan proses penciptaan dan pertumbuhan serta perkembangannya (Q.S 2:30, dan Q.S 23:12-14). Selain itu konsep al insan juga menunjukkan potensi yang dimiliki manusia seperti kemampuan untuk mengembangkan ilmu (Q.S 96:4-5). Dan juga konsep ini menggambarkan sifat-sifat dan tanggung jawab manusia seperti lupa, khilaf, tergesa-gesa, suka membantah, kikir, tidak bersyukur dan sebagainya. Namun kepada-Nya tanggung jawab untuk berbuat baik. (Q.S 29:8)

Selanjutnya manusia disebut “al nas” yang umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan sosial yang dilakukannya. Selain sebagai makhluk sosial, manusia juga dibebankan tanggung jawab sosial, baik dalam bentuk lingkungan sosial yang paling kecil (keluarga) maupun yang lebih besar seperti masyarakat, etnik maupun bangsa. Manusia juga disebut al insan untuk menggambarkan aspek spiritual yang dimilikinya.

Dalam bentuk pengertian umum, Al Qur'an menyebut manusia sebagai “bani Adam”. Konsep ini untuk menggambarkan nilai-nilai universal perbedaan jenis kelamin, ras dan suku bangsa ataupun aliran kepercayaan masing-masing. Bani Adam menggambarkan tentang kesamaan dari persamaan manusia yang tampak lebih ditekankan pada aspek fisik.[2]

Manusia sebagai makhluk psikis menurut Imam Ghazali ada empat unsur-unsur kejiwaan yang terdiri atas: 1. Qalbu. Qalbu mempunyai dua arti yaitu fisik dan metafisik. Qalu dalam arti fisik adalah jantung, berupa segumpal

daging berbentuk lonjong, terletak di dalam dada sebelah kiri. Sedangkan dalam arti metafisik dinyatakan sebagai karunia Tuhan yang halus, bersifat ruhaniyah dan ketuhanan, yang mempunyai hubungan dengan jantung. Qalbu yang halus dan indah inilah hakikat kemanusiaan yang mengenal dan mengetahui segalanya, serta menjadi sasaran perintah, cela, hukuman dan tuntutan Tuhan.

2. Kognisi ruh. Yang diartikan sebagai “nyawa” atau sumber hidup dan diartikan sebagai suatu yang halus dan indah dalam diri manusia yang mengetahui dan mengenal segalanya seperti halnya qalbu dalam arti metafisik.

3. Nafsu. Nafsu terbagi menjadi tiga yaitu nafsu mutmainnah yang memberi ketenangan batin,nafsu amarah yang mendorong kepada tindakan negatif, nafsu lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan hingga timbul penyesalan. Nafsu mencakup gejala ambang sadar dan yang berada di bawah ambang sadar. Sedangkan qalbu sebagai wadah dari gejala ambang sadar manusia.

4. Akal. Yaitu daya pikir atau potensi intelligensi manusia yang mencakup dorongan moral untuk melakukan kebaikan dan menghindarkan dari kesalahan karena adanya kemampuan manusia untuk berpikir dan memahami persoalan.[3] C. Perkembangan manusia dalam psikologi Islam

Dalam psikologi Islam telah dijelaskan bagaimana hubungan antara tingkat perkembangan anak yaitu : 1. Masa bayi. Pada masa ini masih memiliki rasa ketergantungan melalui pengalaman-pengalaman yang diterima dari

lingkungannya dan insting keagamaan. Yaitu memiliki fitrah untuk beriman kepada Tuhan.[4]

2. Masa anak. Dalam hal ini anak belum menyadari benar perasaan ketuhanan (keagamaan). Tuhan bagi anak masih dalam masa fantasi atau gambarannya disamakan dengan makhluk/ manusia lainnya. Contohnya anak sering menanyakan Tuhan rumah-Nya di mana dan lain-lain.

(3)

4. Masa muda. Pada masa ini seseorang sudah mulai memikirkan masa untuk menikah.

5. Masa dewasa. Pada masa ini seseorang sudah dapat mengetahui kondisi dirinya, ia sudah mulai membuat rencana kehidupan serta sudah mulai memilih dan menentukan jalan hidup (way of life) yang hendak ditemui. Masa ini adalah masa peralihan dari masa remaja atau masa pemuda ke masa dewasa.[5]

6. Masa lanjut usia. Yaitu manusia tidak produktif lagi. Secara garis besarnya ciri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah kehidupan keagamaan pada usia ini sudah mencapai tingkat kemantapan, menerima pendapat keagamaan, mengakui terhadap realita kehidupan akhirat, timbulnya rasa takut pada kematian sehingga berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).[6]

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitas hidup manusia. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan selalu berkembang, dan selalu dihadapkan pada perubahan zaman.

Kebudayaan merupakan isi bagi pendidikan dimana melalui pendidikan nilai nilai kebudayaan itu diajarkan atau ditransformasikan kepada peserta didik. Karena itu pendidikan sering dipandang sebagai proses pewarisan nilai - nilai budaya atau proses enculturasi dari satu generasi ke generasi yang lain.

Lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain.

Tanpa proses pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang. Melalui pendidikan, kepribadian seseorang itu dibentuk dan dikembangkan. Individu yang dididik melalui pendidikan merupakan kreator dan sekaligus sebagai manipulator dari kebudayaannya. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekedar jumlah dari kepribadian kepribadian. Sebaliknya kebudayaan akan sangat diperlukan upaya pembentukan kepribdian. Kesenian misalnya, sebagai aspek kebudayaan, sangat besar peranannya dalam pengembangan kepribadian seseorang, dan karena itu sangat penting bagi pendidikan.

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT

Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk

memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya. Filsafat dalam pendidikan (filsafat pendidikan) digunakan untuk memecahkan problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya dan digunakan untuk memecahkan problematika pendidikan masa kini.

Beberapa masalah pendidikan yang memerlukan filsafat, yaitu :

1. Masalah pertama dan yang mendasar ialah tentang hakikat pendidikan.

Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia. Adalah merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Apakah hakikat manusia itu dan bagaimana hubungan antara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia?

1. Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia? Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian manusia?

(4)

Apakah pendidikan itu untuk individu atau untuk kepentingan masyarakat?

Apakah pembinaan itu untuk dan demi kehidupan riil dan material di dunia ataukah untuk kehidupan di akhirat kelak?

1. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab atas pendidikan?

Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan sekolah terhadap pendidikan? 2. Apakah hakikat kepribadian manusia itu?

Manakah yang lebih untuk dididik; akal, perasaan, atau kemauannya, pendidikan jasmani atau mentalnya, pendidikan skill ataukah intelektualnya atau kesemuanya itu?

1. Apakah hakikat masyarakat dan bagaimana kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah individu itu independen, ataukah dependen dalam masyarakat?

2. Apakah isi kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal? Apakah kurikulum itu mengutamakan pembinaan kepribadian?

3. Bagaimana metoda pendidikan yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal? Bagaimana kepemimpinannya dan pengaturan aspek-aspek sosial paedagogis lainnya?

4. Bagaimana asas penyelenggaraan pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentralisasi, ataukah otonomi, apakah oleh Negara, ataukah swasta?

Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dijawab dengan analisa filsafat sebagai berikut :

1. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan, kemampuan mencari kebenaran, dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan. Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk “IQRO” dalam surat Al-Alaq yang merupakan

kalamullah pertama pada Rosulullah SAW. Iqro di sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai “bacalah”, tetapi dalam arti luas agar manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di bumi ini.

Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.

2. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa

kehilangan pribadinya masing-masing. Sejak dahulu, disepakati bahwa dalam pribadi individu tumbuh atas dua kekuatan yaitu : kekuatan dari dalam (kemampuan-kemampuan dasar), Ki Hajar Dewantara

menyebutnya dengan istilah “faktor dasar” dan kekuatan dari luar (faktor lingkungan), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan istilah “faktor ajar”.

(5)

pengaruh, kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Si pribadi terpengaruh lingkungan, dan lingkungan pun diubah oleh si pribadi. Faktor-faktor intern (dari dalam) berkembang dan hasil

perkembangannya digunakan untuk mengembangkan pribadi di lingkungan. Factor dari luar dan

lingkungan kadang tidak berkembang dengan baik, misalnya ketika pribadi terpengaruh oleh hal-hal negatif yang timbul dari luar dirinya.

3. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.

Secara sederhana Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya

kepribadian yang utama.Tujuan Pendidikan Nasional adalah menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan GBHN 1993, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.

Sistem merupakan suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan, yang bergabung menjadi suatu keseluruhan. Nilai suatu yang dianggap baik yang menjadi suatu norma tertentu mengatur ketertiban kehidupan sosial manusia. Karena manusia merupakan makhluk budaya dan makhluk sosial [selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik berupa jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun rohani (segi spiritual)] maka manusia dalam interaksi dan interdependensinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang terbina dengan baik dan selaras.

Dalam Pendidikan: manusia sebagai subjek pendidikan (siap untuk mendidik) dan sebagai objek pendidikan (siap untuk dididik). Berhasil atau tidaknya usaha pendidikan tergantung pada jelas atau tidaknya tujuan pendidikan. Di Indonesia : tujuan pendidikan berlandaskan pada filsafat hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Filosofi pendidikan pancasila: usaha-usaha pendidikan dalam keluarga, masyarakat, sekolah dan perguruan tinggi.

Dalam rangka mengembangkan sifat sosial, manusia selalu menghadapi masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai (Ahmadi, 1990:12). Nilai-nilai itu merupakan faktor internal dengan hubungan antar sosial tersebut, sebagaimana dikatakan Celcius, ubi societas, ibiius “di mana ada suatu masyarakat, disana pasti ada hukum”. Dengan kata lain, sebagaimana pandangan aliran progressivisme, nilai itu timbul dengan sendirinya, tetapi ada faktor-faktor lain dari masyarakat saat nilai itu timbul (Muhammad Noor Syam, 1986:127). Sehingga Nilai akan selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial dan bermasyarakat dengan manusia lain. Hal ini sesuai dengan aliran progressivisme bahwa “masyarakat menjadi wadah nilai-nilai”.

SISTEM NILAI

Hubungan nilai dengan tanggung jawab manusia dimisalkan umpamanya keadilan sebagai nilai moral, akan kehilangan nilai moralnya manakala tidak didasari oleh keputusan bebas manusia yang mesti

dipertanggungjawabkannya.

(6)

Manusia akan merasa bersalah manakala ia melecehkan nilai-nilai yang sudah dimilikinya namun dilanggarnya, sebaliknya manusia merasa puas dan lega manakala nilai-nilai itu dapat diaktualisasikan dalam tindakan. 2. Berkaitan dengan kewajiban, pada prinsipnya nilai moral seperti nomor dua di atas akan melahirkan apa yang

disebut dengan kewajiban moral Kewajiban moral sebagai hasil dari tuntutan nilai moral seperti ini pada prinsipnya merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar, manusia akan sealalu memiliki kecenderungan untuk melakukan nilai-nilai moral selain sesuai dengan fitrah yang telah dimilikinya sebagai makhluk bermoral, juga nilai moral tersebut merupakan substansi dari perilaku moral itu sendiri, misalnya pada perilaku jujur, nilai moral pada perilaku ini memang ada pada perilaku jujur itu sendiri, tidak di luar atau konsekuensi dari perilaku itu sendiri.[11]

HAKIKAT MASYARAKAT Masyarakat dan kebudayaan

Masyarakat adalah sekumpulan individu yang menjadikan diri mereka menjadi suatu kelompok sosial. Sesuatu yang membuat mereka menjadi suatu kelompok, dan tidak menjadi suatu kelompok yang lain disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah pemersatu sosial, social cement. Pemersatu sosial ini berupa kekayaan sosial termasuk ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, sikap, tingkah laku serta cara berpikir kelompok sosial yang diperoleh para anggota masyarakat itu (Stone dan Schneider, 1971, hal 2-3; Zais, 1976 hal. 157).

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme pasar Islam ialah mekanisme pasar bebas dimana pemerintah tidak ikut campur dalam menentukan harga pasar namun pemerintah disini berperan sebagai pengawas

3.1 Memahami konsep ruang (lokasi, distribusi, potensi, iklim, bentuk muka bumi, geologis, flora dan fauna) dan interaksi antarruang di Indonesia serta pengaruhnya

8ejala #erangan hampir #ama dengan hama putih pal#u' yaitu adanya $agian daun yang $er/arna putih memanjang #ejajar dengan tulang daun& ,edanya hama putih akan memotong

Model dikatakan baik bilamana nilainya besar (mendekati 1). Dalam penelitian ini nilai yang diperoleh adalah 57,12%, ini menunjukkan bahwa model jalur dapat dikatakan baik. Nilai

Salah satu komoditas yang mempunyai peluang besar untuk diolah menjadi bahan pakan ternak dengan jumlah yang melimpah di DKI Jakarta yaitu limbah organik pasar.. Berikut

Berdasarkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Dinas Kebersihan dan Pertamanan selaku Satuan Perangkat Kerja Daerah

Kalau kamera digerakkan mundur, atau cut ke belakang, dari shot dekat ke shot lebih jauh, hanya diperlukan klop dengan action yang nampak pada close-up sebelumnya, karena

Tugas Pokok Membantu Sekretaris Daerah dalam penyusunan kebijakan daerah di bidang pemerintahan, hukum dan kerjasama, dan pengoordinasian penyusunan kebiajakan daerah