1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu
pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak
selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam
berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya.Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang
berulang, sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti.Studi sastra adalah
sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus.
Sapardi (1979:1)memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan
sosial.Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
kenyataan sosial. Tentu saja yang disampaikan dalam hasil karyanya merupakan semua
aspek yang berhubungan dengan seluk-beluk kehidupan manusia, baik mengenai
kehidupan sosial,politik,maupun masalah yang dihadapi manusia pada saat
diciptakannya karya sastra tersebut.Sastra juga merupakan bagian dari kebudayaan,yang
artinya sastra dapat juga menjadi tempat penuangan ekspresi jiwa.
Selain itu, sastra dapat digunakan sebagai media penyampaiangagasan-gagasan
yangdipikirkan oleh pengarang mengenai kehidupan sosial pengarang manusia (ruang
lingkup masyarakat). Itulah sebabnya, sastra dikatakan mampu menampilkan gambaran
kehidupan manusia.
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang salah satu penduduknya ialah
2
terdapat etnis Batak Toba.Etnis ini merupakan salah satu subetnis yang memiliki
kebudayaan dan karya sastra sendiri.Sastra dalam kajian dasarnya terbagi atas dua
bagian yakni sastra tulisan dan sastra lisan. Sastra tulisan ini dominan berasal dari sastra
lisan, misalnya legenda yang diceritakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan
oleh pendengarnya.
Sastra tulisan banyak diketahui oleh pembaca karena dikenal penyampaiannya
melalui tulisan yang sudah dibukukan.Sastra lisan disampaikan dari mulut ke mulut
(sastra oral) yang berisi cerita-cerita warisan turun-temurun dan mempunyai nilai-nilai
leluhur misalnya mitos,legenda,cerita rakyat, dongeng, dan lain-lain.
Sastra lisan merupakan dasar komunikasi antara pencipta,masyarakat, dan
pembaca ceritayang dalam artiannya bahwa suatu karya itu akan lebih mudah untuk
dipahami apabila didasari pada karya sastra karena unsur-unsurnya telah banyak dikenal
dan akan lebih mudah dilaksanakan oleh masyarakat.Sastra lisan itu juga merupakan
suatu kekayaan budaya, terkhusus kekayaan atas keragaman sastra karena sastra lisan
sebagai bagian apresiasi sastra,sebab sastra lisan telah
menarik pendengar untuk melakukan ekspresinya dan pemahamannya atas gagasan
karya sastra yang telah dibaca.
Karya-karya sastra lisan banyak menuangkan dampak nilai-nilai
moral,didaktis,ilmu pengetahuan,filsafat,dan lain-lain yang penting untuk dibahas dan
diteliti melalui buku yang menyangkut kepada karya-karya sastra lisan,agar masyarakat
yang belum mengetahui menjadi mengenal.Memang dapat dikatakan bahwa sastra lisan
itu telah banyak dibukukan, akan tetapi masih cukup banyak sastra lisan yang belum
3
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap
benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci dan oleh yang empunya cerita disebut
sebagai suatu yang benar-benar terjadi dan juga telah dibumbui dengan keajaiban,
kesaktian, dan keistimewaan tokohnya.Maka dengan kelemahan dan segala kekurangan,
penulis mencoba mengangkat salah satu karya sastra berupa legenda.Misalnya legenda
Raja Sisingamangaraja XII yang mengisahkan seorang Raja yang
bijaksana,berkharisma, dan berjiwa tinggi dalam memimpin rakyatnya. Selain itu,
beliau juga seorang Raja yang terkenal menjadi pemangku agama, adat sekaligus
budaya. Terlebih dikalangan sukunya hingga saat ini, sosok beliau lebih dikenang
sebagai seorang pahlawan yang memiliki jiwa yang berdemokrasi tinggi, dan
berloyalitas tinggi dalam memimpin rakyatnya. Raja yang rela berjuang demi
kesejahteraan rakyatnya dengan mengorbankan segala yang ada padanya.
Raja Sisingamangaraja XII ini juga merupakan salah satu tokoh pejuang yang
anti dengan perbudakan dan penindasan, sehingga kepribadian dan perwatakannya yang
masih diliputi dengan misteri sering dibicarakan oleh masyarakat dengan kekaguman
atas perjuangannya.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penyusunan skripsi sangat penting adanya perumusan masalah,karena
pada dasarnya masalah itu adalah suatu wujud bentuk pertanyaan yang terstruktur dan
memerlukan pemecahan di dalam pembahasan.Adapun rumusan masalah yang dapat
saya simpulkan dan akan dibahas permasalahannya adalah :
1) Bagaimana unsur intrinsik legenda Raja Sisingamangaraja XII?
4 1.3 Tujuan Penelitian
Suatu pekerjaan yang dilaksanakan agar memperoleh hasil yang baik tentunya
pekerjaan itu harus mempunyai sasaran ataupun tujuan. Tujuan dari penulisan skripsi ini
yaitu penulis sangat berharap skripsi ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa
maupun khalayak umum yang membacanya agar lebih mengetahui tentang karakter
Raja Sisingamaraja XII. Selain itu, adapun tujuan dari penelitian ini yang hendak
dicapai antara lain:
1) Menguraikan unsur-unsur intrinsik legenda Raja Sisingamangaraja XII.
2) Mengungkapkan aspek psikologis tokoh (watak) legenda Raja Sisingamangaraja
XII.
1.4 Manfaat Penelitian
Karena adanya penulisan skripsi tentang analisis Psikologi sastra terhadap legenda
di atas, maka penulis berharap hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai
berikut :
1) Membantu pembaca dalam memahami unsur-unsur yang membangun legenda
Raja Sisingamangaraja XII.
2) Penelitian ini diharapkan mampu merangsang masyarakat terhadap karya sastra
daerah yang masih banyak mengandung nilai-nilai kejiwaan yang bermanfaat
besar didalam hidup keseharian.
3) Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat
diwariskan kepada generasi muda.
4) Sebagai apresiasi Sastra Daerah khususnya prodi Sastra Batak terhadap prosa
5
5) Tambahan sumber informasi tentang Sisingamangaraja XII bagi mahasiswa
Departemen Sastra Daerah FIB USU Medan.
6) Sebagai bahan dokumentasi legenda pada Departemen Sastra Daerah FIB USU
Medan.
1.5 Anggapan Dasar
Dalam melakukan penelitian diperlukan anggapan dasar. Anggapan dasar adalah
suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas
(Arikunto, 1996:65). Maksud kebenaran disini adalah apabila anggapan dasar tersebut
dapat dibuktikan kebenarannya. Karena itu menurut penulis, legenda ini masih ada
dalam masyarakat Batak Toba dan mengingatkan
kepada pembaca, khususnya pada masyarakat Batak Toba agar tidak memaksakan
kehendaknya dalam melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik yang melanggar
norma dan etika ditengah-tengah kehidupan.
1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.6.1 Letak Geografis Kecamatan Baktiraja
Kecamatan Baktiraja terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi
Sumatera Utara dengan luas wilayah 2.231,9 Ha yang terletak pada titik koordinat
2º16’-2º 23’LU- 98º47’-98º 58’ BT. Kecamatan Baktiraja terletak pada 500 – 1.500
meter di atas permukaan laut. Kecamatan ini terdiri dari tujuh desa diantaranya adalah
Desa Simamora, Siunongunong, Julu, Sinambela, Simangulampe, Marbun Toruan,
Marbun Tonga, Marbun Dolok dan Tipang. Kecamatan Baktiraja merupakan daerah
yang menjadi tempat penelitian tentang Legenda Raja Sisingamangaraja XII. Jarak
tempuh kantor kecamatan Baktiraja ke kantor Bupati Humbang Hasundutan ± 15 km
6
Kecamatan Baktiraja terletak dengan batas wilayah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sitiotio Kab. Samosir.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Doloksanggul.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pollung.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Muara Kab. Tapanuli Utara.
Data tersebut bersumber dari kecamatan Baktiraja kabupaten Humbang
Hasundutan.
1.6.2 Keadaan Penduduk
Pada umumnya, masyarakat yang bermukim di Desa Simamora adalah suku
Batak Toba yang telah lama mendiami desa tersebut. Desa Simamora merupakan tanah
ulayat marga Sinambela, Marbun, Simamora, Bakara, Sihite, dan Simanullang. Ke-6
kelompok marga ini membentuk satu kesatuan masyarakat adat dinamai sionom ompu
(onom=enam; ompu=leluhur). Sedangkan marga lain adalah marga pendatang yang
bermukim di Desa Simamora, yang juga merupakan suku Batak. Penduduk yang berada
di desa ini rata-rata mata pencahariannya adalah bertani. Produk pertanian unggulan di
Desa Simamora adalah padi, bawang merah, kopi, dan tanaman palawija lainnya.
Namun sebahagian kecil dari masyarakat yang bermukim di pinggiran danau Toba
bekerja sebagai nelayan. Meski demikian, tidak sedikit juga masyarakatnya bekerja
pada instansi pemerintahan.
1.6.3 Budaya Masyarakat
Penduduk yang bermukim di Desa Simamora mayoritas suku Batak Toba yang
telah lama mendiami Baktiraja, dan terkenal akan budaya Batak Tobanya yang masih
7
satu suku yaitu suku Batak Toba dan memiliki ciri khas pada budaya masyarakatnya.
Dalam masyarakat Batak Toba juga dikenal adanya turiturian (cerita), cerita ini akan
menjadi sebuah budaya atau kebiasaan bagi masyarakat batak Toba ketika beropera.
Maka di dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas sebuah legenda yang
menceritakan tentang perjuangan
Raja Sisingamangaraja XII, legenda yang hingga kini dianggap telah membudidaya
dalam kehidupan masyarakat Batak Toba.
1.6.3.1 Adat istiadat Masyarakat
Struktur masyarakat Batak Tobadikenal dengan sebutan dalihan na tolu, yang
didalamnya terdapat makna somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru.
Dari falsafah dalihan na tolu tersebut, maka masyarakat Batak Toba menjalankan
hubungan kekerabatan yang sangat erat sebagai aturan dan norma dalam kehidupan
sehari-hari.
Masyarakat Desa Simamora umumnya dalam kehidupan sehari-hari
menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi atau bahasa keseharian
karena lebih mudah dipahami oleh masyarakat, misalnya dalam kebaktian gereja,
upacara adat, rapat penatua adat. Dengan pengartian lain, di desa ini bahasa daerah yang
tidak lain adalah bahasa Batak Toba merupakan alat komunikasi sesama suku Batak