BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang berbudaya. Kebudayaan yang
dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat dapat menjadi ciri-ciri atau identitas
kelompok masyarakat tersebut. Salah satu cabang ilmu yang mempelajari
kebudayaan adalah folklor.
Istilah folklor pertama kali diperkenalkan oleh Alan Dundes. Folklor
berasal dari bahasa inggris, yaitu berasal dari kata folk dan lore. (Danandjaya,
1986: 1)
Dundes mengatakan dalam Danandjaya (1982: 1-2)
“Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Lore
adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat”.
Folklor dilihat dari bentuknya, dapat dibedakan menjadi tiga. Brunvand ),
mengungkapkan dalam Danandjaja (1982: 21) bahwa folklor dibedakan menjadi
tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu: (1) Folklor lisan (verbal folklor),
(2) Folklor sebagian lisan (partly verbal folklor), (3) Folklor bukan lisan (non
verbal folklor).
Salah satu bentuk folklor sebagian lisan adalah permainan rakyat.
Permainan termasuk kedalam folklor sebagian lisan (partly verbal folklor), karena
dunia umumnya mempunyai permainan rakyat. Permainan rakyat dapat
dimainkan oleh kanak-kanak maupun orang dewasa.
Mahyudin dalam blognya di internet melayuonline.com yang membahas
balai kajian dan pengembangan budaya Melayu mengatakan :
“Permainan dalam suatu masyarakat berawal dari rasa ketidakpuasan mereka terhadap kondisi kehidupan yang monoton. Manusia senantiasa mendambakan selingan sebagai hiburan yang dapat menimbulkan kegairahan hidupnya. Untuk itulah, manusia tidak segan-segan berkorban demi memenuhi kebutuhan hiburan, sebagai pengisi waktu luang di sela-sela rutinitas kesehariannya. Kegiatan apa pun, dengan berbagai tujuannya, dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kebosanan yang timbul akibat kegiatan yang berulang-ulang sepanjang hari. Diantara kegiatan yang dapat dilakukan, agar menimbulkan kegairahan hidup manusia, adalah berbagai bentuk permainan rakyat”.
Brunvand mengatakan dalam Syahrial (1997: 2)
“Biasanya permainan rakyat dilakukan berdasarkan gerak tubuh seperti lari, dan lompat; atau berdasarkan kegiatan sosial sederhana, seperti kejar-kejaran, sembunyi-sembunyian, dan berkelahi-berkelahian; atau berdasarkan matematika dasar atau kecekatan tangan, seperti menghitung, dan melempar batu ke suatu lubang tertentu; atau berdasarkan untung-untungan, seperti main dadu”.
Danandjaya mengatakan (1986 : 171-172).
“Pada beberapa suku bangsa di Indonesia yang masih hidup secara tradisional, seperti masyarakat Bali Aga dari Desa Irunyan, jenis permainan rakyat dibagi dalam dua golongan yakni: permainan rakyat yang bersifat sekuler (keduniawian), dan permainan rakyat yang bersifat sakral (suci). Selain itu, di desa itu permainan rakyat dapat pula digolongkan berdasarkan perbedaan umur (orang dewasa dan kanak-kanak), berdasarkan perbedaan jenis kelamin (pria dan wanita), berdasarkan perbedaan kedudukan dalam masyarakat atau lapisan sosial (kalangan atas dan kalangan bawah, para bangsawan, dan orang kebanyakan)”.
Berdasarkan perbedaan sifat permainan, maka permainan rakyat (folk
games) dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu permainan untuk bermain
(play) dan permainan untuk bertanding (game). Perbedaan permainan bermain dan
waktu senggang atau rekreasi, sedangkan yang kedua kurang mempunyai fungsi
rekreasi.
Roberts dan Bush mengatakan dalam Syahrial (1997: 2)
“Permainan untuk bertanding mempunyai lima sifat khusus, seperti: (1) terorganisasi, (2) perlombaan (competitive), (3) harus dimainkan paling sedikit oleh dua orang peserta, (4) mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, dan (5) mempunyai peraturan permainan yang telah diterima bersama oleh para pesertanya”.
Dalam keseharian anak tiada hari tanpa bermain, dan mencari kesenangan.
Kesenangan itulah yang menjadi dasar berpikir positif yang mendorong
perkembangan kreativitas anak. Tumbuh dan berkembangnya suatu permainan
anak tidak lepas dari lingkungannya dalam arti luas (alam, sosial, budaya).
Lingkungan alam, sosial, dan budaya yang berbeda akan menghasilkan permainan
yang berbeda. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir misalnya, mereka akan
menumbuh-kembangkan permainan yang berorientasi pada kelautan. Sedangkan
masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, mereka akan
menumbuh-kembangkan permainan yang berorientasi pada lingkungan alamnya yang berupa
dataran tinggi atau pegunungan. Selain itu, karena permainan tradisional anak
mendapatkan pengaruh kuat dari budaya lokal, maka permainan tradisional
mengalami pergantian, penambahan, maupun pengurangan sesuai kondisi daerah
setempat. Nama permainan sering berbeda antardaerah, namun memiliki
persamaan atau kemiripan dalam cara memainkannya.
Permainan tradsional anak berkembang seiring berkembangnya
kemampuan anak dalam mengidentifikasi, memodifikasi, dan mengadaptasi alam
berpengaruh terhadap pola permainan yang mereka jalani. Begitu juga dengan
perkembangan anak. Perlindungan terhadap hak anak dalam mencapai kesenangan
sama artinya dengan melindungi wilayah permainannya, yang tidak lain alam itu
sendiri. Perubahan alam yang drastis menimbulkan kejutan budaya bagi anak.
Pola permainan menjadi lebih reaktif.
Permainan tradisional anak umumnya bersifat rekreatif, kompetitif, paedagosis,
magis, dan religius. (Yunus,1982 : 1)
Permainan anak yang bersifat tradisional mendorong perkembangan
physicomotoric dan afektif. Permainan anak laki-laki cenderung diluar ruang,
eksploratif dan koordinatif. Unsur-unsur permainan tersebut mengembangkan
bagaimana mereka berorganisasi, seperti bermain patok lele. Hal yang berbeda
dari anak perempuan adalah ketekunan dan ketelitian yang menjadi ciri anak
perempuan memengaruhi jenis-jenis permainannya, seperti main serampang 12.
Permainan rakyat Melayu yang dikhususkan kepada permainan rakyat
Melayu di tanah Deli, merupakan warisan nenek moyang yang perlu kita pelihara,
sebab didalamnya terkandung unsur-unsur yang dapat dijadikan pedoman dari
kecerdasan bersiasat, ketangkasan raga, dan kemahiran melakukan suatu
perbuatan dalam permainan. Permainan rakyat Melayu memainkan peranan
penting dalam kehidupan masyarakat Melayu Deli yang mendiami Kabupaten
Deli Serdang, dan penyebarannya meliputi kota Medan, Delitua, daerah pesisir,
pinggiran sungai Deli, dan Labuhan Deli.
Berdasarkan hasil penelitian, asal-usul permainan rakyat Melayu Deli
Indonesia, ada yang berpendapat dari luar tanah Deli, dan ada yang mengatakan
dari tanah Deli namun juga dipengaruhi oleh kebudayaan suku bangsa Indonesia
yang lain. Hal ini wajar saja terjadi diakibatkan hubungan dalam jalur
perdagangan dengan bangsa lain pada zaman dahulu, faktor letak geografis
Indonesia yang mempunyai banyak suku dan budaya, serta permainan itu sendiri
yang bersifat anonim (tidak diketahui penciptanya).
Adapun permainan rakyat Melayu Deli yang dapat diketahui sumbernya
diantaranya adalah congkak dan engklek. Beberapa sumber menyebutkan bahwa
congkak berasal dari negara Arab atau Timur Tengah. Hal ini mengacu pada
sebuah penggalian arkeolog dari National Geographic di wilayah Yordania.
Ditemukan sebuah lempengan dengan beberapa cekungan berderet paralel. Para
ahli menyimpulkan benda tersebut adalah sebuah papan permainan congkak,
berasal dari sekitar tahun 7.000 SM. Permainan congkak diyakini lalu menyebar
ke Afrika dan Asia. Dalam bahasa Inggris congkak disebut dengan “mancala”
yang berasal dari bahasa Arab “naqala” yang berarti “bergerak”. Orang Afrika
menyebut congkak dengan kata “wari” yang berarti mengacu pada bagian cekung
pada papan congkak yang disebut “awari” yang berarti “rumah”. Di Indonesia,
seperti di Jawa, orang Jawa kuno menyebut permainan congkak dengan nama
dakon, dhakon, dhakonan, dan congklak. Biasanya mereka bermain congkak
untuk menghitung musim tanam dan musim panen. Di Sulawesi permainan
congkak disebut dengan beberapa nama seperti mokaotan, maggaleceng,
bermain congkak. Mereka memainkan permainan congkak hanya peda waktu
tertentu, yaitu pada saat ada kerabat yang meninggal dunia.
Permainan rakyat Melayu Deli lainnya yang diketahui asalnya adalah
engklek. Beberapa sumber menyebutkan bahwa permainan engklek berasal dari
Roma, Itali. Dalam bahasa Inggris engklek disebut dengan kata “hop scotch” yang
terdiri dari dua kata “hop” dan “scotch”. “Hop” berarti melompat atau lompat dan
“scotch” berarti garis-garis yang berada di dalam permainan tersebut. Permainan
ini awalnya digunakan untuk latihan perang tentara Roma, di daerah Great North
Road ( perjalanan untuk penjajahan daerah dari Glosgow, Skotlandia ke Inggris).
Sumber lain menyebutkan permainan engklek bernama asli zondag maandag
berasal dari bahasa Belanda dan sudah populer di kalangan anak-anak perempuan
di Eropa pada masa perang dunia. Lalu diyakini menyebar ke Indonesia pada
masa penjajahan, saat itu anak-anak perempuan Belanda mengajarkan permainan
engklek kepada anak-anak perempuan pribumi.
Di Indonesia, khususnya masyarakat Melayu Deli, umumnya mempunyai
kebiasaan untuk memanfaatkan waktu senggangnya dengan bermain yang dapat
berfungsi sebagai hiburan dan mengadu ketangkasan, baik ketangkasan jasmani
maupun kecerdasan otak dalam mengatur strategi. Dalam kehidupan anak-anak
dan remaja misalnya, permainan berfungsi sebagai latihan mempertajam
kecerdasan dan keterampilan memainkan alat-alat permainannya.
Permainan rakyat, khususnya permainan rakyat Melayu Deli, sebagai
aspek kebudayaan, sebagian besar sudah tidak terlihat kepopulerannya, karena
permainan modern, sehingga nilai kultur dari permainan yang dikenal sebelumnya
sudah berangsur hilang, kalaupun masih dimainkan hanya terdapat pada
lingkungan terbatas. Anak-anak beralih pada permainan elektronik yang lebih
canggih. Hampir seluruh permainan anak-anak saat ini menggunakan sistem
komputerisasi dalam pengoperasiannya. Namun perlu disadari, bahwa permainan
modern saat ini memiliki dampak negatif yang cukup berpengaruh bagi
anak-anak. Seperti, dengan adanya perkembangan teknologi dari waktu ke waktu
menyebabkan pembaharuan terus-menerus pada permainan, menjadikan
kecenderungan dan kecanduan, anak-anak menuntut edisi terbaru dari permainan
yang dimiliki, sehingga dari segi psikologi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa
permainan modern, membentuk mental anak yang penuntut. Lebih lanjut lagi jika
kecanduan terhadap permainan modern pada diri anak tidak teratasi maka yang
akan terjadi adalah anak-anak pada jam sekolah akan bolos dan memenuhi
warung-warung internet (warnet) untuk bermain game online dan menghabiskan
uang mereka disana, seperti yang banyak kita lihat saat ini. Jika ditinjau lebih jauh
lagi dampak negatif yang ditimbulkan oleh permainan modern dari sisi medis,
adalah anak-anak akan mengalami penuaan dini dalam arti mereka akan
mengalami rabun, nyeri sendi, serta kekurangan asupan gizi karena frekuensi
menatap layar monitor komputer yang terlalu lama, duduk berjam-jam tanpa
diselingi rileksasi atau isrirahat, serta lupa makan dan minum air mineral akibat
kecanduan tersebut.
Selain itu, faktor alam yang sudah berubah juga menjadi aspek yang
pertumbuhan populasi yang meningkat tajam, serta kegiatan urbanisasi yang
menjadi rutinitas setiap tahunnya menjadikan kepadatan penduduk, yang
memaksa anak-anak Indonesia kehilangan tempat bermainnya. Hal ini seharusnya
menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengembalikan hak-hak anak sebagai
rakyat Indonesia, dengan cara memfasilitasi, memberi ruang yang aman dan
nyaman agar mereka dapat bermain dengan tenang. Seperti mempertahankan
tanah lapang dengan rumput-rumput hijaunya di beberapa titik di kota-kota besar.
Hal yang menjadi masalah dan membuat miris adalah pihak-pihak yang
seharusnya bertanggung jawab dan berkompeten dalam membuat dan mengambil
kebijakan, sebagian besar hanya mengutamakan ego dan kepentingan pribadi,
lebih khusus lagi dalam hal finansial. Mereka mengorbankan masa depan
anak-anak Indonesia. Dalam hal ini mereka mengorbankan infrastruktur, sarana, dan
prasarana yang berkaitan dengan tempat permainan anak berganti dengan
gedung-gedung pencakar langit.
Faktor ketiga, orang tua menjadi guru utama bagi anak. Untuk itulah
peranan orang tua sangat penting dalam memperkenalkan permainan rakyat pada
anak-anaknya. Namun, dewasa ini orang tua juga tidak mengenali lagi permainan
rakyat. Kalaupun ada orang tua yang mengetahui akan permaian rakyat, sudah
jarang dari mereka yang mau memperkenalkan permainan tersebut pada anaknya.
Mereka lebih suka memberikan alat-alat elektronik seperti laptop, kaset video
game, dan lain sebagainya kepada anaknya agar lebih mudah bermain tanpa
mengganggu aktivitas mereka, karena tidak ada waktu untuk bermain bersama.
anak-anaknya dalam program outbound yang tumbuh menjamur. Itupun baru bisa
dilakukan jika masa liburan anak bersamaan dengan masa libur orang tua.
Hal ini biasanya terjadi pada anak-anak yang berasal dari keluarga
berkemampuan ekonomi di atas rata-rata, namun kedua orang tuanya bekerja di
luar rumah (anak diurus oleh pengasuh). Fenomena ini juga menjadi faktor
memudarnya ketenaran permainan rakyat di kalangan anak-anak.
Berdasarkan penelitian, seluruh permainan rakyat di Indonesia memiliki
kesamaan yakni pengenalan diri, alam, dan Tuhan. Permainan tradisional
memiliki banyak sisi positif yang seringkali diabaikan. Permainan tradisional
mengajarkan banyak hal pada anak-anak, sehingga dapat diingat sepanjang masa.
Permainan tradisional lebih menyenangkan, mendidik dalam bermain, dan
terdapat banyak pesan dalam setiap permainan, selain itu permainan tradisional
sangat “bersahabat dan ramah”, sehingga dapat dimainkan seluruh anak-anak
Indonesia, tanpa memperhitungkan ras, agama, dan budaya. Permainan tradisional
menanamkan Bhineka Tunggal Ika (Unity in Diversity) sejak dini yang kokoh
bagi anak-anak Indonesia.
Sebagai warisan budaya yang bernilai luhur tinggi, dikuatirkan akan punah
sama sekali, kalau upaya penghidupan kembali atau revitalisasi terhadap
permainan rakyat Melayu Deli terlambat dilaksanakan. Hal inilah yang
melatarbelakangi penulis melakukan penelitian tentang Revitalisasi permainan
rakyat Melayu Deli. Agar generasi muda penerus bangsa, khususnya masyarakat
Melayu Deli, tetap mengenali permainan rakyatnya demi menjaga kelestarian
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apa sajakah jenis permainan rakyat Melayu Deli?
2. Apakah fungsi permainan rakyat pada masyarakat Melayu Deli?
3. Bagaimanakah cara merevitaliasi permainan rakyat Melayu Deli?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan jenis permainan rakyat Melayu Deli.
2. Menjelaskan fungsi permainan rakyat pada masyarakat Melayu Deli.
3. Menjelaskan cara merevitalisasi permainan rakyat Melayu Deli.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah :
1. Sebagai usaha menginventarisasi khazanah budaya Melayu Deli.
2. Untuk memberikan wawasan tentang permainan rakyat Melayu Deli
kepada masyarakat luas pada umumnya, dan kepada masyarakat Melayu
pada khususnya.
3. Sebagai referensi kepustakaan, khususnya revitalisasi permainan rakyat