• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUASA DAN JENIS JENISNYA Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PUASA DAN JENIS JENISNYA Fisika"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PUASA DAN JENIS - JENISNYA

MAKALAH

Makalah ini di buat guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Fiqih

Dosen Pengampu : Sajidin, S.Pd,i.,M.Pd

Oleh :

Syarofatul hasanah

Onin Iskandar

(2)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM HAJI AGUS SALIM

CIKARANG

1438 H/2017 M

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirrohim.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, serta sholawat salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Kami bersyukur karena telah dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “puasa dan jenis-jenisnya” guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Fiqih.

Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfa’at bagi orang lain, apabila ada kesalahan dalam tulisan ini, saya memohon maaf, karena segala kekurangan dan kesalahan adalah sebagian dari sifat manusia, sedangkan segala kesempurnaan hanyalah milik Allah ‘azza wajalla saja. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Cikarang barat, 02 Maret 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang... 1 B. Rumusan masalah... 1 C. Tujuan pembahasan... 1 BAB II PEMBAHASAN... 2

A. Pengertian Puasa... 2 B. Jenis-jenis Puasa... 4

BAB III PENUTUP

... 16

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai orang muslim kita harus mengetahui hukum-huku fiqih, khususnya mengenai puasa. Karena puasa merupakan suatu ibadah yang melatih kesabaran kita , selain itu puasa juga bisa menjaga kesehatan jasmani serta rohani kita. Dalam ibadah puasa terdapat ganjaran pahala yang sangat besar yang akan diberikan oleh Allah SWT kepada hambanya yang mau melaksanakan ibadah puasa.

Oleh karena itu pemakalah akan mencoba untuk memaparkan penjelasan dari ibadah puasa beserta jenis dari puasa, supaya kita bisa mengetahui hukum-hukum seputar puasa baik itu bagi orang yang umum ataupun orang yang udzur. Supaya puasa kita sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh Rosulullah SAW.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, rumusan masalah yang akan dibahas pada pembahasan kali ini adalah:

1. Bagaimana pengertian Puasa?

(5)

C. Tujuan Pembahasan

Dari pembahasan yang akan di paparkan, tujuan dari makalah ini diantaranya adalah:

1. Mengetahui Definisi dari Puasa 2. Mengetahui Jenis – jenis puasa

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa

Puasa secara etimologi Puasa dari segi bahasa berarti menahan (imsak)

dan mencegah (kalf) dari sesuatu, dengan kata lain yang sifatnya menahan dan

mencegah dalam bentuk apapun termasuk didalamnya tidak makan dan tidak minum dengan sengaja (terutama yang beretalian dengan agama).

Arti puasa dalam bahasa Arab disebut Shiyam atau Shaum secara bahasa berarti

’menahan diri’(berpantang) dari suatu perbuatan. Perintah puasa sendiri difirmankan oleh Allah SWT pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.

َنوُقّتَت ۡمُكّلَعَل ۡمُڪِلۡبَق نِم َنيِذّلٱ ىَلَع َبِتُك اَمَك ُماَيّصلٱ ُمُڪۡيَلَع َبِتُك ْاوُنَماَء َنيِذّلٱ اَهّيَأٰٓـَي

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

(6)

Jadi, pengertian puasa menuju sehat secara syar’i adalah menahan dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.

Dengan kata lain, Puasa adalah menahan diri dari perbuatan (fi’li) yang

berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan) serta menahan diri dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya . Hal itu dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar kedua

(fajar shadiq) sampai terbenam matahari, oleh orang tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang muslim, berakal, tidak sedang haid, dan tidak nifas.

(7)

Pengertian puasa banyak yang mendefinisikan, sedangkan menurut istilah banyak para para pakar yang memberikan definisi antara lain menurut Yusuf Qardawi bahwa puasa adalah menahan dan mencegah kemauan dari makan, minum, bersetubuh dengan istri dan semisal sehari penuh, dari terbitnya fajar siddiq hingga terbenamnya matahari, dengan niat tunduk dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

B. Jenis – Jenis Puasa

Puasa terdapat beberapa sesuai dengan hukumnya, dalam kajian ilmu fiqih jenis-jenis puasa dilihat dari hukumnya terbagi menjadi 4, yaitu:

1. Puasa Fardlu / wajib

Puasa wajib adalah puasa yang harus dijalankan oleh umat Islam sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Puasa wajib jika tidak dilaksanakan akan mendatangkan dosa. Namun, dalam kondisi tertentu puasa wajib bisa digantikan dengan membayar denda atau fidyah.

a. Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dikerjakan bagi setiap muslim pada bulan Rammadhan selama sebulan penuh. Allah SWT berfirman yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu bertaqwa” (Q.S Al-Baqarah : 183).

Puasa Ramadhan juga termasuk dalam rukun Islam, sebagaimana tersebut dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a :

(8)

mendirikan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah bagi yang mampu jalannya” (H.R Bukhori dan Muslim).

b. Puasa Nadzar

Nadzar secara bahasa berarti janji. Puasa nadzar adalah puasa yang disebabkan karena janji seseorang untuk mengerjakan puasa. Nazar adalah merupakan janji dari seseorang kepada Allah swt. oleh sebab itu, segala sesuatu perbuatan yang hukumnya tidak wajib, setelah dinazarkan maka hukumnya menjadi wajib untuk dilaksanakan. Sehingga puasa nazar setelah dijanjikan maka hukumnya adalah menjadi wajib.

Hal ini berdasarkan dalil firman Allah swt. dalam al-Qur’an yang berbunyi:

ا ٗريِطَت ۡسُم ۥُهّرَش َناَك ا ٗم ۡوَي َنوُفاَخَيَو ِر ۡذّنلٱِب َنوُفوُي

Artinya: Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.

Rasulullah SAW pernah bersabda :

ىراخبلا هاور.ُهْعِطُيْلَف ِا َعْيِطُي ْنَا رَذَن ْنَم

Barangsiapa bernadzar akan mentaati Allah (mengerjakan perintahnya), maka hendaklah ia kerjakan (H.R Bukhari)

c. Puasa Kafarat

Kafarat berasal dari kata dasar kafara yang artinya menutupi sesuatu.

Puasa kafarat secara istilah artinya adalah puasa untuk mengganti denda yang wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat.

Puasa kifarat(kafarat) diberlakukan atas pelanggaran yang dilakukan

(9)

perbuatan yang ia lakukan tersebut Allah masih memberikan maaf, di samping bertobat ia harus melakukan atau membayar kafarat tersebut agar tobatnya diterima. Adapun pelanggaran yang dilakukan seseorang sehingga Ia harus membayar kafarat adalah

1) Hubungan badan di siang hari Ramadhan. Melakukan hubungan badan pada siang hari di bulan Ramadhan adalah pelanggaran yang sangat berat hukumannya. Maka, seseorang yang melanggar hal itu harus: a) Berpuasa selama 60 hari berturut-turut tanpa terpisah sama sekali

kecuali ada udzur syar’I,

b) Apabila tidak mampu maka harus memberi makan kepada 60 orang miskin.Kifarat wajib dilakukan berkali-kali bila pelanggaran yang menyebabkannya berkali-kali dilakukan pada hari-hari yang berbeda. Sedang kalau dilakukan pada hari yang sama, maka kifaratnya cukup satu kali saja. Kemudian apabila seseorang melakukan pelanggaran yang mewajibkannya berkifarat dan langsung dia kifarati, tetapi pada hari itu juga dia melakukan lagi perbuatan yang sama, maka cukuplah baginya satu kifarat yang telah dia lakukan tadi, sekalipun dia menanggung dosa besar tentunya. Dan Allah jualah Yang Lebih Tahu.

2) Membunuh seorang muslim tanpa disengaja. Kesalahan tersebut mewajibkan pelaksanaan salah satu dari dua denda, yaitu diyat atau kifarat. Kifarat untuk itu ada dua macam yaitu:

a) Memerdekan hamba beriman yang tidak ada cela pada dirinya yang menghambat kerja atau usaha.

b) Puasa 2 (dua) bulan berturut--turut.

c) Ulama Syafi’iyah menambahkan bahwa jika seseorang karena tua atau sangat lemah tidak kuat berpuasa, maka ia dapat menggantikannya dengan memberi makanan untuk 60 orang miskin masing-masing 1 mud (+ 1 liter).

3) Seorang suami melakukan zhihar. Karena ucapan zhihar itu suami

(10)

kembali ucapan zhiharnya itu karena keinginannya untuk bergaul seperti sebelum terjadinya zhihar.

a) Wajib membayar kifarat, ialah memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu.

b) Berpuasa 2 bulan berturut-turut. Jika ia tidak kuat berpuasa, maka ia terkena hukum wajib memberi makanan untuk orang-orang miskin sebanyak 60 orang masing-masing 1 mud.

4) Bersumpah lantas dengan sengaja ia melanggar sumpahnya. Pelanggaran tersebut menyebabkannya terkena kifarat sumpah, yaitu: a) Wajib memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu.

b) Wajib memberi makan/pakaian 1 orang miskin atau jika itupun ia

tidak mampu.

c) Wajib berpuasa 3 hari

5) Seorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan, baik yang halal

maupun yang haram. Kifaratnya adalah:

a) Menggantinya dengan hewan ternak yang seimbang dengan binatang

buruan yg dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil dan disembelih sebagai hadya (kurban) di tanah haram serta dagingnya diberikan kepada fakir miskin, atau jika tidak mampu.

b) Memberi makanan kepada fakir miskin yang banyaknya sedemikian rupa sehingga seimbang dengan hadya (hewan pengganti) tersebut atau,

c) Berpuasa sejumlah hari yang seimbang dengan makanan yang seharusnya ia keluarkan (jumlah hari puasa itu adalah sebanyak mud yang diberikan kepada fakir dan miskin. Mud tersebut dibanding seimbangkan dengan hewan yang disembelih tadi).

d. Puasa Qadha

Puasa Qadha adalah menggantikan puasa wajib yang telah ditinggalkan sama ada disengajakan mahupun tidak tanpa keuzuran. Puasa yang ditinggalkan wajib digantikan sebanyak hari yang ditinggalkan.

(11)

“...Maka wajiblah dia berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari yang lain…”(Surah al-Baqarah, ayat 184).

Adapun niat puasa qadha adalah:

ِهلل ًناَضَم َر َض ْرَف ٍءاَضَق ْنَع ٍدَغ َمْوَص ُتْيَوَن

صىَلاَعَت

Aku niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah Ta'ala.

2. Puasa Sunnah

Puasa Sunnah adalah menahan diri dari kegiatan makan dan minum, serta segala hal yang membatalkannya mulai dari terbit fajar hingga terbenanmya matahari, dimana bagi yang melaksanakannya akan mendapatkan pahala, dan bagi yang tidak melaksanakannya atau meninggalkannya tidak akan mendapatkan dosa. puasa, serta membantu kita untuk menahan hawa nafsu.

Dalam ajaran agama islam terdapat beberapa jenis puasa sunnah, yaitu:

a. Puasa Arafah

Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada hari ke-9 bulan Dzulhijjah bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji. Dalam sebuah hadist Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalah telah bersabda yang artinya:

“Tiada amal yang soleh yang dilakukan pada hari-hari lain yang lebih disukai daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama dalam bln Dzulhijjah).” (Hadist Riwayat al-Bukhari).

Dan dalam Taudhih Al-Ahkam, Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata: “Puasa hari arafah adalah puasa sunnah yang paling utama berdasarkan ijma’ para ulama.”

Adapun niat dalam melakukan puasa arafah adalah

صىَلاَعَت ِهلل ًةّنُس َةَف َرَع َمْوَص ُتْيَوَن

(12)

b. Puasa di Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Di sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah, umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak amalan seperti berdzikir, istigfar, berdo’a, bersedekah, serta yang paling ditekankan adalah melakukan puasa. Mengapa? Karena mengerjakan puasa di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sama seperti kita berpuasa selama setahun penuh serta seperti kita mengerjakan sholat setiap

malam yang sebanding dengan sholat pada malam Lailatul Qodar.

Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, yang artinya:

Tiada sebarang hari pun yang lebih disukai Allah dimana seorang hamba beribadat di dalam hari-hari itu daripada ibadat yang dilakukannya di dalam 10 hari Zulhijah. Puasa sehari di dalam hari itu menyamai puasa setahun dan qiamulail (menghidupkan malam) di dalam hari itu seumpama qiamulail setahun.

c. Puasa Tasu’a

Puasa Tasu’a adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 9 Muharam.

Puasa ini dilakukan untuk mengiringi puasa yang dilakukan pada keesokan harinya yaitu di tanggal 10 Muharram.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Rasulullah Sshallallahu ‘Alaihi Wa sallam sedang melaksanakan puasa Asyura, dan beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu juga, ada beberapa sahabat yang berkata yang artinya:

Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.” Lalu Rasulullah menjawab yang

artinya “Jika datang tahun depan, insyaaAllah kita akan puasa tanggal 9

(Muharram)”.”Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat.” (HR. Muslim 1916).

(13)

Ini adalah puasa sunnah yang dilakukan pada keesokan hari setelah melakukan puasa sunnah Tasu’a. Imam As-Syafii dan pengikut madzhabnya, imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan bahwa dianjurkan menjalankan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh bulan Muharram secara berurutan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam- Bersabda yang artinya:

Seutama-utama puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu, ialah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163)

e. Puasa Syawal

Puasa syawal merupakan puasa sunnah yang dilaksanakan pada enam hari di bulan syawal yang merupakan sunnah Nabi Muhammad Sholallahu alaihi Wassalam. Adapun untuk pelaksanaannya bisa dilakukan secara berurutan maupun secara terpisah.

Keutamaan menjalankan puasa sunnah di enam hari pada bulan syawal adalah sesuai dengan hadist nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam yang artinya:

Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim).

f. Puasa Senin – Kamis

Puasa senin kamis merupakan puasa sunnah yang paling sering dikerjakan oleh Rasulullah sholallahu Alaihi Wassalam.

Dari Abu Harrairah Radiallahu Anhu pernah berkata:

(14)

dipersembahkan pada hari Senin dan Kamis, maka Allah akan mengampuni dosa setiap orang muslim atau setiap orang mukmin, kecuali dua orang yang bermusuhan.” Maka Allah pun berfirmanTangguhkan keduanya.” (HR. Ahmad)

g. Puasa Daud

Puasa daud adalah puasa sunnah yang dilakukan secara selang-seling, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka (tidak berpuasa). Dari Abdullah bin Amru radhialahu ‘anhu, Rasulullah holallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda: “Maka berpuasalah engkau sehari dan berbuka sehari, inilah (yang dinamakan) puasa Daud ‘alaihissalam dan ini adalah puasa yang paling afdhal. Lalu aku berkata, sesungguhnya aku mampu untuk puasa lebih dari itu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada puasa yang lebih afdhal dari itu. ” (HR. Bukhari No : 1840)

Dalam hadist lain, Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam juga bersabda: “Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari Muslim)

h. Puasa Sya’ban

Jenis puasa sunnah yang dianjurkan Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam yang lainnya adalah puasa di bulan Sya’ban. Dari Saidatina aisyah Radiallahu Anhu beliau berkata:

Adalah Rasulullah saw berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

(15)

Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i)

i. Puasa 3 Hari pada Pertengahan Bulan

Puasa ini dikenal dengan sebutan puasa Ayyamul Bidh, dimana pelaksanaanya adalah di 3 hari setiap pertengahan bulan, yaitu tanggal 13,14, dan 15. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasai, dan at-Tirmidzi, Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:

Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah.”

Abu Hurrairah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

Kekasihku yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati yaitu berpuasa tiga hari setiap bulannya, mengerjakan shalat Dhuha, dan mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178)

j. Puasa di Bulan-bulan Haram (Asyhurul Hurum)

Ini merupakan puasa sunnah yang dilakukan di bulan-bulan haram, yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Mengapa demikian? karena bulan bulan tersebut dimaksudkan untuk melepas sesuatu yang haram (meninggalkan sesuatu perbuatan yang haram) dan mengamalkan puasa dan ibadah-ibadah lain pada bulan-bulan tersebut.

Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda:

(16)

k. Puasa bagi Pemuda yang Belum Menikah

Ini merupakan puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap pemuda yang belum menikah sebagai pengingat diri, terutama bagi pemuda yang memiliki syahwat tinggi. Puasa ini bisa dilakukan kapan saja kecuali pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.

Rasulullah SAW bersabda: “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara

kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah segera menikah, karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah shaum karena shaum akan menjadi perisai baginya.” ( HR. Bukhari dan Muslim)

3. Puasa Makruh

Puasa makruh adalah puasa yang berpahala bila ditinggalkan, sedang bila dikerjakan maka tidak berpahala dan tidak pula berdosa. Sesungguhnya manusia adalah hamba Allah Ta'ala. Dia wajib menyembahNya sebagaimana yang Dia kehendaki. Seperti halnya puasa, berbuka pun merupakan ibadah kepada-Nya.

Manusia tidak boleh membantah ataupun menentang-Nya. Di antara

macam-macam puasa yang makruhuntuk dilaksanakan adalah : a. Puasa hari Jum'at secara tersendiri:

Adapun dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (1884) dan Muslim (1144), bahwa Nabi SAW bersabda:

ُهَدْعَب َمْوُصَي ْوَا ُهَلْبَق َموُصَي ْنَا ّلِا ِةَعْمُجْلا َمْوَي ـْمُكُد َحَا ْمُصَي َل

٠

Artinya: "Jangan hendaknya seorang dari kamu sekalian berpuasa pada hari

Jum’ at, kecuali bila berpuasa pula hari sebelumnya, atau berpuasa hari sesudahnya."

b. Puasa hari Sabtu secara tersendiri

Dalilnya ialah hadits riwayat at-Tirmidzi (744) dia katakan hadits ini hasan, bahwa Nabi SAW bersabda:

(17)

Artinya: "Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu, selain puasa yang Allah wajibkan kepadamu."

Begitu pula kata para ulama', berpuasa pada hari Ahad secara tersendiri adalah makruh, karena umat Yahudi mengagungkan hari Sabtu, sedang umat Nasrani mengagungkan Ahad. Lain halnya, bila hari Sabtu dan Ahad sekaligus dipuasai, itu tidak makruh, karena masing-masing dari kedua umat itu tidak mengagungkan keduanya bersama-sama.

c. Puasa sepanjang tahun.

Makruhnya puasa sepanjang tahun adalah khusus bagi orang yang khawatir mendapat bahaya, atau melalaikan hak orang lain: Al-Bukhari (1867) meriwayatkan:

"Bahwasanya Nabi SA W telah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda'. (Suatu saat) Salman berkunjung kepada Abu Dar- da'. Maka dilihatnya Ummu Darda' (isteri Abu Darda') berpakaian kumal, maka Salman bertanya kepadanya, "Kenapa engkau?". Maka jawabnya: "Saudaramu, Abu Darda' tidak bergairah lagi kepada dunia."

"Hai Abu Darda'," kata Salman kepadanya, "sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan, keluargamu mempunyai hak yang wajib pula kamu tunaikan, dan dirimu pun mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan. Maka, berilah hak kepada tiap-tiap yang berhak menerimanya. "

Lalu, Abu Darda' menceritakan kepada Nabi SAW apa yang dikatakan oleh Salman itu. Maka sabda Nabi SA W: "Salman benar."

Adapun bagi orang yang merasa takkan mendapat bahaya akibat puasa sepanjang tahun, dan takkan melalaikan karenanya hak seseorang, maka puasa seperti itu tidak makruh, bahkan mustahab baginya, karena puasa termasuk ibadat yang paling utama.

4. Puasa Haram

(18)

a. Hari Raya Idul Fitri

Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.

b. Hari Raya Idul Adha

Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.

c. Puasa hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) Nabi Muhammad

saw. Bersabda: "Hari-hari tasyriq (yakni tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah)

adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah SWT."

(HR.Muslim).

d. Puasa Wishol adalah berpuasa selama dua atau tiga hari berturut-turut tanpa berbuka. Nabi Muhammad saw. bersabda : "Janganlah kalian berpuasa wishol." (HR. Bukhori) Dalam hadits yang lain, beliau bersabda, "Hindarilah oleh kalian puasa wishol." (Jamaah ahli hadits).

e. Puasa Dahr yaitu berpuasa selama satu tahun penuh tanpa berbuka sehari

pun. Rasulullah saw. bersabda : "Tidak dianggap berpuasa bagi orang-orang

(19)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara istilah, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan.

Beberapa hal yang bisa memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, diantaranya adalah sakit Wanita hamil dan menyusui termasuk yang terkena khitab perintah shaum (puasa) dalam ayat shiyam, QS. Al Baqarah: 183. Namun, apabila mereka khawatir atas bahaya bagi dirinya atau janin dan anak susuannya bila tetap berpuasa, maka dibolehkan untuk berbuka.

(20)

Mempelajari ilmu fiqih amatlah penting, dan seharusnya di tanamkan sejak dini bagi seluruh pelajar islam di Indonesia, dan juga bagi orang yang bergama islam yang masih awam, terutama mengenai bab puasa. Dengan mempelajari masilul fiqhiyah kita dapat mengetahui hukum-hukum dari masalah tersebut.

Referensi

Dokumen terkait