• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG

Kegiatan perekonomian manusia pada saat ini erat kaitannya dengan dunia

perbankan. Perbankan berfungsi sebagai penopang untuk membantu kebutuhan

hidup manusia dengan cara menjalankan usaha bank yakni sebagai berikut :1

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,

deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya

yang dipersamakan dengan itu;

2. Memberikan kredit;

3. Menerbitkan surat pengakuan utang;

4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk

kepentingan nasabahnya;

5. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabahnya;

6. Menempatkan dana, menjamin dana dari atau meminjamkan dana kepada

bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi

maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan

suatu kontrak;

1

(2)

10.Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam

surat berharga yang tidak tercatat dibursa efek;

11.Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali

amanat;

12.Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan

prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia;

13.Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank, sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada hakikatnya

merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak jenis,

ragam, kualitas dan variasinya yang dilakukan antar pribadi, antar perusahaan,

antar negara dan antar kelompok dalam berbagai volume dengan frekuensi yang

tinggi setiap saat diberbagai tempat. Peranan tersebut baik dalam hal

mengumpulkan dana dari masyarakat maupun menyalurkan dana yang tersedia

untuk membiayai kegiatan perekonomian yang ada. Mengingat semakin tingginya

kegiatan ekonomi yang terjadi pada masyarakat tentunya semakin banyak pula

kebutuhan akan dana sebagai salah satu faktor pendorong dalam menggerakkan

roda perekonomian. Seiring pesatnya perkembangan ekonomi dunia telah

(3)

satu pelaku usaha atau investasi di beberapa negara berdasarkan hukum negara

tersebut.2

Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mendefenisikan

bank sebagai badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.3

Perbankan mempunyai fungsi utama sebagai intermediasi, yaitu

menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efesien

pada sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian

sebuah Negara. Dalam hal ini bank menghimpun uang dari masyarakat atas

kepercayaan masyarakat. Dalam dunia perbankan nasabah merupakan konsumen

dari pelayanan jasa perbankan.Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan

pelayanan jasa perbankan, berada dalam dua posisi yang dapat bergantian sesuai

dengan sisi mana mereka berada.4

Nasabah menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

perbankan adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Dalam undang-undang

tersebut nasabah dibagi dua yaitu :5

a. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di

bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan

nasabah yang bersangkutan.

2

Mustafa Siregar, Efektivitas Perundang-Undangan Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya dengan Penelitian di Wilayah Kota Madya(Medan : Universitas Sumatera Utara, 1991), hal.1.

3

Lukman Santoso, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hal. 31.

4Ibid, hal. 13 5

(4)

b. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan

dengan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Bank adalah salah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang.

Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi

perbankan .6

Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana

tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para

pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan, akan mudah dilacak oleh

penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya

para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang

diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan, terutama ke

dalam sistem perbankan. Apalagi didukung oleh pesatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan

termasuk sistem perbankan dengan menawarkan mekanisme lalu lintas dana Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian

baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil

yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan, namun

kejahatan tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat seiring

dengan cara hidup manusia dan perkembangan teknologi yang semakin canggih

sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pola dan ragam kejahatan

yang muncul. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan

harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya.

6

(5)

dalam skala nasional maupun internasional dapat dilakukan dalam waktu yang

relatif singkat.

Keadaan demikian dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh sebagian orang

untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana yang diperoleh dari

hasil illegal yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Pada umumnya

perbuatan demikian merupakan dana dari hasil tindak pidana korupsi dan tindak

pidana pencucian uang yang beberapa dekade ini mendapatkan perhatian ekstra

dari dunia internasional, karena dimensi dan implikasinya yang melanggar

batas-batas Negara.7

Dampak yang dapat disebabkan oleh kedua tindak pidana tersebut di atas

pun sangat besar bagi kelangsungan perekonomian, sosial dan budaya suatu

bangsa. Sehingga tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh

banyak kalangan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

crime) sehingga keduanya mempunyai pengaturan khusus dalam sistem

perundang-undangan. Bagaimanapun bentuknya, perbuatan-perbuatan pidana itu

bersifat merugikan masyarakat dan anti sosial.8

Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana at

Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.

Pendapat lain yang berkembang menyatakan bahwa money laundering adalah

suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber ilegal

7

Adrian Sutedi. Tindak Pidana Pencucian Uang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 1.

8

(6)

(haram) sehingga menjadi halal. Dalam Undang-undang Republik Indonesia

Nomor. 8 tahun 2010 disebutkan bahwa Pencucian Uang adalah segala perbuatan

yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam

undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang

diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1)

yaitu:

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana

dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh

aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan

tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak

pidana

perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan

sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9

9

(7)

Pencucian Uang umumnya dilakukan melalui tiga langkah tahapan:

langkah pertama yakni uang/dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak

pidana/kejahatan diubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan

kecurigaan melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai cara

(tahap penempatan/placement); langkah kedua adalah melakukan transaksi

keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil

tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak

asal muasal dana tersebut yang dengan kata lain menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut (tahap

pelapisan/layering); langkah ketiga (final) merupakan tahapan di mana pelaku

memasukkan kembali dana yang sudah kabur asal usulnya ke dalam harta

kekayaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke

dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk

membiayai kegiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan

tindak pidana (tahap integrasi).10

Di

Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana

11

1. Tindak Pidana Pencucian Uang

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

5:32, tanggal 11oktober 2014.

11

(8)

diduganya merupakan hasil tinda dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

2. Tindak Pidana Pencucian Uang Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).

3. Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.

Undang-undang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang mengatur 25 (dua puluh lima) tindak pidana asal (predicate crime) tindak

pidana pencucian uang. Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur

dalam Pasal 2 ayat (1 dan 2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun

2010 .

Indonesian

Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) sebagaimana

dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 adalah lembaga independen

dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan

memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai

berikut:12

1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;

12

(9)

2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; 3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan

4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal

sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen

keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme

(AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari

mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang

dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.13

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin

kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang

semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah

merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action

Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar

internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan

terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special

Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak

Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan

perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor.14

Dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional

tanggal 3 Juni 2014.

(10)

dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak

pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar

dapat diminimalisasi. Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia

yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu, tercermin

dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan

kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan

peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam

kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga

penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif.15

Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain

karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan

ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang

tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban

pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis

laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana

Undang-Undang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan

standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti

(11)

Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Lahirnya Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang memberi

peluang bagi penegakan hukum terhadap aktor-aktor intelektual dengan

menekankan penyelidikan pada aliran uang yang dihasilkan melalui praktik

pencucian uang, dan juga memberikan landasan berpijak yang kokoh bagi aparat

penegak hukum dalam upaya menjerat aktor-aktor intelektual yang mendanai dan

merencanakan kejahatan seperti predicat crimes dengan melakukan penyelidikan

dan penyelidikan terhadap aliran uang yang mendanai suatu tindak kejahatan.

Kejahatan pencucian uang (money laundering) belakangan ini semakin

mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Upaya penanggulangannya

dilakukan secara nasional, regional dan global melalui kerja sama antar negara.

Gerakan ini disebabkan maraknya pencucian uang, padahal belum banyak negara

yang belum menyusun sistem untuk memerangi atau menetapkannya sebagai

kejahatan.16

Pencucian uang pada dasarnya merupakan upaya memproses uang hasil

kejahatan dengan bisnis yang sehingga uang tersebut bersih atau tampak sebagai

uang halal. Pencucian uang secara umum dapat diartikan sebagai suatu tindakan

atau perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya

atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organisasi kejahatan

(crime organization),17

16

Philips Darwin, Op. Cit hal. 9

17Ibid,

hal. 10

(12)

perdagangan narkotika dan tindakan pidana lainnya sebagaimana diatur dalam

pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dimana tindakan tersebut bertujuan

menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang haram tersebut sehingga

dapat digunakan seolah-olah sebagai uang sah.

Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus

Husein mengatakan per 30 November tercatat sekitar 44.708 laporan transaksi

keuangan mencurigakan (LKTM). Menurut dia, sebagai unit intelijen keuangan,

PPATK sudah menerima laporan dan meneruskan laporan itu kepada penegak

hukum.Menurut Yunus, pantauan itu berasal dari sekitar 8 juta transaksi yang

diawasi. "Lintas negara yang diterima dari Bea dan Cukai ada 4000-an dan kasus

yang sudah dilaporkan ada 1000," kata Yunus dalam penandatanganan nota

kesepahaman Departemen Keuangan dengan KPK, PPATK, dan Komisi

Yusdisial, di Jakarta,Kamis 3 desember 2009. 18

Beberapa bank di Indonesia telah menerapkan system Anty Money

Laundering (AML). Sistem ini memiliki dua komponen utama yaitu database

sebagai tempat penyimpan dan pengolahan data, dan analitikal sebagai

penganalisis data yang masuk kemudian diolah dan hasilnya dikirim kembali

berupa informasi.Setiap transaksi yang masuk diproses dan disamakan dulu

dengan database nasabah dan daftar nama yang masuk Daftar Hitam Bank

Indonesia (DHBI). Kalau ditemukan ketidakwajaran baik dilihat dari pola

transaksi Maupun profesi nasabahnya, maka secara otomatis sistem AML

memberikan peringatan, termasuk memblokirnya. Apabila tidak ditemukan

(13)

ketidakwajaran serta mendapatkan validasi dan jaminan dari pejabat yang

berwenang bahwa transaksi tersebut wajar, maka proses selanjutnya dapat

diteruskan.19

Sistem AML memiliki fitur office of forigen Asset Control dan fungsi

deteksi real time terhadap transaksi incoming remittance yang tidak sesuai dengan

karakteristik nasabah. Kelebihan lainnya adalah AML bisa membuat diagram alur

transaksi yang mencurigakan. Sisi pelaporan, piranti ini mampu memberikan

bobot risiko kepada setiap transaksi berdasarkan analisis terhadap profesi nasabah

maupun transaksinya.

Proses AML membutuhkan database yang bagus, bank harus meng-update

informasi yang ada di database nya agar dapat menangkap setiap indikasi

pencucian uang. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan jalinan kerja sama

strategis dan menghubungkan system database antar perusahaan.AML juga harus

terhubung dengan Daftar Hitam Bank Indonesia (DHBI) maupun daftar orang

yang masuk jaringan teroris internasional.

20

Perbankan di Indonesia sendiri merupakan lahan subur untuk praktik

pencucian uang.Ratusan kasus terjadi setiap tahun dengan modus yang semakin

cangggih dan rumit. Laporan Bureau for International Narcotic and law

Enforcement Affairs, AS, dengan judul “International Narcotics Control Strategy

Report”(Oktober 2014) menyebutkan bahwa Indonesia bersama 53 negara lain

termasuk dalam kelompok Major laundering Countries di Asia Pasifik. Hal ini

berarti bahwa Indonesia dianggap sebagai negara yang sistem keuangannya

19Ibid,

hal. 101

(14)

terkontaminasi bisnis narkotika internasional dan melibatkan dalam jumlah sangat

besar.

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka permasalahan yang

akan diteliti dalam penulisan skripsi ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana dibidang perbankan dalam hukum

Indonesia ?

2. Bagaimanakah peranan perbankan dalam mencegah tindak pidana pencucian

uang ?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan judul dan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian

ini yang menitik beratkan pada peranan perbankan dalam melakukan tindak

pidana pencucian uang (Money Laundering), maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana dibidang perbankan

dalam hukum Indonesia.

2. Untuk mengetahuiperanan perbankan dalam mencegah tindak

pidana pencucian uang.

2. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini memberikan beberapa manfaat yang berguna baik

manfaat secara teoritis dan juga manfaat secara praktis antara lain:

(15)

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah

dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikirran serta pemahaman dan

pendangan baru tentang bank dan pencucian uang (Money Laundering).

2. Manfaat secara praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca

juga sebagai bahan kajian para akademis dalam menambah wawasan pengetahuan

terutama dibidang peranan bank dalam melakukan tindak pidana pencucian uang.

D.Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum terdapat tulisan yang

mengangkat tentang “Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan dalam

Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money laundering).Oleh karena itu

penulisan skripsi ini masih dikatakan orisinal dan keabsahannya dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan akademis.

E.Tinjauan Kepustakaan

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak.21

1. Pengertian Perbankan

Perbankan adalah lembaga keuangan yang berperan sangat vital dalam

aktivitas perdagangan internasional serta pembangunan nasional.Pada

dunia ekonomi modern saat ini, Dan dapat dilihat dari makin maraknya

21

(16)

minat masyarakat untuk menyimpan, berbisnis, bahkan sampai

berinvestasi melalui perbankan. Hal ini semakin menyebabkan maraknya

dunia perbankan yang dapat dilihat dari tumbuhnya bank-bank swasta baru

walaupun pemerintah semakin memperketat regulasi pada dunia

perbankan. Dimana kejahatan dibidang perbankan ini meliputi kejahatan

dibidang usaha bank, rahasia bank, perizinan bank, serta pembinaan dan

pengawasan bank. Tindak pidana perbankan adalah tindak pidana

sebagaimana yang dirumuskan di dalam undang-undang tentang

perbankan dan undang-undang tentang bank Indonesia.

2. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan

Bank adalah salah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang.

Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi

perbankan .22

22

Philips Darwin, Op. Cit hal. 97

Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian

baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil

yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian Tindak Pidana adalah Suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dan dengan kata lain

perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja

dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu suatu

keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan

(17)

Tindak Pidana Perbankan adalah merupakan Salah satu bentuk dari tindak pidana di bidang ekonomi. Tindak pidana di bidang perbankan dilakukan

dengan menggunakan bank sebagai sarana dan sasarannya. Secara umum bisa

dikatakan bahwa bentuk tindak pidana dibagi menjadi dua jenis, yaitu Kejahatan

dan Pelanggaran. Kejahatan adalah sebagian dari perbuatan-perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana bagi siapa yang melakukannya. Pada

dasarnya perbuatan kejahatan diatur dalam Buku Kedua KUH Pidana.Selain itu,

ada pula kejahatan yang diatur dalam undang-undang diluar KUH Pidana.Dengan

demikian, kejahatan adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana

yang termuat dalam Buku Kedua KUH Pidana dan undang-undang lain yang

dengan tegas menyebutkan suatu perbuatan sebagai kejahatan.

Sebagaimana dikemukakan diatas, bahwa berbuatan-perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melakukannya bukan

semata-mata kejahatan, tetapi meliputi juga pelanggaran. Pelanggaran ini pada

pokoknya diatur dalam Buku Ketiga KUH Pidana dan undang-undang lain yang

menyebutkan secara tegas suatu perbuatan sebagai pelanggaran.

Berkaitan dengan itu, memang dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

tentang perbankan telah dinyatakan secara tegas mengenai pembagian bentuk

tindak pidana yang terdiri dari dua jenis, yaitu Kejahatan dan Pelanggaran.

Adapun mengenai tindak pidana kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam

Undang-Undang Perbankan tersebut diuraikan berikut ini :

(18)

Adapun yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan dibidang

perbankan menurut UU No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam

ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 yaitu :

Pasal 51 ayat (1):

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47. Pasal 48

ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan.

Berkaitan dengan itu, dalam penjelasannya dikemukakan bahwa

perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut dalam ayat ini

digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap

perbuatan-perbuatan dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat

dibandingkan dengan apabila hanya sekedar sebagai pelanggaran.

2. Tindak Pidana Pelanggaran Di Bidang Perbankan Menurut UU No. 10 Tahun 1998.

Yang dikategorikan sebagai tindak pidana dibidang perbankan

menurutUUNo. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan

Pasal 51 ayat (2) yaitu :

Pasal 51 ayat (2) :

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) adalah

pelanggaran.

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa UU No.

10 Tahun 1998 mengenal dua jenis tindak pidana dibidang perbankan, yaitu

tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran.

Terdapat dua istilah yang seringkali dipakai secara bergantian walaupun

(19)

Perbankan” dan kedua,“Tindak Pidana di Bidang Perbankan”. Yang pertama

mengandung pengertian tindak pidana itu semata-mata dilakukan oleh bank atau

orang bank, sedangkan yang kedua tampaknya lebih netral dan lebih luas karena

dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam

bank atau keduanya.23

3. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang

Istilah “tindak pidana di bidang perbankan” dimaksudkan untuk

menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan

kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.Tidak ada pengertian formal

dari tindak pidana di bidang perbankan. Ada yang mendefinisikan secara popular,

bahwa tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank

sebagai sarana (crimesthrough the bank) dan sasaran tindak pidana itu (crimes

against the bank).

Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi

unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.24

23

Istilah “Tindak Pidana Di Bidang Perbankan dipergunakan oleh HAK Moch Anwar, SH dan Mardjono Reksodiputro, Lihat, HAK Moch Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, (Bandung: Alumni,1986). Lihat juga Marjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan Buku Kesatu, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1994), hal. 74.

24

Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011, Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam

Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 8 tahun 2010 disebutkan bahwa

Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak

pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak

pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana

(20)

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia

Menurut Sutan Remy Sjahdeini25

25

Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme (PT. Pustaka Utama Grafitri, Jakarta 2004) hal. 1

yang dimaksud dengan tindak pidana

pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang

merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang

haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul tersebut dari pemerintah atau

otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana,dengan

cara antara lain dan terutama memasukkan uang tersebut kedalam sistem

keuangan (financial system), sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan

dari system keuangan itu sebagai uang yang halal.

Adapun Pasal-Pasal yang mengatur tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang adalah sebagai berikut :

(21)

Pasal 4 :“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)”.

Pasal 5

Ayat (1) :“Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)”.

Ayat (2) :“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.

Pasal 6

Ayat (1) :“Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi”.

Ayat (2) :“Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang :

a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi ; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi ;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah, dan

d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.

Pasal 7

Ayat (1) :“Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah)”.

Ayat (2) :“Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa :

a. pengumuman putusan hakim;

b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; c. pencabutan izin usaha;

d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi; e. perampasan aset Korporasi untuk negara, dan/atau f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.

Pasal 8 :“Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan”.

(22)

Ayat (1) :“Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan”. Ayat (2) : “Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar”.

Pasal 10 :“Setiap orang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan RI yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal4, dan Pasal 5”.

Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara

lain:26

1. redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang;

2. penyempurnaan kriminalisasitindak pidana pencucian uang;

3. pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif; 4. pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa;

5. perluasan Pihak Pelapor;

6. penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;

7. penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;

8. pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda transaksi; 9. perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap

pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;

10.pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang;

11.perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK;

12.penataan kembali kelembagaan PPATK;

13.penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;

14.penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang; dan

(23)

Dalam melengkapi penulisan skripsi ini, untuk lebih terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulis menggunakan metode

penulisan antara lain:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian hukum normatif atau

disebut juga dengan jenis kepustakaan (Library Research) penelitian hukum

normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data

sekunder yang berkaitan dengan mengenai peranan perbankan dalam melakukan

tindak pidana pencucian uang (Money Laundering).

2. Sumber Data

Sebagaimana penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif,

didasarkan pada penelitian kepustakaan (Library Research), yang dilakukan

dengan menghimpun data sekunder, yaitu:

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara umum27

1. Undang-Undang Dasar 1945

dan sumber bahan hukum primer tersebut yang

terkait dengan pokok masalah yang akan diteliti antara lain:

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang.

5. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.

27

(24)

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, karya ilmiah,

jurnal hukum, koran-koran atau pendapat dari kalangan pakar hukum

sepanjang relevan dengan objek penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, dan

internet juga menjadi bahan tambahan bagi penulisan penelitian ini

sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan

dilakukan.

3. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran dan analisis secara perspektif dengan

menggunakan metode deduktif untuk melihat pola kecendrungan mengenai

peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang.

G.Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasan harus

diuraikan secara sistematis. maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang

teratur yang dibagi dalam beberapa bab yang dimana dalam hal ini saling

berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar didalamnya terurai

mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah,

(25)

penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, yang kemudian

diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN

DALAM HUKUM INDONESIA

Merupakan bab yang membahas tentang, pengertian dan unsur-unsur

tindak pidana, serta pengaturan tindak pidana di bidang perbankan yang

meliputi pengaturan tindak pidana di bidang perbankan dan jenis tindak

pidana dibidang perbankan.

BAB III PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG

Merupakan bab yang membahas tentang pengertian pencucian uang

(money laundering), tahap-tahap pencucian uang, pencegahan tindak

pidana perbankan dan pencegahan tindak pidana pencucian, hambatan

dalam pencegahan tindak pidana perbankan dan tindak pidana

pencucian uang.

BAB IV PENUTUP

Merupakan bab yang berisikan rangkuman mengenai kesimpulan dari

bab-bab yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dan saran yang

berguna bagi penyelesaian permasalahan tinjauan yuridis mengenai

peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan perangkat pembelajaran berbasis CTL yang telah dikembangkan pada materi pokok cahaya berpengaruh positif untuk meningkatkan prestasi belajar fisika siswa kelas

Guru merupakan ujung tombak dalam upaya meningkatkan kualitas sistem layanan dan hasil pendidikan. Untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang

SALEH BOTTEN - PARUGA RASANAE BRT KOTA BIMA UD INDS.. TAHIR HAMID - PARUGA RASANAE BRT KOTA BIMA

• Syed Naquib al-Attas menyatakan bahawa kedatangan Islam ke alam Melayu adalah dibawa oleh orang Arab sama ada melalui perdagangan atau dakwah yang dibawa oleh para ahli sufi

Perlakuan penambahan bubuk ekstrak daun kacang tujuh jurai yang berbeda-beda pada pembuatan minuman fungsional tablet effervescent berpengaruh nyata terhadap ketebalan,

Berdasarkan data yang telah dijabarkan pada dalam hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa para validator sepakat jika perangkat pembelajaran IPA berbasis

Pembahasan penelitian ini berdasarkan hasil observasi kegiatan guru dan siswa serta hasil belajar yang diperoleh siswa dapat diungkapkan bahwa sebelum

Kedua , adalah kekuatan dari luar masyarakat (external faktor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya ( culture contact ) secara langsung maupun persebaran atau unsur