• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Diabetes Mellitus 1.1 Defenisi Diabetes Mellitus - Angka Kejadian dan Tingkat Keparahan Neuropati Perifer Diabetik Di Poliklinik EndokrinRumah Sakit Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Diabetes Mellitus 1.1 Defenisi Diabetes Mellitus - Angka Kejadian dan Tingkat Keparahan Neuropati Perifer Diabetik Di Poliklinik EndokrinRumah Sakit Pirngadi Medan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Diabetes Mellitus

1.1 Defenisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan sindrom kronis hiperglikemia akibat defisiensi insulin, resistensi terhadap insulin maupun karena keduanya. Keadaan ini berdampak pada gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta mengganggu homeostasis cairan dan elektrolit. Diabetes mellitus bersifat irreversibel, meskipun penderita diabetes mellitus memiliki gaya hidup normal, perlahan-lahan komplikasi akibat penyakit ini berdampak terhadap penurunan angka harapan hidup dan peningkatan biaya kesehatan . Dekompensasi metabolik akut pada diabetes mellitus dapat menyebabkan kematian (Kumar, 2009; Colledge, 2010).

(2)

Sekresi insulin diatur oleh kadar nutrisi dalam darah, stimulasi neural dan kontrol hormon. Insulin meningkat pada kondisi peningkatan glukosa darah, peningkatan hormon pada saat mencerna makanan seperti gastrin, sekretin, kholeksitokinin, dan peningkatan stimulasi parasimpatis, kadar glukosa darah diturunkan oleh insulin dengan cara merangsang jaringan-jaringan meningkatkan ambilan glukosa, hati dan otot rangka mengubah glukosa menjadi glikogen dan jaringan adiposa mengunakan glukosa untuk membentuk lemak. Insulin menurun saat kadar glukosa darah menurun, konsentrasi epinefrin dan stimulasi simpatis meningkat. Kadar glukosa darah ditingkatkan dengan menurunkan ambilan glukosa, hati memecah glikogen menjadi glukosa dan membentuk glukosa dari asam amino, jaringan adiposa memecahkan lemak dan melepaskan asam amino sebagai sumber energi dan hati mengubah asam lemak menjadi keton sebagai sumber energi diluar glukosa (Seeley, 2008).

Pada penderita diabetes mellitus akan ditemukan keluhan-keluhan akibat gangguan insulin. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2011) membagi keluhan ini menjadi keluhan klasik dan keluhan lainnya. Keluhan klasik diabetes mellitus adalah poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya sedangkan keluhan lainnya terdiri dari lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada priaserta pruritus vulva pada wanita.

(3)

mengeluarkan glukosa melalui urine dan terjadilah diuresis osmotik sehingga penderita akan mengalami poliuria. Pengeluaran cairan dan garam melalui diuresis akan menjadi sinyal bagi tubuh untuk membutuhkan cairan sehingga penderita merasa haus dan akhirnya banyak minum (Polidipsia).Kerusakan insulin juga mengakibatkan glukosa dalam darah tidak dipergunakan sebagai sumber energi, meskipun terjadi hiperglikemia namun tubuh berespon dalam kebutuhan energi sehingga penderita mengalami polifagi. Peningkatan katabolisme melalui proses glukoneogenesis juga terjadi dan mengakibatkan penurunan berat badan pada penderita diabetes mellitus (Colledge, 2010).

Diagnosa diabetes mellitus menurut kriteria diagnostik WHO-1999 dalam Kumar (2009) adalah sebagai berikut : Glukosa plasma puasa > 7.0 mmol/L (126mg/dL), glukosa plasma random > 11.1 mmol/L (200mg/dL), sebuah nilai laboratorium abnormal merupakan diagnosa bagi individu simptomatik dan dua nilai laboratorium dibutuhkan pada individu asimptomatik. Toleransi glukosa dinyatakan jika dua jam setelah makan kadar glukosa plasma 7.8-11.0 mmol/L. Pada orang dewasa diberikan glukosa sebanyak 75 gram dalam 300ml air, pada anak-anak sebanyak 1.75 gram glukosa per kilogram berat badan. Hasil hanya untuk plasma vena.

1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

(4)

IDDM) dan diabetes mellitus tipe 2 disebut juga Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM) ( Flaws, 2002)

Pada penderita diabetes mellitus tipe 1 terjadi ketiadaan insulin yang diakibatkan oleh kerusakan sel beta pulau langerhans. Kerusakan ini diakibatkan oleh sistem imun yang menghancurkan sel beta pankreas, beberapa peneliti mempercayai bahwa reaksi imun terhadap pankreas ini juga di akibatkan oleh masuknya benda-benda asing seperti virus. Diabetes mellitus tipe 1 sangat sulit dikontrol dan akhirnya berkembang menjadi masalah vaskular dan neural. Lipidemia dan tingginya kadar kolesterol darah memicu berbagai komplikasi vaskular seperti atherosklerosis, stroke, serangan jantung, gagal ginajal, gangren dan kebutaan. Kerusakan saraf berdampak terhadap kehilangan sensasi , gangguan fungsi kandung kemih dan impotensi. Komplikasi vaskular dan renal di minimalkan dengan penyuntikan insulin secara teratur. Transplantasi pulau langehans membantu penderita diabetes mellitus (Marieb, 2013). Pada Diabetes mellitus tipe 1 biasanya diikuti dengan hiperglikemia atau diabetik ketoacidosis (Flaws, 2002)

(5)

belum diketahui dengan jelas. Aktivitas fisik sangat membantu dalam meningkatkan sensitivitas insulin (Colledge, 2010)

Diabetes gestasional merupakan tipe diabetes mellitus yang ditemukan pada wanita yang sedang hamil namun sebelumnya tidak menderita diabetes mellitus. Jika dibiarkan tanpa pengobatan selama kehamilan, akan menimbulkan resiko kematian pada bayi. Diabetes gestasional ini merupakan faktor terjadinya resiko diabetes mellitus tipe 2 di hari mendatang baik pada bayi yang dilahirkan maupun terhadap ibu itu sendiri (Flaws, 2002)

1.3 Kegawatdaruratan Metabolik Diabetes Mellitus.

Kegawatdaruratan dalam diabetes mellitus terdiri dari ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemik hiperosmotik nonketotik dan hipoglikemia (Kumar, 2009; Davidson, 2010). Ketoasidosis diabetik merupakan defisisensi absolut dari insulin yang memicu hiperglikemia, dengan diuresis osmotik dan penurunan volume sehingga terjadi dehidrasi, dan asidosis akibat ketonemia, ketonuria dan kehilangan bikarbonat melalui urine. Ketoasidosis diabetik umumnya terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 1, kondisi ini dapat juga terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Penyebab yang paling paling sering adalah infeksi, berhentinya penggunaan insulin, dehidrasi, stress emosional (Flaws, 2002)

(6)

pH< 7,3 dan bikarbonat < 15 mEq/L, pernafasan kussmaul, dan nafas berbau aseton (Hopkins, 2008) Secara umum, penatalaksanaan ketoasidosis diabetik meliputi pemeliharaan jalan nafas, pemberian oksigen, pengobatan terhadap syok, rehidrasi melalui jalur intravena, pengurangan pottasium dan pemberian insulin secara intravena untuk mengatasi hiperglikemia (Flaws, 2002).

Koma Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan metabolik akibat hiperglikemia yang tidak terkontrol yang di tandai dengan terjadinya hiperosmolaritas tanpa disertai ketosis yang signifikan (Kumar, 2009). Gambaran klinisnya dapat berupa hiperglikemia (> 600mg/dL), poliuria, haus yang berlebihan dan penurunan berat badan, dehidrasi, kekeringan pada kulit dan selaput mukosa,konfusi, delitium hingga koma, penrubahan visual, hipotensi dan takikardi. Etiologi yang mungkin adalah adanya penyakit yang mengakibatkan dehidrasi, infeksi saluran kemih, stress yang mengakibatkan pada peningkatan kadar glukosa darah dan enghambatan insulin serta penggunaan obat-obatan yang meningkatkan kadar glukosa darah. (Hopkins, 2008)

(7)

1. 4 Komplikasi Diabetes Mellitus

Penggunaan insulin dalam penanganan diabetes mellitus masih tetap menurunkan berkurangnya angka harapan hidup pada penderita diabetes mellitus. Penyakit kardiovaskular menjadi 70% penyebab kematian yang diikuti oleh gagal ginjal (10%) dan infeksi (6%). Lama menderita diabetes mellitus dan fluktuasi hiperglikemia tidak diragukan lagi menjadi penyebab dalam berbagai komplikasi diabetes mellitus. Secara umum komplikasi diabetes mellitus terdiri dari komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi infark miokardial yang merusak sirkulasi koroner, stroke akibat kerusakan sirkulasi serebral, Iskemia karena kerusakan sirkulasi perifer. Komplikasi mikrovaskular terdiri dari retinopati, katarak, nefropati (gagal ginjal), neuropati perifer, neuropati otonom dan penyakit kaki (Colledge, 2010).

(8)

darah mikrovaskular adalah dalam hal suplai nutrisi dan oksigen. Oklusi mikrovaskuler berkaitan dengan vasokonstiktor seperti endotelin dan trombogenesis yang mengakibatkan kerusakan endotelial. Faktor lain seperti oksigen reaktif, stimulasi faktor pertumbuhan dan pertumbuhan faktor endotelial vaskular. Munculnya berbagai faktor ini adalah pelepasan jaringan iskemik (Kumar, 2009).

1.5 Pilar Penanganan Diabetes Mellitus

(9)

2. Neuropati Perifer Diabetik 2.1 Sistem Saraf

Berjuta-juta sel tubuh manusia dikoordinasikan oleh dua sistem pengatur yaitu sistem endokrin dan sistem saraf. Sistem endokrin merupakan sekumpulan pengantar pesan melalui darah yang bekerja secara lambat, sedangkan sistem saraf bekerja secara cepat. Kedua sistem ini mengatur fungsi dalam tubuh manusia, mengatur dan mengorganisasikan berbagai aktivitas yang kita lihat sebagai tingkah laku (Vander, 2001). Pembahasan ini akan difokuskan pada sistem saraf. Fungsi utama dari sistem saraf adalah mendeteksi, menganalisa dan menghantarkan informasi. Setiap aksi ini dikendalikan oleh neuron yang saling berhubungan dan membentuk sistem sensorik dan motorik (McPhee, 2006).

(10)

Divisi sensorik sistem saraf perifer menghantarkan potensial aksi ke sistem saraf pusat, sedangkan divisi motorik menghantarkan potensial aksi dari sistem saraf pusat ke organ efektor seperti otot dan kelenjar. Divisi motorik dibagi dua menjadi somatik dan otonom. Somatik menghantarkan potensial aksi dari sistem saraf pusat ke otot rangka sedangkan otonom menghantarkan potensial aksi dari sistem saraf pusat ke otot jantung, otot polos dan kelenjar. Bagian otonom dibagi atas saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis memiliki kerja yang berlawanan. (Netter, 2002)

Tortora (2009) menyatakan bahwa terdapat subdivisi sistem saraf perifer selain subdivisi otonom dan somatik yaitu subdivisi enterik. Sistem saraf enterik berisi sekitar juta neuron di sepanjang traktus gastrointestinal. Fungsi neuron-neuron dari pleksus enterik bekerja bebas dari sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat ke beberapa tingkat, meskipun berkomunikasi dengan sistem saraf pusat melalui neuron saraf simpatis dan parasimpatis. neuron sensorik sistem saraf ini mengatur perubahan kimia yang terjadi didalam saluran pencernaan dan dinding yang membatasinya, sedangkan neuron motornya mensekresikan zat-zat seperti asam dari lambung dan sel endokrin yan gmenghasilkan hormon serta memerintahkan kontraksi otot polos untuk mendorong makan di sepanjang saluran pencernaan. 2.2 Unit Fungsional Sistem Saraf.

(11)

berfungsi untuk menolong kerja dari neuron dan jumlahnya lima kali lebih banyak dari neuron (Fox, 2011)

Neuron dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan bentuknya, namun setiap neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel serta dua unit proses yakni dendrit dan akson. Pada badan sel saraf (soma) terdapat nukleus dan organel-organel sel lainnya seperti retikulum endoplasmik kasar (RE), apparatus golgi dan sejumlah mitokondria. Dalam badan sel juga terdapat substansi nissl yang merupakan kumpulan dari retikulum endoplasmik kasar dan ribosom-ribosom bebas. Substansi ini berada dalam badan sel dan dendrit, namun bukan merupakan akson. Organel-organel dalam badan berperan dalam informasi genetik dan berfungsi secara mekanis untuk sintesis protein (Vander, 2001; Mader 2004; Tate, 2012).

(12)

pendek mengkonduksi impuls saraf dengan lambat. Akson sering disebut sebagai serabut saraf (Snell, 2011).

Akson menghubungkan antara neuron yang satu dengan neuron yang lainnya, sel otot-otot dan sel-sel kelenjar. Jembatan antara sebuah neuron dengan sel lainnya disebut sinaps dan akhir dari akson pada sinaps disebut ujung presinaptik yang memiliki sejumlah vesikel yang berisi neurotransmitter. Neurotransmitter merupakan sebuah pembawa pesan (messenger) yang berupa substansi kimia yang melewati sinaps untuk merangsang atau menghambat sel postsinaptik (Seeley, 2008).

Akson yang panjang dapat memfasilitasi pengangkutan organel-organel sel, protein-protein, nutrisi, ion dan neurotransmitter yang dihasilkan di badan sel ke ujung akson yang disebut transport akson (axonal transport). Transport akson ini membutuhkan energi dan sering dibagi menjadi komponen cepat dan komponen lambat. Komponen cepat sekitar 200-400 mm/ hari dan sangat penting dalam transmisi sinaptik sedangkan komponen lambat berkisar 2 hingga 8 mm/ hari dan menghantar 200 jenis protein yang berbeda yang penting untuk fungsi sinaptik. Transport aksonal dapat terjadi dari badan sel ke akson dan dendrit yang arahnya disebut transport anterograde dan dapat berbalik dari dendrit dan akson ke badan sel yang disebut transport retrograde (Shier, 2010; Fox, 2011;)

(13)

kecepatan konduksi 70-120m/s, serabut A-γuntuk pergerakan otot dengan

diameter 2-6µm dengan kecepatan konduksi saraf 15-30m/s. Serabut B berfungsi otonom preganglionik dengan diameter < 3µm dengan kecepatan konduksi 12-30 m/s. Serabut C berfungsi untuk sensasi nyeri dengan respon refleks dengan diameter 0,4-1,2µm dengan kecepatan konduksi 0,5-2 m/s dengan serabut simpatetikyang berfungsi simpatetik postganglionik dengan diameter 0,3 serta kecepatan konduksi 0,7-2,3 m/s (Waxman, 2007).

Secara umum, neuron diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan bentuknya. Klasifikasi neuron menurut fungsinya didasarkan pada arah potensial aksi dikonduksikan, sedangkan klasifikasi neuron menurut strukturnya didasarkan pada jumlah proses (jumlah akson dan dendrit-dendrit) yang diteruskan dari badan sel. Berdasarkan fungsinya, neuron dibagi menjadi bagian sensori (afferent), bagian motor (efferent), dan bagian asosiasi (interneuron). Neuron berdasarkan strukturnya dibagi atas neuron multipolar, neuron bipolar dan neuron unipolar. (Tate, 2012). Selain dua klasifikasi utama diatas, neuron juga dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya (Snell, 2010).

(14)

telinga (Mader, 2004). Stimulus yang sensitif pada neuron sensori merupakan protein khusus yang berikatan dengan substansi kimia pembawa pesan dan dapat ditemukan pada membran plasma semua sel. Neuron afferent terutama terletak pada sistem saraf perifer dan hanya sedikit berada pada korda spinalis untuk meneruskan sinyal-sinyal dari bagian perifer ke sistem saraf pusat. Berdasarkan stimulusnya, reseptor dapat digolongkan menjadi 1) Fotoreseptor (photoreceptors) yang berespon terhadap gelombang cahaya yang dapat dilihat, 2)Mekanoreseptor (mechanoreceptors) yang sensitif pada energi mekanis, 2)Termoreseptor (thermoreceptors) yang sensitif pada panas dan dingin,4) Osmoresptor (osmoreceptors) yang mendeteksi perubahan konsentrasi larutan di cairan ekstraseluler dan hasil dari perubahan aktivitas osmotik, 5)Kemoreseptor (chemoreceptors) yang peka pada zat kimia teretntu dan 6) Reseptor nyeri (nociceptors) yang peka dan mempersepsikan kerusakan jaringan sebagai rasa nyeri. Kerusakan pada jaringan yang dimaksud adalah seperti rasa tertusuk, terbakar atau distorsi jaringan (Sherwood, 2010).

Neuron assosiasi (interneuron) sepenuhnya berada di sistem saraf pusat dan berperan dalam fungsi assosiatif, integratif pada fungsi saraf. Interneuron mentransmisikan impuls dari satu bagian otak atau korda spinalis ke bagian lainnya, mengarahkan rangsangan sensori ke area tertentu pada otak untuk di proses dan di interpretasikan dan impuls yang datang akan di transfer ke neuron efferent (Shier, 2010).

(15)

atas sistem saraf otonom dan sistem saraf somatik. Sistem saraf otonom berperan pada otot jantung dan otot polos yang bekerja diluar kesadaran dan sistem saraf somatik bekerja pada otot rangka yang terkontrol debawah pengaruh kesadaran (Shier, 2010; Fox, 2011). Saraf otonom terbagi lagi menjadi dua subdivisi yakni simpatis dan parasimpatis, kerja dari saraf simpatis berlawanan dengan saraf paraimpatis (Marieb, 2006; Fox, 2011)

Klasifikasi neuron berdasarkan strukturnya dibagi menjadi multipolar, bipolar dan unipolar.Neuron multipolar memiliki banyak dendrit dan akson tunggal, neuron bipolar memiliki satu dendrit dan satu akson dan neuron unipolar hanya memiliki satu unit proses yang memanjang dari badan sel. Unit prosesini bercabang dua dari badan sel. Salah satu cabang diteruskan ke sistem saraf pusat dan cabang lainnya menuju ke sistem saraf perifer dan memilki reseptor sensori seperti dendrit. Dua cabang ini bertindak sebagai satu akson (Tate, 2012). Neuron motor biasanya merupkan neuron multipolar, neuron sensori biasanya berupa neuron unipolar dan neuron asosiasi merupakan tipe neuron multipolar (Mader, 2004). Neuron unipolar berlokasi di akar ganglion posterior, neuron bipolar berlokasi di retina, koklea sensori dan ganglia vestibular dan neuron multipolar berada di serabut saluran otak dan korda spinalis, saraf perifer dan sel motor dari korda spinalis (Snell, 2010).

(16)

sistem saraf perifer. Contoh dari neuron ini adalah sel piramidal dari korteks serebri, sel purkinje dari korteks serebelum dan sel motor dari korda spinalis. Neuron tipe golgi II memiliki akson yang pendek dan ujungnya berdampingan pada badan sel atau kadang-kadang tidak ada samasekali. Dendrit yang muncul dari neuron tipe ini terlihat seperti bintang (Snell, 2010).

Sel pendukung sistem saraf ada pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Neuroglia merupakan sebutan bagi sel pendukung pada sistem saraf pusat, sedangkan glia merupakan sel saraf pendukung yang berada pada sistems saraf pusat (Fox, 2011). Sel-sel pendukung ini ada sekitar 90% di sistem saraf pusat. Fungsi dari sel pendukung ini ialah membantu mendukung neuron-neuron baik secara fisik maupun metabolik dengan menjaga komposisi lingkungan ekstraseluler khusus dalam batas tersempit optimal untuk fungsi neuron (Sherwood, 2010). Neuroglia juga menghasilkan faktor pertumbuhan yang menutrisi neuron dan membuang ion-ion beserta neurotransmitter yang menumpuk diantara neuron, sehingga memungkinkan mereka untuk mentransmisikan informasi (Shier, 2010).

(17)

Sel satelit mengelilingi badan sel pada sistem saraf pusat dan menyediakan nutrisi. Sel-sel ini melindungi neuron dari logam berat dan racun dengan menyerap dan menurunkan kontak ke badan sel neuron (Tate, 2012). Sel-sel pendukung di sistem saraf pusat ada empat yaitu oligodendrocytes yang membentuk selubung myelin di sekeliling akson akson pada sistem saraf pusat, microglia yang bergerak ke sistem saraf pusat dan memfagositosis benda asing, astrocytes yang mengatur lingkungan luar dari neuron-neuron di sistem saraf pusat dan sel ependymal yang membatasi ventrikel otak dan kanalis central dari korda spinalis (Fox, 2011). Sel ependymal dan pembuluh darah membentuk pleksus koroid yang berada didaerah tertentu di dalam ventrikel. Pleksus ini menghasilkan cairan serebrospinalis yang bersirkulasi di ventrikel otak (Tate, 2012)

2.3 Organisasi sel jaringan saraf

(18)

membentuk saraf yang mengkonduksikan potensial aksi dari dan ke sistem saraf pusat, banyak saraf terdiri dari akson termyelinisasi dan sebagian kecil merupakan akson yang tidak termyelinisasi. Kumpulan badan sel neuron di sistem saraf perifer disebut ganglia (Seeley, 2008).

2.4 Sistem saraf Perifer

Saraf perifer terdiri dari serabut saraf yang membawa informasi diantara sistem saraf pusat dan bagian-bagian tubuh. Komponen penting dalam saraf perifer adalah 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal. Ada beberapa terminologi yang sering dipakai dalam sistem saraf perifer yaitu stimulus yang berarti perubahan yang terdeteksi seperti panas, cahaya, tekanan dan perubahan kimia; reseptor sensori yang berarti ujung serbut saraf afferent yang peka terhadap respon stimulus lingkungan dalam dan luar tubuh; dan transduksi sensori yang berarti konversi energi menjadi potensial reseptor; potensial reseptor yang berarti besarnya energi yang diubah ke dalam bentuk sinyal listrik.

Serabut saraf dalam sistem saraf perifer baik pada saraf kranial maupun saraf spinal terdiri dari berkas akson berganda yang disebut fasikula. Fasikula dibungkus oleh selaput jaringan pengikat yang dinamakan perineurium. Jaringan pengikat yang berada diantara akson dan fasikula disebut endoneurim dan bila berada diantara fasikula-fasikula disebut epineurim. Fasikula berisi akson termyelinisasi dan tidak termyelinisasi, endoneurium dan dan pembuluh-pembuluh darah (Rohkamm, 2004).

(19)

sensorik, saraf yang hanya memiliki neuron motor disebut saraf motorik dan umumnya saraf terdiri dri keduanya yang disebut saraf campuran. Saraf yang muncul dari otak disebut saraf kranial dan saraf yang keluar dari korda spinalis disebut saraf spinal.

Berdasarkan struktur saraf perifer yang terdiri dari saraf kranial dan spinal, serabut saraf dapat dibagi menjadi empat yaitu : Serabut saraf efferent somatik umum (general somatic efferent fibers), Serabut efferent visceral umum (general visceral efferent fibers), serabut afferent somatik umum (general somatic afferent fibers) dan serabut afferent visceral umum (general visceral afferent fibers). Serabut efferent somatik umum membawa rangsangan motor dari otak dan korda spinalis ke otot rangka dan merangsangnya untuk berkontraksi, serabut efferent visceral umum membawa rangsangan motor dari otak atau korda spinalis menuju berbagai otot polos dan kelenjar yang berasosiasi dengna organ-organ bagian dalam dan mengakibatkan otot berkontraksi dan kelenjar mengeluarkan sekresinya. Serabut afferent somatik umum membawa rangsangan sensori dari reseptor pada kulit dan otot ke otak atau korda spinalis dan serabut afferent visceral umum membawa sensori dari pembuluh darah dan organ dalam tubuh ke sistem saraf pusat (Shier, 2010).

(20)

menelan, berbicara dan ekspresi wajah, serabut afferent visceral khusus yang membawa impuls sensori dari reseptor olfaktori dan pengecap ke otak dan serabut somatik khusus yang membawa rangsangan dari reseptor penglihatan, pendengaran dan keseimbangan ke otak (Shier, 2010).

Manusia memiliki 12 pasang saraf kranial, 2 paang berasal dari badan sel neuron yang berada di otak bagian depan dan 10 pasang muncul dari otak bagian tengah dan otak bagian belakang. Penulisan saraf kranial yang umum adalah dengan angka romawi dan nama. Angka romawi merujuk pada posisi saraf dari bagian depan otak ke belakang, sedangkan namanya menunjukkan bagian yang dipersarafi oleh saraf-saraf karanial ini (Fox, 2011). Urutan serta nama-nama keduabelas saraf kranial ini yaitu : saraf olfaktori (olfactory nerve), saraf optikus (

(21)

otonom. Saraf glosofaringeal, asesorius, dan hypoglossus mempersarafi otot leher, lidah dan faring (Rohen,2011)

Rangkuman jenis serabut saraf dan fungsi masing-masing saraf kranial dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.4 Fungsi Saraf Kranial; dikutip dari Hole’s Human Anatomy And Physiology, Hal: 417.

III Okulomotor Terutama motor

Serabut saraf motorik menghantar rangsang untuk mengangkat kelopak mata, pergerakan mata, mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dan fokus lensa.

Beberapa serabut sensorik menghantarkna rangsang yang terhubung dengan propioseptor IV Trokhlearis Terutama

motor

Serabut motorik menghantar rangsang ke otot untuk perpindahan bola mata

menghantar rangsang dari dari permukaan mata, kelenjar airmata. kulit kepala, dahi dan bagian kelopak mata bagian atas.

Serabut saraf sensorik

(22)

langit-langit mulut, dan kulit wajah

Serabut saraf sensori

menghantar rangsang dari kulit kepala, kulit rahang, gigi bagian bawah, gusi bagian bawah, dan bibir bawah. Serabut saraf motorik

menghantar rangsang dari otot mastikasi dan otot di dasar mulut

VI Abdusen Terutama motor

Serabut motor menghantar rangsang ke otot yang menggerakkan mata

Beberapa serabut saraf sensori menghantar rangsang yang terhubung dengan propioseptor VII Fasialis Campuran Saraf sensori menghantar

rangsang yang terhubung dengan reseptor pengecapan pada bagian anterior lidah Serabut saraf motorik

menghantar rangsang dari otot ekspresi wajah, kelenjar airmata dan kelenjar air liur VIII Vestibulokokhlearis

(23)

mengunyah

X Vagus Campuran Serabut saraf motorik somatik menghantarkan rangsang ke otot yang terhubung dengan berbicara dan menelan; motor otonom menghantar rangsang ke organ bagian dalam dada dan abdomen

Serabut saraf sensorik menghantar rangsang dari faring, laring, esofagus dan organ tubuh bagian dalam dari dada dan abdomen rangsang ke otot palatum lunak, faring dan laring Serabut motor menghantarkan rangsang dari otot leher dan punggung, beberapa bagian masukan propioseptor XII Hipoglossus

Serabut motorik

menghantarkan rangsang ke otot yang berperan dalam perpindahan lidah, dan beberapa masukan propioseptor

(24)

cabang saraf, kehilangan sensasi taktil di wajah, kelemahan dalam menggigit dan mengatupkan rahang, pada saraf VI akan mengakibatkan deviasi mata secara medial, pada saraf VII akan mengakibatkan kelumpuhan wajah (facial palsy), kehilangan sensasi rasa pada 2/3 bagian lidah dan penurunan salivasi, pada saraf VIII terjadi penurunan atau kehilangan pendengaran (saraf koklear); kehilangan keseimbangan, mual, vertigo dan pusing (saraf vestibular), pada saraf IX mengakibatkan kesulitan dalam menelan, kehilangan sensasi di 1/3 bagian posterior lidah dan penurunan salivsi, pada saraf X mengakibatkan kesulitan menelan dan atau keparauan, penyimpangan uvula pada bagian yang tidak berfungsi, pada saraf XI mengakibatkan kesulitan untuk mengelevasikan scapula atau merotasikan leher, dan pada saraf XII akan mengakibatkan penyimpangan idah ke sisi saraf yang rusak ketika ditonjolkan keluar ( Tate, 2012)

Saraf spinalis merupakan komponen dari sistem saraf perifer yang keluar dari sistem saraf pusat yaitu korda spinalis. Saraf spinal ada 31 pasang dan ditulis dengan huruf serta angka. Huruf menunjukkan daerah pada kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut, C menunjukkan servikal, T menunjukkan thorakalis, L menunjukkan lumbalis dan S menunjukkan sakrum. Nomor pada penamaan saraf spinalis meunjukkan lokasi di setiap daerah tempat munculnya saraf pada kolumna vertebralis dengan nomor terkecil menunjukkan bagian paling superior. Saraf servikal terdiri dari C1-C8, saraf thorakalis menunjukkan T1-T12, saraf lumbalis terdiri dari L1-L5 dan saraf sakrum terdiri dari S1-S5.

(25)

disuplai oleh inervasi sensorik oleh saraf- saraf spinal. Kehilangan sensasi pada pola dermatomal memberikan informasi terhadap bagian saraf yang rusak (Seeley, 2008). Reseptor kutaneus berespon terhadap sentuhan, nyeri dan suhu.

2.5 Neuropati Perifer Diabetik

Neuropati perifer merupakan kelainan neurologik yang umum pada saraf perifer. Neuropati perifer memiliki banyak penyebab dengan berbagai manifestasi. Neuropati dapat terjadi akibat kelainan imun, kurang nutrisi, diabetes mellitus, infeksi, kanker, penggunaan alkohol, keracunan metabolik dan kelainan endokrin (Torre, 2009). Topik ini difokuskan pada neuropati perifer akibat diabetes mellitus.

Diabetes mellitus dapat merusak saraf perifer dari berbagai cara. Hiperglikemia memicu peningkatn sorbitol dan fruktosa pada sel schwann, akumulasinya mengakibatkan gangguan pada fungsi dan strukturnya.perubahan histologik awal adalah demyelinisasi segmental karena kerusakan sel schwann, pada tahap awal, akson akan mengalami fase pemulihan yang reversibel namun akhirnya akan berkembang menjadi fase ireversibel (Kumar, 2009).

(26)

kecepatan konduksi. Serabut α dan β yang termyelinisasi menyebabkan parasthesia seperti kesemutan, menusuk-nusuk, rasa tegang, tertekan dan bengkak. Kerusakan yang mengacu pada penurunan kecepatan konduksi, penipisan myelinisasi A-ð dan serabut C mengakibatkan analgesia, sensasi suhu abnormal seperti rasa dingin dan panas, serta nyeri seperti terbakar, terpotong, tertarik dan rasa tumpul (Rohkamm, 2004). Neuropati otonom berdampak pada hipotensi orthostatik, gangguan pengosongan lambung, diare, pengosongan kandung kemih yng tertunda, disfungsi erektil, dan lain-lain.

Klasifikasi neuropati akibat diabetes dapat digolongkan atas distal sensory polyneuropathy, autonomic neuropathy, lumbar polyradiculopathy, thoracic

radiculopathy, mononeuropathy, mononeuritis multiplex. Distal sensory

(27)

merupakan onset berkepanjangan dari disfungsi neurologic fokal pada berbagai area, symptom utamanya adalah nyeri, kelemahan dan rasa kebas pada kaki umumnya muncul unilateral (Fink, 2005)

Neuropati perifer diabetik jenis distal sensory polyneuropathy merupakan faktor utama terjadinya kaki diabetik. Pada penderita diabetes mellitus harus dilakukan skrining dengan berbagai pemeriksaan seperti sensasi tusuk, suhu dan persepsi getaran. Perhatian khusus perlu diberikan pemberi layanan kesehatan pada penderita diabetes mellitus karena neuropati perifer dapat berdampak pada cedera tungkai bawah yang tidak disadari serta luka terbuka yang perlu perhatian khusus. Bahaya akibat kehilangan sensasi pada neuropati perifer ini juga sering diabaikan oleh penderita terutama jika bagian-bagian lainnya masih dapat merasakan sensasi dengan baik, oleh karena itu pengkajian sensori taktil pada penderita diabetes mellitus merupakan tindakan yang penting dalam perawatan penderita diabetes mellitus (Fenderson, 2009).

Fink (2005) menyatakan bahwa penanganan neuropati dilakukan dengan memberikan antidepresan, antikonvulsan, mengendalikan kadar glukosa darah, menurunkan faktor resiko kardiovaskular, mengendalikan berat dengan pola makan dan aktivitas serta perawatan kaki untuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi.

(28)

pleksus saraf sakral dan lumbalis pada pada tungkai bagian bawah (Tate, 2012). Peta distribusi kutaneus dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2.5.1 Peta Distribusi Kutaneus pada kaki

Dikutip dari : Seeley’s Principles of anatomy and physiology; Hal. 315

Tibial Nerve (L4-S3)

Sural nerve (L5-S2)

Femoral Nerve (L3-L4)

Common Fibular Nerve (L4-S2)

(29)

Gambar 2.5.2 Peta Titik Neuropati di Kaki

Dikutip dari : British Columbia Povincial Nursing Skin and Wound Comitee

Titik 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 10 dipersarafi oleh tibial nerve yag merupakan plexus saraf spinal L4-S3. Insensitivitas pada titik ini menunjukkan cedera pada percabangan kutaneus yang disuplai oleh saraf tibial yaitu kulit pada permukaan posterior kaki dan bagian calcaneus kaki, percabangan motornya terdapat pada bagian otot punggung atas, tungkai dan kaki (kecuali pada bicep femoris), bagian posterior adductor magnus, tibialis posterior, poplitea, flexor digitorum longus, flexor hallucius longus dan otot kaki bagian dalam. Saraf ini merupakan saraf yang melayani hampir sebahagian besar bagian plantar kaki (Marieb, 2013)

(30)

Gambar

Tabel 2.4 Fungsi Saraf Kranial; dikutip dari Hole’s Human Anatomy And
Gambar 2.5.1 Peta Distribusi Kutaneus pada kaki
Gambar 2.5.2 Peta Titik Neuropati di Kaki

Referensi

Dokumen terkait

UMKM Bangka Tengah sebagai pihak pertama yang telah mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya dalam hubungan timbal balik yang terjadi dengan pasar

aksesnya cepat, Aspek Ergonomi dari sisi Pengguna OPAC tergolong Baik sehingga pemustaka merasa nyaman berada dalam ruangan perpustakaan, dan Peran Pustakawan dalam

[r]

Pelaksanaan pembelajaran musik Gordang sambilan dengan tidak menggunakan model TGT di kelas Kontrol tidak semua siswa dianggap aktif dan semangat dalam menerima pembelajaran, serta

Berdasarkan hasil observasi, hasil evaluasi dan hasil ulangan harian siswa tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa siswa masih belum memahami dengan baik materi bilangan berpangkat,

Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa nilai hasil belajar fisika peserta didik kelas XI MIA 3 SMA Negeri 22 Makassar setelah diajar menggunakan Model pembelajaran

Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama