• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI : Studi Etnografi Di Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI : Studi Etnografi Di Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL

MASYARAKAT PANJI

(Studi Etnografi Di Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, Kabupaten

Bangka)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Departemen Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh:

SUZANA PARANITA NIM. 1302479

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL

MASYARAKAT PANJI

(Studi Etnografi Di Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka)

Oleh Suzana Paranita

S.Pd. UNSRI Palembang, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

©Suzana Paranita 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Rumusan Masalah ... 10

1.4 Tujuan ... 11

1.4.1 Tujuan Umum ... 11

1.4.2 Tujuan Khusus ... 11

1.5 Manfaat ... 11

1.5.1 Segi Teori ... 11

1.5.2 Segi Praktik ... 12

1.6 Struktur Organisasi Tesis ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Budaya ... 14

(6)

2.2.1 Pengertian Budaya ... 16

2.2.2 Manusia dan Kebudayaan ... 20

2.2.3 Masyarakat Panji ... 23

2.2.4 Kebudayaan Masyarakat Panji ... 24

2.3 Sistem Religi Masyarakat Panji ... 25

2.3.1 Sistem Religi ... 25

2.3.2 Nilai Religi ... 28

2.3.3 Upacara-Upacara Kegamaan Masyarakat Panji ... 31

2.4 Kearifan Lokal ... 33

2.4.1 Pengertian Kearifan Lokal ... 33

2.4.2 Kearifan Lokal di Indonesia ... 37

2.4.3 Budaya Masyarakat Panji Wujud Kearifan Lokal... 39

2.5 Penelitain Terdahulu ... 41

2.6 Kerangka Penelitian ... 54

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian ... 55

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 55

3.1.2 Subjek Penelitian ... 56

3.2 Desain Penelitian ... 57

3.3 Metode Penelitian... 58

3.4 Penjelasan Istilah ... 61

3.5 Instrumen Penelitian... 64

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 65

3.6.1 Observasi ... 65

3.6.2 Wawancara ... 66

3.6.3 Dokumentasi ... 67

3.7 Teknik Analisis Data ... 68

3.7.1 Reduksi Data ... 68

(7)

3.7.3 Pengambilan Kesimpulan/Verifikasi Data ... 69

3.8 Uji Keabsahan Data... 70

3.8.1 Uji Kredibilitas ... 70

3.8.2 Uji Transferability ... 72

3.8.3 Uji Depenability ... 73

3.8.4 Uji Konfirmability ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 74

4.1.1 Keadaan Geografis Desa Riding Panjang Belinyu ... 74

4.1.2 Masyarakat Panji ... 76

4.1.3 Tingkat Pendidikan Masyarakat Panji di Desa Riding Panjang ... 78

4.1.3 Agama dan Kepercayaan Masyarakat Panji di Desa Riding Panjang . 79 4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan... 81

4.2.1 Masyarakat Panji Memaknai Sistem Religi Sebagai Salah Satu Dari Kearifan Lokal Mereka... 84

4.2.2 Transformasi Nilai-Nilai Ketuhanan Sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Panji Disosialisasikan di Dalam Pendidikan ... 109

4.2.3 Tarik Ulur Persepsi Budaya Masyarakat Panji Dalam Mentrasformasikan Nilai-Nilai Ketuhanan... 129

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan ... 148

5.1.1 Simpulan Umum ... 148

5.1.2 Simpulan Khusus ... 149

5.2 Implikasi ... 150

(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 154

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel. 4.1 Masyarakat Panji Memaknai Sistem Religi Sebagai

Salah Satu Dari Kearifan Lokal Mereka ... 98

Tabel. 4.2 Triangulasi Masyarakat Panji Memaknai Sistem Religi Sebagai

Salah Satu Dari Kearifan Lokal Mereka ... 99

Tabel. 4.3 Transformasi Nilai-Nilai Ketuhanan Sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Panji Disosialisasikan Di Dalam

Pendidikan ... 119

Tabel. 4.4 Triangulaasi Transformasi Nilai-Nilai Ketuhanan Sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Panji Disosialisasikan Di Dalam

Pendidikan ... 121

Tabel. 4.5 Tarik ulur persepsi budaya masyarakat Panji

dalam mentrasformasikan nilai-nilai Ketuhanan ... 136

Tabel. 4.6 Triangulasi tarik ulur persepsi budaya masyarakat Panji

(10)

DAFTAR BAGAN

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Matrik Instrumen Penelitian

Lampiran 2 Format Observasi Lapangan

Lampiran 3 Pedoman Wawancara

Lampiran 4 Rangkuman Hasil Wawancara

Lampiran 5 Filed Note

Lampiran 6 Dokumentasi

Lampiran 7 Paradigma Penelitian

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang beranekaragam suku bangsa, bahasa,

etnis, agama serta adat istiadat yang masing-masing memiliki keunikan.

Keanekaragaman kebudayaan Indonesia itulah yang menjadi daya tarik bangsa

lain dari belahan dunia untuk mengetahuinya bahkan tidak sedikit mereka juga

mempelajarinya.

Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan

kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai

kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari

berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Oleh

karenanya tidak dipungkiri setiap suku memiliki kebudayaan yang berbeda.

Sebagaimana yang dikemukakan Boas (1938, hlm.159) bahwa:

Culture may be defined as the totality of the mental and physical reactions and activities that characterize the behavior of the individuals composing a social group collectively and individually in relation to their natural environment, to other groups, to members of the group itself and of each individual to himself.

Boas mendefinisikan bahwa budaya merupakan keseluruhan dari reaksi mental,

fisik dan aktifitas karakter perilaku dari individu yang mengubah suatu kelompok

sosial secara bersama dan secara individu dalam hubungannya terhadap

lingkungan alami, kelompok yang lain, kelompoknya, dan terhadap dirinya

sendiri. Adapun, Geertz (1973, hlm.89) memberikan pengertian bahwa:

Culture is an historically transmitted pattern of meanings embodied in symbols, a system of inherited concepts expressed in symbolic forms by means of which men communicate, perpetuate, and develop their knowledge about and their attitudes toward life.

Dalam hal ini, kebudayaan menurut Geertz sesuatu yang semiotik, yaitu hal-hal

berhubungan dengan simbol dan dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat

bersangkutan. Sementara, menurut Peursen (1976, hlm.10) kebudayaan diartikan

(13)

Dari beberapa pendapat yang telah dijabarkan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan simbol yang mempunyai makna dan

merupakan sistem pengetahuan yang meliputi ide dan gagasan yanng dijadikan

sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun fungsi kebudayaan sebagaimana diungkapkan Malinowski (dalam

Koentjaraningrat, 1987, hlm. 171) bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari

sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh

kehidupannya. Sementara itu, Alfan (2013, hlm.85) mengemukakan kebudayaan

berfungsi mengatur agar manusia dapat memahami cara bertidak, berbuat,

menentukan sikap saat berhubungan dengan orang. Hal ini menunjukkan bahwa

kebudayaan berfungsi sebagai kontrol bagi manusia dan pemuas kebutuhan naluri

manusia. Maka dari itu, keanekaragama dan keunikan kebudayaan Indonesia

harus tetap dijaga dan dilestarikan. Karena selain berfungsi sebagai pemuas

kebutuhan naluri manusia, kebudayaan Indonesia juga mempunyai keunggulan

dibandingkan dengan negara lain, dimana Indonesia mempunyai potret

kebudayaan yang lengkap dan bervariasi sebagai bagian dari kebudayaan

nasional.

Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang diakui sebagai

identitas nasional yang harus dihormati dan dijaga serta perlu dilestarikan.

Adapun tentang kebudayaan nasional dimuat pada Pasal 32 UUD 1945 ayat (1): “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangan

nilai-nilai budayanya”. Berdasarkan pasal 32 ayat (1) tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan

nasional.

Adapun menurut Nuraeni dan Alfan (2013, hlm.26) “kebudayaan sebagai identitas nasional menunjukkan betapa kebudayaan aspek yang sangat penting

bagi suatu bangsa, karena jelas bahwa kebudayaan juga merupakan jati diri dari

bangsa tersebut”. Sehubungan dengan kebudayaan nasional sebagai identitas,

dimana kebudayaan yang berasal dari berbagai suku dan etis di seluruh wilayah

nusantara, maka semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai semboyan

(14)

persamaan pandangan hidup yang berkaitan dengan nilai kebajikan dan

kebijaksanaan (virtue and wisdom) (Alfan, 2013, hlm.157).

Namun pada kenyataannya saat ini, kebudayaan lokal semakin

termarginalisasi. Adapun faktor yang menyebabkan termarginalisasinya budaya

lokal yaitu rendahnya kesadaran masyarakat dan anak bangsa akan pentingnya

menjaga dan melestarikan budaya lokal. Sebagaimana dikemukakan

Nuraeni&Alfan (2012, hlm.110) ”...yang menjadi masalah saat ini kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal sebagai identitas

bangsa yang harus terus dijaga keaslian ataupun kepemilikannya”. Hal ini disebabkan, adanya anggapan bahwa budaya lokal lebih bersifat statis

dibandingkan budaya global yang lebih bersifat dinamis atau mengikuti

perkembangan zaman. Oleh karenanya, tidak jarang mengakibatkan budaya lokal

terlupakan, sehingga cenderung masyarakat pengguna kebudayaan itu sendiri

tidak lagi mengenal budaya lokalnya. Dimana masyarakat mengalami disorientasi

terhadap budaya lokal yang dianggap kuno dan tidak sesuai dengan

perkembangan zaman.

Faktor lainnya yang menyebabkan termarginalisasinya budaya lokal, yaitu

globalisasi. Globalisasi menyebabkan masyarakat tidak begitu peduli dengan

kebudayaan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa masuknya budaya asing ke

Indonesia melalui media massa (elektronik, cetak) serta melalui dunia maya

(internet) sangat mempengaruhi perkembangan budaya lokal masyarakat

Indonesia. Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi mempercepat

akselerasi proses globalisasi. Sebagaimana dikemukakan Kalidjernih (2011,

hlm.55) proses globalisasi telah memperlemah atau melonggarkan bentuk-bentuk

identitas kultural suatu bangsa. Adapun, Jeniarto (2013, hlm.23) mengatakan:

Efek dari perjumpaan antar manusia yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi adalah kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan cara pikir suatu masyarakat, termasuk kemungkinan pengaruhnya terhadap local wisdom.

Selain itu, Alfan (2013, hlm.85) mengemukakan terdapat tiga sebab perubahan

kebudayaan, yaitu:

(15)

hidup. Ketiga, adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru khususnya teknologi dan komunikasi.

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa globalisasi

merupakan salah satu faktor penyebab termarginalisasinya budaya lokal yang

mengakibatkan perubahan cara berpikir masyarakat yang pada akhirnya

berdampak pada budaya lokal. Hal ini memperjelas, globalisasi memberikan

pengaruh bagi kebudayaan bangsa Indonesia, sehingga nilai budaya lokal yang

mengandung pedoman etika, pandangan hidup, tradisi, falsafah yang merupakan

bagian dari kebudayaan nasional sebagai identitas akan terkikis.

Proses globalisasi yang mengarah pada pembunuhan kebudayaan harus

dilawan, karena itu akan menjadi faktor pelenyapan atas sumber lokal yang

diawali dengan krisis identitas lokal. Selain itu, globalisasi akan membuat dunia

menjadi seragam, menghapus identitas dan jati diri suatu masyarakat, yang pada

akhirnya kebudayaan lokal akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan

budaya global. Adapun yang dikemukakan Zuriah (2012, hlm.171) bahwa:

Kemajemukan atau heterogenitas bangsa Indonesia yang langka dimiliki oleh negara lain tersebut, menjadi modal sosial dengan konstruksi budayanya yang berbasis kearifan lokal. Heterogenitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab tentunya harus dijaga dan dilestarikan sebagai khasanah budaya nasional.

Untuk itulah pendekatan pada aspek budaya sangat perlu dilakukan untuk

menciptakan kesadaran bersama untuk penguatan budaya lokal, sebab budaya

lokal memiliki nilai-nilai kearifan lokal didalamnya. Sebagaimana dikemukakan

Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986, hlm.40) unsur budaya daerah potensial

sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai

sekarang. Selain itu, “kearifan dapat dipahami sebagai suatu pemahaman kolektif, pengetahuan dan kebijaksanaan yang mempengaruhi suatu keputusan

penyelesaian atau penanggulangan suatu masalah kehidupan” (Marfai, 2013, hlm.33).

Selanjutnya, Nuraeni dan alfan (2012, hlm.68) mengemukakan secara

substansial kearifan lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat,

nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku

(16)

kebudayaan yang harus digali dan dianalisis mengingat faktor perkembangan

budaya yang pesat. Sebab kearifan lokal bangsa Indonesia sesugguhnya adalah

causa prima (sebab keberadaan) dari nilai-nilai luhur Pancasila. Oleh sebab itu,

jika nilai-nilai kearifan lokal makin berkurang atau makin hilang, maka nilai-nilai

Pancasila juga makin menghilang. Karena, Pancasila pada hakikatnya bukan

hanya hasil perenungan atau pemikiran seseorang, namun Pancasila diangkat dari

nilai-nilai adat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam

pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara

(Budimansyah, 2008, hlm.14). Adapun Dewantara (2013, hlm.10) mengemukakan

Nilai-nilai Pancasila merupakan norma kehidupan berupa nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis yang termanifestasi pada budaya dan kearifan lokal. Meskipun bersifat sangat baik, dalam praktek nyata kehidupan tergantung dari para pelaku yang bersangkutan. Apabila Pancasila yang merupakan ajaran ideologis idealistik yang diyakini kebenarannya dan dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia maka akan terwujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan lebih baik.

Berdasarkan yang dikemukakan Dewantara, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai

Pancasila adalah norma kehidupan yang termanifestasi pada budaya dan kearifan

lokal yang tidak lain dan tidak bukan dari pandangan hidup masyarakat Indonesia

yang telah menjadi tradisi dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu,

salah satu bentuk pelestarian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sosial dapat

dilakukan dengan menjaga budaya lokal yang mengandung nilai-nilai kearifan

lokal dan diharapkan nilai-nilai luhur dari setiap keanekaragaman kearifan lokal

tersebut dapat memberi arahan bagi perwujudan identitas nasional dan jati diri

bangsa yang sesuai dengan Pancasila. Selain itu, dengan menjaga budaya lokal

yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal dapat menyadarkan masyarakat bahwa

nilai Pancasila harus tetap dilestarikan dan dihidupkan kembali melalui nilai-nilai

budaya lokal yang tentunya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung setiap wilayah di provinsi ke-33

ini memiliki kebudayaan yang berbeda. Di bagian utara, yang masuk dalam

wilayah administratif kabupaten Bangka kecamatan Belinyu, memiliki tiga

masyarakat yakni masyarakat Panji, Lum dan Sekak. Masyarakat Panji umumnya

(17)

sebagian masyarakat Panji juga mendiami di desa-desa lainnya seperti Desa

Lumut dan Desa Gunung Pelawan. Keunikan masyarakat Panji dalam budayanya

yaitu sistem religi masyarakat setempat. Namun, saat ini budaya lokal masyarakat

Panji juga telah banyak ditinggalkan, hanya sebagian kecil dari komunitas itu

masih melaksanakan budaya lokal sampai sekarang. Hal ini tentunya tidak bisa

dibiarkan begitu saja, sebab sebagaimana yang dikemukakan Suyitno (2012,

hlm.2) “kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan negara”. Maka dari itu, masyarakat Panji jangan sampai kehilangan budaya lokalnya, sebab budaya lokal

masyarakat Panji merupakan ciri khas dan identitas mereka yang tentunya setiap

budaya lokal Panji memiliki nilai-nilai yang diakui sebagai pedoman masyarakat

setempat dalam kehidupannya. Sebagaimana yang dikemukakan Yudhasari (2011,

hlm.15) bahwa:

Mengeksplorasi terhadap adanya praktik budaya membuat kita sadar akan adanya nilai atau norma yang menjadi tradisi dalam sebuah masyarakat. Ketika tradisi diagungkan, nilai tersebut akan menjadi normatif dalam bentuk budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Nilai-nilai budaya yang berusaha dipertahankan oleh masyarakat akhirnya akan menjadi sebuah tradisi sekaligus merupakan identitas budaya bagi masyarakat tersebut. Adapun nilai yang terdapat dalam budaya lokal disebut sebagai suatu bentuk kearifan lokal.

Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan penelitian pada masyarakat Panji,

terutama budaya yang masih dilaksanakan oleh masyarakat panji terkait dengan

nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal mereka yaitu nilai religi

masyarakat Panji. Penelitian terfokus pada nilai religi, sebab manusia bertingkah

laku dan berkeyakinan yang berbeda-beda terutama terkait hubungan manusia dan

Tuhannya, paradigma budaya dan agamanya serta sistem kebudayaannya.

Sebagaimana menurut Kahmad (2006:13) bahwa

Pengertian agama itu, mengikuti inti maknanya yang khusus, dapat disamakan dengan kata religion dalam Bahasa Inggris; religie dalam Bahasa Belanda; dan keduanya berasal dari Bahasa Latin, religio, dari akar kata religare, yang berarti ”mengikat”.

Lebih lanjut, dikemukakan Madjid (1995:124), dalam arti teknis dan terminologis,

(18)

mempunyai etimologis dan sejarahnya sendiri. Sementara Geertz (1973 hlm.90)

mendefinisikan bahwa:

Religion is a system of symbols which acts to establish powerful, pervasive, and long-lasting moods and motivations in men by formulating conceptions of a general order of existence and clothing these conceptions with such an aura of factuality that the moods and motivations seem uniquely realistic.

Geertz mendefinisikan bahwa agama sebuah sistem simbol yang berlaku dan

memotivasi serta merumuskan konsep dan membungkus konsep dengan semacam

pancaran faktualisasi sehingga motivasi itu tampak realitas. Adapun Haviland,

dkk (2008, hlm.297) mengemukakan “Religion is an organized system of ideas

about spiritual reality, or the supernatural, along with associated beliefs

andceremonial practices”. Hal yang hampir sama dikemukakan Alfan, (2013,

hlm.104) secara antropologis „agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos dan menggerakkan kekuatan supranatural dengan maksud

mencapai atau menghindari suatu perubahan keadaan pada manusia dan alam‟. Berdasarkan paparan di atas, pemaknaan religi lebih luas yang mencakup

semua keyakinan masyarakat dan hubungan masyarakat dengan Tuhan, tidak saja

menggambarkan agama samawi saja tetapi juga agama ardhi. Adapun pendapat R.

Linton (1984) bahwa budaya materil akan lebih cepat berubah bila dibandingkan

dengan budaya non-materil, termasuk agama. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

perkembangannya transformasi aspek religi sangat sulit dilihat bahkan hampir

tidak nampak. Sehubungan dengan nilai religi masyarakat Panji, saat ini sebagian

masyarakat Panji masih melaksanakan upacara ritual adat kuno yang merupakan

warisan leluhur mereka yang merupakan bagian dari budaya lokal masyarakat

Panji. Selain itu, keyakinan dan sifat keyakinan keagamaan masyarakat kian

berubah seiring dengan semakin majunya pengetahuannya. Sebagaimana

diungkapkan Dewi (2012, hlm.114)

(19)

Adapun Ali Syar‟iyati (Dewi, 2012, hlm.114) memaparkan bahwa agama dengan semangat yang dikandungnya bisa menjadi faktor yang berperan untuk

mengangkat manusia dari perjalanan hidup yang kian tidak menentu. Namun

fungsi agama telah dirubah oleh orang-orang yang hanya menjadikan agama

sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan akhirat saja dan agama dipisahkan dari

kehidupan, sehingga agama kehilangan makna dan agama telah kehilangan

nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya.

Selanjutnya, Berger (dalam Dewi, 2012, hlm.116) menyebutkan bahwa

modernisasi merupakan kebobrokan yang membawa muatan rasionalisasi dan

sekularisasi. Berger juga melihat bahwa peran agama sudah jauh bergeser dari

kedudukan yang semestinya dalam kehidupan masyarakat moderen. Oleh karena

itu, Berger mendorong manusia untuk dapat keluar dari tirani (penjara) struktur

sosial yang mengikatnya dengan jalan transformasi.

Sehubungan hal tersebut di atas, nilai-nilai religi masyarakat Panji perlu

dikaji karena telah terjadinya transformasi religi, dimana dahulunya bersifat

kepercayaan sekarang lebih kearah tauhid atau agama. Hal ini sejalan, dengan

aspek religiusitas masyarakat Indonesia, dimana masyarakat Indonesia merupakan

masyarakat yang sangat religius, namun dalam realitasnya masyarakat selalu

bertransformasi terutama dalam sisi bentuk, dari primitif, kepercayaan

berkembang lebih pada kearah tauhid atau agama. Adapun transformasi dapat

dilihat baik dari fisik atau substansi, dimana dahulu bersifat takhayul kini lebih

cenderung kemonotaistik. Oleh sebab itu, apabila tidak mendapat perhatian dari

seluruh elemen masyarakat Panji akan menyebabkan hilangnya budaya mereka

yang memilki nilai religius. Selain itu, mengingat begitu pentingnya nilai religi

yang terkandung dalam budaya lokal masyarakat Panji, tidak menutup

kemungkinan juga transformasi nilai religi masyarakat Panji disosialisasikan

sebagai sarana pembangunan karakter bangsa agar terbentuk “warga negara yang memiliki wawasan global tetapi tidak melupakan tradisi-tradisi lokal sebagai dasar

utama dalam menjalankan hidup berbangsa dan bernegara” (Wahab, 1996, hlm.27), dalam (Yunus, 2014.hlm. 9)

(20)

peserta didik, tetapi lebih dari itu yakni menstransfer nilai (transfer of value)”.

Maka dari itu, Pendidikan mempunyai peran dalam mensosialisasikan nilai religi

sebagai kearifan lokal masyarakat Panji. Sebab kearifan lokal tidak hanya sebagai

identitas, tetapi juga memiliki peranan penting dalam menangkal pengaruh

globalisasi, baik globalisasi ekonomi, politik maupun budaya yang dikhawatirkan

dapat merusak nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Untuk itu, peneliti memilih pendekatan ini karena ingin mengetahui secara

langsung dan mendalam mengenai transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan

lokal Masyarakat Panji, dimana masyarakat Panji berusaha mentransformasikan

nilai keislaman masuk dalam budaya lokal mereka agar hidup di dalam

masyarakat Panji. Adapun nilai religi yang hidup dalam budaya lokal Panji

diharapkan dapat menjadi kajian etnopedagogi didalam pendidikan, seperti

pendidikan kewarganegaraan yang merupakan program pembelajaran nilai dan

moral Pancasila yang bermuara pada terbentuknya watak, budaya dan karakter

bangsa Indonesia juga memegang peranan penting, baik di tingkat persekolahan

maupun perguruan tinggi dalam membina nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme

(Maftuh, 2008, hlm.143). Selain itu, menurut Winataputra (2008:31) Pendidikan

kewarganegaraan untuk Indonesia, secara filosofik dan substansif, pedagogis

andragogis, merupakan pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan pribadi

peserta didik agar menjadi warga negara Indonesia yang religius.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Transformasi Nilai-Nilai Religi Sebagai Kearifan Lokal

Masyarakat Panji (Studi Etnografi di Desa Riding Panjang, Kecamatan

Belinyu, Kabupaten Bangka)

1.2 Identifikasi Masalah

1. Termarginalisasinya budaya lokal yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal sebagai identitas bangsa

yang harus terus dijaga kemurniannya maupun kepemilikannya sehingga

mengakibatkan nilai-niai kearifan lokal ditelan oleh kekuatan budaya besar

(21)

2. Globalisasi menyebabkan masyarakat tidak begitu peduli dengan kebudayaan

lokal, sehingga pergeseran nilai-nilai budaya yang mengakibatkan nilai-nilai

budaya lokal terlupakan dan sekaligus kearifan lokal yang tumbuh dari budaya

masyarakatnya, terutama di perkotaan mengalami degradasi, sehingga

cenderung masyarakat pengguna kebudayaan itu sendiri tidak lagi mengenal

kearifan lokal.

3. Pudarnya pengamalan nilai-nilai kearifan lokal makin berkurang atau makin

hilang, maka nilai-nilai Pancasila juga makin menghilang. Masyarakat seakan

lupa betapa pentingnya nilai-nilai Pancasila yang harus tetap dilestarikan.

Pancasila bukan hanya dihapalkan tetapi harus diamalkan karena Pancasila

diangkat dari nilai-nilai adat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius

masyarakat Indonesia

4. Aspek religiusitas masyarakat Indonesia selalu bertransformasi terutama dalam

sisi bentuk yang dahulu primitif, kepercayaan berkembang lebih pada kearah

tauhid atau agama. Karena mengingat begitu pentingnya nilai religi yang

terkandung dalam budaya lokal masyarakat, tidak menutup kemungkinan juga

transformasi nilai religi masyarakat disosialisasikan dalam pendidikan.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan lokal masyarakat

Panji?”

Untuk memudahkan pembahasan hasil penelitian rumusan masalah pokok

tersebut, peneliti membaginya menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana masyarakat Panji memaknai sistem religi sebagai salah satu dari

kearifan lokal mereka?

2. Bagaimana transformasi nilai-nilai Ketuhanan sebagai kearifan lokal

masyarakat Panji disosialisasikan didalam pendidikan?

3. Bagaimana tarik ulur persepsi budaya masyarakat Panji dalam

(22)

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umun

Untuk mengetahui bagaimana transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan

lokal masyarakat panji.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui bagaimana masyarakat Panji memaknai sistem religi sebagai

salah satu dari kearifan lokal mereka

2. Mengetahui bagaimana transformasi nilai-nilai Ketuhanan sebagai

kearifan lokal masyarakat Panji disosialisasikan didalam pendidikan

3. Mengetahui bagaimana tarik ulur persepsi budaya masyarakat Panji

dalam mentrasformasikan nilai-nilai Ketuhanan

1.5 Manfaat

1.5.1 Segi Teori

Dari segi teori penelitian ini akan menggali dan mengkaji transformasi

nilai-nilai religi sebagai kearifan lokal masyarakat Panji.

1.5.2 Segi Praktik

Selain memberikan manfaat dari segi teori, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat dari segi praktik bagi beberapa pihak berikut:

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

dalam menjaga dan mempertahankan budaya lokal sebagai identitas

nasional.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam

pemanfaatan, pelestarian serta pemertahanan kearifan lokal yang

mengandung nilai-nilai Pancasila sehingga dapat diterapkan dalam setiap

aspek kehidupannya.

3. Bagi pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana

sosialisasi budaya lokal dan sebagai tolak ukur dalam pengambilan

(23)

bahwa kearifan lokal merupakan identitas bangsa, sehingga tradisi adat

pada suatu masyarakat tidak dipandang negatif oleh peserta didik.

4. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pandangan

atau perspektif baru mengenai transformasi budaya lokal yang

mengandung nilai-nilai pancasila sebagai pemersatu bangsa dan dasar

negara karena nilai-nilai dasar Pancasila terkandung dalam tradisi suatu

masyarakat atau suku bangsa.

5. Bagi Pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai studi lebih

lanjut mengenai hubungan antara pemertahanan budaya masyarakat atau

suku bangsa dengan Pancasila sebagai pemersatu bangsa.

1.6 Struktur Organisasi Tesis

Berikut sistematika penulisan yang disajikan penulis dengan berpedoman

pada kerangka penulisan karya ilmiah.

Bab I, berisikan kajian pendahuluan yang dibagi dalam bentuk sub bab

sebagai berikut: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Rumusan

Masalah, (1.4) Tujuan Penelitian, (1.5) Manfaat Penelitian, dan (1.6) Sistematika

Penulisan.

Bab II, pada bagian ini akan mengkaji secara mendalam mengenai kajian

pustaka yang berisi gambaran (deskripsi), analisis dan rekonseptualisasi dari

penulis yang bersumber dari pendapat para ahli. Bab kajian pustaka ini terdiri dari

beberapa sub bab berikut: (2.1) Transformasi Budaya. (2.2) Kebudayaan

Masyarakat Panji, yang terbagi dalam beberapa poin; (2.2.1) Pengertian Budaya,

(2.2.2) Manusia dan Kebudayaan, (2.2.3) Masyarakat Panji, (2.2.4) Kebudayaan

Masyarakat Panji. (2.3) Sistem Religi Masyarakat Panji, yang terbagi daam

beberapa poin; (2.3.1) Sistem Religi, (2.3.2) Nilai Religi, (2.3.3) Upacara-upacara

Keagamaan Masyarakat Panji. (2.4) Kearifan Lokal, yang terbagi dalam beberapa

poin; (2.4.1) Pengertian Kearifan Lokal, (2.4.2) Kearifan Lokal di Indonesia,

(2.4.3) Budaya Masyarakat Panji Wujud Kearifan Lokal. (2.5) Penelitian

Terdahulu. (2.6) Kerangka Penelitian

Bab III, merupakan bagian tentang metodologi penelitian. Dalam bab ini,

(24)

Lokasi dan Subjek Penelitian, (3.2) Desain Penelitian, (3.3) Metode Penelitian,

(3.4) Penjelasan Istilah, (3.5) Instrumen Penelitian, (3.6) Teknik Pengumpulan

Data, (3.7) Analisis Data, dan (3.8) Uji Keabsahan Data.

Bab IV yang merupakan inti dari penelitian ini, dalam bab nya ini akan

membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri (4.1)

Gambaran umum lokasi penelitian, (4.2) Deskripsi hasil penelitian serta

pembahasan hasil penelitian.

Bab V, merupakan bab penutup yang terdiri dari sub bab yaitu, (5.1)

Simpulan, yang akan menyajikan uraian singkat mengenai hasil dan pembahasan

penelitian dalam bentuk rekonseptualisasi penulis, dan (5.2) Implikasi (5.3)

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Subjek

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dituju oleh peneliti untuk mendapatkan informasi

selengkapnya mengenai transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan lokal

masyarakat Panji yaitu Desa Riding Panjang Kecamatan Belinyu Kabupaten

Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Terdapat beberapa alasan bagi

peneliti untuk menjadikan Desa Riding Panjang sebagai lokasi karena sebagian

masyarakat Panji masih melaksanakan upacara ritual adat kuno, namun saat ini

sifat keyakinan masyarakat mulai berubah lebih kearah tauhid, selain itu peneliti

memilki alasan lain, dimana;

Pertama, ditengah arus globalisasi dan modernisasi masyarakat Panji

khususnya yang mendiami desa Riding Panjang disebagian kampung masih

melaksanakan budayanya yang berkitan dengan sistem religi dibandingkan

dengan masyarakat lainnya. Sebab sebagian masyarakat Panji lainnya telah

meninggalkan budaya lokal yang telah diwarisi secara turun temurun, padahal

budaya lokal tersebut merupakan kearifan lokal yang merupakan identitas dari

masyarakat tersebut.

Kedua, budaya yang masih dilesatrikan dan dijaga nilai-nilai kearifan

lokalnya oleh sebagian masyarakat Panji. Selain itu, adanya perpedaan persepsi,

dalam pemaknaan budaya lokal mereka yang berkaitan dengan sistem religi

dimana dalam prosesnya masih menggunakan simbol dan lantra yang dinilai

bertentangan dengan ajaran agama, sebab mayoritas masyarakat Panji telah

memeluk agama Islam. Sehingga peneliti merasa hal ini menarik untuk dikaji,

bagaimana mereka tetap mempertahankan budaya lokal mereka ditengah

perbedaan persepsi dan perkembangan zaman.

Ketiga, sistem religi yang diangkat dalam penelitian ini karena sistem

religi merupakan salah satu unsur yang sering bermasalah dan sering

menimbulkan pertentangan dibandingkan keenam unsur kebudayaan yang lainnya

(26)

teknologi, sistem mata pencaharian dan kesenian). Sehingga peneliti mengangkat

sistem religi yang berkaitan dengan nilai Ketuhanan, sebab saat kearifan lokal

dicanangkan untuk dipertahankan sebagai identitas nasional dan pemerkaya

khasanah budaya Indonesia tetapi kenapa ada kearifan lokal yang mengandung

unsur religi dan tetap mempertahankannya mendapat kritikan padahal kearifan

lokal yang ada dalam suatu budaya lokal merupakan identitas dan jati diri bangsa

yang merupakan causa prima (sebab keberadaan) dari nilai-nilai luhur Pancasila

termasuk sila pertama yang berkaitan dengan nilai Ketuhanan.

Keempat, Masyarakat Panji saat ini sedang menagalami kebingungan,

untuk tetap dapat melestarikan budaya lokal sebagai kearifan lokal mereka. Selain

itu, peneliti menjadikan desa Riding Panjang sebagai lokasi penelitian karena

belum adanya penelitian terdahulu yang melakukan penelitian pada masyarakat

Panji.

Kelima, alasan peneliti memilih SMPN 5 Belinyu sebagai lokasi penelitian

karena di desa Riding Panjang hanya ada satu Sekolah Menengah Pertama

sedangkan dua sekoah lainnnya adalah Sekolah Dasar. Sementara untuk melihat

transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan lokal masyarakat Panji peneliti

lebih memilih SMPN 5 sebab sekolah ini masih tergolong baru karena baru empat

tahun berdiri dan berhasil mengeluarkan lulusan pertaanya pada tahun 2014.

Sehingga, dapat melihat bagaimana pengaruh SMPN 5 terhadap masyarakat Panji

di Desa Riding Panjang. Selain itu, siswa/siswi yang bersekolah di SMPN 5

Belinyu merupakan anak-anak dari masyarakat Panji yang tinggal di Desa Riding

Panjang.

3.1.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pihak-pihak yang dapat memberikan informasi

secara detail dan mendalam mengenai hal-hal yang akan dicari informasinya oleh

peneliti. Adapun peneliti memilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa

data yang diberikan dapat menjawab pertanyaan penelitian yang ada.

Sebagaimana yang dikemukakan Kuntjara (2006, hlm.55) “Dalam Penelitian

kebudayan yang penting bukan jumlahnya tetapi mutu sampel yang dipakai,

(27)

tentang masalah yang dihadapi”. Adapun menurut Sprandley (2007, hlm.68) ada lima persyaratan minimal untuk memilih informan yang baik, yakni:

(a)Enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, (b)Keterlibatan langsung, artinya ketika informan terlibat dalam suasana budaya, informan mengguanakan pengetahannya untuk membimbing tindakannya, informan meninjau hal-hal yang diketahuinya dan informan menerapkannya setiap hari (c)Suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa basi, (d)Memiliki waktu yang cukup, (e)Non-analitis, dimana informan menggunakan bahasa mereka untuk menggambarkan berbagai kejadian dan tindakan dengan cara yang hampir tanpa analisis.

Untuk subjek penelitian ini yaitu masyarakat Panji, Desa Riding Panjang,

Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Peneliti mendatangi subjek secara langsung dan mewawancara subjek penelitian.

Peneliti melaukan wawancara dengan mereka melalui pendektan-pendekatan

secara khusus agar mereka dapat memberikan data yang akurat. Adapun subjek

penelitian difokuskan pada masyarakat Desa Riding Panjang yang masih menjaga

warisan budayanya yakni berkaitan dengan sistem religi atau kepercayaan

masyarakat setempat dibandingkan dengan masyarakat Panji di desa-desa lain.

Diantaranya, tetua adat atau orang yang dituakan, masyarakat Panji yang masih

melakukan atau melaksanakan budayanya, pemuka agama desa Riding Panjang,

Budayawan Bangka, wakil dari Pemerintah Kabupaten Bangka, dalam hal ini

Dinas pariwisata dan kebudayaan Bangka, masyarakat Bangka serta guru di SMP

Negeri 5 Belinyu serta beberapa masyarakat Panji lainnya yang ikut terlibat dalam

perayaan budaya lokalnya sebagai data pembanding. Adapun, peneliti dengan

sengaja memilih informan tersebut sebagai subjek penelitian karena peneliti

menganggap jika mereka cukup banyak memiliki pengetahuan dan informasi yang

dapat peneliti gunakan untuk menggali informasi yang dibutuhkan untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ada.

3.2 Desain Penelitian

Desain dalam penelitian ini dibagi kedalam tiga bagian yaitu dimulai dari

tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan peneltian dan tahapan penyusunan

(28)

objek penelitian dan penyusunan proposal. Tahapan selanjutnya yaitu pelaksanaan

penelitian terdiri dari proses pengumpulan data sampai dengan pengolahan data.

Sedangkan tahapan terakhir ialah penyusunan laporan penelitian dari hasil

pengolahan data.

Arikunto (2010, hm.13) mengemukakan alur penelitian apapun jenis

penelitiannya selalu dimulai dari adanya permasalahan atau ganjalan yang

merupakan suatu kesenjangan yang dirasakan oleh peneliti. Kesenjangan tersebut

terjadi karena terdapat perbedaan antara kondisi nyata dengan kondisi harapan.

Dengan adanya kesenjangan maka peneliti berupaya untuk memecahkan

permasalahan yang ada melalui penelitian dengan mencari teori dan penyebab

yang berhubungan dengan keadaan tersebut.

Hasil yang didapatkan dari proses penelitian tersebut dapat digunakan

untuk mengatasi persoalan yang ada sehingga kesenjangan yang ada dapat teratasi

dengan baik dan terdapat kesesuaian antara kondisi nyata dengan kondisi yang

diharapkan.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi

seperti diungkapkan oleh Sukmadinata (2007, hlm.60) bahwa “penelitian

kualitatif merupakan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan

menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi,

pemikiran orang secara individual maupun kelompok”. Selain itu, menurut

Nasution (2003, hlm.5) “penelitian kualitatif pada hakekatnya mengamati orang

dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami

bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya”. Adapun Moleong (2003,

hlm.3) mengatakan jika “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dan perilaku

orang-orang yang diamati”. Berikutnya, Craswell (2012, hlm.4) mengatakan

pendekatan kualitatif merupakan “metode-metode untuk mengeksplorasi dan

(29)

sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Bogdan dan Biklen

(1982, hlm.27) mengemukakan bahwa:

Pengumpulan data kualitatif hendaknya dilakukan sendiri oleh peneliti dan mendatangi sumbernya secara langsung. Dengan begitu data yang didapat oleh peneliti merupakan fakta dari fenomena yang terjadi, sehingga dapat benar-benar menjawab pertanyaan penelitian yang ada.

Berikutnya, Creswell (1998, hlm.15) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

berikut:

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem, the researcher build a compex, holistic picture, analysis words, report detailed views of informants and conducts the study in a natural setting.

Dapat diambil kesimpulan bahwa penelitain kualitatif merupakan

penelitian yang bertujuan memahami realitas sosial yang bersifat naturalistik,

selain itu dalam penelitian kualitatif peneliti bertindak sebagai instrumen dengan

menganalisis kata-kata serta melihat secara mendalam hal-hal yang terjadi. Dapat

dipahami bahwa penelitian kualitatif berusaha mengeksplore masalah sosial

ataupun manusianya itu sendiri dengan menganalisis kata-kata serta melihat

secara rinci hal-hal yang terjadi. Adapun dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif, karena pendekatan kualitatif cocok digunakan untuk

mengamati manusia dan lingkungannya. Dalam Penelitian ini, peneliti akan

mengeksplore fenomena sosial terkait transformasi nilai-nilai religi sebagai

kearifan lokal masyarakat Panji. Selain itu, peneliti mengamati masyarakat Panji

dalam lingkungan hidupnya, peneliti berinteraksi dengan mereka, dan peneliti

berusaha memahami bahasa dan tafsiran serta makna simbol sistem religi mereka.

Peneliti bertindak sebagai instrumen dengan menganalisis kata-kata serta melihat

secara mendalam hal-hal yang terjadi terkait dengan sistem religi masyarakat

Panji.

(30)

Adapun yang dikemukakan Le Compte, Preissle, & Tesch, 1993, hal. 5 (dalam

Creswell, 2012, hlm.462) yakni:

Ethnographic designs are qualitative research procedures for describing, analyzing, and interpreting a culture-sharing group’s shared patterns of behavior, beliefs, and language that develop over time. Central to this definition is culture. A culture is “everything having to do with human behavior and belief”

Selain itu, menurut Spradley (2006, hlm. 8) ciri-ciri metode etnografi yaitu

sifatnya yang holistik-integratif, thick description, dan analisis kualitatif dalam

rangka mendapatkan native’s point of view. Teknik pengumpulan data yang utama

adalah observasi partisipan dan juga wawancara mendalam. Lebih lanjut Spradley

(2006, hlm.15) mengemukakan bahwa metode etnografi disebut The

Developmental Research Sequence atau alur penelitian maju bertahap. Metode

etnografi didasarkan atas lima prinsip yaitu tunggal, identifikasi tugas, maju

bertahap, penelitian orisinal dan problem solving.

Dapat disimpulkan bahwa etnografi berusaha menguraikan suatu

kebudayaan bangsa/kelompok dalam hal penafsiran terhadap keyakinan, tingkah

laku, bahasa, norma, dan sistem nilai yang dianut. Selain itu, etnografi merupakan

penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan dengan mempelajari dan

memahami pandangan hidup dan pola budaya yang secara rinci melalui cara

berpikir, berbicara, dan bertingkah laku penduduk asli dalam kurun ruang dan

waktu. Adapun etnografi ini lebih terkhusus pada transformasi nilai-nilai religi

sebagai kearifan lokal masyarakat Panji di desa Riding Panjang. Peneliti

melibatkan diri sendiri yang berperan dalam fokus penelitian agar dapat

memahami situasi dan permasalahan akan keberadaan, peran dan makna budaya

dalam sebuah masyarakat. Penelitian melihat nilai religi yang terdapat pada

budaya lokal Panji, dimana peneliti mencari makna di balik budaya lokal yang

berunsur religi pada masyarakat Panji sehingga, diharapkan bisa memberikan

sumbangan kepada lembaga pendidikan untuk dijadikan kajian etnopedagogi,

karena sebagaimana menurut Alwasilah (2009, hlm.50):

(31)

masyarakat. Kearifan lokal adalah koleksi fakta, konsep, keyakinan, dan persepsi masyarakat terhadap lingkungan mereka.

3.4 Penjelasan Istilah

Penjelasan istilah merupakan penjelasan mengenai konsep-konsep pokok

dalam sebuah penelitian. Adapun yang menjadi konsep pokok dalam penelitian ini

yaitu transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan lokal masyarakat Panji berupa

sistem religi atau kepercayaan masyarakat Panji yang merupakan kearifan lokal

setempat. Berikut ini dijabarkan konsep pokok dalam penelitian ini sebagai

berikut:

3.4.1 Kebudayaan Masyarakat Panji

Kebudayaan masyarakat Panji berpendirian terhadap beberapa aspek

diantaranya keyakinan, adat istiadat, sistem hukum serta kebiasaan lainnya yang

diperoleh sebagai anggota masyarakat Panji. Kepercayaan masyarakat Panji akan

adanya Tuhan telah ada sejak dulu dan kepercayaan akan adanya satu Tuhan

sebagai pencipta bumi dan alam jagat raya termaktub dalam lantra–lantra.

Masyarakat Panji juga menyakini akan adanya hari-hari yang baik untuk memulai

suatu aktifitas seperti acara pernikahan, bertani dan sebagainya. Sealin itu terdapat

upacara-upacara adat diantaranya; seperti Nuju Jerami, taber kampung, bulan

purnama ke-15 dan Taber Laut. Berdasarkan beberapa konsep tentang

kebudayaan masyarakat Panji, maka peneliti mengidentifikasi budaya masyarakat

Panji bewujud upacara ritual adat.

Dari beberapa penjelasan tersebut, peneliti mengatakan bahwa dari

keseluruhan berkaitan dengan sistem religi dan mengandung nilai-nilai religi yang

akan digali dan dijadikan landasan penelitian ini.

3.4.2 Kearifan Lokal

Menurut Wales (1961, hlm.18) local genius diberikan pengertian yakni: The sum of the cultural characteristic which the vast majority of a people have in common as a result of their experience in early life”.

Soebadio (dalam ayatrohaedi, 1986, hlm.18) memberikan pengertian local genius yakni:

(32)

menyerap dan mengolah pengaruh kebudayaan yang mendatanginya dari luar wilayah sendiri sesuai dengan watak dan kebuthan pribadinya.

Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986, hlm.40) mengatakan bahwa unsur

budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya

untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah:

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar

2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli

4. Mempunyai kemampuan mengendalikan

5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2011, hlm.7) mengatakan mengenai

kearifan lokal bahwa:

Nilai yang hanya dapat disimpulkan dan ditafsirkan dari ucapan, perbuatan dan materi yang dibuat manusia yang diturunkan melalui suatu aktivitas ritual atau pendidikan. Karena itu, fungsi langsung nilai adalah untuk mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk mengekspresikan kebutuhan dasar yang berupa motivasional.

Berdasarkan beberapa konsep mengenai kearifan lokal, maka penulis

mengidentifikasi beberapa indikator kearifan lokal sebagai berikut:

1. Pengetahuan

2. Kemampuan

3. Ucapan

4. Perbuatan

5. Pemanfaatan ruang dan waktu

6. Perpaduan antara nilai budaya dan kepercayaan

7. Pengalaman sudah teruji secara turun temurun

3.4.3 Sistem Religi

Pengunaan istilah religi dan agama pada prinsipnya sama yakni

mengandung arti adanya hubungan antara manusia dengan kekuasan gaib dimana

agama juga berkaitan dengan kepercayaan manusia terhadap yang gaib, yang

super natural dan lain-lain. Sebagaimana menurut Kahmad (2006:13) bahwa:

(33)

Bahasa Belanda; dan keduanya berasal dari Bahasa Latin, religio, dari akar kata religare, yang berarti ”mengikat”.

Lebih lanjut, dikemukakan Madjid (1995:124), dalam arti teknis dan

terminologis, ketiga istilah tersebut mempunyai arti yang sama, walaupun

masing-masing mempunyai etimologis dan sejarahnya sendiri. Berdasarkan pemaparan

tersebut, pemaknaan religi lebih luas yang mencakup semua keyakinan

masyarakat dan hubungan masyarakat dengan Tuhan, tidak saja menggambarkan

agama samawi saja tetapi juga agama ardhi.

3.4.4 Nilai Religi

Notonagoro (dalam Hakam, 2007, hlm.199) nilai religius/nilai Ketuhanan

merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber

kepada kepercayaan atas keyakinan manusia. Selanjutnya menurut

Daryanto&Darmiatun (2013, hlm.70) mengatakan nilai religius merupakan sikap

dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan agama yang dianutnya, toleransi

terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk

agama lain. Lathief (2008, hlm.175) memberikan pengertian religiusitas lebih

melihat aspek yang di dalam lubuk hati, moving in the deep hart, riak getaran hati

nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang

lain. Dengan demikian sikap religius ini lebih mengajuk pada pribadi seseorang

dengan Khaliqnya, bertata laku sesuai dengan karsa Tuhan.

3.4.5 Transformasi Budaya

Transformasi menurut Kuntowijoyo (2006, hlm.56) merupakan konsep

ilmiah atau alat analisis untuk memahami dunia. Karena dengan memahami

perubahan setidaknya dua kondisi/keadaan yang dapat diketahui yakni keadaan

pra perubahan dan keadaan pasca perubahan.

Transformasi ini sendiri sebagai usaha yang dilakukan untuk melestarikan

kearifan lokal agar tetap bertahan dan dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.

Transformasi dapat dilihat baik secara fisik ataupun secara substansial. Adapaun

proses transformasi dapat dilakukan melalui bahasa, sikap atau prilaku atau

dengan kata lain proses transformasi dapat dilakukan melalui belajar berupa

sosialisasi. Sedangkan untuk cara mentransformasikan budaya lokal melalui

(34)

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif instrumennya

adalah peneliti itu sendiri yakni peneliti adalah “key instrument” atau merupakan

alat peneliti utama. Peneliti dalam pendekatan kualitatif harus menguasai

metodelogi penelitiannya, pemahaman terhadap bidang yang akan diteliti, dan

kesiapan untuk memasuki objek penelitian. Sebab semua proses penelitian akan

dilakukan oleh peneliti itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakakn Sugiyono

(2011, hlm.222) “dalam penelitian kualitatif yang menjadi instumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri”.

Adapun hal serupa dikemukakan oleh Nasution (2003, hlm.9) “hanya

manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antar manusia,

membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam

ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera

peneliti tetap memegang peran utama sebagai alat penelitian.” Selanjutnya

menurut Kuntjara (2006, hlm.59) “pengamatan dalam metode penelitian kualitatif

meliputi keseluruhan keajadian, kelakukan, dan benda-benda yang ada pada latar

peneliti tempat subjek berada sebagaimana yang diamati peneliti sendiri”.

Walaupun peneliti dalam pendekatan kualitatif sebagai instrumen utama,

tetapi peneliti dalam pendekatan kualitatif merupakan subjek yang tidak memiliki

pengaruh dan hanya bertindak sebagai pengamat fenomena yang ada saja. Oleh

sebab itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi dan

pedoman wawancara sebagai penunjang dalam mencari data-data yang dapat

digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Lembar observasi

meliputi semua pengamatan dan pengalaman peneliti ketika di lapangan, hal ini

guna melakukan pengamatan langsung terhadap transformasi nilai-nilai religi

sebagai kearifan lokal yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Panji yakni

melihat bagaimana mereka melaksanakan budaya lokalnya yakni sistem religi atau

kepercayaan mereka dengan cara memperhatikan pola tingkah laku dan tata cara

dalam melakukan dan melaksanakannya terutama sistem religi. Adapun pedoman

wawancara guna menggali informasi yang dibutuhkan yakni lebih mendalami

hal-hal mengenai bagaimana kearifan lokal pada masyarakat Panji dan nilai-nilai apa

(35)

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa dalam penelitian kualitatif

instrumen penelitiannya dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang akan terjun ke lapangan, sebab peneliti merupakan instrumen

kunci dalam penelitian kualitatif.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperolah data yang sesuai dengan tujuan penelitian dan agar

hasil penelitian tersebut dapat dipertanggung jawabkan maka diperlukan

pengumpulan data secara sistematis. Dan dalam penelitian kualitatif,

pengumpulan data dilakukan di dalam “natural setting” (kondisi yang alamiah).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

teknik pengumpulan data triangulasi, yaitu usaha mengecek kebenaran data atau

informasi yang diperoleh peneliti. Sugiyono (2011, hlm.241) menyatakan bahwa “Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama”. Selain itu,

Kuntjara (2006, hlm.96) mengungkapkan “pengumpulan dan perekaman data

kualitatif sering dicurigai mengandung banyak bias. Untuk itu perlu dilakukan

triangulasi yaitu pengumpulan informasi dari berbagai tempat dan individu

dengan berbagai cara”. Dapat disimpulakan, triangulasi dapat meningkatkan

kedalaman pemahaman peneliti. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan

dalam melaksanakan penelitian ini yaitu teknik observasi, wawancara dan

dokumentasi.

3.6.1 Teknik Observasi

Teknik observasi yaitu suatu pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan langsung terhadap suatu obyek penelitian. Creswell (2012, hlm.267) menyatakan “observasi yang dilakukan dalam penelitian kualitatif merupakan observasi yang didalamnya peneliti lngsung turun kelapangan untuk mengamati

perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian”. Selanjutnya,

menurut Kuntjara (2006, hlm.60) “pengamatan kulitatif peneliti terlibat,

(36)

dan perolehan data. Dapat disimpulkan bahwa observasi dilakukan untuk

memperoleh gambaran nyata suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab

pertanyaan penelitian. Maka proses observasi merupakan proses yang dilakukan

sendiri oleh peneliti untuk melihat fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan.

Observasi ini meliputi semua pengamatan dan pengalaman peneliti ketika di

lapangan.

Teknik ini digunakan untuk melakukan pengamatan langsung terhadap

budaya lokal yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Panji yakni melihat

bagaimana mereka melaksanakan sistem religinya terutama budaya lokal mereka

seperti upacara adat dengan cara memperhatikan pola tingkah laku dan tata cara

dalam melakukan dan melaksanakan budaya lokal tersebut. Selain itu, peneliti

berusaha melihat nilai-nilai apa saja yang terkandung dari sistem religi

masyarakat setempat.

3.6.2 Teknik Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan berita, data, atau fakta

di lapangan. Sebagaimana yang dikemukakan Sugiyono (2011, hlm.137):

“Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan apabila ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil”.

Selanjutnya menurut Moleong (2004, hlm.186) “wawancara merupakan

percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak

yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Dalam penelitian

ini peneliti melakukan wawancara dengan tetua adat masyarakat Panji Desa

Riding Panjang, Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka. Selain itu, peneliti juga

melakukan wawancara dengan masyarakat Panji yang masih melakuakan

budayanya terutama yang berkaitan dengan sistem religi seperti upacara-upacara

adat, pemuka agama Riding Panjang, budayawan bangka dan peneliti juga

mewawancarai pemerintah setempat, dalam hal ini pemerintah kabupaten Bangka

(37)

budayawan Bangka. Lalu peneliti juga mewawancarai sebagian masyarakat

Bangka.

Adapun alasan peneliti melakukan wawancara kepada mereka atas dasar

mereka cukup banyak memiliki pengetahuan yang dapat peneliti gunakan sebagai

sumber dalam menggali informasi yang dibutuhkan. Melalui wawancara ini,

peneliti ingin lebih mendalami hal-hal mengenai bagaimana transformasi yang

terjadi pada budaya lokal yang merupakan kearifan lokal masyarakat Panji

terutama dalam sistem religi masyarakat Panji dan bagaimana masyarakat Panji

memaknai sistem religi mereka berkaitan dengan nilai-nilai Ketuhanan pada

sistem religi mereka serta bagaimana persepsi masyarakat tentang budaya lokal

masyarakat Panji saat ini.

3.6.3 Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi yakni teknik mengumpulkan data yang dilakukan

dengan mengumpulkan bahan-bahan tertulis. Menurut Arikunto (2006, hlm.158), “Dokumentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,

catatan hariannya dan sebagainya”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dokumentasi

merupakan teknik mengumpulkan data yang bersumber dari catatan, buku-buku

serta dokumen lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian. Adapun

menurut Creswell (2012, hlm.267)

Pengumpulan data dalam kualitatif melalui dokumen dapat dilakukan melalui dokumen publik (seperti koran, majalah, laporan kantor) ataupun dokumen privat (buku harian, diary, surat, email) dan materi audio visual berupa foto, objek-objek, seni, video tape atau segala jenis suara atau bunyi.

Di dalam penelitian ini teknik dokumentasi penulis gunakan untuk

mendapatkan data tentang kearifan lokal dalam sistem religi masyarakat Panji

yakni materi audio visual berupa foto, video dan segala jenis yang berhubugan

(38)

3.7 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data merupakan teknik yang digunakan untuk mengolah

data yang telah dikumpulkan dan diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian,

teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data

deskriptif kualitatif. Miles dan Hubberman (dalam Sugiyono 2011, hlm.246)

mengemukakan bahwa ”Aktivitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara

Interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya

sudah jenuh”. Menurut mereka ada tiga tahap analisis yaitu reduksi data,

penyajian data, penarikan kesimpulan.

3.7.1 Reduksi Data

Reduksi data yakni suatu bentuk analisis yang menggolongkan, memilih,

membuang yang tidak perlu, dan mengelompokkan data sedemikian rupa

sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Sebagaimana yang

dikemukakan Sugiyono (2011, hlm.247) “Reduksi data merupakan merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema

dan polanya, dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas”.

Selama pengumpulan data berlangsung terjadilah tahap reduksi,

selanjutnya reduksi data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah

penelitian lapangan sampai laporan akhir tersusun. Pelaksanaannya dengan

melakukan pengelompokan berdasarkan aspek-aspek permasalahan penelitian.

Dalam penelitian ini aspek yang direduksi yaitu transformasi nilai-nilai religi

kearifann lokal masyarakat Panji serta bagaimana mereka memaknai nilai religi

tersebut dan bagaimana merka menyikapi pro dan kontra transformasi nilai religi

kearifan lokal tersebut.

3.7.2 Penyajian Data

Penyajian data merupakan alur yang paling penting dan berada pada

urutan kedua dari kegiatan analisis. Pembatasan suatu penyajian sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

(39)

akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Setelah dilakukan

reduksi data terhadap data yang dikumpulkan, penulis menyajikan data dalam

bentuk deskripsi yang berdasarkan aspek-aspek yang diteliti dan disusun

berturut-turut.

3.7.3 Pengambilan Kesimpulan / Verifikasi

Setelah dilakukan reduksi data dan penyajian data, maka langkah terakhir

merupakan pemahaman terhadap data yang telah dikumpulkan. Sebagaiman

menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2011, hlm.252) “langkah ketiga

dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi”.

Selanjutnya Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2011, hlm.252)

mengemukakan penarikan kesimpulan/ verifikasi yaitu :

Kesimpulan awal dalam penganalisisan kualitatif masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan dengan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung dengan bukti yang valid saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Dalam hal ini pengambilan kesimpulan dilakukan secara bertahap, yang

pertama yaitu kesimpulan sementara, namun dengan bertambahnya data maka

perlu dilakukan verifikasi data, yaitu dengan cara mempelajari kembali data-data

yang ada atau yang direduksi maupun yang disajikan. Setelah itu, peneliti dapat

mengambil kesimpulan akhir. Adapun ketiga tahap tersebut dapat digambarkan

pada gambar 3.1 berikut:

Pengumpulan data

Reduksi data

Penarikan

kesimpulan/verifikasi penyajian

(40)

Gambar 3.1

Komponen Analisis Data Model Miles & Huberman (dalam Emzir, 2010,

hlm.134)

3.8 Uji Keabsahan Data

3.8.1 Uji Kredibilitas

Pada penelitian kualitatif juga dikenal dengan uji validitas sama halnya

dengan penelitian kuantitaif. Uji validitas dalam penelitian kualitatif dikenal

dengan uji kredibilitas. Menurut Moleong (2004, hlm.326) uji kredibilitas terdiri

atas:

1) Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan

data. Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan

peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Perpanjangan

keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai

kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal itu dilakukan maka

akan;

(1) membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks;

(2) membatasi kekeliruan (biases) peneliti;

(3) mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak

biasa atau pegaruh sesaat.

2) Ketekunan Pengamatan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara

lebih cermat. Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten

interprestasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisa

yang konstan atau tentatif. Mencari apa yang dapat diperhitungakan

dan tidak dapat. Ketekuanan pengamatan bermaksud menemukan

ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan

persoalan yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada hal

tersebut secara rinci dengan kata lain ketekunan pengamatan

(41)

3) Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kreadibilitas berarti pengecekan

data dari berbagai sumber. Dengan kata lain, Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di

luar data tersebut untuk keperluan pengeckan atau sebagai pembanding

terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan

ialah pemeriksaa melalui sumber lainnya. Triangulasi dengan sumber

berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif.

4) Pemeriksaan Sejawat (Member Check)

Member check adalah, proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data (Sugiyono, 2011, hlm.276). Teknik ini

dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir

yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat.

Teknik mengandung beberapa maksud sebagai salah satu teknik

pemeriksaan keabsahan data. Tujuannya untuk mengetahui seberapa

jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh

pemberi data (Sugiyono, 2011, hlm.276)

5) Kecukupan Refrensi

Kecakupan referensi maksudnyya adanya pendukung utntuk

membuktikan data yang telah diperoleh oleh peneliti. Keabsahan data

hasil penelitian juga dilakukan dengan meperbanyak refrensi yang

dapat menguji dan mengoreksi hasil penelitian yang telah dilakukan,

baik refrensi yang bersala dari orang lain maupun refrensi yang

diperoleh selama penelitian seperti gambar video dilapangan, rekaman

wawancara, maupun catatan-catatan harian di lapangan.

6) Kajian Kasus Negatif

Dengan kajian kasus negatif maka peneliti akan mencari tahu secara

mendalam mengapa masih terdapat data yang berbeda. Kajian kasus

(42)

tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah

dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.

7) Pengecekan Anggota

Pengecekan dengan anggota sangat penting dalam proses pengumpulan

data untuk pemeriksaan derajat kepercayaan. Yang dicek dengan

anggota yang terlibat meliputi data, kategori analitis, penafsiran, dan

kesimpulan. Anggota yang terlibat yang mewakili rekan-rekan mereka

dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dari se

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian akhir yaitu pengujian Kuat Tekan Bebas dan Triaxial untuk tanah tanpa serbuk kayu dan tanah dengan serbuk kayu, setelah itu diadakan pembandingan kekuatan

Penafsiran atau hermeneutik Alquran adalah dasar pemahaman, ia berkaitan dengan teks dan konteks sosio-historis seorang penafsir pada satu sisi, dan pada sisi lain

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari.. manajemen umum yang meliputi segi-segi

Gejala psikologis, yaitu keadaan takut, merasa akan tertimpa bahaya, kurang dapat konsentrasi atau tidak dapat memusatkan perhatian, timbulnya perasaan kecewa sehingga

penelitian ini ialah untuk mengetahui secara rinci penggunaan teknologi informasi dalam pembelajaran di Jurusan Pemasaran SMK Negeri 1 Banyudono, manfaat yang diperoleh

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan diagram Vee pada kelas eksperimen memiliki perbedaan

Pasar persaingan monopolistic adalah pasar yang terdiri dari banyak penjual dan banyak pembeli dengan harga yang beragam mulai dari yang paling rendah sampai yang paling

Ex-NOR gerbang yang digunakan terutama dalam sirkuit elektronik yang melakukan operasi aritmatika dan pengecekan data seperti penambah , Subtractors atau Checkers Paritas ,