• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi ekstrak lidah mertua (sansevieria trifasciata var hahnii medio picta) untuk mengendalikan pertumbuhan jamur (collectotrichum capsici) penyebab antraknosa pada cabai merah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi ekstrak lidah mertua (sansevieria trifasciata var hahnii medio picta) untuk mengendalikan pertumbuhan jamur (collectotrichum capsici) penyebab antraknosa pada cabai merah."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

POTENSI EKSTRAK LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) UNTUK MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN JAMUR

(Collectotrichum capsici) PENYEBAB ANTRAKNOSA PADA CABAI MERAH

Fransiska Apriyani Universitas Sanata Dharma

2015

Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran penting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Upaya peningkatan produksi tanaman cabai tidak selalu berjalan lancar karena adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyakit yang disebabkan oleh jamur, salah satunya jamur

Collectotrichum capsici penyebab antraknosa. Penggunaan fungisida sintetik

harus dikurangi dan digantikan dengan memanfaatkan ekstrak tanaman menjadi fungisida nabati yang lebih aman penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak lidah mertua dalam mengendalikan pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada cabai merah serta mengetahui konsentrasi ekstrak lidah mertua yang efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada cabai merah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2015 di Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Tanaman lidah mertua diperoleh di sekitar kampus III Universitas Sanata Dharma. Jamur Collectotrichum capsici diperoleh dari Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman UGM. Pengujian yang dilakukan yaitu uji fitokimia ekstrak lidah mertua, pengujian ekstrak secara in vitro dan pengujian secara in vivo. Data pengujian ekstrak diolah dengan uji Anova dan dilanjutkan dengan uji DNMRT 5%.

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak lidah mertua mengandung senyawa saponin dan tanin yang berpotensi dalam mengendalikan pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici. Ekstrak lidah mertua konsentrasi 100% paling efektif dalam menghambat pertumbuhan diameter koloni jamur dengan daya hambat sebesar 37%. Perendaman cabai merah pada ekstrak lidah mertua 100% juga menunjukkan intensitas serangan jamur yang rendah, yaitu sebesar 31%.

(2)

ABSTRACT

THE POTENTIAL OF LIDAH MERTUA EXTRACT (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) TO CONTROL THE GROWTH OF FUNGI (Collectotrichum capsici) WHICH CAUSES ANTRACHNOSE ON RED CHILI

Fransiska Apriyani

Sanata Dharma University

2015

Chili is one of the important vegetable commodities and has high economic value in Indonesia. Some efforts to increase the production of chili plants do not always go smoothly because of the attack of plant pests (OPT) and diseases caused by fungus. One of the fungus which causes anthracnose is Collectotrichum capsici. The use of synthetic fungicides has to be reduced and should be replaced by utilizing plant extracts to be vegetable fungicide which is safer. This research aims to determine the potential of lidah mertua extract in controlling the growth of Collectotrichum capsici fungi which causes anthracnose on red chili and to determine the effective concentration of lidah mertua extract in inhibiting the growth of Collectotrichum capsici fungi which causes anthracnose on red chili.

This research is a pure experimental research with a Completely Randomized Design (CRD). This research was conducted from March until May 2015 in Biologi Education Laboratory Sanata Dharma University. Lidah mertua plant was acquired in Sanata Dharma University. Collectotrichum capsici fungus are obtained from the Laboratory of Plant Pests and Diseases UGM. Tests were done of the phytochemical test of lidah mertua extracts, in vitro and in vivo testing. Extract test data was processed by Anova and was continued with DNMRT 5%.

The results of Phytochemical test show that lidah mertua extract contains saponins and tannins which are potential to control the growth of Collectotrichum capsici fungi. One hundred precent (100%) concentration of lidah mertua extract is the most effective in inhibiting the growth of the diameter of fungal colonies with 37% inhibition power. The soaking red chili in 100% lidah mertua extract also shows low intensity of fungal attack, which is amounted to 31%.

(3)

POTENSI EKSTRAK LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) UNTUK MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN JAMUR

(Collectotrichum capsici) PENYEBAB ANTRAKNOSA PADA CABAI MERAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh : Fransiska Apriyani

NIM : 111434013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

POTENSI EKSTRAK LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) UNTUK MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN JAMUR

(Collectotrichum capsici) PENYEBAB ANTRAKNOSA PADA CABAI MERAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh : Fransiska Apriyani

NIM : 111434013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan

janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan

meluruskan jalanmu.

(Ams 3 : 5 -6)

Kupersembahkan karyaku ini untuk :

Bapak dan ibu, sebagai ungkapan hormat dan terimakasih

Keluarga besar Virion 11 dan Pendidikan Biologi

(8)
(9)
(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi Ekstrak Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) untuk Mengendalikan Pertumbuhan Jamur (Collectotrichum capsici) Penyebab Antraknosa pada Cabai Merah”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini dapat berjalan lancar dengan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada beberapa pihak khususnya kepada:

1. Ibu Catarina Retno Herrani, M.Biotech selaku dosen pembimbing, yang telah membimbing, meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi dengan penuh kesabaran.

2. Ibu Luisa Diana Handoyo, M.Si. dan ibu Ika Yuli Listyarini, M.Pd, selaku dosen penguji yang memberikan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan naskah skripsi ini.

3. Segenap dosen Pendidikan Biologi yang memberi dukungan dan saran selama proses penelitian skripsi ini, serta bimbingannya selama pendidikan.

(11)
(12)

ix ABSTRAK

POTENSI EKSTRAK LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) UNTUK MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN JAMUR

(Collectotrichum capsici) PENYEBAB ANTRAKNOSA PADA CABAI MERAH

Fransiska Apriyani Universitas Sanata Dharma

2015

Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran penting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Upaya peningkatan produksi tanaman cabai tidak selalu berjalan lancar karena adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyakit yang disebabkan oleh jamur, salah satunya jamur

Collectotrichum capsici penyebab antraknosa. Penggunaan fungisida sintetik

harus dikurangi dan digantikan dengan memanfaatkan ekstrak tanaman menjadi fungisida nabati yang lebih aman penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak lidah mertua dalam mengendalikan pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada cabai merah serta mengetahui konsentrasi ekstrak lidah mertua yang efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada cabai merah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2015 di Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Tanaman lidah mertua diperoleh di sekitar kampus III Universitas Sanata Dharma. Jamur Collectotrichum capsici diperoleh dari Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman UGM. Pengujian yang dilakukan yaitu uji fitokimia ekstrak lidah mertua, pengujian ekstrak secara in vitro dan pengujian secara in vivo. Data pengujian ekstrak diolah dengan uji Anova dan dilanjutkan dengan uji DNMRT 5%.

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak lidah mertua mengandung senyawa saponin dan tanin yang berpotensi dalam mengendalikan pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici. Ekstrak lidah mertua konsentrasi 100% paling efektif dalam menghambat pertumbuhan diameter koloni jamur dengan daya hambat sebesar 37%. Perendaman cabai merah pada ekstrak lidah mertua 100% juga menunjukkan intensitas serangan jamur yang rendah, yaitu sebesar 31%.

(13)

x ABSTRACT

THE POTENTIAL OF LIDAH MERTUA EXTRACT (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) TO CONTROL THE GROWTH OF FUNGI (Collectotrichum capsici) WHICH CAUSES ANTRACHNOSE ON RED CHILI

Fransiska Apriyani

Sanata Dharma University

2015

Chili is one of the important vegetable commodities and has high economic value in Indonesia. Some efforts to increase the production of chili plants do not always go smoothly because of the attack of plant pests (OPT) and diseases caused by fungus. One of the fungus which causes anthracnose is Collectotrichum capsici. The use of synthetic fungicides has to be reduced and should be replaced by utilizing plant extracts to be vegetable fungicide which is safer. This research aims to determine the potential of lidah mertua extract in controlling the growth of Collectotrichum capsici fungi which causes anthracnose on red chili and to determine the effective concentration of lidah mertua extract in inhibiting the growth of Collectotrichum capsici fungi which causes anthracnose on red chili.

This research is a pure experimental research with a Completely Randomized Design (CRD). This research was conducted from March until May 2015 in Biologi Education Laboratory Sanata Dharma University. Lidah mertua plant was acquired in Sanata Dharma University. Collectotrichum capsici fungus are obtained from the Laboratory of Plant Pests and Diseases UGM. Tests were done of the phytochemical test of lidah mertua extracts, in vitro and in vivo testing. Extract test data was processed by Anova and was continued with DNMRT 5%.

The results of Phytochemical test show that lidah mertua extract contains saponins and tannins which are potential to control the growth of Collectotrichum capsici fungi. One hundred precent (100%) concentration of lidah mertua extract is the most effective in inhibiting the growth of the diameter of fungal colonies with 37% inhibition power. The soaking red chili in 100% lidah mertua extract also shows low intensity of fungal attack, which is amounted to 31%.

(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah... 5

C. Tujuan ... 5

D. Manfaat ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cabai Merah (Capsicum annuum L.) ... 7

1. Klasifikasi dan Morfologi ... 7

2. Kandungan Gizi dan Manfaat ... 9

3. Hama dan Penyakit ... 10

B. Penyakit Antraknosa ... 12

(15)

xii

D. Antifungi ... 15

E. Upaya Pengendalian Antraknosa dengan Fungisida ... 16

F. Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) ... 18

1. Klasifikasi dan Morfologi ... 18

2. Potensi Daun Lidah Mertua ... 21

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 23

H. Kerangka Berpikir ... 24

I. Hipotesis ... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 26

B. Variabel Penelitian ... 26

C. Definisi Operasional... 26

D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

E. Alat dan Bahan ... 27

F. Langkah Kerja ... 28

1. Observasi Lapangan ... 28

2. Persiapan Alat dan Bahan ... 28

3. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar) ... 29

4. Identifikasi Jamur Collectotrichum capsici ... 29

5. Pembuatan Ekstrak Lidah Mertua ... 29

6. Uji Fitokimia (Saponin dan Tanin) ... 30

7. Pengujian Ekstrak Lidah Mertua ... 31

G. Metode Analisis Data ... 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Daun Lidah Mertua ... 35

B. Pembuatan Ekstrak Lidah Mertua ... 36

C. Identifikasi Karakter Morfologi Jamur Uji ... 37

(16)

xiii

E. Pertumbuhan Koloni dan Presentase Penghambatan C. capsici pada Uji

in vitro ... 40

F. Presentase Intensitas Serangan Antraknosa pada Cabai Merah pada Uji in vivo ... 45

G. Keterbatasan Penelitian ... 48

BAB V. KAITAN HASIL PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN ...49

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Cabai Merah Segar per 100 gram ... 10

Tabel 2.2. Hama-hama Penting Tanaman Cabai Merah ... 11

Tabel 2.3. Kadar Tanin (%) 6 Varietas Sansevieria trifasciata ... 22

Tabel 4.1. Karakteristik Makroskopis dan Mikroskopis Jamur C. capsici ... ...37

Tabel 4.2. Diameter Pertumbuhan Koloni Jamur C. capsici ... 40

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Cabai merah keriting ... 7

Gambar 2.2. Cabai yang terkena antraknosa ... 12

Gambar 2.3. Karakteristik mikroskopis Collectotrichum capsisci ... 14

Gambar 2.4. Fungisida sintetik ... 16

Gambar 2.5. Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta ... 21

Gambar 4.1. S. trifasciata var Hahnii medio picta yang digunakan ... 36

Gambar 4.2. Kultur murni Collectotrichum capsisci ... 38

Gambar 4.3. Karakteristik mikroskopis C. capsisci ... 38

Gambar 4.4. Hasil pengujian ekstrak ... 39

Gambar 4.5. Pertumbuhan koloni ... 42

Gambar 4.6. Presentase daya hambat ekstrak lidah mertua terhadap pertumbuhan C. capsici ... 43

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Statistik Pertumbuhan Jamur C. capsici ... 55

Lampiran 2. Perhitungan Presentase Daya Hambat Ekstrak Lidah Mertua terhadap Pertumbuhan C. capsici ... 60

Lampiran 3. Perhitungan Intensitas Serangan Jamur C. capsici pada Cabai Merah ... 61

Lampiran 4. Uji Anova One Factor within Subject Design Intensitas Serangan pada Cabai Merah ... 65

Lampiran 5. Dokumentasi Pembuatan Ekstrak Lidah Mertua ... 67

Lampiran 6. Dokumentasi Pengujian secara in vitro ... 68

Lampiran 7. Dokumentasi Pengujian secara in vivo ... 69

Lampiran 8. Silabus ... 70

Lampiran 9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 75

Lampiran 10.Lembar Kerja Siswa ... 83

Lampiran 11 Penilaian Siswa ... 88

Lampiran 12. Kisi-Kisi Soal, Soal dan Kunci Jawaban ... 95

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cabai merah merupakan salah satu komoditas utama hortikultura yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropika dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2007-2011 dalam Beranda Inovasi (2013), beberapa komoditas holtikultura yang paling banyak dikonsumsi adalah bawang merah (23.621/ons/kapita/tahun), cabai merah (14.965/ons/kapita/tahun), bawang putih (13.505/ons/kapita/tahun) dan cabai rawit (12.097/ons/kapita/tahun). Produktivitas cabai besar (cabai merah besar, cabai hijau besar, cabai merah keriting dan cabai hijau keriting) menurut Kementerian Pertanian (2015) yaitu sebagai berikut :

No. Tahun Produktivitas (ton)

1 2010 807.160

2 2011 888.852

3 2012 954.310

4 2013 1.013.000

5 2014 926.000

(21)

Upaya peningkatan produksi tanaman cabai tidak selalu berjalan lancar, banyak mengalami hambatan dan kendala. Beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai adalah faktor varietas dengan daya hasil rendah, adanya penyakit yang umumnya disebabkan karena serangan bakteri, virus atau jamur dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yaitu hama dan gulma (Ripangi, 2012). Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta (2007) melaporkan bahwa hama pada tanaman cabai antara lain trips, kutu, tungau, ulat, lalat buah, dan wereng kapas. Sedangkan penyakit utamanya adalah rebah kecambah, bercak daun (Cercospora sp.), antraknosa (Collectotrichum sp.), layu fusarium (Fusarium oxysporum), layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), dan embun tepung (Leveillula taurica).

(22)

Upaya pengendalian penyakit antraknosa yang sering dijumpai sampai saat ini yaitu penggunaan fungisida sintetik, karena lebih praktis bila dibandingkan dengan cara pengendalian lain. Fungisida sintetik banyak digunakan oleh petani karena memiliki periode pengendalian panjang, cepat menurunkan penyakit, mudah dan praktis untuk digunakan dan disimpan, serta mudah untuk mendapatkannya (Syamsuddin, 2003). Namun demikian, pemakaian fungisida sintetik yang kurang bijaksana, mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sangat membahayakan kesehatan manusia. Efek residu fungisida dapat mematikan organisme lain bukan sasaran yang bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem di alam. Manusia sebagai konsumen juga tidak lepas dari pengaruh negatif residu fungisida pada buah cabai yang dapat mengganggu kesehatan manusia, misalnya dapat merangsang pertumbuhan sel-sel kanker. Penggunaan fungisida sintetik sebagai pengendali penyakit tanaman harus ditekan sekecil mungkin untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

(23)

metabolit sekunder dengan jumlah 100.000 dari 1.000.000 senyawa kimia (Surjadi, 2005).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fungisida nabati cukup efektif dalam mengendalikan berbagai jenis patogen yang terbawa benih secara in-vitro. Senyawa fenolik memiliki sifat antimikrobia, sedangkan tanin mampu menekan perkembangan jamur patogen (Christian et al., 2011). Menurut Afolayan et al. (2008) dalam Ulya (2012), lidah mertua mengandung senyawa fenol, proantosianidin, dan flavonoid yang berpotensi terhadap antibakteri dan antioksidan. Penelitian Aprilia (2014) menunjukkan bahawa perasan daun lidah mertua memiliki daya anti bakteri pada Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeuroginosa. Lidah mertua juga mengandung suatu senyawa saponin tipe steroid serta tanin yang memiliki efek antijamur (Pradipta, 2011).

Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian tentang uji beberapa konsentrasi dari ekstrak lidah mertua (Sansevieria trifasciata) untuk pengendalian pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada buah cabai merah. Konsentrasi ekstrak lidah mertua yang mampu untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada buah cabai dapat digunakan sebagai biofungisida yang aman, efektif, dan ramah lingkungan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak lidah mertua (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) berpotensi dalam mengendalikan pertumbuhan jamur

(24)

2. Berapakah konsentrasi ekstrak lidah mertua (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) yang efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur

Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada cabai merah ?

C. Batasan Masalah

1. Tanaman lidah mertua yang digunakan dalam pembuatan ekstrak yaitu bagian daunnya yang sudah tua. Lokasi pemilihan daun lidah mertua tidak banyak terpapar polusi udara agar lebih efektif sebagai antijamur.

2. Pengujian senyawa saponin dan tanin yang terdapat pada tanaman lidah mertua dilakukan dengan uji fitokimia (secara kualitatif).

3. Pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici pada uji in vitro diamati selama 5 hari dengan melakukan pengukuran diameter koloni jamur, sedangkan pada uji in vivo dilakukan pengamatan intensitas serangan jamur pada buah cabai merah sampai kategori serangan antraknosa 50 %. 4. Penyakit antraknosa dalam penelitian ini yaitu penyakit yang memiliki

gejala awal berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk, dan menyerang bagian buah pada cabai merah.

D. Tujuan

1. Mengetahui potensi ekstrak lidah mertua (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) dalam mengendalikan pertumbuhan jamur

(25)

2. Mengetahui konsentrasi ekstrak lidah mertua (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) yang efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur

Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada cabai merah.

E. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat mengetahui potensi tanaman lidah mertua untuk mengendalikan jamur Collectotrichum capsici. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat digunakan masyarakat dalam pengembangan ekstrak menjadi suatu biofungisida yang aman untuk mengendalikan antraknosa pada cabai merah, sebagai pengganti fungisida sintetik.

2. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu Biologi dalam pemanfaatan lidah mertua untuk mengendalikan jamur Collectotrichum

capsici penyebab antraknosa pada cabai merah.

3. Bagi Guru Biologi dan Siswa

(26)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cabai Merah ( Capsicum annuum L.) 1. Klasifikasi dan Morfologi

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Cabai merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi di Indonesia. Cabai merah mempunyai berbagai jenis kultivar, yaitu: cabai merah biasa, cabai merah keriting, cabai merah bandung dan cabai merah cakra (Miskun, 2013).

Gambar 2.1. Cabai merah keriting

(27)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Angiospermae Ordo : Dicotyledonae Family : Solanaceae Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annuum L.

Cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman (Harpenas, 2010). Batang utama cabai tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan (Hewindati, 2006).

(28)

tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5 - 12 cm, lebar 1 - 5 cm, berwarna hijau (Hewindati, 2006).

Bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina (Hewindati, 2006). Buah cabai merah umumnya berbentuk memanjang berkisar antara 5 – 25 cm. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah. Bijinya berwarna kuning kecokelatan, dan berbentuk pipih. Cabai yang banyak bijinya akan semakin pedas rasanya. Cabai merah keriting rasanya relatif lebih pedas daripada cabai merah besar (Tjahjadi, 1991)

2. Kandungan Gizi dan Manfaat

(29)

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Cabai Merah Segar per 100 gram

No Kandungan Gizi Satuan

1 Air 90,9 %

2 Kalori 31,0 kal

3 Protein 1,0 g

4 Lemak 0,3 g

5 Karbohidrat 7,3 g

6 Serat 1,6 g

7 Vitamin A 470 IU

8 Thiamin 0,05 mg

9 Riboflavin 0,06 mg

10 Niasin 0,9 mg

11 Vitamin C 18,0 mg

12 Kalsium 29,0 mg

13 Fosfor 24,0 mg

14 Besi 0,5 mg

Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik untuk masak memasak maupun ramuan obat tradisional. Manfaat cabai merah antara lain : mengobati rematik, mengobati bisul, mencegah stroke, mengatasi katarak, mengobati sariawan, dan menambah nafsu makan. Cabai menghasilkan vitamin C (lebih banyak daripada jeruk) dan provitamin A (lebih

banyak daripada wortel) yang sangat diperlukan bagi tubuh.

3. Hama dan Penyakit

(30)

seperti gangguan hama dan penyakit, serta tumbuhan pengganggu. Salah satu kendala rendahnya hasil produksi cabai adalah adanya gangguan dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT), khususnya hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit tersebut dapat mengakibatkan penurunan produksi bahkan sampai mengakibatkan gagal panen.

Menurut Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta (2007), banyak jenis hama yang menyerang tanaman cabai merah sejak dari persemaian sampai panen. Beberapa jenis hama utama tanaman cabai merah yaitu :

Tabel 2.2. Hama-Hama Penting Tanaman Cabai Merah Fase

Pertumbuhan Nama Umum Nama Ilmiah

Persemaian atau sebelum tanam

1. Trips

2. Kutu daun persik 3. Tungau teh kuning

1. Trips parvispinus

2. Myzus persicae

3. P. latus

Fase vegetatif 1. Ulat tanah 2. Gangsir 3. Uret

1. Agrotis ipsilon

2. B. portentotus 3. Kutu daun persik 4. Trips

5. Tungau teh kuning 6. Kutu kebul

7. Wereng kapas

8. Lalat penggorok daun

1. Spodoptera litura

Fase generatif 1. Ulat buah tomat 2. Lalat buah

1. Helicoverpa armigera

2. Bactrocera dorsalis

(31)

Sedangkan penyakit utama pada cabai merah adalah rebah kecambah (Phytium spp.), bercak daun (Cercospora sp.), antraknosa (Colletotrichum sp.), layu fusarium (Fusarium oxysporum), layu bakteri (Pseudomonas

solanacearum), busuk daun (Phytopthora capsici), dan embun tepung (Leveillula taurica).

B. Penyakit Antraknosa

Indonesia memiliki diversitas jamur yang sangat tinggi karena iklim yang lembab dan suhu tropik yang mendukung pertumbuhan jamur (Gandjar et al., 2006). Di antara 100.000 jenis jamur, sekitar 50 jenis menyebabkan penyakit pada manusia, sekitar 50 jenis menyebabkan penyakit pada pada hewan dan diperkirakan lebih dari 8.000 jenis jamur dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan (Semangun, 2001). Salah satu di antaranya menyebabkan penyakit antraknosa. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman cabai karena dapat dapat menurunkan produksi dan kualitas cabai merah sebesar 45 – 60 % (Hidayat et al., 2004).

(32)

Penyakit antraknosa disebut juga patek atau busuk buah. Serangan lebih sering terjadi pada musim hujan. Bagian utama yang diserang adalah buah cabai, sehingga mengakibatkan buah busuk. Gejala serangan mula-mula terdapat bercak tak beraturan pada buah. Massa spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada permukaan bercak. Bercak ini agak terbenam dan berair. Busuk akan melebar dan kemudian muncul bisul-bisul atau titik-titik hitam (Rusli et al, 1997).

C. Jamur Penyebab Antraknosa (Collectotrichum capsici)

Serangan antraknosa disebabkan oleh jamur dari marga Coletotrichum. Jamur ini mempunyai empat jenis utama yaitu C. gloeosporioides, C. acutatum,

C. dematium dan C. capsici. Namun, lebih dari 90% antraknosa yang menginfeksi

cabai diakibatkan oleh jamur Coletotrichum capsici (Syukur, 2007). Menurut Singh (1998), klasifikasi Collectotrichum spp. sebagai berikut :

Divisio : Ascomycota Classis : Pyrenomycetes Ordo : Sphaeriales Familia : Polystigmataceae Genus : Collectotrichum

Spesies : Collectotrichum capsici

(33)

bercabang, massa konidia nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler, ukuran 17-18 x 3-4

μm. Konidia dapat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau merah tua.

Tabung kecambah akan segera membentuk apresorium (Singh, 1998).

(a) (b)

Gambar 2.3. Karakteristik mikroskopis Collectotrichum capsisci : (a) sketsa (b) pengamatan mikroskop

Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum capsici membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa konidia (Rusli et al, 1997).

(34)

D. Antifungi

Salah satu upaya untuk melawan fungi adalah dengan menggunakan senyawa yang bersifat antagonis (antifungi) sebagai pengganggu atau penghambat. Antifungi merupakan senyawa yang digunakan untuk membasmi fungi. Istilah antifungi mempunyai dua pengertian, yaitu fungisida dan fungistatik. Fungisida didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat membunuh fungi, sedangan fungistatik merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan fungi tanpa mematikannya. Mekanisme kerja antifungi dibagi menjadi 4 cara, antara lain :

1. penghambatan sintesis dinding sel 2. penghambatan fungsi selaput sel 3. penghambatan sintesis protein 4. penghambatan sintesis asam nukleat

(35)

E. Upaya Pengendalian Antraknos\a dengan Fungisida

Pengendalian penyakit terutama yang disebabkan oleh jamur selama ini dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Cara pengendalian penyakit antraknosa dengan menggunakan fungisida memang lebih praktis bila dibandingkan dengan cara pengendalian lain. Fungisida sintetik banyak digunakan oleh petani karena memiliki periode pengendalian panjang, cepat menurunkan penyakit, mudah dan praktis untuk digunakan, mudah dan praktis disimpan, dan mudah untuk mendapatkannya (Syamsuddin, 2003).

Gambar 2.4. Fungisida sintetik

(36)

mempengaruhi berbagai enzim dan proses metabolisme lainnya dalam jamur, menghambat perkecambahan spora, dan racun bagi sel membran jamur (Hikmah, 2012).

Penggunaan fungisida sintetik yang berlebihan dan ketergantungan terhadapnya tidak memecahkan masalah penyakit tanaman tetapi menimbulkan masalah baru dan dampak negatif. Penggunaan fungisida sintetik yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, polusi lingkungan dan berkembangnya jamur patogen yang resisten terhadap fungisida. Untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan, dikembangkan fungisida bahan nabati yang diperoleh dari senyawa yang dihasilkan oleh tanaman. Fungisida nabati sudah dikenal dan digunakan masyarakat sejak dulu (Syukur, 2009).

(37)

Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penggunaan fungisida sintetik yang sering disebut fungisida nabati atau biofungisida yang ramah lingkungan karena mudah terdegradasi sehingga tidak menimbulkan residu (Kardinan, 2002). Agens hayati maupun bahan alami yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti fungisida sintetik yang disebut fungisida nabati. Salah satu sifat fungisida nabati yaitu daya urai cepat dan tidak ada residu pada produk pertanian sehingga lebih aman dikonsumsi. Namun karena penurunan daya racun cepat, maka perlu diaplikasikan secara berulang-ulang.

F. Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) 1. Klasifikasi dan Morfologi

(38)

Klasifikasi tanaman lidah mertua menurut Lingga (2009) dalam Pradipta (2011), yaitu :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Bangsa : Liliales Suku : Agavaceae Marga : Sansevieria

Jenis : Sansevieria trifasciata Prain

Tanaman lidah mertua merupakan sejenis herba tidak berbatang dan mempunyai rimpang yang kuat dan tegak. Daunnya memiliki beberapa kategori yaitu silinder atau membulat penuh (S. cylindrica), setengah silinder (S. suffructicosa), segitiga tebal (S. ehrenberghii) dan bulat telur memanjang atau pendek (lanceolate) (S. masoniana, S. trifasciata, S. hahnii). Sansevieria merupakan tanaman monokotil sehingga memiliki akar serabut. Rhizome tumbuh menjalar di atas permukaan tanah atau tumbuh di dalam tanah. Bunga berumah dua dan biasanya berwarna putih atau sedikit keunguan (Tahir dan Sitanggang, 2008).

(39)

bertahan hidup pada rentang suhu dan cahaya yang luas, sangat resisten terhadap gas udara yang berbahaya (polutan), bahkan mampu menyerap 107 jenis sebagai penyerap polutan di daerah yang padat lalu lintas dan di dalam ruangan yang penuh asap rokok (Tahir dan Sitanggang, 2008).

Beberapa varietas Sansevieria trifasciata yang ditemukan di Yogyakarta sebagai tanaman budidaya dan dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu Sansevieria trifasciata var Moonshine, Sansevieria trifasciata var Golden hahnii, Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta, Sansevieria

trifasciata var Tiger stripe, Sansevieria trifasciata var Laurentii, dan

Sansevieria trifasciata var Green tiger (Renny, 2011). Penelitian ini

menggunakan salah satu varietas Sansevieria yaitu Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta.

Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta merupakan kelompok

(40)

pada malam hari dan mampu bertahan sampai 7 hari. Biji masak setelah berumur 2-5 bulan dan bersifat diploid.

Gambar 2.5. Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta

2. Potensi Daun Lidah Mertua

Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman Sansevieria

trifasciata mengungkapkan bahwa tanaman ini memiliki banyak senyawa

metabolit sekunder. Bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah daun dan rimpangnya. Kandungan kimia daun dan rimpang S.

trifasciata yang telah dilaporkan adalah vitamin C, tanin, glukogalin, asam

galat, asam elegat, korilagin, terchebin chebulagic acid, chebulinic acid, 3,6-digaloilglukosa, mucid acid, abamagenin, phylembic acid dan emblikol (Hariana, 2008). Ekstrak daun S. trifasciata memiliki kandungan flavonoid, steroid dan alkaloid (Gitasari, 2011). Selain itu, mengandung senyawa saponin, kardenolin dan tanin (Dewitasari, 2009).

(41)

terpenoid, tanin, protein dan karbohidrat. Ekstrak tersebut memiliki khasiat analgesik dan antipiretik yang tidak terlalu tinggi, sehingga dapat dijadikan alternatif pengobatan untuk mengatasi demam dan inflamasi. Kandungan zat aktif tanaman lidah mertua adalah saponin yang memiliki efek antijamur, minyak esensial (Polifenol) dan flavonoid (Pradipta, 2011).

Tanin merupakan suatu polifenol yang merupakan senyawa antara suatu metabolisme pada tanaman tingkat tinggi. Efek farmakologi tanin yaitu sebagai anti bakteri, anti virus dan anti jamur. Tanin mampu menghambat kerja enzim katalase yaitu enzim C-14 demethylase yang berfungsi memacu pembentukan ergosterol yang merupakan komponen utama membran plasma jamur. Jika fungsi enzim C-14 demethylase terganggu maka jamur tidak dapat mensintesis ergosterol, sehingga membran plasma tidak terbentuk dengan baik dan metabolismenya terganggu, akhirnya jamur mengalami kematian (Christian et al, 2011). Berdasarkan hasil pengujian Renny (2011), diperoleh informasi bahwa Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta mempunyai kadar tanin paling tinggi yaitu sebesar 0,1131 %. Kadar tanin dari enam varietas Sansevieria trifasciata adalah sebagai berikut :

(42)

G. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian dalam upaya mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai merah banyak dilakukan dengan memanfaatkan ekstrak suatu tanaman. Hasil penelitian Nurhayati (2011) menyimpulkan bahwa perendaman buah cabai dengan ekstrak daun sirih selama 20 menit merupakan perlakuan terbaik dalam menekan jamur patogen antraknosa. Penelitian Ali (2009) menyebutkan bahwa pemberian ekstrak daun mimba 15% dan 20% memberikan pengaruh dalam mengendalikan penyakit antraknosa pada buah cabai merah pasca panen. Konsentrasi ekstrak daun mimba 20% memiliki kandungan senyawa antifungi yang lebih banyak sehingga lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan koloni jamur C. capsici.

Penelitian Aprilia (2014) menyebutkan bahwa perasan daun lidah mertua memiliki daya anti bakteri pada Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeuroginosa. Hasil pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menunjukkan

(43)

H. Kerangka Berpikir

Cabai merah merupakan tanaman hortikultura penting yang sudah dibudidayakan dan tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan sehari-hari dalam konsumsi rumah tangga. Selain sebagai penyedap masakan, cabai merah mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Budidaya cabai merah tidak lepas dari adanya kendala yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai merah. Beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai merah adalah faktor varietas dengan daya hasil rendah, adanya penyakit dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Salah satu penyakit pada cabai merah adalah antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici. Bagian utama yang diserang adalah buah cabai, sehingga mengakibatkan buah busuk (Haryoto, 2009).

Upaya pengendalian penyakit antraknosa yang sering dijumpai sampai saat ini yaitu penggunaan fungisida sintetik. Namun demikian, pemakaian fungisida sintetik yang kurang bijaksana, mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sangat membahayakan kesehatan manusia. Oleh sebab itu, perlu adanya fungisida nabati yang dapat mengendalikan antraknosa dan aman bagi tanaman cabai merah. Penelitian Nurhayati (2011) dan Ali (2009) menyebutkan bahwa pemberian ekstrak tanaman seperti ekstrak daun sirih dan daun mimba pada cabai merah mampu mengendalikan penyakit antraknosa.

(44)

patogen (Christian et al., 2011). Senyawa saponin dan tanin dapat diperoleh dari tanaman lidah mertua (Ulya, 2012). Senyawa dalam tanaman lidah mertua tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan pertumbuhan jamur

Colletotrichum capsici.

Penelitian dilakukan dengan membuat ekstrak dari tanaman lidah mertua dan menguji adanya senyawa saponin dan tanin. Ekstrak lidah mertua tersebut selanjutnya diujikan untuk mengetahui daya hambat ekstrak terhadap pertumbuhan diameter koloni jamur Colletotrichum capsici pada media PDA (in

vitro) dan intensitas serangan pada buah cabai merah merah (in vivo). Konsentrasi

terbaik ekstrak lidah mertua yang mampu untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada buah cabai merah merah dapat digunakan sebagai biofungisida yang aman, efektif, dan ramah lingkungan.

I. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ekstrak lidah mertua (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) memiliki potensi dalam mengendalikan pertumbuhan jamur Collectotrichum

capsici penyebab antraknosa pada cabai merah karena mengandung senyawa

metabolit sekunder.

2. Konsentrasi ekstak lidah mertua (Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta) yang efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur Collectotrichum

(45)

26 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian tentang uji potensi antifungi ekstrak lidah mertua terhadap

Collectotrichum capsici ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni

dengan rancangan acak lengkap (RAL).

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : konsentrasi ekstrak lidah mertua

2. Variabel terikat : persentase daya hambat dan intensitas serangan 3. Variabel kontrol : media PDA, waktu inkubasi, daun lidah mertua,

cara pembuatan ekstrak, buah cabai merah.

C. Definisi Operasional

1. Collectotrichum capsici adalah jamur uji yang memiliki miselium

berwarna putih keabuan sampai hitam, dengan struktur miselium kasar yang diperoleh dari aboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, UGM. 2. Ekstrak lidah mertua adalah ekstrak yang terbuat dari daun lidah mertua

(46)

3. Daya hambat adalah kemampuan ekstrak lidah mertua untuk menghambat pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici.

4. Intensitas serangan adalah tingkat perkembangan keparahan penyakit terhadap inang, dalam hal ini yaitu penyakit antraknosa pada buah cabai merah.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Maret hingga Mei 2015. Pembuatan media, identifikasi jamur, pembuatan ekstrak dan pengujian ekstrak dilakukan di Laboratorium Pasteur Pendidikan Biologi, Universitas Sanata Dharma.

E. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : cawan petri, baki plastik, pinset, mikropipet, pipet tip, cork borer, jarum enten, jarum ose, gelas ukur, gelas beker, erlenmeyer, tabung reaksi, lampu spritus, autoklaf, hotplate,

stirrer magnetic, vortex mixer, blender, penyaring, laminar air flow cabinet,

inkubator, gelas benda, gelas penutup, mikroskop, dan timbangan analitik.

(47)

foil, NaCl 1%, FeCl 1%, natrium hipoklorit, kertas saring, pewarna methylen blue, plastik transparan, dan kertas payung.

F. Langkah Kerja

1. Observasi Lapangan

Meliputi kegiatan mengamati secara langsung buah cabai yang menunjukkan gejala antraknosa, untuk memperoleh beberapa informasi mengenai penyakit antraknosa pada cabai. Selanjutnya mengambil beberapa sampel cabai yang terkena antraknosa untuk dilakukan pengujian. Selain itu melakukan pengamatan tanaman lidah mertua yang akan digunakan.

2. Persiapan Alat dan Bahan

Meliputi persiapan alat dan bahan yang digunakan. Alat yang akan digunakan untuk media tumbuh jamur disterilisasi terlebih dahulu yaitu dengan cara disemprot dengan alkohol 70%, dipanaskan di atas bunsen atau dilakukan sterilisasi dengan autoklaf selama ± 15 menit, tekanan 1 atm pada 121ºC.

(48)

3. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)

PDA sebanyak 39 gr dilarutkan dalam 1 liter aquades dan dipanaskan sampai semua terlarut secara homogen menggunakan hotplate dan stirrer magnetic. Media selanjutnya dituangkan dalam erlenmeyer dan disterilkan menggunakan autoklaf pada tekanan 1atm dengan suhu 1210C selama 10 menit.

4. Identifikasi Jamur Collectotrichum capsici

Identifikasi jamur berupa identifikasi morfologi jamur dan identifikasi mikroskopis melalui pengecatan. Identifikasi morfologi melalui pengamatan kenampakan dari kultur yang diperoleh. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan mengambil 1 ose jamur, diletakkan di tengah-tengah gelas benda dan dicampurkan dengan 1 tetes larutan methylen blue, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Diamati dengan mikroskop dan didokumentasikan. Hasil pengamatan selanjutnya dicocokan dengan pustaka identifikasi jamur.

5. Pembuatan Ekstrak Lidah Mertua

(49)

penambahan 100 ml aquades. Dilakukan penyaringan sehingga diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 100%, kemudian dilakukan pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi 75%, 50%, 25% dan 5%. Ekstrak yang ditampung dalam erlenmeyer tersebut selanjutnya direbus dengan hotplate.

6. Uji Fitokimia (Saponin dan Tanin)

Uji fitokimia yang dilakukan yaitu pengujian saponin dan tanin yang memiliki sifat sebagai antifungi.

a) Uji saponin

Ekstrak lidah mertua diambil sebanyak 1 ml, ditambahkan dengan 5 ml aquades dan dikocok selama 5 menit dalam tabung reaksi. Terbentuknya layer berupa busa setebal 1 cm pada bagian atas menunjukkan adanya saponin.

b) Uji tanin

Ekstrak lidah mertua diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Ditambahkan dengan 5 tetes larutan NaCl 1% dan 3 tetes pereaksi FeCl 1%. Tanin yang terhidrolisis memberikan warna biru tua atau hijau kehitaman.

7. Pengujian Ekstrak Lidah Mertua a) Pengujian in-vitro

(50)

perlakuan. PDA cair sebanyak 10 ml dengan suhu ± 40ºC dituang ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan ekstrak lidah mertua sebanyak 0,5 ml. Cawan petri selanjutnya digoyang secara memutar (membentuk angka 8) agar tercampur merata. Campuran media dan ekstrak didiamkan hingga padat. Konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 100%, 75%, 50%, 25% dan 5%. Pada kontrol positif, media PDA dicampur dengan fungisida sintetik, sedangkan pada kontrol negatif tanpa penambahan ekstrak maupun fungisida.

Miselium C. capsici diambil dengan cara memotong PDA yang ditumbuhi biakan murni C. capsici dengan pemotong media (cork borer) berdiameter 5 mm. Jamur tersebut diinokulasikan pada medium di bagian tengah cawan petri, kemudian diinkubasi pada suhu ruang. Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Pengamatan dilakukan setiap hari selama 7 hari dengan mengukur pertumbuhan diameter C. capsici dan menghitung persentase daya hambat. Pengukuran diameter koloni dilakukan dengan membuat garis vertikal dan horizontal yang berpotongan tepat pada titik tengah koloni jamur pada cawan petri. Rumus pengukuran diameter yaitu :

Keterangan : D = diameter jamur C. capsici

v = diameter vertikal koloni jamur C. capsici h = diameter horizontal koloni jamur C. capsici

∅v

(51)

Sedangkan rumus persentase daya hambat terhadap pertumbuhan C.capsici menurut Marhaenis (2011), yaitu :

Daya hambat =

Keterangan :

∅k = diameter koloni pada media kontrol

∅p = diameter koloni pada media perlakuan

b) Pengujian in-vivo

Pengujian dilakukan dengan menginokulasikan jamur C.capsici pada buah cabai. Sebelum inokuasi jamur, pemukaan cabai disterilisasi dengan aquades steril dan dicelupkan dalam alkohol 70% selama 3 menit. Selanjutnya dibilas dengan aquades steril sebanyak 2 kali. Inokulasi dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml suspensi jamur. Suspensi jamur diperoleh dengan mencampur miselium jamur dengan 10 ml aquades steril pada tabung reaksi, lalu diaduk dengan vortex mixer selama 5 menit agar spora menyebar dalam suspensi.

(52)

yang diberi lubang. Tiap baki plastik perlakuan berisi 8 buah cabai yang disusun terpisah. Untuk menjaga kelembaban dalam baki, dilakukan penyemprotan dengan aquades. Baki-baki plastik disusun dan diinkubasi pada suhu ruang.

Pengamatan dilakukan setiap hari setelah tiap perlakuan menunjukkan gejala awal antraknosa. Penghitungan intensitas serangan dilakukan mulai saat pertama muncul gejala sampai didapat niai persentase serangan >50% pada perlakuan dengan interval pengamatan 2 hari. Rumus intensitas serangan yaitu :

IS =

Keterangan :

IS = Intensitas serangan

n = jumlah buah dari tiap kategori serangan yang sama V = skor tiap kategori serangan

N = jumlah buah yang diamati Z = skor serangan tertinggi

Kategori serangan antraknosa pada cabai ditetapkan melalui skoring sebagai berikut :

0 = tidak ada bercak atau gejala

1 = luas bercak 0 – 10 % 2 = luas bercak 10 – 20 %

(53)

G. Metode Analisis Data

(54)

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Daun Lidah Mertua

Tanaman lidah mertua (Sanseviera trifasciata var Hahnii medio picta) yang digunakan diperoleh di Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma. Lokasi ini dipilih karena tanaman sedikit terpapar oleh polusi udara. Hal ini perlu diperhatikan karena tanaman lidah mertua memiliki fungsi sebagai antipolutan yang menyerap racun, sehingga kurang baik apabila diolah menjadi alternatif fungisida.

Identifikasi tanaman berdasarkan referensi dalam tinjauan pustaka dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah Sanseviera

trifasciata var Hahnii medio picta. Tanaman lidah mertua yang digunakan

(55)

Gambar 4.1. S. trifasciata var Hahnii medio picta yang digunakan

B. Pembuatan Ekstrak Lidah Mertua

Daun lidah mertua yang digunakan merupakan daun segar dan tidak melalui tahap pengeringan. Hal ini bertujuan agar kandungan senyawa yang terdapat dalam daun tidak berkurang akibat pengeringan. Daun lidah mertua yang sudah disortir (dipisahkan antara tanaman yang baik dan yang rusak) sebanyak 100 gr, dibersihkan dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan debu yang menempel. Daun disterilisasi dengan merendam dalam campuran Natrium hipoklorit dan aquades selama 15 menit. Hal ini bertujuan agar agen kontaminan yang terdapat di daun tidak mengganggu proses pengerjaan yang steril dalam penelitian.

(56)

dilakukan pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi 75%, 50%, 25% dan 5%. Ekstrak yang ditampung dalam erlenmeyer tersebut selanjutnya direbus dengan hotplate sampai mendidih. Perebusan bertujuan agar agen kontaminan yang masih terdapat di daun benar-benar mati. Gambar pembuatan ekstrak terdapat pada lampiran 5.

C. Identifikasi Karakter Morfologi Jamur Uji

Kultur murni Collectotrichum capsici yang diperoleh dari Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman UGM diidentifikasi kenampakan morfologi dan mikroskopisnya. Hal ini bertujuan untuk memperkuat bahwa jamur uji yang digunakan adalah Collectotrichum capsici. Karakteristik Collectotrichum capsici menurut Agrios (2005) adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Karakteristik Makroskopis dan Mikroskopis Jamur C. capsici

Karakteristik Morfologi

Hasil Pengamatan

Makroskopis Mikroskopis

Warna miselium Putih keabu-abuan sampai hitam

- Arah

pertumbuhan

Ke samping -

Struktur miselium Kasar, timbul di permukaan -

Hifa - Hifa berwarna agak gelap

dan tidak bersekat

Konidiofor - Tidak bercabang

Konidia - Berbentuk bulan sabit,

bersel satu, tidak bersekat

(57)

seperti kapas (gambar 4.2). Arah pertumbuhan jamur pada media PDA yaitu ke samping. Hasil subkultur Collectotrichum capsici pada media PDA di cawan petri menunjukkan karakteristik yaitu miselium berwarna putih seperti kapas, bentuk koloni bulat dengan tepi tidak rata dan warna balik koloni berwarna kecoklatan atau sedikit orange. Menurut Agrios (2005), jamur akan menjadi berwarna coklat kemerahan karena mengalami sporulasi setelah 5-7 hari.

Gambar 4.2. Kultur murni Collectotrichum capsici

Kenampakan mikroskopis jamur diamati menggunakan mikroskop dengan pewarna methylen blue. Karakteristik mikroskopis jamur Collectotrichum capsici yaitu memiliki hifa berwarna agak gelap dan tidak bersekat, seta berwarna cokelat gelap, serta konidia berbentuk bulan sabit (gambar 4.3).

Gambar 4.3. Karakteristik mikroskopik C. capsici (a) seta (b) konidia bulan sabit

(58)

D. Uji Fitokimia Ekstrak Lidah Mertua

Daun lidah mertua memiliki kandungan senyawa antara lain alkaloid, favonoid, saponin, terpenoid, tanin, protein dan karbohidrat (Sunilson, 2009 dalam Aprilia, 2014). Senyawa yang bersifat fungistatik yaitu tanin dan saponin. Saponin adalah salah satu golongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan triterpenoid mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloid dalam air dan membuih bila dikocok (Najib, 2011). Sedangkan tanin merupakan suatu polifenol yang merupakan senyawa antara suatu metabolisme pada tanaman tingkat tinggi

Ekstrak lidah mertua cair memiliki warna hijau kekuningan. Pada pengujian saponin, terbentuk lapisan berupa busa setebal 1 cm pada bagian atas ekstrak (gambar 4.4a). Hal ini menunjukkan adanya kandungan saponin dalam ekstrak lidah mertua. Demikian pula hasil pengujian tanin pada gambar 4.4b, terlihat bahwa terdapat perubahan warna dari hijau kekuningan menjadi hijau pekat. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak lidah mertua mengandung senyawa tanin.

Gambar 4.4 : Hasil pengujian ekstrak : (a) Hasil uji saponin (b) Hasil uji tanin

(59)

Adanya kandungan senyawa saponin dan tanin dari hasil uji fitokimia, secara kualitatif menunjukkan bahwa lidah mertua berpotensi dalam mengendalikan pertumbuhan jamur C. capsici karena memiliki sifat antifungi .

E. Pertumbuhan Koloni dan Persentase Penghambatan C. capsici pada Uji in vitro

Pada uji in vitro dilakukan pengamatan pertumbuhan dan persentase daya hambat jamur C. capsici. Pengamatan pertumbuhan C. capsici dilakukan dengan mengukur diameter koloni pada media PDA selama 5 hari (gambar 4.5), selanjutnya menghitung persentase daya hambat. Perlakuan beberapa konsentrasi ekstrak lidah mertua memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Hasil uji lanjut DNMRT 5% (lampiran 1) pada diameter pertumbuhan koloni jamur C.

capsici ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Diameter Pertumbuhan Koloni Jamur C. capsici

Perlakuan Diameter Jamur (cm) pada Hari ke -

1 2 3 4 5

ELM 100% 0,53 a 0,60 a 0,70 a 0,80 a 0,97 a

ELM 75% 0,58 ab 0,68 ab 0,85 ab 1,03 a 1,20 a ELM 50% 0,62 ab 0,73 ab 0,90 ab 1,07 a 1,25 a

ELM 25% 0,63 b 0,78 b 0,93 b 1,15 a 1,35 a

ELM 5% 0,67 b 0,82 b 0,95 b 1,25 b 1,43 b

(60)

Hasil yang diperoleh (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa pada hari pertama sampai dengan hari ketiga setelah inokulasi, pertumbuhan diameter koloni

Collectotrichum capsici pada ekstrak daun lidah mertua konsentrasi 100%, 75%,

50%, 25% dan 5%, serta kontrol positif (fungisida 75WP) berbeda nyata dengan kontrol negatif. Hal ini berarti bahwa pemberian perlakuan ekstrak lidah mertua dan fungisida sintetik dapat menekan pertumbuhan diameter jamur C. capsici. Hasil perhitungan diameter koloni C. capsici menunjukkan bahwa diameter C.

capsici pada perlakuan ekstrak lidah mertua konsentrasi 100% dan 75% lebih

rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun, pada konsentrasi 50%, 25% dan 5% diameternya lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif (fungisida sintetik).

Pada hari pertama dan kedua, terlihat bahwa aplikasi ekstrak lidah mertua (ELM) 75% dan 50% tidak berbeda nyata dengan ELM 100% maupun dengan ELM 25%, 5%, dan kontrol positif , tetapi berbeda nyata dengan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ELM 75% dan 50% memiliki kemampuan penghambatan jamur yang hampir sama dengan perlakuan lainnya, yaitu dapat setara dengan ELM 100% atau dengan ELM 25%, 5%, dan kontrol positif yang tidak berbeda nyata. Demikian pula pada hari ketiga, dimana aplikasi ELM 75% 50% dan kontrol positif yang tidak berbeda nyata dengan ELM 100% maupun dengan ELM 25% dan 5%, tetapi berbeda nyata dengan kontrol negatif.

(61)

positif memiliki kemampuan yang sama dalam menekan petumbuhan koloni jamur C. capsici. Namun, terjadi penurunan kemampuan penghambatan ekstrak terutama pada ELM 5%, dimana tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif.

Ekstrak lidah mertua 5% merupakan ekstrak dengan konsentrasi paling rendah, dengan campuran aquades yang lebih banyak dibandingkan perlakuan ekstrak yang lainnya. Daun lidah mertua mengandung kadar air dan serat yang sangat tinggi. Konsentrasi ekstrak yang rendah lebih banyak mengandung air dan sedikit mengandung senyawa antimikrobia mempengaruhi potensi ekstrak dalam menghambat pertumbuhan jamur.

Gambar 4.5. Pertumbuhan koloni (A) ELM 100% (B) ELM 75% (C) ELM 50% (D) ELM 25% (E) ELM 5% (F) Kontrol positif (G) Kontrol negatif

Penghitungan persentase daya hambat selanjutnya dilakukan berdasarkan hasil pertumbuhan diameter koloni C. capsici (lampiran 2). Penghitungan persentase daya hambat bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penghambatan ekstrak lidah mertua terhadap pertumbuhan diameter koloni C.

A B C D

(62)

capsici. Hasil penghitungan persentase daya hambat pada gambar 4.6

menunjukkan bahwa persentase daya hambat ekstrak lidah mertua terhadap

C.capsici yaitu antara 10% sampai 37%, sedangkan pada kontrol positif yaitu

Gambar 4.6. Persentase daya hambat ekstrak lidah mertua terhadap pertumbuhan

C. capsici.

(63)

fungisida tersebut, demikian sebaliknya. Kondisi serupa terjadi pada pemberian ekstrak lidah mertua terhadap C. capsici, semakin tinggi konsentrasi ekstrak lidah mertua yang diberikan maka pertumbuhan C. capsici akan semakin lambat.

Berdasarkan analisis statistik (lampiran 2), pemberian ELM 100% memiliki daya hambat paling tinggi sebesar 37% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan ELM 75%, 50% dan kontrol positif memiliki pengaruh yang sama dalam penghambatan jamur. Penghambatan pertumbuhan C.

capsici oleh ekstrak lidah mertua dipengaruhi adanya senyawa saponin dan tanin

yang bersifat sebagai antifungi. Tanin merupakan turunan polifenol. Mekanisme kerja turunan fenol adalah dengan mendenaturasi dan mengkoagulasi protein sel mikroba (Siswandono dan Soekardjo, 1995 dalam Komala, 2012). Aktifitas antimikroba dari saponin disebabkan sifatnya yang memiliki gugus polar (gula) dan non polar (terpenoid) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan dinding sel mikroba dan mengganggu permeabilitas sel (Jawetz dkk., 1996 dalam Komala, 2012). Aktivitas senyawa antifungi yaitu tanin dan saponin dalam ekstrak lidah mertua mempengaruhi pertumbuhan diameter dari koloni jamur

C.capsici, dimana jamur menjadi terganggu pertumbuhannya yang ditunjukkan

(64)

F. Persentase Intensitas Serangan Antraknosa pada Cabai Merah pada Uji in-vivo

Intensitas serangan C.capsici pada buah cabai merah setiap perlakuan diamati sampai serangan 50% (lampiran 3). Persentase intensitas serangan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3. Persentase Intensitas Serangan Antraknosa pada Cabai Merah

Perlakuan

Persentase Intensitas Serangan (%) pada Hari ke -

Rata-rata Intensitas Serangan (%)

3 5 7 9

ELM 100% 8 27 44 46 31 a

ELM 75% 10 33 44 46 33 ab

ELM 50% 33 48 60 60 50 ab

ELM 25% 35 53 63 63 54 ab

ELM 5% 40 54 63 65 56 ab

Kontrol (+) 6 27 46 48 32 a

Kontrol (-) 29 56 73 81 60 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata dengan menggunakan uji Duncan (α=5%)

(65)

berfungsi sebagai pengendali jamur akan lebih banyak sehingga dapat mengendalikan serangan jamur C. capsici pada buah cabai merah, sehingga spora jamur tidak dapat berkecambah atau tidak mampu menginfeksi buah sehingga sekaligus dapat menurunkan intensitas serangan penyakit antraknosa pada buah cabai merah.

Perlakuan kontrol positif dengan fungisida sintetik (Petronil 75WP) juga termasuk dalam kategori intensitas serangan yang rendah, yaitu 32%. Fungisida sintetik ini mengandung bahan aktif klorotalonil 75% yang berperan sebagai fungisida inhibitor multi situs yang mempengaruhi berbagai enzim dan proses metabolisme lainnya dalam jamur, menghambat perkecambahan spora, dan racun bagi sel membran jamur (Hikmah, 2012). Pemberian fungisida sintetik dalam penelitian ini dapat mengendalikan antraknosa, namun pengendaliannya sedikit lebih rendah daripada ELM 100%.

(66)

Gambar 4.7. Intensitas serangan antraknosa pada cabai merah : (A) ELM 100% (B) ELM 75% (C) ELM 50% (D) ELM 25% (E) ELM 5% (F) Kontrol positif (G)

Kontrol negatif

Menurut Suryotomo (2006), cabai merah yang tahan terhadap antraknosa bila diinokulasikan jamur pada saat berbuah maka menunjukkan respon yang sama seperti buah yang tidak tahan antraknosa. Oleh karena itu, buah cabai merah yang berjumlah 8 buah pada setiap perlakuan (gambar 4.7), semuanya terserang oleh antraknosa tetapi dengan kategori serangan yang berbeda. Kategori serangan dilihat dari luas bercak antraknosa yang muncul. Kategori serangan dengan skor 1 merupakan kategori serangan terendah dengan luas bercak 0–10 %, sedangkan kategori serangan tertinggi dengan luas bercak >50%. Cabai merah yang terkena serangan antraknosa pada setiap perlakuan rata-rata diawali dari bagian ujung buah, kemudian membesar dan menyebar.

A

F

D

G E

(67)

Pengujian statistika terhadap waktu inkubasi (lampiran 4) menunjukkan bahwa pada hari ke 7 dan 9 tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa kemampuan ekstrak dalam mengendalikan antraknosa cabai merah sudah menurun sejak hari ke-7, sehingga tidak efektif lagi pada hari berikutnya. Pada tabel 2 terlihat bahwa intensitas serangan setiap harinya semakin bertambah. Aplikasi ekstrak yang dilakukan hanya satu kali tidak efektif untuk mengendalikan antraknosa pada cabai merah setelah hari ke-7. Oleh sebab itu, penggunaan ekstrak lidah mertua untuk mengendalikan antraknosa perlu diberikan secara berkala atau berulang agar memberikan efek yang lebih baik dalam mengurangi serangan antraknosa.

G. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu : 1. Cara ekstraksi pada pembuatan ekstrak lidah mertua dilakukan dengan cara

sederhana yaitu melalui penghalusan, penambahan pelarut aquades dan perebusan.

2. Pengujian fitokimia ekstrak lidah mertua sebagai antijamur hanya pengujian senyawa saponin dan tanin.

3. Pengujian secara in vivo dilakukan pada buah cabai merah dalam skala laboratorium dan pemberian ekstrak hanya dilakukan satu kali, sehingga serangan antraknosa lebih cepat.

(68)

49 BAB V

KAITAN HASIL PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak lidah mertua memiliki potensi untuk mengendalikan pertumbuhan jamur penyebab antraknosa pada cabai merah. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat diaplikasikan dalam pembelajaran Biologi kelas X yaitu pada materi Jamur dengan KD 3.6 Mengelompokkan jenis-jenis jamur berdasarkan ciri-ciri dan perannya bagi kehidupan melalui percobaan. Penelitian ini menggunakan jamur Collectotrichum

capsici yang merupakan jamur mikroskopis dari divisi Ascomycota. Adanya

pengamatan terhadap pertumbuhan jamur C. capsici ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi siswa mengenai salah satu jenis jamur yang ada di sekitar. Siswa dapat mengidentifikasi struktur, ciri dan peranan jamur tersebut bagi kehidupan melalui suatu pengamatan.

(69)

50 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak lidah mertua memiliki potensi dalam mengendalikan pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada cabai merah.

2. Konsentrasi ekstrak lidah mertua yang efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici penyebab antraknosa pada cabai merah adalah konsentrasi 100%, dengan daya hambat paling tinggi sebesar 37% dan intensitas serangan paling rendah sebesar 31%.

B. Saran

1. Adanya cara ekstraksi tanaman lidah mertua dengan metode lain sehingga ekstrak yang diperoleh mengandung senyawa yang lebih optimal.

2. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui senyawa aktif pada ekstrak lidah mertua yang berpotensi sebagai antifungi terhadap C. capsici.

3. Adanya penelitian pembuatan biofungisida dari ekstrak lidah mertua yang dapat langsung diaplikasikan pada tanaman cabai merah.

Gambar

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Cabai Merah Segar per 100 gram ............................
Gambar 2.1. Cabai merah  keriting
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Cabai Merah Segar per 100 gram
Tabel 2.2. Hama-Hama Penting Tanaman Cabai Merah
+7

Referensi

Dokumen terkait

In soil layers poor in humus content TBA dissipation rate was higher when applied in double-the-regular amount, which points to a dominant role of movement (runoff/leaching) over

Sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya hutan dengan penduduk asli orang Dayak, kota ini juga kaya akan kearifan lokal dalam menjaga sumber daya alam (Riwut,

(2) Dalam upaya pengamanan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud ayat (1), P3A/GP3A/IP3A, badan hukum, badan sosial, perorangan dan pemakai air irigasi untuk

Pembuatan website ini menggunakan Joomla karena sifatnya yang freeware serta lebih mudah dalam pemrosesan aplikasi serta komponen-komponen pendukungnya yang diharapkan

Gambar ragam hias sangat bervariatif, ada yang diambil dari lora, fauna, manusia, dan bentuk-bentuk geometris. Bentuk gambar ragam hias, dapat berupa pengulangan

Aplikasi Berbasis Web ini ditujukan untuk mahasiswa agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara mendisain dan membuat sebuah aplikasi kuis online berbasis web, baik dari sudut

2. Setujukah kamu dengan pernyataan pada bagian orientasi yang berisi Dikisahkan pada suatu hari yang cerah ada seekor semut berjalan-jalan di taman. Ia sangat bahagia karena

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah keadaan perekonomian orangtua di Kelompok Bermain Mutiara Hati yang sebagaian besar terbatas kemampuan ekonominya