PENYESUAIAN DIRI PEGAWAI DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN ORGANISASI
NASKAH PUBLIKASI TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Psikologi
Oleh:
Dion Yoga Prastowo S 300 100 003
PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
Penyesuaian Diri Pegawai
Dalam Menghadapi Perubahan Organisasi
Dion Yoga Prastowo1 dan Yadi Purwanto2 Abstrak
Pemberian pelimpahan kewenangan walikota kepada camat berimplikasi terhadap kehidupan kerja para pegawai kecamatan untuk mengimplementasikan tugas-tugas kerja yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penyesuaian diri pegawai kecamatan dalam menghadapi pelimpahan kewenangan walikota kepada camat di wilayah Kota Yogyakarta. Wawancara mendalam dilakukan dengan melibatkan 3 responden laki-laki dan 1 responden perempuan yang terbagi di 3 wilayah kecamatan. Karakteristik responden dalam penelitian ini antara lain: Individu yang bekerja sebagai pegawai kecamatan dan berada dibawah kendali kepemimpinan organisasi Pemerintahan Kota Yogyakarta, pegawai yang menjadi objek perubahan organisasi atau mereka yang mengalami penyesuaian diri akibat perubahan yang terjadi dalam organisasi, bersedia untuk berpartisipasi dalam proses wawancara dan memberikan komitmen untuk inform concern hingga penelitian berakhir. Analisis dan interpretasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: 1) Memahami pernyataan penting, 2) Membuat makna pernyataan, 3) Membuat intisari pernyataan, 4) Menggambarkan secara mendalam fenomena yang diteliti. Verifikasi penelitian menggunakan
intersubjective validity dan external audits. Pengembangan strategi penyesuaian diri (coping strategy) dilakukan oleh responden dengan banyak belajar, banyak bertanya, aktif komunikasi, optimalisasi peran SDM dan masyarakat, merubah sudut pandang. Bentuk penyesuaian diri pegawai yang dilakukan adalah dengan bekerja sesuai aturan, memunculkan sisi religius, terlibat aktif dalam perencanaan, belajar aktif, dan mengembangkan karakter pembelajar. Disimpulkan bahwa perubahan organisasi selalu membawa dampak psikologis dan memunculkan karakteristik lingkungan yang baru baik relasi kerja maupun tugas dan tanggung jawab. Bentuk penyesuaian diri pegawai pun akan berbeda, tergantung pada tuntutan dan lingkungan kerja yang selalu dimaknai sebagai cara menyesuaikan diri dalam lingkungan kerja. Memaknai penyesuaian diri akan membawa dampak pada kualitas kehidupan kerja pegawai (quality of work life).
4
Employee Self Adjustment
In Organizational Change
Dion Yoga Prastowo1 dan Yadi Purwanto2 Abstract
Giving delegation of authority to the district head mayor implications for work-life sub-district employees to implement the tasks of work that has not been done before. This research aims to describe the sub-district employee adjustment in the face of the mayor's delegation of authority to the district head in the city of Yogyakarta. In-depth interviews conducted with respondents involving 3 males and 1 female respondents were divided in three sub-districts. Characteristics of respondents in this study include: Individuals who work as employees of district and is under the control of the organization's leadership Yogyakarta City Government, An employee who becomes the object of organizational change or they are experiencing self-adjustment due to changes in the organization, ready to participate in the interview process and give a commitment to inform concerned until the end of the study. Analysis and interpretation of this research is done by: 1) Understand the important statement, 2) Make a statement meaning, 3) Make a statement essence, 4) describe in depth the phenomenon under study. Verification studies using intersubjective validity and external audits. Development strategy self-adjustment (coping strategy) conducted by respondents with a lot to learn, a lot to ask, active communication, optimization of human resources and public roles, changing the angle of view. Forms of employee adjustment is done by working according to the rules, to bring out the religious, actively involved in the planning, active learning, and develop character learner. Concluded that organizational changes always bring the psychological impact and bring new environmental characteristics of a good working relationship as well as the duties and responsibilities. Forms of employee self-adjustment would be different, depending on the demands and work environment that is always interpreted as a way of adjusting to the work environment. Interpret the self-adjustment will have an impact on the quality of work life of employees (quality of work life).
PENDAHULUAN
Pembicaraan mengenai perubahan dalam bidang organisasi bukanlah sesuatu yang baru. Kurt Lewin (1951) pernah menggagas sebuah ide dalam menggambarkan sebuah proses perubahan dalam organisasi yang dikenal dengan istilah unfreezing, movement, dan refreezing. Perubahan dalam berbagai aspek lingkungan organisasi, seperti perubahan sosial, politik, perubahan tata ekonomi dunia, hingga perubahan teknologi ternyata mengambil peran masing-masing dalam mempengaruhi perubahan sebuah organisasi (Cummings & Worley, 2005).
Organisasi dituntut untuk menyesuaikan strategi bisnisnya dengan berbagai bentuk perubahan di lingkungannya, baik lingkungan eksternal atau internal. Sehingga situasi tersebut menuntut organisasi untuk berubah demi kelangsungan hidup organisasinya (Smither,dkk 1996).
Faktor eksternal yang menuntut organisasi melakukan perubahan antara lain ekonomi dan perubahan pasar. Ekonomi dan perubahan pasar yang sangat cepat dikarenakan kebijakan politik suatu bangsa, terbukanya persaingan bebas yang menyebabkan persaingan semakin kompleks dan kompetitif, dan faktor pasar yang sangat dipengaruhi oleh konsumen. Permintaan konsumen yang serba membutuhkan kepuasan menekan organisasi yang ingin survive membenahi diri dengan pelayanan yang cepat dan prima (Cummings & Worley, 2005). Sebagai contoh adalah apa yang telah dilakukan oleh Ditjen Pajak di wilayah Jakarta kota dengan perubahan pelayanan terhadap publik dengan berbasis administrasi modern (Prawirodirjo, 2007).
Perubahan yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan juga banyak disebabkan oleh faktor internal, antara lain adalah perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi yang bertujuan untuk peningkatan kinerja organisasi baik dari sisi efisiensi dan efektifitas kerja serta biaya yang ditanggung oleh organisasi yang dikarenakan “gemuknya” organisasi. Organisasi yang hirarkis atau birokratis menyebabkan berbagai implikasi negatif dalam organisasi, misalnya pemborosan biaya dan panjangnya jalur distribusi informasi sehingga organisasi lambat merespon perubahan atau tuntutan lingkungan yang ada (McIntire, dkk. 1996). Sebagai contoh adalah seperti yang dilakukan oleh salah satu perusahaan milik Jusuf Kalla, PT. Bosowa. Sejak dilakukan pergantian kepemimpinan yang dilakukan oleh owner perusahaan pada tahun 2007, banyak perubahan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Dimulai dari perubahan tata cara pengelolaan unit bisnis hingga perubahan struktur (restrukturisasi) yang ada dalam perusahaan hingga memunculkan resistensi karyawan, promosi jabatan, mutasi, perubahan sistem dan mekanisme kerja, hingga PHK adalah suatu hal yang lumrah terjadi dalam organisasi tersebut (Bosowa Excellence Magazine, disitasi Taggala 2008).
6
pusat sebagai sumber dana keuangan daerah. Pemerintah daerah pada masa desentralisasi otonomi dituntut untuk mampu menghidupi kesejahteraan daerah lokalnya sendiri. Perbedaan sumber dana keuangan pemerintah daerah di antara kedua sistem pemerintahan tentu saja mengakibatkan sejumlah perbedaan bentuk kinerja yang dirasakan pegawai.
Pada masa desentralisasi, pemerintah daerah dituntut untuk mampu menghidupi kesejahteraan lokalnya sendiri dengan tujuan untuk memacu kreatifitas daerah, meningkatkan daya inovasi, mengasah kepekaan pemerintah terhadap permasalahan lokal, meningkatkan transparansi dan demokratisasi demi pencapaian kemandirian daerah (Susanto, 2000).
Seperti yang tertulis pada penjelasan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, dan Tugas Pokok Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam suatu bentuk organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan Perda Kota Yogyakarta No.3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah dan terpenuhinya fungsi-fungsi pemerintahan pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Tuntutan masyarakat berkaitan dengan layanan publik yang lebih responsibel, transparan dan efektif efisien saat ini menjadi tuntutan utama yang perlu diperhatikan oleh pemerintah kota Yogyakarta saat ini. Pergantian kepemimpinan walikota pada tahun 2011 ternyata diikuti pembaharuan serta perubahan kebijakan yang berimplikasi kepada pelayanan publik di wilayah kota Yogyakarta.
Salah satu kebijakan yang dibuat walikota dalam usaha memberikan pelayanan yang responsibel, transparan dan efektif efisien kepada masyarakat adalah selalu membaharukan kewenangan kepada camat dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah di wilayah kerja kecamatan. Kewenangan kepada camat tersebut diundangkan ke dalam ketetapan peraturan walikota tentang pelimpahan sebagian kewenangan walikota kepada camat untuk melaksanakan urusan pemerintahan daerah. Ketetapan tersebut terakhir dikeluarkan pada tahun 2014 melalui peraturan walikota No.41 tahun 2014.
Situasi perubahan yang berkelanjutan seperti ini menciptakan kondisi dan membentuk situasi “harus” bisa melaksanakan proses pelimpahan wewenang tersebut. Beberapa permasalahan dan kesulitan yang dialami di tingkatan wilayah kecamatan ini adalah bagaimana para pegawai tersebut dituntut mampu untuk bertransformasi merespon perubahan dan menyesuaikan diri terhadap arus perubahan tersebut.
Secara umum Himam (2002) menjelaskan fenomena penyesuaian diri karyawan dalam proses perubahan organisasi adalah: 1) Sense Making, perubahan terjadi dalam lingkungan manapun akan menimbulkan reaksi yang beragam dari setiap individu. Hal yang bisa muncul dalam kondisi ini adalah kekacauan dan ketidakpastian dalam diri individu. Untuk menimbulkan kepastian dan kemampuan adaptasi bagi individu maka perlu melakukan perencanaan dan kesiapan yang matang dalam hal kerangka kerja dan konsep dalam tugas nantinya. Untuk mewujudkan perubahan konsep dan pemikiran terhadap pekerjaan perlu adanya refleksi yang baik akan kinerja selama ini dan kesalahan-kesalahan yang sering muncul dalam proses kerja tersebut. 2) Proses menemukan diri, mengadaptasi diri dalam perubahan diri dalam organisasi memerlukan penemuan dan penambahan kekuatan dalam diri individu. Menemukan diri dan menambah penguatan diri akan membantu individu dalam berdedikasi terhadap pembelajaran yang terus-menerus, komitmen terhadap kesuksesan dan akhir manajemennya. 3) Taktik menyembunyikan diri, hal ini sejalan dengan teori “persona” atau sebuah topeng psikologis untuk menyembunyikan kondisi diri yang sebenarnya. Menyembunyikan diri dapat disebabkan karena faktor permusuhan terhadap perubahaan atau kebingungan dan ketidakpastian dalam perubahan yang ada. Dalam taktik ini individu akan banyak memunculkan bentuk mekanisme proyeksi seperti rasionalisasi, atau sekalian menghindar dari perubahan tersebut atau hingga resistensi terhadap perubahan. 4) Enterpreneurship, perubahan yang terjadi dalam organisasi sangat berkaitan dengan income. Hal tersebut bisa saja menimbulkan dampak penambahan penghasilan atau malah mengurangi penghasilan. Penyesuaian diri yang seharusnya dimiliki karyawan adalah mengembangkan jiwa enterpreneurship. Prinsip tersebut akan membantu individu untuk survive dalam organisasi tersebut. 5) Mengembangkan relasi, hal yang tersulit dalam mengadaptasi diri terhadap perubahan adalah bertahan sendiri dalam situasi yang kacau, oleh sebab itu seharusnya karyawan mengambil langkah untuk mengembangkan relasi dalam organisasi, karena lingkungan sekeliling akan mampu membantu untuk bertahan dalam ketidakpastian yang disebabkan oleh perubahan.
Proses perubahan yang menyebabkan sense making hingga
mengembangkan relasi yang terpaparkan diatas tersebut menentukan keberhasilan proses adaptasi individu dalam organisasi. Proses perubahan yang terjadi dalam organisasi tersebut menyebabkan individu mengembangkan jenis sikap personal
(personal attitude), sebagai bentuk ekspresi perasaan dan emosi guna mencari bentuk bagaimana mereka harus menyesuaikan diri terhadap situasi yang tidak familiar bagi para pegawai tersebut. Sikap yang positif akan membawa kondisi pegawai yang “problem solver”, objektif, dan mampu terus belajar serta optimis akan masa depan dan dampak kinerja bagi kehidupan diri mereka.
Perubahan yang terjadi yang disikapi negatif atau positif pada akhirnya akan membawa dampak baru pada diri karyawan. Diri (self) akan dievaluasi dan diberikan label tersendiri. Bahkan bisa saja menjadi keberpura-puraan dalam menghadapi realitas kerja yang baru, dan memunculkan kekacauan identitas diri
8 PERUBAHAN
ORGANISASI
Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Camat
RESPON INDIVIDU TERHADAP PERUBAHAN (pra-penelitian) - Kaget
- Beban Kerja Meningkat - Menjadi Tantangan - Tuntutan "harus" bisa - Spirit melayani masyarakat
Research Phenomenon
- Dinamika penyesuaian diri - Makna penyesuaian diri - Pola atau bentuk penyesuaian diri
- Coping strategy terhadap situasi perubahan
rasa takut, perasaan tidak aman hingga frustasi akan kondisi baru dalam kehidupan kerja baru tersebut (Himam, 2005).
Gejala penelitian yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah Penyesuaian Diri Pegawai dalam Perubahan Organisasi terkait Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota kepada Camat di Wilayah Pemerintahan Kota Yogyakarta. Program kebijakan pemerintah Kota Yogyakarta guna pencapaian visi dan misi kerja terkait pelayanan kepada masyarakat yang responsibel, transparan, efektif dan efisien memberikan situasi yang baru dan memaksa para pegawai untuk mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap situasi perubahan. Salah satu kebijakan tersebut adalah memberikan pelimpahan sebagian kewenangan kepada camat dalam hal pelayanan kepada masyarakat di wilayah kerja kecamatan.
Penyesuaian diri merupakan keberhasilan individu dalam melakukan interaksi atau hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar yang dicerminkan dalam bentuk perilaku sebagai suatu respon terhadap tuntutan yang berasal dari lingkungan sosial termasuk lingkungan pekerjaan. Individu yang mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang baik memiliki karakteristik khusus, yaitu tidak adanya emosi yang berlebihan, tidak adanya mekanisme pertahanan diri, tidak adanya frustasi personal, memiliki pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri, perasaan subjektif yang menyenangkan, pencapaian personal dan sosial, memiliki kemampan untuk bekerja, memiliki kemampuan untuk belajar, tidak diperlukannya institusionalisasi, memanfaatkan pengalaman yang lalu, memiliki sikap realistik dan objektif.
Perubahan organisasi yang terjadi di wilayah pemerintahan kota Yogyakarta berkaitan dengan pelimpahan sebagian kewenangan walikota kepada camat memunculkan respon awal dari para pegawai di wilayah kecamatan. Respon tersebut antara lain: pegawai merasa kaget, beban kerja meningkat, menjadi tantangan, tuntutan “harus” bisa, dan dijadikan sebagai spirit untuk dapat melayani masyarakat. Kondisi tersebut dirasakan individu untuk harus bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan, mengingat pegawai adalah individu yang bekerja untuk negara dan heirarki kepemimpinan terpusat di pemerintahan negara. Kondisi yang tidak menentu yang dirasakan pegawai akibat perubahan ini akan cenderung berfokus pada pemecahan dan penyelesaian suatu permasalahan yang saat itu sedang dihadapi, dan akan memunculkan konsep kesesuaian antara individu dengan lingkungan pekerjaannya. Sehingga dalam penelitian ini akan dideskripsikan lebih lanjut, bagaimana dinamika penyesuaian diri pegawai dalam menghadapi perubahan organisasi terkait pelimpahan sebagian kewenangan walikota yang terjadi di wilayah kerja kecamatannya. Adapun sub pertanyaan penelitian yang akan diungkap adalah: Apa strategi coping yang dikembangkan pegawai dalam menghadapi situasi perubahan?, bagaimana pola atau bentuk penyesuaian diri pegawai tersebut?, dan apa makna penyesuaian diri pegawai dalam perubahan organisasi?
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini dikarenakan dengan menggunakan penelitian kualitatif dapat mengungkap dan memahami central phenomenon, seperti suatu proses atau kejadian, suatu fenomena, atau suatu konsep yang terlalu kompleks untuk diuraikan oleh variabel-variabel yang menyertainya. Selain itu dengan menggunakan metode kualitatif memungkinkan untuk mengetahui proses terjadinya penyesuaian diri dalam proses perubahan organisasi tanpa tercampuri oleh prasangka-prasangka atau opini yang ada sebelumnya sehingga fokus pada subjek dapat mengarah pada apa yang dirasakan, dipikirkan, dan diperbuat subjek dalam kaitannya dengan proses perubahan yang terjadi dalam organisasi tersebut, dan natural setting dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif (Creswell, 2003) sehingga individu tidak dipisahkan dari konteks lingkungannya serta tidak membatasi atau menentukan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri pegawai dalam perubahan organisasi. Hal ini tentunya berbeda dengan penelitian kuantitatif yang membatasi variabel penelitian sehingga penelitiannya terbatas pada usaha mencari hubungan antar variabel dan mencari penyebab variabel atau penjelasan munculnya suatu gejala (Cresswell, 2003).
10
penelitian ini setidaknya membutuhkan 10 orang partisipan untuk di interview (Cresswell, 2003), atau bisa saja menggunakan sistem saturated, yaitu mencari individu yang dapat memberikan kontribusi dalam penelitian hingga individu ke-n sehingga informasi yang bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan secara jelas, dan variasi jawaban sudah tidak diketemukan lagi atau sudah tidak ada keterangan-keterangan baru yang dihasilkan responden guna memberikan kontribusi bagi penelitian (Creswell, 2003).
INFORMAN PENELITIAN
Informan dalam penelitian ini adalah para pegawai kecamatan yang tersebar di 14 wilayah kecamatan di Wilayah Pemerintahan Kota Yogyakarta. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling, yaitu pemilihan berdasar karakteristik yang ditentukan oleh peneliti. Adapun kriteria utama yang harus dipenuhi dalam penelitian ini adalah, informan telah mengalami fenomena perubahan dalam organisasi terkait pelimpahan kewenangan yang diberikan oleh Walikota Yogyakarta sesuai ketetapan yang berlaku dalam Peraturan Walikota.
Individu (responden) yang dimaksudkan adalah: 1) Individu yang berada didalam organisasi, dan sudah memiliki jabatan atau posisi yang berada dibawah satu kendali kepemimpinan dalam organisasi Pemerintahan Kota Yogyakarta. 2) Pegawai yang menjadi objek perubahan organisasi atau mereka yang mengalami penyesuaian diri akibat perubahan yang terjadi dalam organisasi. 3) Tertarik memahami fenomena perubahan yang terjadi di dalam organisasi. 4) Bersedia untuk berpartisipasi dalam proses wawancara dan memberikan kemudahan dalam proses pendokumentasian hingga penelitian berakhir.
Dengan menggunakan teknik saturated, maka dari sekian banyak individu yang dapat memberikan kontribusi penelitian berhenti di 4 informan saja. Hal ini dikarenakan variasi jawaban sudah tidak ditemukan lagi atau tidak ada keterangan-keterangan baru yang dihasilkan guna memberikan kontribusi bagi penelitian (Creswell, 1998).
ANALISIS DAN VERIFIKASI DATA
Ada beberapa proses inti dalam metode fenomenologi, antara lain
epoche, reduction, imaginative variation, dan synthesis of meanings and essences
(Moustakas, 1994). Proses tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Epoche, adalah proses menghilangkan prasangka, mengurangi bias dan opini terhadap sesuatu. Untuk mencapai hal tersebut maka peneliti akan menitikberatkan pada cara dalam melihat dan memperhatikan sesuatu, meningkatkan kepekaan, serta peneliti menyingkirkan prasangka pada fenomena yang dilihat, dipikirkan,
dibayangkan, atau dirasakan. 2) Phenomenological Reduction, peneliti
menggambarkan fenomena dalam bahasa yang berpola mengenai apa yang telah dilihat oleh seseorang, tidak hanya objek eksternal tetapi juga tindakan internal dari kesadaran, pengalaman itu sendiri, seperti ritme dan hubungan antara fenomena yang diteliti dan diri sendiri (sebagai self). Kualitas dari pengalaman menjadi fokus keterlibatan atau penyempurnaan sifat alamiah dan arti dari
Reduction meliputi: a) Bracketing. Dalam hal ini fokus dari penelitian ditempatkan di dalam bracket, hal-hal yang lain dikesampingkan sehingga seluruh proses penelitian berasal dari topik dan pertanyaan; b) Horizonalizing. Setiap pertanyaan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang sifatnya repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa adalah horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk/penyusun dari phenomenon
yang tidak mengalami penyimpangan), mengelompokkan horizons ke dalam
tema-tema, mengatur horizons dan tema-tema ke dalam deskripsi tekstural yang berhubungan dengan phenomenon dan kemudian mengatur horizon dan tema ke dalam deskripsi tekstural yang berhubungan dengan fenomena yang dikaji; 3)
Imaginative Variation, adalah untuk mencari makna-makna yang memungkinkan melalui penggunaan imajinasi, pembedaan berbagai macam bingkai referensi, pengelompokan dan pembalikan, dan pendekatan fenomena yang diteliti dari perspektif yang divergen, posisi, peran-peran, atau fungsi yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mencapai deskripsi struktural dari pengalaman, faktor-faktor yang mendasar dan mempengaruhi apa yang telah dialami. Dengan kata lain bagaimana pengalaman dari fenomena yang diteliti menjadi yang seperti
sekarang ini. Langkah-langkah Imaginative Variation meliputi: Membuat
sistematika dari berbagai kemungkinan semua makna yang tersusun yang mungkin menjadi dasar dari makna secara tekstural; Mengenali tema-tema atau
konteks sebagai dasar penyebab munculnya phenomenon; Mempertimbangkan
struktur secara keseluruhan yang dapat menyebabkan terjadinya pengambilan kesimpulan yang terlalu cepat pada perasaan dan pikiran yang berkaitan dengan
phenomenon, seperti struktur waktu, ruang, perhatian yang hanya tertuju pada hal-hal yang utama, materiality, causality, hubungan dengan diri sendiri, atau hubungan dengan orang lain; Mencari ilustrasi sebagai contoh yang dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai struktur dari tema-tema yang tidak berubah dan memfasilitasi pengembangan deskripsi phenomenon yang struktural. 4) Synthesis of meaning and essences, dilakukan dengan mengintegrasikan dasar dari deskripsi tekstural dan struktural menjadi satu pernyataan sebagai essensi pengalaman dari fenomena yang dialami secara keseluruhan. Dalam hal ini, essensi dari sesuatu adalah hal yang bersifat umum dan universal, yaitu suatu kondisi atau kualitas di mana sesuatu tidak akan menjadi sesuatu itu sendiri.
Metode analisis dan interpretasi data yang paling sering digunakan adalah modifikasi metode Stevick-Colaizzi-Keen dari Moustakas (1994). Prosedur tersebut meliputi: 1) Memulai dengan diskripsi tentang pengalaman peneliti
terhadap phenomenon. 2) Peneliti kemudian mencari pernyataan (dalam
12
merefleksikan berdasarkan deskripsinya sendiri dan menggunakan imaginative variation atau deskripsi struktural, mencari semua makna yang memungkinkan dan perspektif yang divergen, memperkaya kerangka pemahaman dari
phenomenon, dan membuat deskripsi dari bagaimana phenomenon tersebut dialami. 5) Peneliti membuat deskripsi keseluruhan dari makna dan esensi dari pengalaman. 6) Dari deskripsi tekstural-struktural individu, berdasarkan pengalaman tiap partisipan, peneliti membuat composite textural-structured description dari makna-makna dan esensi pengalaman, mengintegrasikan semua deskripsi tekstural-struktural individual menjadi deskripsi yang universal dari pengalaman, yang mewakili kelompok (responden) secara keseluruhan (Moustakas, 1994).
Langkah awal yang harus dilakukan untuk verifikasi data adalah
intersubjective validity, yaitu menguji kembali pemahaman peneliti dengan pemahaman responden melalui interaksi sosial yang timbal balik (back-and forth)
dengan membagikan salinan deskripsi secara tekstural-struktural dari pengalaman responden (Humphrey, dalam Moustakas, 1994). Kemudian tiap responden diminta untuk secara hati-hati memeriksa deskripsi tersebut, dan mereka dapat memberikan tambahan masukan dan pembetulan. Terakhir, peneliti merevisi kembali pernyataan sintesisnya (Creswell, 2003).
Selain itu sebagai alternatif verifikasi, peneliti bisa menempuh teknik
external audit yaitu meminta penilaian kepada mereka yang tidak masuk dalam kelompok sebjek penelitian, mereka itu bisa saja berasal dari pihak yang mengetahui proses perubahan dalam organisasi, misalnya: Kepala Bagian Tata Pemerintahan, Biro Kepegawaian atau staf ahli Walikota bidang pemerintahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan proses intersubjective validity terhadap responden dapat disimpulkan bahwa responden memberikan penekanan pelimpahan kewenangan yang diberikan walikota kepada camat memunculkan respon yang negatif yang berdampak pada bertambahnya beban kerja dan merasa pemberian pelimpahan ini merupakan hal yang sedikit dipaksakan pelaksanaannya. Respon yang diberikan berkaitan dengan pola, ritme dan tugas baru (job discription) yang sebelumnya belum pernah dilakukan, seperti contoh seorang sekcam setelah menerima pelimpahan kewenangan ini harus mengerjakan hal-hal yang bersifat administratif, teknis perencanaan program. Ada juga yang secara sadar merasa kesulitan dalam me-manage para pegawai yang memiliki karakter pribadi yang berbeda-beda, dan mengakui kesulitan mengikuti perkembangan teknologi. Tetapi ada juga yang merasa pemberian pelimpahan ini memang sebuah kebijakan yang tidak dapat ditolak dan memang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya penuh tanggung jawab walaupun dirasakan ada kesulitan dan hambatan yang dialami.
ada di wilayah kecamatan. Atas dasar itu maka pelimpahan kewenangan ini merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh pegawai kecamatan sebagai salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh walikota dengan peraturan walikota yang baru yaitu perwal no.41 tahun 2014 tentang Pelimpahan Kewenangan Walikota Kepada Camat Untuk Melaksanakan Sebagian Urusan Pemerintah Daerah.
Kebijakan pemerintah kota dengan memberikan sebagian pelimpahan walikota kepada camat dengan peraturan walikota No. 41 Tahun 2014 merupakan evaluasi diri yang dilakukan oleh organisasi pemerintahan di tataran kota (pemkot). Kondisi tersebut berdampak langsung kepada SDM sebagai bagian dari anggota organisasi (pegawai) yang dituntut harus bisa mentransformasikan diri dalam arus perubahan. Kondisi perubahan tersebut direspon dengan berbagai macam karakter dan berdampak secara psikis dan fisik terhadap perilaku kerja pegawai yang langsung berada dibawah kendali walikota yaitu wilayah kecamatan. Berbagai kondisi yang dirasakan oleh beberapa pegawai kecamatan sangat terkait dengan bertambahnya beban kerja, pola dan ritme kerja baru, dan tugas pekerjaan yang baru.
Bertambahnya beban kerja yang dialami pegawai merupakan implikasi dari transformasi kondisi lama ke kondisi yang baru. Beban kerja yang bertambah ini pada akhirnya diikuti dengan munculnya pola dan ritme kerja baru serta tugas kerja yang baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh pegawai. Kondisi tersebut memunculkan ketidaksesesuaian kerja pegawai dengan berbagai macam respon (mengeluh, merasa tertinggal, emosi, tegang, pusing, jenuh, dll). Kesesuaian kerja diartikan oleh Dawis & Lofquist (1984) sebagai hubungan yang harmonis antara kesesuaian individu dengan lingkungan pekerjaannya, kesesuaian individu dengan pekerjaannya, dan kesesuaian pekerjaan terhadap individunya. Proses berkelanjutan dan dinamis dimana individu berusaha mencapai dan mempertahankan kesesuaian dengan lingkungan kerjanya inilah yang disebut sebagai penyesuaian kerja.
Terkait dengan pemberian pelimpahan kewenangan walikota kepada camat, hambatan pekerjaan yang dirasakan akibat pemberian pelimpahan ini memunculkan strategi coping yang bermacam-macam yang pada intinya individu berusaha mengelola emosi yang dirasakan agar tidak merusak tatanan kerja yang sudah diberlakukan dari tingkatan pemerintah pusat. Kondisi pegawai di organisasi pemerintah tidak seperti halnya karyawan dalam perusahaan, ketika muncul resistensi terhadap kebijakan organisasi konsekuensi yang ditimbulkan tidak begitu besar (misal: sampai pegawai keluar dari organisasi dan pindah ke organisasi lainnya, melepas tanggung jawab pekerjaan dan digantikan orang lain), sehingga perilaku coping yang dimunculkan masih sebatas strategi yang bisa dilakukan terhadap kelompok kerja yang ada di lingkungannya (misal: banyak belajar dan bertanya, bersosialisasi) karena pada dasarnya organisasi pemerintah berorientasi kepada pelayanan masyarakat, serta mewujudkan penyelenggaraan negara yang semuanya diatur dan diikat dalam peraturan perundang-undangan (termasuk undang-undang sistem kepegawaian).
14
harapan atau tujuan yang akan dicapai (goal congruent) maka akan menimbulkan pengalaman emosi positif seperti senang dan bahagia, tetapi ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan atau tujuan yang ingin dicapai (goal uncongruent) maka yang timbul adalah pengalaman emosi negatif, seperti marah, cemas,
maladjustment, menutup diri, dll. Dalam kondisi seperti ini seseorang melakukan
coping sebagai upaya untuk mengelola dan memaknai pengalaman emosi yang dialami. Coping meliputi dua bentuk, yaitu: (1) problem-focus coping, merupakan cara mengelola emosi secara aktif, misalnya melawan jika terancam, dan (2)
emotion-focus coping merupakan cara mengelola emosi dengan memahami kembali situasi yang terjadi, misalnya menghindari ancaman.
Dinamika perubahan yang memunculkan karakteristik pada diri pegawai secara langsung maupun tidak langsung membentuk perilaku baru untuk bisa menyesuaikan diri terhadap kondisi kerja yang baru pula. Proses penyesuaian diri tersebut melibatkan beberapa aspek seperti yang diungkapkan oleh Schneiders (1964), yaitu: 1) Adaptation, artinya penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan seseorang dalam beradaptasi. Penyesuaian diri yang baik berarti memiliki hubungan yang memuaskan dengan lingkungan fisiknya; 2) Comformity, artinya seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang baik bila memenuhi kriteria sosial dan hati nuraninya; 3) Mastery, artinya individu mempunyai penyesuaian diri yang baik jika mempunyai kemampuan membuat rencana dan mengorganisasikan suatu respons diri sehingga dapat menyusun dan menanggapi masalah dengan efisien; 4) Individual variation, artinya ada perbedaan individual pada perilaku dan responnya dalam menanggapi suatu masalah. Aspek-aspek yang membentuk pegawai kecamatan dapat menyesuaikan diri terhadap situasi pemberian sebagian pelimpahan dari walikota, adalah:
Aspek Bentuk penyesuaian diri pegawai
1. Adaptation Bekerja sesuai aturan
2. Conformity a. Memunculkan sisi religius
b. Bekerja sesuai aturan 3. Mastery
a. Terlibat aktif dalam perencanaan b. Belajar aktif
c. Mengembangkan karakter pembelajar
4. Individual variation
Merupakan variasi individu dalam menyesuaikan diri terhadap situasi perubahan:
a. Bekerja sesuai aturan b. Memunculkan sisi religius c. Terlibat aktif dalam perencanaan d. Belajar aktif
e. Mengembangkan karakter pembelajar
dirinya terhadap informasi baru dan individu menunjukkan kesadaran akan adanya kebutuhan untuk mengubah konsep yang dimilikinya.
Smither, dkk., (2005) menjelaskan bahwa pegawai yang mampu memiliki karakter pembelajar akan lebih mampu bertahan dalam proses perubahan organisasi, hal ini dimungkinkan karena pegawai yang memiliki kemampuan belajar yang terus menerus akan mampu lebih cepat menyesuaikan dengan karakter yang muncul di lingkungan kerjanya dalam situasi perubahan organisasi.
Munculnya sisi religius dalam proses penyesuaian diri dikatakan oleh Robbins (2008) sebagai bentuk stabilitas emosi. Dimensi ini menilai kemampuan pegawai untuk menahan stres atau gangguan psikologis lainnya. Individu dengan stabilitas emosi yang positif cenderung tenang, percaya diri, sabar, dan memiliki pendirian yang teguh. Sebaliknya, individu dengan stabilitas emosi yang negatif cenderung mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki pendirian yang teguh. Ditambahkan oleh Allen & Mayer (1997), pada hakikatnya bekerja dapat dipandang dari berbagai perspektif seperti bekerja merupakan bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya, bentuk nyata dari nilai-nilai, dan sebagai keyakinan yang dianutnya. Semua pandangan itu dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu.
[image:15.612.118.540.442.689.2]Perubahan organisasi selalu membawa dampak pada diri individu terutama dampak psikologis. Perubahan yang terjadi dalam organisasi juga dapat memunculkan karakteristik lingkungan yang baru dalam organisasi baik relasi kerja maupun tugas dan tanggung jawab dari pegawai. Menyikapi secara positif dan optimis dapat mampu membantu pegawai untuk bertahan dan mengembangkan diri dalam kondisi organisasi yang tidak dapat diprediksi.
Tabel dan gambar berikut akan menjelaskan hasil penelitian ini:
Konteks perubahan yang dialami
pegawai
Pengalaman respon dan reaksi pegawai
saat diberi pelimpahan kewenangan Coping strategy terhadap situasi perubahan
Bentuk penyesuaian diri pegawai terhadap situasi perubahan
Makna penyesuaian diri
pegawai terhadap situasi
perubahan Positif Negatif Sense Making Personal
Attitude
a. Beban kerja bertambah b. Tugas baru c. Pola dan
ritme kerja baru
a. Mengalah dan sabar b. Termotivasi
, menjadi tantangan, dan tanggung jawab
a. Mengeluh b. Merasa
tertinggal c. Emosi kurang
terkontrol d. Gagap teknologi e. Motivasi
menurun karena jenuh f. Sulit
menyesuaikan diri dengan arus perubahan g. Ketidaksesuaian
tugas dengan kualifikasi pendidikan h. Mudah capek,
pusing dan tidak fokus i. Hambatan relasi
interpersonal
a. Banyak belajar b. Banyak
bertanya c. Komunikasi
aktif dengan atasan, rekan kerja dan teman sejawat d. Optimalisasi
peran SDM dan masyarakat e. Merubah
sudut pandang
a. Terlibat aktif dalam perencanaan b. Belajar aktif
a. Bekerja sesuai aturan b. Pembelajar c. Memuncul kan sisi religius a. Sebagai tantangan pekerjaan b. Penyesuaian terhadap perubahan c. Tidak dalam
16 PERUBAHAN ORGANISASI PEMBERIAN PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN WALIKOTA KEPADA CAMAT KONTEKS PERUBAHAN YANG DIALAMI PEGAWAI
a. Beban kerja bertambah b. Tugas baru
c. Pola dan ritme kerja baru
REAKSI PEGAWAI KETIKA DIBERI PELIMPAHAN
Positif Negatif
a. Mengalah dan sabar b. Termotivasi,
menjadi tantangan, dan tanggung jawab.
a. Mengeluh b. Merasa tertinggal c. Emosi kurang terkontrol d. Gagap teknologi
e. Motivasi menurun karena jenuh
f. Sulit menyesuaikan diri dengan arus perubahan g. Ketidaksesuaian tugas dengan
kualifikasi pendidikan h. Mudah capek, pusing dan
tidak fokus
i. Hambatan relasi interpersonal
BENTUK PENYESUAIAN DIRI PEGAWAI
PERSONAL ATTITUDE
a.Bekerja sesuai aturan b.Mengembangkan karakter
pembelajar
c.Memunculkan sisi religius COPING STRATEGY
TERHADAP SITUASI PERUBAHAN
a. Banyak belajar b. Banyak bertanya c. Komunikasi aktif d. Optimalisasi peran
SDM & masyarakat e. Merubah sudut
pandang.
MAKNA PENYESUAIAN DIRI
PEGAWAI
a.Sebagai tantangan pekerjaan
b.Penyesuaian terhadap perubahan
c.Tidak dalam spirit mengikuti perubahan (bekerja semampunya)
Hasil penelitian penyesuaian diri pegawai dalam menghadapi perubahan organisasi SENSE MAKING
a.Terlibat aktif dalam perencanaan b.Belajar aktif
KESIMPULAN DAN SARAN
Perubahan organisasi dalam bentuk pemberian sebagian kewenangan
walikota kepada camat yang diberlakukan di wilayah Kota Yogyakarta ini merupakan
perubahan organisasi yang bersifat inovasi
(innovative change)
sesuai dengan yang
dikembangkan oleh Kreitner & Kinicki (2003), yaitu bentuk perubahan yang
memiliki kompleksitas, biaya, dan ketidakpastian dalam tingkatan menengah, yang
meliputi reimplementasi suatu perubahan pada unit organisasi, rencana kerja yang
fleksibel, dan modifikasi prosedur kerja. Sehingga perubahan ini dapat menimbulkan
dampak bagi karyawan.
Selain itu perubahan organisasi dalam bentuk pelimpahan kewenangan ini
juga sesuai dengan yang dikembangkan oleh Palmer, Dunford, dan Akin (2009,
disitasi Wibowo, 2012) yaitu penyesuaian dalam sistem, proses, atau struktur, tetapi
tidak menyangkut perubahan secara fundamental dalam strategi,
value
, atau identitas
korporat dan pemeliharaan pengembangan organisasi yang didesain berkelanjutan
dan tertata.
Tuntutan yang muncul dari perubahan organisasi maupun dari diri
individu sendiri menimbulkan implikasi pada proses penyesuaian diri yang mengarah
kepada munculnya stabilitas emosi dari pegawai dan memunculkan karakter dari
setiap pegawai. Bentuk penyesuaian diri pegawai pun akan berbeda, hal ini
tergantung pada tuntutan kerja dan lingkungan kerja yang akan selalu dimaknai
sebagai cara atau bagaimana dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan kerja.
Dalam situasi perubahan, tuntutan organisasional, pola kerja yang tidak
familiar dan proses adaptasi dapat memunculkan tekanan, kewajiban, bahkan
ketidakpastian di tempat kerja. Potensi-potensi negatif tersebut merupakan sumber
stres yang terjadi akibat dari faktor-faktor organisasional, seperti tuntutan tugas,
tuntutan peran, dan tuntutan antarpersonal (Robbins, 2008). Pada dasarnya proses
menyesuaikan diri merupakan proses dinamika yang bertujuan untuk merubah
perilaku (individu) agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara individu dengan
lingkungannya. Sehingga ketika individu mengalami hambatan-hambatan di dalam
proses organisasional yang sedang terjadi, maka individu akan berusaha dengan
segenap
kemampuannya
untuk
menciptakan
hubungan-hubungan
yang
menyenangkan dengan lingkungan kerja atau organisasinya.
Perubahan di dalam organisasi dapat disertai dengan berubahnya perilaku
individu untuk dapat mengikuti arus perubahan, tetapi hal tersebut belum tentu diikuti
dengan spirit dalam mengikuti arus perubahan. Pelimpahan kewenangan yang
dirasakan sebagai tambahan beban kerja dapat menjadikan pegawai melaksanakan
program kerja dengan semampunya saja dan berusaha untuk mengembangkan
comfort zone
(zona nyaman) pada dirinya untuk mengurangi tekanan yang dirasakan.
Hal ini dapat dipahami bahwa individu tersebut tidak mampu mengikuti arus
perubahan dan hanya bekerja semampunya (kurang memiliki spirit kerja).
18
oleh pemerintah pusat. Karakter pembelajar dan aktif bertanya akan mampu
mengarahkan atau membantu individu untuk melakukan berbagai penyesuaian dalam
kondisi yang sering berubah (tidak menentu) dalam organisasi.
Makna dari kegagalan menyesuaikan diri pegawai dalam menghadapi
perubahan organisasi akan membawa dampak pada kualitas kehidupan kerja mereka
(quality of work life)
. Hal ini dapat dilihat dari implikasi kerja pegawai yang
mengarahkan penyesuaian dirinya pada hal yang positif, seperti mengalah dan sabar,
komunikasi aktif, dan sebagai pembelajar. Sehingga karyawan yang memiliki
fleksibilitas dalam proses perubahan organisasi akan mampu meningkatkan
kemampuan diri serta menyesuaikan diri dalam proses perubahan yang akan terus
berlangsung.
Beberapa saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya atau
pembuat kebijakan yang dalam hal ini pemerintah adalah:
1.
Dikarenakan keterbatasan waktu, sehingga penyesuaian diri pegawai pada saat
sebelum dan setelah proses pelimpahan tidak dapat dilakukan. Sehingga dapat
disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai
penyesuaian diri pegawai sebelum mengalami pemberian pelimpahan yang
baru, dan setelah diberikan pelimpahan yang baru bagi pegawai sebagai acuan
bagi pemberi kebijakan mengingat pelimpahan kewenangan ini akan selalu
dievaluasi kinerjanya setiap tahun.
2.
Proses verifikasi data yang kurang maksimal dalam hal
intersubjective validity
,
external audit
dan triangulasi data penelitian terhadap pihak terkait, dapat
dijadikan catatan bagi peneliti selanjutnya agar mampu semaksimal mungkin
mencari waktu dengan para responden untuk mendiskusikan lebih lanjut hasil
penelitiannya sehingga prinsip
back and forth
dapat diwujudkan guna
klarifikasi data yang lebih mendalam dan lebih akurat.
3.
Bagi organisasi pemerintah kota, diharapkan melalui pejabat berwenang dapat
menciptakan suasana dan wadah untuk memberikan kesempatan bagi pegawai
melakukan komunikasi yang lebih interaktif, dan memiliki komitmen untuk
pengembangan sumber daya manusia (misal pelatihan/training pegawai,
analisis jabatan, dan sistem
recruitment
yang mampu mengimplementasikan
program kerja di wilayah kecamatan), mampu memberikan inspirasi dan
meningkatkan derajat nilai setiap pegawai (komunikasi interaktif, saling
berbagi, memperbaiki, menumbuhkan secara bersama-sama sebagai suatu
organisasi maupun individu).
4.
Bagi organisasi pembuat kebijakan dalam hal ini walikota pemerintah kota
Yogyakarta sebelum melakukan perubahan organisasi alangkah baiknya jika
dapat melakukan pengujian atau pengukuran kompetensi pegawai dalam
menyesuaikan perubahan yang akan berlangsung, sehingga pegawai yang
diprediksi kurang mampu menyesuaikan diri dalam proses perubahan dapat
diberikan
treatment
yang tepat pada mereka. Hal ini dapat dilakukan oleh pihak
5.
Bagi pegawai, berada dalam sebuah lingkungan organisasi dan menginginkan
untuk bertahan dan berkembang dalam organisasi harus memiliki karakter yang
konstruktif, sehingga ketika terjadi perubahan dalam organisasi, pegawai akan
mampu menyesuaikan diri dengan cepat. Sikap positif terhadap perubahan juga
harus ditanamkan dalam karakter pegawai, karena perubahan dalam organisasi
adalah sesuatu yang normal dan harus dihadapi serta disikapi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J. W. (2003). Research Design:
Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches
. London: Sage Publications.
Cummings & Worley. (2005).
Organizational Development
(8
thed). South Western
Edition: Thompson.
Dawis, R. V & Lofquist, L. H., (1984).
A Psychological Theory Of Work Adjutment
.
Department of Psychology. University of Minnesota.P. 59.
Himam, F. (2002).
Inventing The Future: A Meta-Etnographic Analysis Towards
Understanding The Process of Individual and Organizational Adaptive
Strategies to Change.
(Unpublish Doctoral Dissertation), University of
Nebraska-Lincoln, Nebraska, USA.
Himam, F. (2005). Absorbsing the Wave of Change: A Grounded Case Study in
Explaining Change Behavior in Organization.
Jurnal Psikologi.
32, 1.
13-23.
Kreitner, R & Kinicki, A. (2003).
Organizational Behavior
. New York: Mc.GrawHill
Companies. Inc.
Lazarus, R.S., and Folkman, S. (1984).
Stress, Appraisal and Coping.
Springer
Publishing Company, New York, NY.
McIntire.
(1996).
Organizational
Development:
Strategies for
Changing
Environments.
New York: Harper Collins College Publisher.
Moustakas, C. (1994).
Phenomenological Research Methods
. California: SAGE
Publications, Inc., Thousand Oaks.
Prawirodirjo, A. S. (2007). Analisis Pengaruh Perubahan Organisasi dan Budaya
Organisasi Terhadap Kepuasan dan Kinerja Pegawai Dirjen Pajak.
Tesis
. Tidak dipublikasikan, Universitas Diponegoro. Semarang.
20
Santrock, J. W. (2003).
Life Span Development
. Seventh Edition. New York :
McGraw-Hill Companies.
Schneiders, A. A. (1964)
. Personal Adjustment and Mental Health
. New York: Holt
Rinehart & Winston.
Smither, R.D., Houston, J.M, McIntire, S.A. (1996).
Organization Development:
Strategies for changing environments
. New York: Harper Collins
College Publishers.
Susanto,
A.
B.,
(2000).
Manajemen
Kemandirian
Daerah.
http://www.jakartaconsulting.com, 25 Januari 2014
.
Taggala, M. (2008). Identifikasi Diri Dan Pembentukan Identitas Diri Karyawan
Dalam.
Proses
Restrukturisasi
Organisasi.
(Tesis
Tidak
Dipublikasikan), Universitas Gajahmada, Yogykarta.