THESIS
Oleh :
ABBAS HASAN 081188730032
Diajukan Untuk Sidang Meja Hijau
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA
Share (TPS) Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kreativitas Matematika Siswa Kelas X SMA AL-AZHAR Medan TA. 2012/2013 Pelajaran matematika memerlukan beberapa aspek untuk mendukung proses pembelajaran, diantaranya adalah kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan kreativitas. Untuk itu perlu dicari suatu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan memberikan kesempatan pada siswa lebih aktif. Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika, sehingga pemahaman konsep dan kemampuan kreativitas matematika siswa meningkat.
Penelitian ini merupakan studi tindakan kelas di SMA Al-Azhar Medan, dengan subjek populasi adalah seluruh siswa kelas X-A SMA Al-Azhar Medan, sebagai objek penelitian adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran serta kemampuan siswa dalam pemahaman konsep dan kreativitas siswa melalui penerapan pendekatan kooperatif tipe TPS.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari tes kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas matematika siswa. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa,penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan kreativitas matematika siswa, hasil belajar Matematika (kemampuan pemahaman konsep matematika) siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) meningkat. Hasil evaluasi pada akhir siklus I menunjukkan skor rata-rata kelas mencapai 34,16 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 30%. Pada siklus II rata-rata kelas mencapai 77,16 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 90%. Dengan demikian terjadi peningkatan pada persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 60%. Hasil belajar Matematika (kemampuan kreativitas matematika) siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) meningkat. Hasil evaluasi pada akhir siklus I menunjukkan skor rata-rata kelas mencapai 41,66 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 40%. Pada siklus II rata-rata kelas mencapai 84,16 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 96,66%. Dengan demikian terjadi peningkatan pada persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 56,66%.
Maha Karya dan Sumber Pengetahuan yang selalu memberikan kebijaksanaan,
kekuatan dan kelimpahan berkatNya sehingga thesis ini dapat diselesaikan dengan
baik. Dalam proses penulisannya penulis banyak menghadapi kendala dan
keterbatasan, namun berkat bimbingan arahan dan motivasi Dosen Pembimbing
dan Narasumber, Orang Tua ku, serta rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana
akhirnya penulisan thesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd dan Bapak Prof Dr.Pargaulan
Siagian, M.Pd selaku pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak
memberikan pengarahan, support dan bimbingan dalam penyusunan thesis ini.
Bapak Dr. Hasratudin, M.Pd, Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd, sebagai
narasumber yang telah banyak memberikan masukan atau sumbangan pemikiran
sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan
penulisan thesis ini.
Bapak Prof. Ibnu Hajar, M.Pd, selaku Rektor Universitas Negeri Medan
dan Bapak Prof. Dr. Abdul Muin, M.Pd selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Negeri Medan, yang telah memberikan bantuan administrasi di Universitas Negeri
Medan.
Pada kesempatan ini juga, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Bapak Dr. Edi Syahputra,M.Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd sebagai Seketaris Program
Studi Pendidikan Matematika, dan Bapak Dapot Manullang, S.E. sebagai
staf Prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis
khususnya dalam administrasi perkuliahan selama ini.
2. Bapak dan Ibu dosen di Lingkungan Prodi Pendidikan Matematika, yang
telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi penulis
beliau pimpin, termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah,
serta guru-guru dan staf administrasi di masing-masing sekolah yang telah
banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.
4. Rekan-rekan seperjuangan khususnya mahasiswa PPS Prodi Matematika
Angkatan 3 Eksekuitf.
5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam
kesempatan ini yang telah banyak memberika motivasi maupun kontribusi
dalam penyelesaikan thesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan atau kelemahan dari
thesis ini, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan pemikiran ataupun kritikan
yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaan thesis ini.
Penulis tidak dapat membalas semua yang diberikan bapak/ibu serta saudara/i,
kiranya Tuhan Yang Maha Pengasih mencurahkan berkatnya bagi kita semua.
Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
pendidikan di masa kini dan yang akan mendatang
Medan, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS…....20
BAB III METODE PENELITIAN………...79
3.1 Jenis Penelitian …………......79
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian...80
3.3 Subjek dan Objek Penelitian………...80
3.4 Mekanisme dan Rancangan Penelitian...81
3.5 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data...88
3.6 Analisa Data...101
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...108
4.1HASIL PENELITIAN...108
4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Siklus I………108
4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Siklus II………...124
4.2PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ………140
4.2.1 Faktor Pembelajaran ……….141
4.2.2 Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa………142
4.2.3 Peningkatan Kemampuan Kreativitas Matematika Siswa……….144
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN………...…..147
5.2 IMPLIKASI………...148
5.3 SARAN...149
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Hubungan Kegiatan Pencapaian Konsep dan Pemecahan Masalah
Matematika dengan Komponen Utama Kreativitas..………...38
Tabel 2.2 : Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif……….46
Tabel 2.3 : Aktivitasn Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-share...50
Tabel 3.1 : Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemahaman Konsep………..89
Tabel 3.2 : Penskoran Pemahaman Konsep……….91
Tabel 3.3 : Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kreativitas Matematika………..93
Tabel 3.4 : Penskoran Kemampuan Kreativitas Matematika Siswa………....94
Tabel 4.1 : Hasil Tes Evaluasi Pemahaman Konsep Siklus I………110
Tabel 4.2 : Hasil Tes Evaluasi Pemahaman Konsep Siklus I………111
Tabel 4.3 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I……….115
Tabel 4.4 : Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I………...117
Tabel 4.5: Refleksi Keberhasilan Pembelajaran Pada Siklus I………..123
Tabel 4.6 : Hasil Tes Evaluasi Pemahaman Konsep Siklus II………...127
Tabel 4.7 : Hasil Tes Evaluasi Pemahaman Konsep Siklus II………...128
Tabel 4.8 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II………131
Tabel 4.9 : Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II………..133
Tabel 4.10: Refleksi Keberhasilan Pembelajaran Pada Siklus II………..139
Tabel 4.11 : Rangkuman Hasil Tes Pemahaman Konsep Evaluasi Pada Siklus I dan Siklus II…...143
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I…..……….……...156
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II………..185
Lampiran 2 : Buku Guru………...200
Lampiran 3 : Buku Siswa………....214
Lampiran 4 : Lembar Kegiatan Siswa (LKS)………...221
Lampiran 5 : Lembar Observasi Aktivitas Guru……….234
Lampiran 6 : Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS………...……….244
Lampiran 7 : Data Hasil Penelitian Pemahaman Konsep Siklus I………...247
Lampiran 8 : Data Hasil Penelitian Kreativitas Siklus I………...……...248
Lampiran 9 : Data Hasil Penelitian Pemahaman Konsep Siklus II……….249
Lampiran 10 : Data Hasil Penelitian Kreativitas Siklus II………...……...250
Lampiran 11 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I………..251
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kecakapan hidup
manusia, pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Menurut Suhardiman,
dalam Hasbalah (2001) : ”Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan
oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai
tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental”. Kemudian
oleh Buchori dalam Trianto (2001) : “Pendidikan yang baik adalah pendidikan
yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu propesi atau
jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan
sehari-hari.”
Pemerintah telah berupaya melaksanakan berbagai cara untuk
meningkatkan pendidikan. Salah satunya kurikulum yang berobah secara terus
menerus, sampai pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada
hakikatnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan paradigma
baru dalam pembelajaran yang diharapkan akan membawa perbaikan di dunia
pendidikan. KTSP dalam pendidikan matematika menuntut kegiatan aktif siswa
dalam membangun makna atau pemahaman te suatu konsep, sehingga dalam
proses pembelajaran matematika siswa dijadikan sentral kegiatan atau pelaku
utama, sedangkan guru hanya menciptakan suasana yang dapat mendorong
Matematika dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan menjadi salah
satu pengukur (indikator) keberhasilan siswa dalam menempuh suatu jenjang
pendidikan, serta menjadi materi ujian untuk seleksi penerimaan menjadi tenaga
kerja bidang tertentu. Dengan melihat kondisi ini dapat diartikan matematika tidak
hanya digunakan sebagai acuan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tetapi
juga digunakan dalam mendukung karier seseorang. Dalam semua jenjang
pendidikan, pelajaran matematika memiliki porsi terbanyak dibandingkan dengan
pelajaran-pelajaran yang lain. Tetapi kenyataan yang terjadi selama ini, siswa
malah menganggap matematika sebagai monster yang menakutkan. Matematika
didakwa sebagai biang kesulitan dan hal yang paling dibenci dari proses belajar di
sekolah. Matematika sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan pada
kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti. Hal ini
yang menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dijauhi
siswa. Padahal ketidak senangan terhadap suatu pelajaran berpengaruh terhadap
keberhasilan proses pembelajaran. Karena tidak senang akan membuat siswa
enggan dan malas untuk belajar, Dan secara langsung akan berpengaruh pada
prestasi belajar siswa.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun
aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu
dan teknologi. Untuk itu matematika sekolah perlu difungsikan sebagai wahana
untuk menumbuh-kembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan serta untuk
membentuk kepribadian siswa. Seiring dengan perkembangan IPTEK,
perkembangan pendidikan matematika mengalami pergeseran. Sinaga (2007)
Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua peserta didik agar kelak dalam hidupnya memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak karena abad globalisasi, tiada pekerjaan tanpa matematika.
Kutipan di atas memberi penekanan bahwa pembelajaran matematika menjadi
fokus perhatian para pendidik dalam memampukan siswa mengaplikasikan
berbagai konsep dan prinsip matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah pada Kurikulum 2004 atau KTSP 2006 adalah :
1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Mengembangkan kemampuan dalam menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, untuk menjelaskan gagasan.
Hal yang sama juga dikemukakan Soejadi (2004) pendidikan matematika
seharusnya memperhatikan dua tujuan: (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu
penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik dan (2) tujuan yang bersifat
material, yaitu penerapan matematika serta ketrampilan matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika akan menuju arah yang benar
dan berhasil apabila mengetahui karakteristik yang dimiliki matematika.
Matematika memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi
yang ingin dicapai, maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang
matematika menekankan pemahaman konsep dan kreativitas dalam
menyelesaikan soal matematika.
Tetapi pada kenyataannya, masih banyak guru yang masih menganut
paradigma lama yang dikenal dengan istilah transfer of knowledge dalam
pembelajaran matematika masa kini. Paradigma ini beranggapan bahwa siswa
merupakan objek atau sasaran belajar, sehingga guru lebih banyak memaksa siswa
dengan rumus-rumus atau prosedur-prosedur matematika dan tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menggunakan penalaran atau pemahamannya
dan meningkatkan kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.
Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dinyatakan oleh
(Hudoyo, 2001) bahwa “Tujuan pembelajaran matematika saat ini adalah agar
siswa mampu memecahkan masalah (problem solving) yang dihadapi dengan
berdasarkan pada penalaran dan kajian ilmiah”.
Banyak opini yang mengatakan bahwa ” Mutu pendidikan indonesia
terutama dalam mata pelajaran matematika masih rendah”. Adapun data-data yang
mendukung opini tersebut diantaranya yaitu: (1) Data UNESCO menunjukkan,
peringkat matematika Indonesia berada dideraetan 34 dari 38 negara. Sejauh ini,
Indonesia masih belum mampu lepas dari deretan penghuni papan bawah. (2)
Hasil penelitian tim programe Student Assesment (PSA) menunjukkan, Indonesia
menduduki peringkat ke 9 dari 41 negara pada kategori literature matematika.
Sementara itu menurut penelitian Trends in International Matematics and Scine
Study (TIMSS) yang sudah agak lawas yaitu tahun 1999, matematika Indonesia
berada pada tingkat ke 34 dari 38 negara (data UNESCO). Disamping
Desember 2006, dikatakan bahwa jam pelajaran matematika di Indonesia jauh
lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun siswa kelas
8 di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran Matematika, Sementara di
Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112 jam. Tapi kenyataannya,
prestasi Indonesia berada jauh dibawah kedua negara tersebut. Prestasi
matematika siswa Indonesia hanyamenembus skor rata-rata 411, Sementara itu
Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605 (400 = rendah, 475 = menengah, 550
= Tinggi, dan 625 = tinkat Lanjut) Artinya ”Waktu yang dihabiskan siswa
Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih”.
Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar
matematika. Salah satunya siswa lebih banyak mengerjakan soal yang
diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematika yang diset dalam konteks
yang jauh dari realita kehidupan sehari-hari. Akibatnya kreatif siswa tidak
berkembang dan menganggap matematika sebagai pelajaran yang tidak
menyenangkan. Fenomena tersebut diungkapkan juga oleh Ruseffendi (dalam
Ansari, 2009) bahwa bagian terbesar dari matematika yang dipelajari siswa di
sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematik, tetapi melalui
pemberitahuan. Keadaan di lapangan juga menunjukkan yang demikian, bahwa
pembelajaran dengan menggunakan paradigma lama itu membuat siswa pasif,
sehingga menyebabkan merosotnya pemahaman matematika siswa. Padahal
pelajaran matematika memiliki sifat yang abstrak, pemahaman konsep yang baik
sangat diperlukan karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasyarat
konsep apabila siswa tersebut telah dapat mengkomunikasikan konsep tersebut
kepada orang lain.
Minimnya upaya guru bidang studi untuk mengembangkan kreativitas
siswa, berpengaruh terhadap tingkat kreativitas siswa terhadap matematika.
Kondisi seperti inilah yang dialami oleh siswa SMA Al-Azhar Medan, bahwa
upaya untuk meningkatkan kreativitas siswa melalui pengembangan soal yang
mengembangkan cara berfikir divergen belum terlaksana. Guru lebih fokus untuk
menyelesaikan tuntutan kurikulum pembelajaran matematika dan cenderung
kurang efektif dalam mengadakan refleksi terhadap proses belajar serta hasil
belajar siswa, sehingga hal ini berpengaruh besar terhadap minimnya tingkat
berfikir kreatif siswa. Dari hasil tes diagnostik pada pokok bahasan bangun ruang
sisi datar diperoleh informasi bahwa tingkat kreativitas siswa termasuk kategori
yang sangat rendah. Dari 35 siswa yang mengikuti tes terdapat 29 orang siswa
yang memiliki tingkat kreativitas pada kategori “kurang”, 3 orang siswa memiliki
tingkat kreativitas pada kategori “cukup” dan 3 orang siswa memiliki tingkat
kreativitas pada kategori “baik”. Hal ini dapat dilihat dari salah satu hasil hasil test
diagnostik berikut :
Soal
Gambar : 1.1
Jawaban siswa :
`````````````````````
Gambar : 1.2
Alternatif jawaban jika siswa kreativitas ;
Banyaknya batu bata yang tersusun = Jumlah batu pada lapisan pertama x 4
= 12 x 4
= 48 buah
Pada jawaban siswa diatas siswa masih belum mampu untuk menjawab
soal diatas dengan lancaran (fluency), belum terlihat kebaruan (novelty) dalam
menjawab soal dan keluwesan (fleksibilitas) masih belum terlihat.
Permasalahan di atas tidak bisa diabaikan mengingat kreativitas
merupakan aspek yang sangat perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan.
Pengembangan terhadap kreativitas kerap diabaikan seperti yang dijelaskan
kurang memperhatikan apa yang disebut kreativitas. Hal tersebut terlihat pada
kurang dari 0,2 % saja yang menuliskan permasalahan tentang kreativitas.”
Untuk menumbuhkan kreativitas siswa, sajian materi perlu memuat
beragam strategi, soal non rutin atau latihan pemecahan masalah. Soal non rutin
adalah soal yang tipenya berbeda dengan contoh atau soal latihan yang telah
disajikan. Pemecahan masalah ( problem solving) meliputi memahami masalah,
merancang model, memecahkan model, memeriksa hasil (mencari solusi yang
layak) dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Sejalan itu Depdiknas (2003)
memberikan pedoman mengenai beberapa kompetensi yang perlu diperhatikan
guru dalam melakukan penilaian, yaitu : 1) Pemahaman konsep : siswa mampu
mendefenisikan konsep, mengidentifikasi, dan memberi contoh atau bukan contoh
dari konsep tersebut; 2) Prosedur : Siswa mampu mengenali prosedur atau proses
menghitung yang benar dan tidak benar; 3) Komunikasi: Siswa mampu
menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis atau
mendemonstrasikan; 4) Penalaran: Siswa mampu memberikan alasan induktif dan
deduktif sederhana; 5) Pemecahan masalah: Siswa mampu memahami masalah,
memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah.
Selanjutnya Sumarno (2002) membedakan dua jenis pemahaman konsep,
yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman
instrumental adalah pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hapal
rumus dalam perhitungan sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
Sedangkan pemahaman relasional dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya
pemakaiannya lebih bermakna, termuat suatu skema atau struktur yang dapat
digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas.
Ansari (2009) juga menegaskan bahwa merosotnya pemahaman matematik
siswa di kelas antara lain karena : (a) dalam mengajar guru sering mencontohkan
pada siswa bagaimana menyelesaikan soal; (b) siswa belajar dengan cara
mendengar dan menonton guru melakukan matematik, kemudian guru mencoba
memecahkannya sendiri; (c) pada saat mengajar matematika, guru langsung
menjelaskan topik yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian contoh,
dan soal untuk latihan.
Pembelajaran seperti pola di atas adalah pembelajaran yang konvensional,
pembelajaran yang didominasi oleh guru, lebih menekankan pada latihan
mengerjakan soal dengan mengulang prosedur, menggunakan rumus atau
algoritma tertentu, tidak mendukung pada ketrampilan berpikir tingkat tinggi dan
kreativitas siswa dalam memecahkan masalah. Pelaksanaan pembelajaran seperti
ini menimbulkan konsekuensi yang berdampak negatif kepada siswa. Pertama ,
siswa kurang aktif dan pola pembelajaran ini kurang menanamkan pemahaman
konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis (Sumarmo, dalam Antasari,
2009). Kedua, jika siswa diberi soal yang beda dengan soal latihan, mereka
kebingungan karena tidak tahu harus memulai dari mana mereka bekerja (Metters,
dalam Ansari,2009).
Pembelajaran matematika seperti yang diutarakan di atas tidak
memberikan kebebasan berpikir pada siswa, serta tidak merangsang ketrampilan
tingkat tinggi dan kreativitas siswa, melainkan belajar hanya untuk tujuan yang
kreativitas siswa dalam memecahkan masalah dan siswa akan mengalami
kesulitan dalam pemahaman konsep matematika. Keadaan seperti ini akan dapat
menurunkan tingkat pemahaman siswa dalam memahami konsep matematika.
Dari hasil analis tes pemahaman konsep yang diikuti 35 orang siswa
diperoleh informasi bahwa terdapat 18 orang siswa memiliki tingkat pemahaman
konsep pada kategori rendah, 10 orang siswa memiliki tingkat pemahaman konsep
pada kategori cukup, 5 orang siswa memiliki tingkat pemahaman konsep pada
kategori baik serta 2 orang siswa yang memiliki tingkat pemahaman konsep pada
kategori sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil test diagnostic salah satu
siswa sebagai berikut
Soal.
Perhatikan gambar prisma berikut, tentukan :
Gambar : 1.3
Jawaban siswa :
a. Rusuk-rusuk prisma yang sejajar rusuk PQ
Gambar : 1.4
Dari jawaban siswa diatas siswa masih belum biasa mentranslasi kembali
rusuk-rusuk prisma yang sejajar dengan rusuk PQ, siswa belum dengan benar
menginterpretasikan dan mengekstrapolasikan volume prisma tersebut jika
PQ=QR = 6 cm dan QU = 8 cm.
Munculnya problematika ini adalah karena rendahnya kemampuan
pemahaman konsep siswa dalam menginterpretasi pertanyaan, mengtranslansi
pertanyaan, mengekstrapolasi pertanyaan. Salah satu yang termasuk dalam
pemahaman konsep adalah mengtranslasi pertanyaan. Mengtranslasi pertanyaan
adalah bagaimana suatu diagram atau model fisik diubah ke dalam simbol atau
kata-kata (NCTM dalam Ansari). Rendahnya kemampuan pemahaman konsep
matematika siswa juga terlihat dari kurang terampilnya siswa dalam memahami
konsep matematika untuk menyampaikan ide, mengajukan pertanyaan dan
menanggapi pertanyaan atau pendapat orang lain. Para siswa terlihat pasif dan
bisu ketika guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman konsep
Selain dari rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematika,
kreativitas siswa dalam mempelajari matematik juga masih tergolong rendah.
Kondisi ini terlihat ketika proses pembelajaran berlangsung siswa mengharapkan
guru untuk mentransfer ilmu sepenuhnya sehingga siswa tidak memiliki
kreativitas dalam menjawab soal yang diberikan guru. Yang dimaksud dengan
kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data-data informasi yang tersedia
menentukan banyak kemungkinan jawaban terhadap sesuatu masalah, dimana
penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Dari
pengertian ini terdapat tiga karakteristik yang termuat dalam kreativitas yaitu : (1)
Kelancaran (fluency), (2) Keluwesan (fleksibility), (3) Kebaruan (novelty).
Penulis menyadari bahwa munculnya paradigma negatif siswa terhadap
sulitnya matematika, rendahnya kemampuan pemahaman konsep siswa dan
rendahnya kreativitas siswa, salah satunya adalah dari cara mengajar guru yang
masih menggunakan metode pembelajaran konvensional, mendominasi metode
ceramah dalam pembelajaran. Pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di
sekolah, biasanya terlihat dari karakteristik berikut : siswa berperan sebagai objek
sasaran belajar, guru sebagai pusat informasi yang bertugas sebagai transfer of
knowledge kepada siswa, Guru sebagai pemain dan Siswa sebagai penonton,
sehingga dalam belajar siswa bersifat pasif hanya sekedar menonton guru yang
sedang menjelaskan di depan mereka. Pembelajaran konvensional di desain secara
statis dan instant yaitu guru secara shorcut dengan cara langsung memberi rumus,
bentuk umum atau aturan-aturan tertentu agar dapat mempercepat penyelesaian
psikomotorik siswa. Pada pembelajaran konvensional terkesan guru sebagai
penguasa tunggal yang berhak menentukan kebenaran jawaban.
Ini menunjukkan, dalam pembelajaran konvensional guru tidak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide
matematiknya beserta cara dan gambaran yang bervariasi baik lisan maupun
tulisan sehingga akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam memberikan
penjelasan secara tepat, jelas dan logis atas sejumlah soal atau masalah yang
dihadapinya, selalu merasa asing untuk berbicara tentang matematik dan
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan alasan setiap jawabannya.
Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, apabila guru masih
menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam
pembelajaran matematika cendrung satu arah (komunikasi linier) umumnya dari
guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran akan mengakibatkan siswa
merasa jenuh dan tersiksa.
Maka oleh karena itu untuk merubah paradigma pembelajaran
konvensional, guru harus mampu memilih pendekatan, metode, model
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Dengan pemilihan model
pembelajaran yang tepat, paradigma pembelajaran akan berubah, siswa akan
menjadi subjek belajar, guru berperan sebagai fasilitator, peran siswa sebagai
pemain dan guru sebagai sutradara, sehingga siswa terlihat aktif dalam
pembelajaran.
Suatu aktivitas yang dapat diterapkan untuk menumbuh kembangkan
kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas matematika siswa adalah dengan
Berpasang, Berbagi) dan Scwartz dan Webb, (1993) mengemukakan bahwa
„seseorang dalam upaya mencapai tujuan memerlukan dukungan dari teman dekat
atau sejawat‟. Dukungan tersebut terutama diperlukan untuk menjaga rasa percaya
atau komitmennya terhadap ide inovatif.
Think Pair Share (TPS) merupakan pembelajaran kooperatif yang
memberi siswa banyak waktu untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu
sama lain. Langkah-langkahnya guru memberikan pertanyaan atau isu dan siswa
diminta untuk memikirkannya (Think). Tahap think dapat kita lihat dalam
menumbuh kembangkan pemahaman konsep yang terdiri dari menginterpretasi
pertanyaan, mengtranslansi pertanyaan, dan mengekstrapolasi pertanyaan,
sedangkan pada kreativitas tahap think dapat dilihat pada saat siswa dapat
melakukan tahap kefasihan (fluency). Secara mandiri kemudian siswa diminta
untuk berpasangan dan mendiskusikan isu tersebut (Pair), tahap Pair dapat kita
lihat dalam menumbuh kembangkan kreativitas yaitu pada tahap keluwesan
(fleksibilitas). Setelah itu beberapa pasangan diminta untuk mengkomunikasikan
apa yang mereka diskusikan pada teman-teman yang lain (Share), tahap share
dapat kita lihat dalam menumbuh kembangkan kreativitas yaitu pada tahap
kebaruan (novelty).
Dari penjelasan diatas maka dapat kita lihat bagaimana penerapan model
pembelajaran think pair share diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
konsep dan kreativitas matematika siswa dan dapat bekerja saling membantu
dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lie (2004)
bahwa “think pair share adalah pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa dalam melakukan diskusi,
sehingga terciptanya suasana belajar yang komunikatif, aktif, kreatif dan
menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui pembelajaran think pair
share siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi
dengan berkelompok, saling membantu antara satu dengan yang lainnya ,
membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikannya di depan kelas.
Dengan model pembelajaran think pair share diharapkan siswa mampu
berkomunikasi secara kelompok maupun individu , baik antara siswa dengan
siswa maupun antara siswa dengan guru, dengan demikian target tujuan
pembelajaran bisa tercapai. Dengan latar belakang inilah penulis mengambil judul
penelitian peningkatan pemahaman konsep dan kreativitas matematika siswa
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah,
dapat dilakukan identifikasi masalah :
1. Penggunaan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru matematika di
dalam menyampaikan materi pembelajaran kurang bermakna.
2. Rendahnya pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika
3. Rendahnya kreativitas siswa dalam pemecahan masalah matematika
4. Pembelajaran yang masih bersifat konvensional
5. Proses pembelajaran yang kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk
berpikir kreatif dalam memecahkan masalah
7. Aktivitas siswa dalam belajar matematika bersifat pasif untuk menerima
pengetahuan.
8. Kwalitas kemampuan guru mengelola pembelajaran masih rendah
9. Guru belum terbiasa memberikan motivasi kepada siswa untuk
mengekpresikan idenya.
1.3Pembatasan Masalah
Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas
dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus, maka masalah yang akan diteliti
difokuskan pada :
1. Penggunaan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru matematika di
dalam menyampaikan materi pembelajaran kurang bermakna.
2. Rendahnya pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika
3. Rendahnya kreativitas siswa dalam belajar matematika
4. Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika bersifat pasif untuk
menerima pengetahuan.
1.4 Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
(TPS) dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa kelas X
SMA Al-Azhar?
2. Bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
(TPS) dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas X SMA Al-Azhar dalam
3. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep matematika melalui
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) siswa kelas X SMA
Al-Azhar?
4. Bagaimana peningkatan kreativitas matematika melalui pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) siswa kelas X SMA Al-Azhar dalam
memecahkan masalah matematika ?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi Tujuan dalam Penelitian ini ialah :
1. Mendeskripsikan bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan pemahaman konsep
matematika siswa kelas X SMA Al-Azhar
2. Mendiskripsikan bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas X
SMA Al-Azhar dalam memecahkan masalah matematika
3. Mendiskripsikan bagaimana peningkatan pemahaman konsep matematika
melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) siswa kelas
X SMA Al-Azhar
4. Mendiskripsikan bagaimana peningkatan kreativitas matematika melalui
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) siswa kelas X SMA
Al-Azhar dalam memecahkan masalah matematika ?
1.6. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas maka diperoleh manfaat dari
1. Apabila pembelajaran matematika dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep dan kreaivitas matematik siswa kelas X
SMA Swasta Al-Azhar Medan, maka penerapan pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share (TPS) dapat dijadikan sebagai alternative untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kreativitas matematik
siswa, dan pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar matematika
siswa.
2. Bagi siswa diharapkan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar
matematika dibawah bimbingan guru sebagai fasilitator yang menuntun
siswa dalam memunculkan ide-ide atau gagasan-gagasan. Diharapkan pula
siswa secara aktif dapat membangun pengetahuannya sendiri dan mampu
mengembangkan kemampuan berpikir dalam menghadapi permasalahan
yang dihadapi, memperoleh pengalaman baru dan menjadikan belajar lebih
bermakna.
3. Menghasilkan informasi tentang alternative model pembelajaran
matematika dalam usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.
1.7Defenisi Operasional.
Untuk memudahkan memahami maksud dari keseluruhan penelitian, maka
untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami istilah dalam judul ini
1. Pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan matematika yang diukur
melalui menginterpretasi pertanyaan, mengtranslansi pertanyaan,
mengekstrapolasi pertanyaan.
2. Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk siswa ditinjau dari Kelancaran
(fluency), Keluwesan (fleksibility), Kebaruan (novelty).
3. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) merupakan
suatu perencanaan atau suatu pola pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok dimana pembelajaran dirancang dalam tiga tahap
pembelajaran yaitu tahap thinking (berfikir), tahap pairing (berpasangan) dan
tahapan yang terakhir yaitu tahap sharing (berbagi).
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama
pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS), diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)
dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep
matematika siswa.
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)
dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan kreativitas matematika
siswa.
3. Hasil belajar Matematika (kemampuan pemahaman konsep matematika)
siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) meningkat. Hasil evaluasi pada akhir siklus I
menunjukkan skor rata-rata kelas mencapai 34,16 dengan persentase
ketuntasan belajar klasikal sebesar 30%. Pada siklus II rata-rata kelas
mencapai 77,16 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 90%.
Dengan demikian terjadi peningkatan pada persentase ketuntasan belajar
klasikal sebesar 60%.
4. Hasil belajar Matematika (kemampuan kreativitas matematika) siswa melalui
meningkat. Hasil evaluasi pada akhir siklus I menunjukkan skor
rata-rata kelas mencapai 41,66 dengan persentase ketuntasan belajar
klasikal sebesar 40%. Pada siklus II rata-rata kelas mencapai 84,16
dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 96,66%. Dengan
demikian terjadi peningkatan pada persentase ketuntasan belajar klasikal
sebesar 56,66%.
5.2.Implikasi
Untuk peningkatan hasil belajar Matematika (kemampuan pemahaman
konsep dan kreativitas matematika) siswa melalui implementasi model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) perlu dikemukakan
rekomendasi sesuai dengan hasil penelitian action research sebagai berikut:
1. Bagi siswa, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
(TPS) membawa dampak positif pada kemampuan pemahaman konsep dan
kreativitas matematika siswa, dalam arti proses dan hasil belajar (kemampuan
pemahaman konsep dan kreativitas matematika) siswa meningkat.
2. Bagi guru, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
(TPS) dalam pembelajaran dapat digunakan guru sebagai acuan untuk
mengetahui kedalaman pemahaman dan penguasaan materi Bangun ruang
oleh siswa, mengetahui tingkat kemampuan pemahaman konsep dan
kreativitas matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) sehingga akan
mempermudah pembagian kelompok.
3. Bagi pembelajaran, model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) dapat diterapkan pada setiap materi pelajaran Matematika,
kelompok.
5.3.Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi guru, agar mempertimbangkan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran dan hasil belajar (kemampuan pemahaman konsep dan
kreativitas matematika). Mengingat, model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) ini dapat meningkatkan proses pembelajaran yang
dilakukan guru dalam membelajarkan Matematika. Agar model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) ini dapat terlaksana dengan baik,
maka guru harus :
a. Menguasai materi pelajaran.
b. Memahami model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS).
c. Berkonsultasi dengan ahli yang memahami model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)
2. Mempunyai keinginan dan keberanian untuk menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS).
3. Bagi siswa, agar dapat meningkatkan aktivitasnya dalam kegiatan
pembelajaran agar terjadi pembelajaran yang berfokus pada siswa atau
student centered. Dengan demikian apabila aktivitas siswa ini terjadi seperti
yang diharapkan maka pastinya akan meningkatkan kualitas pembelajaran.
4. Bagi sekolah, agar mendukung terhadap perkembangan inovasi pembelajaran
meningkatkan kualitas pembelajaran dalam hal ini kemampuan pemahaman
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M., (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Andriani, M., (2003), Dunia Matematika. (online), (http : // rbaryans .wordpress. com, html,diakses 3 Desember 2009)
Ansari, B.I. (2004). Kontribusi Aspek Talking dan Writing dalam Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika dan Kontribusinya terhadap Peningkatan Kualitas SDM dalam Menyongsong Era Industri dan Informasi, 15 Mei 2004, Bandung.
... .. (2009). Komunikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan Pena.
Arikunto, S,(2009), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.
Armanto,D, (2008), Penilaian Hasil Belajar. Makalah disajikan dalam PLPG 3 pada FMIPA UNIMED, Medan, 21-30 Januari 2008
Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Aqib, Z (Eds). 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Widya
Dahar, Ratna, (1989), Teori-Teori belajar. Bandung: PT Gelora aksara pratama.
Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas ., (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMA/MA. Tersedia online pada http://www.puskur.co.id, Juli 2007.
Djamarah, S., (2007), Strategi Belajar Mengajar, Penerbit Rieneka Cipta, Jakarta.
Ernest, Paul. (1991). The Phylosophy of Mathematics Education. Rasing Stroke, Hamshire The Falmer Press.
Fahmi, U.2008. Belajar Asyik dengan Pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share.
http://www.jawapos.co.id. (Diakses 10 September 2010)
Fakultas Pascasarjana. (2007). Pedoman Pembimbing Tesis: FPS Unimed.
Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
……..., (1995). Media Pendidikan. (Cetakan ke-7). Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hasanah, A. 2004. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Hudojo, Herman, (2001), Pengenbangan Kurikulum dan Pembelajran Matematika,
Universitas Negeri Malang, Malang.
..., (1990). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang
Hasanah, A. 2004. Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share dikelas VIII SMP Raden Fatah Batu. (Online),(http://student-research.umm.ac.id.html, diakses 20 Juni 2010)
Jarnawi. (2003). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended, Studi Eksperimen Pada Siswa Sekolah Lanjutan Pertama Negeri Di Kota Bandung. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Joice, Bruce,dkk, (1992), Models of Teaching, Allyn and Bacon, Boston, 1992
Karnasih, Ida, (2008), Paper Presentated in International Workshop: ICT for Teaching and Learning Mathematics, Unimed, Medan. (In Collaboraration between UNIMED and QED Education Kuala Lumpur, Malaysia, 23-24 May 2008)
Kusumah, Wijaya,(2009), Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, PT Indeks, Jakarta
Kunandar. (2008), Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Kurikulum. 2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta : Depdiknas
Masykur, M., dan Fathani, A.H,.(2007), Mathematical Intelligence, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.
Matlin. M. W. (1998). Cognition. Fort Worth, Harteourt Brace College Publisher.
Muhammadi. (1998). “Studi tentang Peningkatan Manajemen KBM”. Jurnal
Kependidikan. Padang: IKIP Padang.
Munandar, Utami. DR. Prof. (1999), Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta : Rineka Cipta..
Munir, (2008). “Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.” Bandung: Alfabeta
National Council of Teachers of Mathematics. (1991). Professional Standards for
Teaching Mathematics. Reston, VA: NCTM
... , (1996). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM
... , (2000). Principles and Evaluation Standards for school Mathematics. Reston, VA: NCTM
PGSM, Tim Pelatih Proyek. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta : Depdikbud
Republikbm, (2007), http://www.republikbm.blogspot.com/2007/11/membangun-media-belajar-berbasis-ict.html.
Russeffendi. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya. IKIP Semarang Press: Semarang.
Russeffendi. (1991). Pengantar Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, Bandung : Tarsito
Romberg, Thomas A. (1986) Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Malasyia.
Slameto, (2003), Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta
Semiawan, Conny.R, (2009), Kreativitas Keterbakatan, PT Indeks, Jakarta
Sinaga, B (2007), Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis
Budaya Batak (PBM-B3). Disertasi Pendidikan Matematika Unesa,
Universitas Negeri Medan, Medan.
Sitorus, J 2010, Diagnosa Kesulitan Belajar, http://www.docstoc.com/docs/18529818
(Diakses 26 April 2010)
Sudjana, N,. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Soejadi. 2004. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : Depdiknas
Suherman, E. (1990). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Depdikbud
Sulastri, L,.Y. (2009), Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Siswa SMP di Kabupaten Bandung. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sumarno, U. (2003), Daya dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa dan Bagaimana dikembangkan Pada Siswa Sekolah Dasar dan Menengah. Makalah disajikan pada Seminar Sehari di Jurusan Matematika ITB, Oktober 2003.
Sumarno, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. FPS IKIP. Bandung: tidak dipublikasikan
Supriadi, D. (1995). Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabeta.
Suriasumantri, JS. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Jakarta: Sinar Harapan.
Suryosubroto. (2009). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Suwardi, (2007), Manajeman Pembelajaran, Stain Salatiga Press, Salatiga.
Suyitno, (2004), Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika, Semarang:
Tim Pelatih Proyek PGSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Depdikbud: Jakarta.
Tim PLPG, (2009), Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru(PLPG) bidang diklat matematika SMP ed. Revisi, UNIMED, Medan.
Tim Pembinaan dan Penataran. Model Pembelajaran Kooperatif.
http://www.docstoc.com. (Diakses 15 April 2011)
Trianto, (2001), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana Predana Media Group : Jakarta
Usman, U. (1999). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya