• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Unsur Hara Tanaman untuk Tumbuh dan Berproduksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Unsur Hara Tanaman untuk Tumbuh dan Berproduksi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Unsur Hara Tanaman untuk Tumbuh dan Berproduksi

Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang tergantung sepenuhnya pada bahan anorganik dari lingkungannya atau disebut autotrof. Tumbuhan memerlukan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk melakukan fotosintesis. Untuk mensintesis bahan organik, tumbuhan memerlukan bahan mentah dalam bentuk bahan-bahan anorganik seperti karbondioksida, air, dan berbagai mineral yang ada sebagai ion anorganik dalam tanah. Melalui sistem akar dan sistem tunas yang saling berhubungan, tumbuhan memiliki jaringan kerja yang sangat intensif dengan lingkungannya seperti tanah dan udara yang menyediakan bahan anorganik untuk membentuk senyawa karbon komplek seperti karbohidrat, protein, lipid, dan lain sebagainya (Campbell et al. 2003).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup.

Pertumbuhan tanaman terjadi karena adanya proses-proses pembelahan sel dan pemanjangan sel dimana proses-proses tersebut memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar. Menurut Lambers et al. (1998), pertumbuhan merupakan pertambahan atau kenaikan berat kering, volume, panjang, dan luas yang melibatkan pembelahan, ekspansi dan diferensiasi sel.

Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan dan hasil suatu

tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya. Pertumbuhan vegetatif

terbagi atas pertumbuhan daun, batang, dan akar. Faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pertumbuhan daun dan batang ialah hormon dan genetik

(faktor dalam), hara, status air dalam jaringan tanaman, suhu udara, dan cahaya

(faktor luar). Pertumbuhan akar dipengaruhi suhu media tumbuh, ketersediaan

oksigen (aerasi), faktor fisik media tumbuh, pH media tumbuh, faktor dalam, dan

status air dalam jaringan tanaman. Pertumbuhan daun dan perluasan batang

menentukan luas permukaan daun dan struktur tajuk yang sangat penting

sehubungan dengan proses fotosintesis. Sedangkan perluasan akar akan

menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian akan berfungsi sebagai

organ penyerap unsur hara mineral.

(2)

Dalam pertumbuhannya tanaman membutuhkan unsur hara yang cukup banyak, baik hara makro maupun hara mikro yang berasal dari alam maupun pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah. Ketersediaan hara mineral makro dan mikro tersebut sangat penting karena setiap zat mempunyai kegunaan yang berbeda-beda. Hal itu pula yang mengakibatkan kebutuhan tanaman untuk setiap zat berbeda-beda jumlahnya (Taiz & Zeiger 2002).

Hingga saat ini diketahui ada 19 unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman, 10 di antaranya adalah hara esensial makro dan sisanya adalah esensial mikro. Nama unsur, simbol unsur, bentuk ketersediaannya di dalam tanah, dan jumlah akumulasinya di dalam tubuh tumbuhan dapat dililhat pada Lampiran 1.

Dari ke 19 unsur tersebut C, H, dan O mendominasi lebih dari 95% bobot kering tumbuhan, sedangkan unsur lainnya kurang dari 5%. Unsur N yang diakumulasi tumbuhan hanya memiliki proporsi sekitar 1,5% dari bobot kering sel atau jaringan tumbuhan. Hal ini terkait dengan peran C, H, dan O sebagai kerangka utama yaitu senyawa organik dalam tubuh tumbuhan. Unsur C dan O diperoleh dari udara dalam bentuk CO

2

dan O

2,

unsur H diperoleh dari dalam tanah dalam bentuk air (H

2

O) (Hamim 2007).

Tanaman tidak dapat secara selektif menyerap unsur hara yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Selain hara esensial, terdapat juga hara non esensial yang dalam kondisi agroklimat tertentu bisa memperkaya pertumbuhan tanaman dengan mendorong proses fisiologi. Hara tersebut disebut dengan hara fungsional atau hara bermanfaat (pembangun) yang jika tidak ada maka pertumbuhan tanaman tidak terganggu (Yukamgo & Yuwono 2007).

Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik

Pemupukan bertujuan mengganti unsur hara yang hilang dan menambah

persediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan produksi

dan mutu tanaman. Ketersediaan unsur hara yang lengkap dan berimbang yang

dapat diserap oleh tanaman merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan dan

produksi tanaman. Pemupukan terutama dilakukan untuk menambahkan

kandungan unsur hara N, P, K, dan S. Pupuk anorganik (pupuk kimia) mempunyai

kandungan unsur hara yang tinggi, tetapi bila diberikan terus menerus pada tanah

akan mengakibatkan akumulasi unsur hara tertentu pada tanah yang pada akhirnya

(3)

akan merusak agregat tanah seperti adanya pemadatan (Kasniari & Supadma 2007). Pupuk anorganik telah secara intensif digunakan sejak tahun 1960-an.

Kemudian program intensifikasi pertanian khususnya pada komoditas padi (1970- an) telah mendorong penggunaan pupuk anorganik secara luas, dan bahkan pada daerah tertentu menunjukkan gejala berlebih (Rusastra et al. 2005).

Ada tiga faktor yang mendorong meningkatnya perhatian terhadap aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati di Indonesia, yaitu krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, pencabutan subsidi pupuk oleh pemerintah pada tahun 1999, dan tumbuhnya kesadaran terhadap potensi pencemaran lingkungan melalui penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dan tidak efisien (Simanungkalit 2001). Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa organisme hidup. Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan sedikit menambah unsur hara, serta dapat membuat unsur hara yang terikat di dalam tanah menjadi tersedia untuk tanaman (Suriadikarta & Setyorini 2006). Pupuk organik yang sering digunakan adalah pupuk kandang dan kompos.

Penggunaan pupuk organik dapat menjadi alternatif untuk mengurangi berbagai dampak negatif dari pupuk anorganik, antara lain dengan memanfaatkan limbah sisa panen dan tanaman sela dengan cara mendaur ulang menjadi kompos.

Penggunaan pupuk organik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan bahan organik tanah, dan meningkatkan produktivitas lahan. Bahan organik sangat diperlukan karena : (a) berperan dalam memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, (b) meningkatkan kemampuan tanah menahan air dan mencegah erosi, (c) berperan dalam penyediaan unsur hara dan sumber energi bagi mikroorganisme bagi tanah (Rusastra et al. 2005).

Fungsi fisika bahan organik adalah pengikat butiran primer menjadi butiran sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah dan temperatur tanah. Bahan organik dengan rasio C/N tinggi seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perubahan sifat-sifat fisik tanah dibanding bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos dan pupuk kandang (Arafah &

Sirappa 2003).

(4)

Secara kuantitatif, bahan organik sedikit mengandung unsur hara. Namun, fungsi kimia yang penting antara lain penyedia hara makro seperti N, P, K, Ca, Mg, dan S dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Mn, dan Fe (Simanungkalit et al.

2006). Fungsi kimia lain dari bahan organik adalah dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang berimbang, meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, dan dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam (Al, Fe, dan Mn). Ion-ion logam tersebut dapat meracuni tanaman serta menurunkan penyediaan hara (Rusastra et al. 2005).

Fungsi biologis bahan organik adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroorganisme tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikroba dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi. Dengan demikian, pemberian pupuk organik berperan dalam penyediaan hara dan siklus hara dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman (Nuraini 2009).

Pupuk Hayati

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan pupuk organik diantaranya rendahnya kandungan unsur hara dalam pupuk tersebut, sulit dalam penyimpanan, dan petani pada umumnya kesulitan untuk mengaplikasikannya. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah penggunaan pupuk organik yang mengandung mikroba aktivator (biofertilizer).

Ada banyak mikroorganisme berkembang di tanah, terutama di rhizosfer tanaman. Berbagai spesies bakteri dan jamur memiliki hubungan fungsional dan merupakan sebuah sistem holistik dengan tanaman. Mikroorganisme tersebut mampu memberi efek yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Vessey 2003). Mikroba-mikroba tanah berperan di dalam penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman, misalnya hara Nitrogen (N), fosfor (P), dan Kalium (K) (Isroi 2007).

Pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya

tanaman, khususnya kegiatan yang menyangkut pemupukan. Pupuk hayati

didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikroba untuk

(5)

meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Pupuk tersebut mengandung mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Simanungkalit 2001).

Pupuk hayati juga membantu usaha mengurangi pencemaran lingkungan akibat penyebaran hara yang tidak diserap tanaman pada penggunaan pupuk anorganik (Saraswati & Sumarno 2008).

Dalam memacu pertumbuhan tanaman, PGPR dapat berperan langsung maupun tidak langsung. Peran secara langsung dari bakteri tersebut dapat dengan cara meningkatkan ketersediaan hara serta menghasilkan hormon pertumbuhan (Vessey 2003). Bakteri PGPR juga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman secara tidak langsung yaitu dengan cara memproduksi senyawa-senyawa metabolit seperti siderofor, HCN, amonia, dan antibiotik, serta menekan pertumbuhan bakteri, jamur dan nematoda patogen (Viveros et al. 2010; Samuel

& Muthukkaruppan 2011).

Weller et al. (2002) melaporkan bahwa komunitas mikroba dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme, antara lain meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah, menghasilkan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman, meningkatkan kemampuan bersaing dengan patogen akar, dan meningkatkan serapan unsur-unsur hara oleh tanaman. Kemampuan mikroba dalam menjalankan fungsi ekologis beragam sehingga untuk memanfaatkannya perlu dilakukan seleksi. Selanjutnya, mikroba unggul hasil seleksi dapat diperbanyak dan digunakan sebagai pupuk hayati.

Pupuk Hayati Penambat Nitrogen

Unsur N terdapat dalam jumlah yang melimpah di udara yaitu kurang lebih

78%. Namun, N udara berbentuk gas N

2

dan tidak dapat langsung dimanfaatkan

oleh tanaman. Tanaman hanya dapat menyerap unsur N dalam bentuk tersedia

seperti ammonium (NH

4+

) dan Nitrat (NO

3-

) (Salisbury & Ross 1995). Oleh

karena itu, supaya dapat dimanfaatkan oleh tanaman maka N

2

perlu diubah

menjadi bentuk N terikat. Pengikatan (fiksasi) N dapat dilakukan secara kimia

melalui proses industri maupun secara biologi. Pengikatan N

2

dalam proses

industri dapat menghasilkan pupuk anorganik seperti urea. Pengikatan N secara

(6)

biologi dilakukan oleh berbagai jenis mikroba penambat N baik secara simbiotik maupun non simbiotik (Hamim 2007). Pengikatan N oleh bakteri penambat N ditunjukkan dengan persamaan kimia berikut ini:

N

2

+ 8 H

+

+ 8 elektron + 16 ATP 2 NH

3

+ H

2

+ 16 ADP + 16 Pi

Dua molekul amoniak terbentuk dari 1 molekul gas nitrogen serta diperlukan 16 molekul ATP dan suplai elektron dan proton. Reaksi kimia tersebut dapat dilakukan oleh organisme prokariot seperti bakteri dengan menggunakan kompleks enzim nitrogenase (Salisbury & Ross 1995).

Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose (kacang-kacangan) saja, sedangkan mikroba penambat N non simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Kristanto 2002). Mikroba penambat N simbiotik contohnya adalah Rhizobium sp. yang hidup pada bintil akar tanaman kacang-kacangan. Mikroba penambat N non simbiotik misalnya Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. (Isroi 2007). Menurut Hamim (2007), Rhizobium hidup dalam bintil akar yang mampu secara kimia menambat nitrogen bebas (N

2

) dari udara dan mengubahnya menjadi amoniak (NH

3

) yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang untuk tumbuh dan berkembang.

Saraswati (1999) melaporkan bahwa Bradyrhizobium japonicum dan Shinorhizobium japonicum adalah bakteri bintil akar yang dapat mengikat nitrogen bebas melalui simbiosis dengan tanaman kedelai (Glycine max) sehingga dapat menyediakan nitrogen siap pakai bagi tanaman. Selain itu, penggunaan pupuk mikroba yang mengandung bakteri bintil akar Bradyrhizobium japonicum, bakteri pelarut fosfat Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus, dan bakteri pemacu tumbuh Azospirillum dapat meningkatkan ketersediaan hara N dan P.

Dalam banyak studi awal tentang peran PGPR pada produksi tanaman graminaceous, diduga bahwa bakteri meningkatkan masukan nitrogen ke dalam tanah karena banyak PGPR mampu mengikat nitrogen bebas (Cummings 2009).

Isminarni (2007) melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya diperoleh satu isolat Azotobacter yang memiliki kemampuan menambat N, juga menghasilkan IAA, dan berdasarkan hasil pengujian morfologi dan biokimia menunjukkan bahwa isolat ini memiliki kemiripan yang tinggi dengan Azotobacter chroococum.

Matiru dan Dakora (2003) melaporkan bahwa bakteri PGPR seperti

(7)

Azorhizobium caulinodan ORS571, Rhizobium NGR234, Rhizobium GHR2, Sinorhizobium meliloti strain1, Rhizobium leguminosarum bv. viceae Cn6, and R.

leguminosarum bv. viceae strain 30 yang diinfeksikan pada akar sorgum dan millet memproduksi fitohormon seperti auksin, sitokinin, gibberellin, dan asam absisat yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Pupuk hayati yang terdiri atas mikroba penambat N mampu mensuplai hingga 300-500 kg N/ha (Simarmata &

Yuwariah 2008).

Pupuk Hayati Pelarut Fosfat

Kelompok mikroba lain yang juga berperan sebagai pupuk hayati adalah mikroba pelarut P dan K. Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit atau tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Peranan mikroba pelarut P ini adalah melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp., Penicillium sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Isroi 2007).

Bakteri PGPR seperti Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dapat menghasilkan asam-asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam laktat yang dapat melarutkan fosfat dalam bentuk yang sulit larut. Asam-asam organik ini membentuk khelat dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah seperti Al

3+

dan Fe

3+

. Khelat tersebut dapat menurunkan reaktivitas ion-ion tersebut sehingga menyebabkan pelarutan fosfat yang efektif (Han & Lee 2005). Hal tersebut sesuai hasil penelitian Han et al. (2006) dimana inokulasi bersama antara bakteri pelarut P dengan bakteri pemobilisasi K telah meningkatkan serapan hara N, P, dan K pada tanaman merica dan ketimun. Dalam kaitan dengan mineralisasi P organik, beberapa mikroba menghasilkan enzim-enzim bebas yang disebut fosfatase.

Sedangkan, dalam kaitannya dengan pelarutan P anorganik beberapa mikroba

menghasilkan asam-asam organik yang berfungsi untuk meningkatkan kelarutan

senyawa P, seperti asam α ketoglutarat, asam oksalat, dan asam tatrat (Ma’shum

et al. 2003).

(8)

Gray dan Smith (2005) melaporkan bahwa Bacillus japonicum dan Bacillus polymaxa merupakan bakteri pelarut fosfat yang dapat meningkatkan P tanah menjadi bentuk tersedia, selain itu juga mampu menghasilkan hormon IAA (Indole Acetic Acid) yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Bharathi et al.

(2004) melaporkan bahwa bioformulasi yang mengandung P. fluorescens Pf-1, B.

subtilis, biji nimba dan kitin efektif meningkatkan luas daun, panjang batang, jumlah bunga, buah, rata-rata panjang buah, dan total hasil tanaman cabe pada kondisi rumah kaca dan lapangan.

Aplikasi Terpadu Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pupuk Anorganik Arafah dan Sirappa (2003) melaporkan bahwa hasil penelitian penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk, terutama pupuk K. Penggunaan pupuk organik yang bersumber dari jerami menunjukkan kecenderungan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa pupuk organik, baik secara tunggal maupun interaksinya dengan pupuk N, P, dan K. Pupuk organik berupa kompos merupakan substansi penting dalam memperbaiki sifat biologi tanah sehingga tercipta lingkungan yang lebih baik bagi perakaran tanaman disamping sebagai sumber energi bagi mikroba tanah dalam proses dekomposisi dan pelepasan hara.

Pupuk kimia tidak dapat menggantikan manfaat ganda bahan organik, namun dapat ditambahkan untuk mempercepat dekomposisi dan membuat hara lebih tersedia.

Chandrasekar et al. (2005) melaporkan bahwa biofertilizer yang terdiri atas Azotobacter dan Azospirillum yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik

menunjukkan hasil yang lebih baik pada parameter morfologi dan produksi pada

tanaman millet bila dibandingkan dengan aplikasi tunggal dari masing-masing

perlakuan. Perlakuan biofertilizer yang dikombinasikan dengan 100% urea

menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Saraswati dan

Sumarno (2008) melaporkan bahwa aplikasi pupuk hayati, kompos dari serasah

jagung (5 t/ha) dan pupuk N, P, dan K dosis 50% mampu meningkatkan hasil padi

(9)

gogo sampai dengan 153%. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian pupuk

anorganik masih diperlukan sampai batas dimana pemberian pupuk anorganik

tersebut tidak menekan perkembangan mikroorganisme tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pernyataan tersebut, maka yang dilakukan selanjutnya adalah membatasi rancangan inidalam kawasan urban, hal ini dikarenakan pemisahan antara alam dan manusia

Setelah penulis mengidentifikasi permasalahan perkawinan lintas agama yang sangat luas tersebut, agar diperoleh pembahasan yang lebih spesifik mengenai objek penelitian, maka

terbuka, yang mana angket jawaban diisi oleh responden secara langsung dan tak terbatas. Penerapan dari diberikannya angket ini bertu- juan untuk mendapatkan informasi

Komunitas burung di Kabungolor dan Kabalob, dimana tipe hutannya merupakan hutan primer dan sekunder tua, memiliki jumlah jenis dan indeks keanekaragaman yang tinggi

Parqet formën e plotësimit të nevojave të popullsisë në përgjithësi të ati vendi. Ky konsum i ka dy komponentë kryesore. Konsumi i përbashkët-Me të cilat mjete zhvillohen

Pengaruh penggunaan media papan balik dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa autis kelas 1 di SLB Autis Laboraturium Universitas Negeri Malang dapat dilihat dari

Delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP.. memudahkan atau menolong kejahatan tersebut. Skedar si pelaku kejahatan mengharapkan bahwa barang yang telah

pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik lagi. Pendidik tidak harus memberitahukan terlebih dalam memberikan Reward dan guru menentukan Reward apakah yang