7
PIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Efektivitas
Keefektifan berasal kata “efektif”, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan “efektif” berarti : (1) ada efeknya (akibat, pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa hasil, berhasil guna. Sedangkan keefektifan berarti : (1) keadaan berpengaruh, hal berkesan, (2) keberhasilan usaha atau tindakan.
Ravianto (Masruri, 2014), pengertian efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan.
Martoyo (Thata, 2015), mendefinisikan keefektifan sebagai suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana atau peralatan yang digunakan, disertai dengan kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.
Dengan memperhatikan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keefektifan adalah keadaan yang menunjukkan sejauh mana hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah direnacakan sebelumnya.
Adapun yang menjadi indikator efektivitas pembelajaran ditinjau dari empat aspek:
a. Ketuntasan hasil belajar
Ketuntasan belajar dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang telah
mencapai atau memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah yang bersangkutan.
Ketuntasan belajar dapat dilihat dari hasil belajar yang telah mencapai ketuntasan belajar. Ketuntasan dilihat dari:
1) Siswa memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 76 yang ditentukan oleh sekolah yang bersangkutan atau lebih dari 75.
2) Ketuntasan klasikal belajar siswa dikatakan tuntas apabila mencapai lebih dari 79% atau skor lebih dari 75.
3) Hasil belajar siswa dikatakan efektif jika rata-rata gain ternormalisasi minimal berada dalam kategori sedang atau lebih 0,29.
b. Aktivitas siswa
Aktivitas siswa adalah proses interaksi antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Kriteria aktivitas siswa dalam penelitian ini ditunjukkan dengan lebih dari 74% siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.
c. Respon siswa
Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, khususnya terhadap model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan metode diskusi. Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini ditunjukkan dengan lebih dari 74% siswa yang memberikan respon positif terhadap jumlah aspek yang dinyatakan.
d. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pelaksanaan dari pembelajaran yang telah diterapkan, sebab guru adalah pengajar di kelas.
Tugas guru adalah sebagai pengajar, maka kemampuan guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses pembelajaran.
2. Pengertian Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Menurut Gagne (Suprijono, 2016:2) mengatakan bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.
Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Sedangkan Wenger (Huda, 2016:2) mengatakan,
“Belajar bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain.
Abdillah (Aunurrahmman, 2012: 35) mengemukakan bahwa“Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”.
Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau menerimanya.
3. Hakikat Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (Knowledge, Science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).
Jadi berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).
Matematika menurut Russeffendi ET (Abdullah, 2016) mengatakan
“Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (Penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.
Abdurrahman (2013:252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sehingga fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.
Dari beberapa definisi tentang belajar yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika dan pola berfikir.
4. Metode Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode adalah cara yang telah teratur dan terfikir baik- baik untuk mencapai sesuatu maksud menurut Purwadarminta (Suardi &
Nursalam, 2015:28).
Menurut Sutikno (2014:88) mengatakan bahwa “metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Metode Diskusi
Suryosubroto B (Suardi & Nursalam, 2015:128) mengatakan metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Ada beberapa jenis-jenis diskusi diantaranya:
1) Diskusi Kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta didik.
2) Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok.
3) Simposium
Simposium adalah mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian.
4) Diskusi Panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audiens.
a. Langkah-langkah Penggunaan Metode Diskusi
Suryosubroto B (Suardi & Nursalam, 2015:132-133) mengatakan agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah- langkah sebagai berikut:
1) Langkah Persiapan
a) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus.
b) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
c) Menetapkan masalah yang akan dibahas.
d) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.
2) Pelaksanaan Diskusi
a) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran diskusi.
b) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
c) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan.
d) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
e) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas.
3) Menutup Diskusi
a) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.
b) Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.
b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, Suryosubroto B (Suardi & Nursalam, 2015:129-130) sebagai berikut:
1) Kelebihan
a) Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide.
b) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan.
c) Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
1) Kekurangan metode diskusi adalah:
a) Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.
b) Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan.
c) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol.
6. Model Pembelajaran
a. Model Pembelajaran dan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Joyce dan Weill (Huda, 2016:73) mendeskripsikan model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau setting yang berbeda.. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Kesimpulannya bahwa, model pembelajaran adalah pola atau kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial untuk mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Suprijono, 2016:73). Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik dalam pembelajaran kooperatif (Huda, 2013) yaitu:
1) Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakah tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2) Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen kooperatif mempunyai dua fungsi, yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) Fungsi manajemen sebagai control, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.
3) Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran
kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4) Keterampilan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
c. Langkah-langkah Dalam Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah-langkah atau fase-fase dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, seperti pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase – Fase Perilaku Guru
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2:
Menyajikan informasi
Mempersentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal
Fase 3:
Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase 4:
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Fase 5:
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok – kelompok mempresentasikan hasil karyanya
Fase 6:
Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
Sumber: Suprijono (2016:84)
d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray 1) Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990). Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Metode TSTS merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling mebantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik (Huda, 2016:207).
2) Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS, yaitu:
a) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c) Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
d) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
3) Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS menurut Huda (2016:207-208) adalah sebagai berikut:
a) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen.
b) Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing.
c) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang.
d) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
e) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain.
f) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
g) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
h) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
4) Kelebihan dan Kekurangan model kooperatif tipe TSTS Kelebihan model TSTS adalah sebagai berikut:
a) Dapat diterapkan pada semua kelas tingkatan
b) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna c) Lebih berorientasi pada keefektifan
d) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya e) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa
f) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan g) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar Kelemahan model TSTS yaitu:
a) Membutuhkan waktu lama
b) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi dan tenaga) d) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Gambar 2.1. Skema Pembelajaran TSTS
e. Langkah-langkah Kegiatan
- Pendahuluan: Fase I : Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi siswa
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam kepada siswa
Siswa berdoa sebelum pelajaran dimulai dan guru mengecek kehadiran siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
Siswa diberi pemahaman tentang pentingnya menguasai materi ini
dengan baik, dan memotivasi siswa dengan menjelaskan materi ini erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
- Kegiatan Inti:
Fase II : Menyajikan Informasi
Guru menjelaskan secara sederhana materi pelajaran melalui metode diskusi. Metode diskusi yang digunakan di sini adalah diskusi kelas.
Guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi. Misalnya siapa yang akan mennjadi moderator, dan sebagai penulis.
Guru dan siswa memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama
S T
R S
S T
R S
S T
R S
10 menit
Siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator.
Guru dan siswa lain memberi tanggapan.
Moderator menyimpulkan hasil diskusi.
Fase III : Mengorganisasiakan siswa ke dalam kelompok kooperatif
Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok TS-TS yang terdiri dari 4 orang siswa, yang dipilih berdasarkan hasil diskusi sebelumnya.
Guru meminta siswa untuk mengataur posisi sesuai dengan kelompok yang ditentukan dan membantu kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase IV : Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru mengajukan masalah pada lembar kerja siswa (LKS) dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir secara individu.
Guru membimbing dan mengawasi kelompok dalam berdiskusi mengerjakan soal LKS tersebut.
2 orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan
bertamu kekelompok lain untuk menerima informasi dan 2 orang yang tinggal bertugas memberi informasi kepada kelompok lain
Setelah memperoleh informasi, 2 anggota yang bertamu memohon diri dan kembali kekelompok masing- masing.
Melaporkan hasil temuannya serta mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
Fase V : Evaluasi
Guru meminta beberapa kelompok untuk mempresentasekan hasil yang diperoleh dan meminta dari kelompok lain untuk menanggapi.
Guru memberi tanggapan atau umpan balik.
- Penutup: Fase VI : Memberikan penghargaan
Guru merefleksi siswa setiap akhir pertemuan untuk memberikan tugas rumah (PR).
Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya
Guru meminta salah seorang siswa memimpin berdoa untuk menutup pelajaran.
7. Materi Ajar A. Relasi
1. Pengertian Relasi
Dalam kehidupan sehari-hari, kamu pasti pernah mendengar istilah relasi.Secaraumum, relasi berarti hubungan. Di dalam matematika, relasi memiliki pengertian yang lebih khusus. Agar kamu lebih memahami pengertian relasi, pelajari uraian berikut.
Misalkan Eva, Roni, Tia, dan Dani diminta untuk menyebutkan warna kesukaannya masing- masing. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Eva menyukai warna merah
Roni menyukai warna hitam
Tia menyukai warna merah
Dani menyukai warna biru
Pada uraian tersebut, terdapat dua himpunan, yaitu himpunan anak dan himpunan warna. Misalkan A adalah himpunan anak sehingga A = {Eva, Roni, Tia, Dani} dan B adalah himpunan warna sehingga B = {merah, hitam, biru}.
Dengan demikian, relasi atau hubungan himpunan A dan himpunan B dapat digambarkan dengan diagram seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.2 Diagram Panah
Relasi himpunan A dan B pada Gambar adalah "menyukai warna" Eva dipasangkan dengan merah, artinya Eva menyukai warna merah. Roni dipasangkan dengan hitam, artinya Roni menyukai warna hitam. Tia dipasangkan dengan merah, artinya Tia menyukai warna merah. Dani dipasangkan dengan biru, artinya Dani menyukai warna biru.
Dari uraian tersebut, kamu akan menemukan pernyataan berikut. Relasi antara dua himpunan, misalnya himpunan A dan himpunan B, adalah suatu aturan yang memasangkan anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B.
2. Cara Menyajikan Suatu Relasi
Suatu relasi dapat dinyatakan dengan tiga cara, yaitu dengan diagram
panah, diagram Cartesius, dan himpunan pasangan berurutan. Untuk memahami hal tersebut, perhatikan uraian berikut ini.
Pengambilan data mengenai pelajaran yang disukai pada empat siswa kelas VIII diperoleh seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Siswa dan Pelajarang yang Disukai
Nama Siswa Pelajaran yang Disukai
Buyung IPS, Kesenian
Doni Keterampilan, Olahraga
Vita IPA
Putri Matematika, Bahasa Inggris
Sumber: (Nuharini,2008 : 33)
Tabel di atas dapat dinyatakan dengan diagram panah, diagram Cartesius, dan himpunan pasangan berurutan seperti dibawah ini.
Misalkan A={Buyung, Doni, Vita, Putri}, B={IPS, kesenian, keterampilan, olahraga, matematika, IPA, bahasa Inggris}, dan “pelajaran yang disukai” adalah relasi yang menghubungkan himpunan A ke himpunan B.
a. Dengan diagram panah
Gambar di bawah menunjukkan relasi pelajaran yang disukai dari himpunan A ke himpunan B. Arah panah menunjukkan anggota-anggota himpunan A yang berelasi dengan anggota-anggota tertentu pada himpunan B.
Gambar 2.3 Diagram panah
b. Diagram cartesius
Relasi antara himpunan A dan B dapat dinyatakan dengan diagram Cartesius. Anggota-anggota himpunan A berada pada sumbu mendatar dan anggota-anggota himpunan B berada pada sumbu tegak. Setiap pasangan anggota himpunan A yang berelasi dengan anggota himpunan B dinyatakan dengan titik atau noktah.
Gambar 2.4 Diagram Cartesius
c. Dengan himpunan pasangan berurutan
Himpunan pasangan berurutan dari data adalah: {(Buyung, IPS), (Buyung, kesenian ), ( Doni, keterampilan ), ( Doni, olahraga ), ( Vita, IPA ), ( Putri, matematika), (Putri, bahasa Inggris)}.
B. Fungsi atau Pemetaan 1. Pengertian Fungsi
Agar kalian memahami pengertian fungsi, perhatikan uraian berikut.
Pengambilan data mengenai berat badan dari enam siswa kelas VIII disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Siswa dan Berat Badan
Nama Siswa Berat Badan (kg)
Anik 35
Andre 34
Gita 30
Bayu 35
Asep 33
Dewi 32
Sumber: (Nuharini & Tri,2008 : 37)
Gambar 2.5 Diagram panah
Gambar 2.5 merupakan diagram panah yang menunjukkan relasi berat badan dari data pada Tabel 2.4. Dari diagram panah pada Gambar 2.5 dapat diketahu hal-hal sebagai berikut:
a. Setiap siswa memiliki berat badan
Hal ini berarti setiap anggota A mempunyai kawan atau pasangan dengan anggota B.
b. Setiap siswa memiliki tepat satu berat badan
Hal ini berarti setiap anggota A mempunyai tepat satu kawan atau pasangan dengan anggota B.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah relasi khusus yang memasangkan setiap
anggota A dengan tepat satu anggota B. Relasi yang demikian dinamakan fungsi (pemetaan). Jadi, fungsi (pemetaan) dari himpunan A ke himpunan B adalah relasi khusus yang memasangkan setiap anggota A dengan tepat satu anggota B. Syarat suatu relasi merupakan pemetaan atau fungsi adalah
a. setiap anggota A mempunyai pasangan di B;
b. setiap anggota A dipasangkan dengan tepat satu anggota B.
B. Penelitian yang Relevan
1. Itnawati, 2016, dengan hasil penelitian menyimpulkan bahwa metode diskusi berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II dari 25 siswa dengan hasil yang tuntas belajarnya sudah tuntas atau 75% sudah memahami materi pelajaran matematika, jadi setiap siklus hasil belajarnya selalu meningkat dan tuntas.
2. Rusgianto, 2017, dengan hasil penelitian menyimpulkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) pembelajaran dengan model kooperatif tipe TSTS efektif ditinjau dari keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis siswa, 2) pembelajaran dengan model konvensional ditinjau dari keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis siswa.
3. Retno, dkk, 2014, dengan hasil penelitian menyimpulkan bahwa pada siklus I sebesar 57,24% yang termasuk dalam kategori efektif, sedangkan pada siklus II mencapai 89,59% yang termasuk sangat efektif.
4. Miftahuddin, 2015, dengan hasil penelitian menyimpulkan bahwa penggunaan kooperatif tipe TSTS ini memberikan konstribusi 17,4% dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dalam belajar matematika siswa
yang mengikuti model pembelajaran TSTS lebih baik dari pada prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional
Perbedaan dari peneliti sebelumnya adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini adalah menggunakan model kooperatif tipe TSTS dengan Metode Diskusi, sedangkan kesamaan dari peneliti sebelumnya adalah variabel bebasnya yaitu salah satunya model TSTS.
C. Kerangka Pikir
Pada hasil belajar matematika di kelas VIII SMP Negeri 3 Pallangga belum sesuai dengan yang diharapkan, sikap dan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran masih kurang sehingga sangat berpengaruh terhadap menurunnya hasil belajar matematika siswa. Hal ini dikarenakan guru yang masih menggunakan proses pembelajaran dengan model pembelajaran langsung.
Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dilakukan dengan mengefektifkan pembelajaran. Salah satu diantaranya adalah dengan menerapkan model pembelajaran dang metode pembelajaran yang tepat. Salah satu model dan metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dan metode diskusi. Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa dihadapkan pada kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pernyataan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan-tujuan pembelajaran kooperatif mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu: hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe TSTS, di mana model pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990). Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Metode TSTS merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling mebantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi.
Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik (Huda, 2016:207).
Suryosubroto B (Suardi & Nursalam, 2015:128) mengatakan metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.
Maka yang menjadi indikator efektivitas pembelajaran ditinjau dari beberapa aspek, yaitu: ketuntasan hasil belajar, aktivitas siswa, dan respons siswa.
Maka diharapkan setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan metode diskusi kemampuan dan keterampilan proses matematika siswa akan lebih baik. Adapun kerangka pikir tentang efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan metode diskusi pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Bagan Kerangka Pikir
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis Mayor
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: “Pembelajaran Matematika dapat Efektif melalui Model Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dengan Metode Diskusi”.
Hipotesis Minor 1. H1M1: Hasil Belajar
1.1 Rata-rata hasil belajar siswa setelah diajar dengan menggunakan model Pembelajaran
Pretest
Model Kooperatif tipe TSTS dengan Metode Diskusi
Posttest
Indikator Keefektifan
Respon Siswa Aktivitas
Siswa Ketuntasan
Hasil Belajar
Tercapai Aktif Positif
Pembelajaran Matematika Efektif
kooperatif tipe TSTS dengan metode diskusi paling sedikit 76 (KKM) atau lebih besar dari 75.
1.2 Persentase ketuntasan belajar siswa dengan menggunakan model kooperatif tipe TSTS dengan metode diskusi secara klasikal lebih besar dari 79% siswa atau skor lebih dari 75.
1.3 Hasil belajar siswa dikatakan efektif jika rata-rata gain ternormalisasi minimal berada dalam kategori sedang atau lebih 0,29.
2. H2M2: Aktivitas Siswa
Kriteria keberhasilan aktivitas siswa dengan menggunakan model kooperatif tipe TSTS dengan metode diskusi ditunjukkan dengan lebih besar dari 74% siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
3. H3M3: Respon Siswa
Persentase respon siswa terhadap penerapan model kooperatif tipe TSTS dengan metode diskusi lebih besar dari 74% siswa merespon positif dalam pembelajaran matematika.