• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN AKTA PERIKATAN JUAL BELI PADA HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KEDUDUKAN AKTA PERIKATAN JUAL BELI PADA HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH NOTARIS"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEDUDUKAN AKTA PERIKATAN JUAL BELI PADA HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

A. Pengertian Akta

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan) tentang peristiwa hukum yang dibuat, dan disahkan oleh pejabat resmi.

Sudikno Mertokusumo memberikan pengertian mengenai akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.48

Subekti mengatakan suatu akta ialah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.49

A Pitlo menyebutkan akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat, untuk dipakai sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.50

1. Akta Notaris

Semua akta yang dibuat di hadapan notaris dapat disebut sebagai akta otentik.

Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah sebuah akta yang dibuat dalam

48Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2006, Hal. 149

49Subekti, Hukum Pembuktian, Pradya Paramitha, Jakarta, 1995, Hal 25

50A Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, diterjemah oleh M Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1986, Hal 52

(2)

bentuk akta yang ditentukan oleh undang-undang atau dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat pembuatan akta itu. Akta otentik itu proses pembuatan dan penandataganannya dilakukan dihadapan notaris. Akta otentik dapat membantu bagi pemegang/pemiliknya jika tersangkut kasus hukum.

Suatu akta otentik dapat dibagi lebih lanjut menjadi akta yang dibuat oleh pejabat dan akta yang dibuat oleh para pihak. Akta otentik dapat dibedakan menjadi akta yang dibuat ”oleh” pejabat umum dan akta yang dibuat ”dihadapan” pejabat umum. Akta yang dibuat ”oleh” pejabat umum lazimnya disebut dengan istilah ”akta pejabat” atau ”relaas akta”. Akta tersebut merupakan uraian secara otentik tentang suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum yaitu Notaris didalam menjalankan jabatannya.51 Contohnya berita acara rapat pemegang saham perseroan terbatas. Dalam akta tersebut, notaris hanya menerangkan atau memberikan kesaksian dari semua yang dilihat, disaksikan dan dialaminya, yang dilakukan oleh pihak lain.

Sedangkan akta yang dibuat ”dihadapan” pejabat umum, lazimnya disebut dengan istilah ”akta partij” (akta pihak).52 Akta ini merupakan akta yang berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan Pejabat Umum (Notaris), artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh

51Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Telematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), hal. 128

52 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Jakarta, Rajawali, 1982, hal. 58

(3)

para pihak kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya.53Contohnya adalah akta- akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk penjualan di muka umum atau lelang), wasiat, kuasa dan lain-lain.

Di Indonesia jabatan notaris diatur dalam sebuah undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN). Di dalam undang-undang tersebut yang disebut notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya.54 Undang-undang ini mengatur secara detail tentang praktik kenotariatan di Indonesia.

UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan notaris Indonesia harus mengacu kepada UUJN.55

Pasal 1 Reglement op het Notaris Ambt in Indonesie Staatsblad 1860 Nomor 3 menyatakan:56

De Notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd om authentieke akten op te maken wegens alle handelingen, overeenkomsten en beschikkingen,

53G.H.S Lumban Tobing, Op. Cit., hal. 51

54Pasal 1 angka 1 UUJN

55Habib Adjie, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris, Renvoi, Nomor 28.Th.III, 3 September 2005, Hal. 38

56Artinya Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

(4)

waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift blijken zal, daarvan de dagtekening te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvan grossen, afshriften en uittreksels uit te geven; alles voorzover het opmaken dier akten door eene algemene verordening niet ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of voorbehouden is.

Adapun pengertian notaris berdasarkan bunyi Pasal 1 butir 1 jo Pasal 15 ayat 1 UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Jabatan notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.57 Menempatkan notaris sebagai jabatan58merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu

57 Suatu lembaga yang dibuat atau diciptakan oleh negara, baik kewenangan atau materi muatannya tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, delegasi atau mandat melainkan berdasarkan wewenang yang timbul dari freis ermessen yang dilekatkan pada administrasi negara untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum (Beleidsregel atau Policyrules). Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2004, Hal. 15

58Penyebutan Notaris sebagai jabatan dalam UUJN tidak konsisten, karena dalam UUJN disebut pula notaris sebagai suatu profesi atau sebagai suatu profesi jabatan. Misalnya dalam UUJN pada Konsiderans Menimbang huruf c disebutkan, bahwa notaris merupakan jabatan yang menjalankan profesi. Pasal 1 angka 5 UUJN, disebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan notaris. Pengertian Jabatan dan Profesi berbeda. Kehadiran lembaga notaris merupakan Beleidsregel dari negara dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) atau jabatan notaris sengaja diciptakan negara sebagai implementasi dari negara dalam memberikan pelayanan kepada rakyat, khususnya dalam pembuatan alat bukti yang otentik yang diakui oleh negara. Profesi lahir sebagai hasil interaksi di antara sesama anggota masyarakat, yang lahir dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri.

(5)

(kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.59 Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada notaris. Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.60

Dengan demikian Notaris merupakan suatu Jabatan Publik mempunyai karakteristik, yaitu:61

1. Sebagai Jabatan;

UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN.

2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu;

59 Secara substantif akta notaris dapat berupa: (1) suatu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dikehendaki oleh para pihak agar dituangkan dalam bentuk akta otentik untuk dijadikan sebagai alat bukti;(2) berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa tindakan hukum tertentu wajib dibuat dalam bentuk akta otentik.

60Habib Adjie, Buku I, Op.Cit., Hal. 32

61Ibid., Hal.32

(6)

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar wewenang.

3. Diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah;

Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN). Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi (bawahan) dari yang mengangkatnya, pemerintah.

Salah satu unsur penting dari pasal tersebut penyebutan Notaris sebagai Pejabat Umum, yang berarti bahwa kepada Notaris diberikan dan dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang menjangkau publik (openbare gezag).

Sebagai pejabat umum, Notaris diangkat dan bekerja untuk pelayanan kepentingan umum (public service), dalam arti bidang pelayanan pembuatan akta dan tugas-tugas lain yang dibebankan kepada Notaris, yang melekat pada predikat sebagai pejabat umum dalam ruang lingkup tugas dan kewenangan Notaris.

Pelayanan kepentingan umum merupakan hakekat tugas bidang pemerintahan yang didasarkan pada asas memberikan dan menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi para warga anggota masyarakat. Dalam bidang tertentu, tugas itu oleh undang- undang diberikan dan dipercayakan kepada Notaris, sehingga oleh karenanya

(7)

masyarakat juga harus percaya bahwa akta notaris yang diterbitkan tersebut memberikan kepastian hukum bagi para warganya. Tugas notaris adalah mengkonstatir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik. Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.62 Adanya kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dan kepercayaan (trust) dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris dalam lalu lintas hukum.63

2. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

Selain Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk selanjutnya disebut PPAT) juga berwenang membuat akta otentik. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 yaitu PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.64

Khususnya Perbuatan hukum atas penguasaan dan pemilikan hak atas tanah tidak terlepas dari peran serta notaris atau PPAT. Salah satu tugas notaris dan PPAT adalah dalam hal pembuatan akta pengalihan hak atas tanah.

Pengalihan hak atas tanah yang belum bersertifikat dilakukan oleh Notaris.

Sedangkan pengalihan hak atas tanah yang telah bersertifikat dilakukan dihadapan PPAT sebagai Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti

62Tan Thong Kie, Op. Cit., hal. 159

63 Paulus Effendy Lotulung, Perlindungan Hukum Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam Menjalankan Tugasnya, Notariat, April-Juni 2003, hal. 64-65.

64Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

(8)

mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah. Dalam pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah65 ditegaskan bahwa dalam melaksanakan pendaftaran tanah, kepala kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah sebagai dasar alat bukti peralihan hak atas tanah.

Tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran untuk melakukan perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Jenis-jenis perbuatan hukum yang memerlukan akta PPAT yaitu :66

a. Jual beli b. Tukar menukar c. Hibah

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) e. Pembagian hak bersama

f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik g. Pemberian hak tanggungan

h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan

65Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, LN No.59 Tahun 1997,TLN N0.3696

66Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

(9)

Notaris dikatakan sebagai pejabat umum karena notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Notaris/PPAT bekerja untuk kepentingan Negara, namun Notaris/PPAT bukanlah pegawai, sebab notaris/PPAT tidak menerima gaji dari pemerintah, tetapi adalah berupa honorarium sebagai penghasilannya dari klien,67 untuk pembuatan akta-akta dan pekerjaan Notaris/PPAT yang lainnya.

Dalam hal jual beli hak atas tanah, diatur bahwa dalam melakukan jual beli hak atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah tanah yang telah bersertipikat maka pejabat yang berwenang adalah PPAT yang daerah kerjanya meliputi daerah di tempat tanah yang diperjualbelikan tersebut berada. Selain itu akta pemindahan haknya yaitu akta jual belinya juga dibuat oleh PPAT dan akta jual beli tersebut adalah merupakan akta otentik dimana bentuk dan isinya telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelum melakukan jual beli hak atas tanah dihadapan pejabat yang berwenang yaitu PPAT, maka para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah sebelumnya harus memenuhi semua persyaratan yang telah diatur dalam pelaksanaan jual beli tanah. Persyaratan tentang objek jual belinya, misalnya hak atas tanah yang akan diperjualbelikan merupakan hak atas tanah yang sah dimiliki oleh penjual yang dapat dibuktikan dengan adanya tanah atau tanda bukti sah lainnya mengenai hak tersebut, dan tanah yang diperjualbelikan tidak berada dalam sengketa dengan pihak lain.

67Habib Adjie, Op. Cit., hal. 108

(10)

Jual beli harus dibayar secara lunas dan semua pajak yang berkaitan dengan jual beli seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak pembeli yaitu Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga harus telah dilunasi oleh pihak-pihak yang akan melakukan jual beli agar pembuatan akta jual belinya dapat dilakukan di hadapan PPAT serta selanjutnya melakukan pendaftaran tanah untuk pemindahan haknya.

Namun apabila persyaratan-persyaratan tersebut belum dapat terpenuhi maka pembuatan dan penandatanganan terhadap akta jual beli hak atas tanah belum dapat dilakukan di hadapan PPAT untuk membuatkan akta jual belinya sebagai akibat belum terpenuhinya semua syarat tentang pembuatan akta jual beli.

Keadaan tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan atau bahkan dapat merugikan para pihak yang melakukan jual beli hak atas tanah, karena dengan keadaan tersebut pihak penjual di satu sisi harus menunda dulu penjualan tanahnya, akibatnya penjual harus menunda keinginannya untuk mendapatkan uang dari penjualan hak atas tanahnya tersebut. hal yang sama juga berlaku terhadap pihak pembeli, dengan keadaan tersebut maka pihak pembeli juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang akan dibelinya.

Untuk mengatasi hal tersebut, dan guna kelancaran tertib administrasi pertanahan maka dibuatlah Akta Perikatan Jual Beli yang dilaksanakan dihadapan Notaris dimana isinya sudah mengatur tentang jual beli tanah namun formatnya baru sebatas pengikatan jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian yang dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian pendahuluan.

(11)

B. Perjanjian dan Perikatan 1. Perjanjian

Ada beberapa istilah yang perlu di klarifikasi, yaitu istilah Hukum Perjanjian dan Hukum Perikatan. Masing-masing istilah tersebut berbeda-beda.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.68

Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu.69

Sedangkan R. Subekti berpendapat bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah timbulah suatu perikatan. Artinya perjanjian itu menerbitkan perikatan antara dua orang atau lebih yang membuatnya, dan dalam bentuknya mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk

68Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 6

69R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Bandung, 1993, hal. 9

(12)

tulisan. Sedangkan perjanjian lisan adalah merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).

Ada 3 (tiga) bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut :70

1. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain jika perjanjian tersebut disangkal oleh pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian itu berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.

2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.

Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah satu pihak mungkin saja menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal itu adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya.

3. Perjanjian yang dibuat di hadapan oleh notaris dalam bentuk akta notariel.

Akta notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk itu adalah notaris, camat, PPAT, dan lain-lain. Jenis dokumen ini merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak ketiga.

Ada 3 (tiga) fungsi akta notariel (akta otentik), yaitu :71

1. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;

2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

70 Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 43

71Ibid.

(13)

3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Wujud dari perjanjian adanya hubungan hukum, dan hubungan hukum itu tercipta karena adanya tindakan hukum yaitu pelaksanaan prestasi yang dilakukan oleh para pihak. Perjanjian dapat dibedakan, yaitu :72

a. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak

b. Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian atas beban

Perjanjian Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Sedangkan perjanjian atas beban ialah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu dengan selalu terdapat kontra prestasi dari pihak yang lain, dimana antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama (benoemd, specified, nominat) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari, contoh perjanjian bernama antara lain jual beli, sewa

72Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Bisnis, Eresco, Jakarta, 1997, hal. 38

(14)

menyewa, tukar menukar dan lain-lain. Sedangkan perjanjian tidak bernama (onbenomd, unspecified, unnominat) adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata, tetapi terdapat dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas.

d. Perjanjian campuran (contractus sui generis)

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsure perjanjian. Misalnya pemilik hotel yang tidak saja menyewakan kamar (sewa-menyewa) tetapi juga menyajikan makanan (jual-beli) dan memberikan pelayanan lain diluar pelayanan yang lazim.

e. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain. Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik tersebut masih diperlukan penyerahan (levering), perjanjian jual beli itu sendiri dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban kepada para pihak untuk melakukan penyerahan.

Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

f. Perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomst)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda yang dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain (transfer of title)

g. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil

(15)

Perjanjian konsensual adalah perjanjian diantara kedua belah pihak yang telah mencapai kesesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata juga terdapat perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, perjanjian ini dinamakan perjanjian riil.

h. Perjanjian-perjanjian yang teristimewa sifatnya, yaitu :

1. Perjanjian liberatoir, yaitu perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya perjanjian pembebasan hutang yang diatur dalam pasal 1438 KUHPerdata.

2. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

3. Perjanjian untung-untungan. Misalnya perjanjian asuransi (Pasal 1774 KUHPerdata).

4. Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah). Misalnya perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah.

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, dan syarat itu diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu :

a. Kesepakatan para pihak

b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

(16)

Pengertian sepakat diartikan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui oleh para pihak (overeenslemende wilsverklaring). Dan persetujuan kehendak itu sendiri adalah kesepakatan, seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat. Ada 5 (lima) cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan :73

1. Bahasa yang sempurna dan tertulis;

2. Bahasa yang sempurna secara lisan;

3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

4. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

5. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.

Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak adalah dengan menggunakan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari.

Hal-hal yang berhubungan dengan syarat kedua yaitu kecakapan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri pribadi orang perorangan ini diatur dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 KUHPerdata.

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum.74

73 Ibid.,hal. 33

74Ibid.

(17)

Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Pasal 1329 KUHPerdata menegaskan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang- undang tidak dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUHPerdata memberikan batasan orang-orang mana saja yang dianggap bertidak cakap bertindak dalam hukum, dengan menyatakan bahwa yang tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah :

1. Anak yang belum dewasa;

2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan;

3. Orang perempuan dalam hal-hal ditetapkan undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.75

Sehubungan dengan hal tersebut diatas point ke 3 dari Pasal 1330 KUHPerdata tidak berlaku lagi dengan keluarnya Surat Edaran Mahkamah RI Nomor 3 Tahun 1963 yang isi dari surat edaran tersebut adalah bahwa seorang perempuan yang sudah bersuami atau berada dalam suatu ikatan perkawinan telah dapat melakukan tindakan hukum dengan bebas serta sudah dibenarkan menghadap di Pengadilan walaupun tanpa izin suaminya.

Suatu hal tertentu adalah merupakan syarat ketiga untuk sahnya perjanjian.

Artinya apa yang diperjanjikan sebagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua

75R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal. 1

(18)

belah pihak jika timbul perselisihan. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian dan merupakan objek perjanjian.

Prestasi itu haruslah tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu dapat ditentukan. Gunanya ialah untuk menciptakan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam perjanjian. Jika prestasi itu kabur sehingga perselisihan itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek perjanjian. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini, maka perjanjian batal demi hukum.76

Suatu sebab yang halal sebagai syarat keempat untuk sahnya perjanjian sering juga disebut dengan oorzaak (bahasa Belanda) dan cause (bahasa latin). Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan cause yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.77

Dua syarat yang pertama yakni Kesepakatan dan kecakapan disebut syarat- syarat subjektif karena mengenai pihak-pihak atau subjek yang terdapat dalam suatu perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir yakni suatu hal tertentu dan sebab

76Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 94

77Ibid.

(19)

yang halal disebut syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri atau objek hukum yang dilakukan.78

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata maka dapat dilihat bahwa perbedaan antara syarat subjektif dan syarat objektif terletak pada akibat hukum yang terjadi apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi. Apabila suatu syarat subjektif tidak terpenuhi yaitu kesepakatan dan cakap bertindak dalam hukum, maka perjanjian tetap mengikat kedua belah pihak, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan (vernietig). Sedangkan apabila syarat objektif tidak dipenuhi yaitu objek tertentu atau suatu sebab yang halal, maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nul and void), yaitu secara hukum sejak awal dianggap tidak pernah ada perjanjian.79

Perjanjian berakhir dengan berbagai cara, yaitu dengan cara :80 1. Pembayaran

Pembayaran yang dimaksud adalah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara sukarela, artinya tanpa paksaan atau eksekusi. Jadi tidak hanya penyerahan uang saja tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian dinamakan pembayaran.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti penyimpanan/penitipan barang.

78R. Subekti, Op. Cit, hal. 17

79 www.legalakses.com/perjanjian/, Pengertian dan Syarat-syarat perjanjian, diakses pada tanggal 08 Maret 2012.

80 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal 107

(20)

Hal ini merupakan cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh si berhutang apabila si berhutang menolak pembayaran. Caranya barang atau uang yang akan dibayarkan itu diantarkan kepada si berpiutang atau ia diperingatkan untuk mengambil barang tersebut di suatu tempat.

3. Pembaharuan hutang (novasi).

Novasi adalah suatu persetujuan untuk membuat suatu perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian lama, sekaligus menetapkan perikatan baru. Dengan novasi dianggap perjanjian lama telah hapus kecuali secara tegas diperjanjikan oleh siberpiutang.

4. Perjumpaan hutang (kompensasi)

Kompensasi merupakan suatu cara penghapusan hutang dengan memperhitungkan hutang piutang secara timbal balik antara kreditur dengan debitur. Dalam Pasal 1424 KUHPerdata disebutkan, jika dua orang saling berhutang satu dengan yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan.

5. Pencampuran hutang

Apabila kedudukan sebagai si berpiutang dan sebagai si berhutang berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran hutang, dengan mana hutang-piutang itu dihapuskan. Misalnya si berpiutang ditunjuk melalui testamen oleh si berhutang untuk menjadi ahli waris tunggalnya.

6. Pembebasan hutang

(21)

Undang-undang tidak memberikan defenisi dari apa yang disebutkan dengan pembebasan utang. Yang dimaksud dengan pembebasan hutang adalah pembuatan atau pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur.

7. Musnahnya barang yang diperjanjikan

Apabila benda yang menjadi objek dari suatu perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu “keadaan memaksa” atau force majeure”, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. menurut Pasal 1444 KUHPerdata81, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu, hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

8. Pembatalan perjanjian

Dalam hal perjanjian yang dibuat tidak memenuhi syarat subjektif yang ditentukan dalam syarat sahnya suatu perjanjian, maka dapat dimintakan pembatalan atas perjanjian tersebut oleh orang tua atau wali dari pihak yang

81 Jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, sedemikian sehingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Mariam Darus Madrulzaman, Op. Cit, hal. 144

(22)

tidak cakap, atau oleh orang yang memberikan perizinannya karena paksaan, kekhilafan atau penipuan.

9. Berlakunya syarat batal

Syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali ke dalam keadaan semula seolah tidak pernah terjadi suatu perjanjian.

10. Lewatnya waktu (daluarsa)

Menurut Pasal 1967 KUHPerdata, segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan ataupun perorangan, hapus karena daluarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.

2. Perikatan

Menurut Yustianus, perikatan adalah merupakan suatu kewajiban dari seseorang untuk mengadakan prestasi terhadap pihak lain. Menurut defenisi ini perikatan hanya ditinjau dari satu segi saja, yakni segi kewajiban atau segi pasifnya saja. Sedangkan Von Savigny mengatakan bahwa perikatan hukum adalah hak dari seseorang (kreditur) terhadap seseorang lain (debitur). Menurut defenisi ini perikatan juga hanya ditinjau dari satu segi saja, yakni segi hak atau segi aktifnya. Jadi baik Yustianus maupun Von Savigny hanya menitikberatkan perikatan hukum pada satu segi saja.82

82Ibid, hal. 139

(23)

Perbedaan defenisi yang diberikan oleh Yustianus dan Von Savigny adalah bahwa Yustianus menekankan pada segi kewajiban atau segi pasif, sedangkan Von Savigny hanya menekankan pada segi hak atau segi aktif. Padahal suatu perikatan hukum itu mempunyai dua segi , yakni segi aktif (hak) dan segi pasif (kewajiban).

Dalam segi pasif (kewajiban) terdapat dua unsur, yaitu Schuld dan Haftung.

Schuld (bahasa Jerman) menurut arti yang sebenarnya adalah suatu hutang. Menurut

ilmu pengetahuan Hukum Jerman, Schuld berarti suatu keharusan untuk melakukan prestasi (mempresterd), terlepas dari persoalan ada sanksi atau tidak. Sedangkan Haftung adalah pertanggungjawaban secara yuridis atas prestasi tersebut.

Pada umumnya dalam suatu perikatan hukum Schuld dan Haftung tidak dapat dipisahkan. Artinya segi pasif suatu perikatan hukum selalu terdapat unsur Schuld dan Haftung. Namun ada kalanya suatu perikatan hukum segi pasifnya hanya mempunyai Schuld saja, tanpa adanya Haftung. Jadi ada suatu kewajiban tetapi tanpa tanggung jawab yuridis. Misalnya pada perikatan hukum wajar (Natuurlijk Verbintenis), yaitu suatu perikatan hukum yang pelaksanaannya tidak dapat

dimintakan sanksi, artinya tidak dapat dituntut di muka pengadilan. Contohnya : utang piutang karena perjudian (Pasal 1788 KUHPerdata). Suatu perikatan wajar (Natuurlijk Verbentenis) dapat menjadi perikatan yang dapat dituntut di muka pengadilan (Civil Verbentenis) apabila utang itu secara sukarela telah dibayar oleh debitur (Pasal 1791 KUHPerdata).

Hukum perikatan merupakan istilah yang paling luas cakupannya. Istilah perikatan merupakan kesepadanan dari istilah bahasa Belanda yaitu Verbintenis.

(24)

Istilah hukum perikatan ini mencakup semua ketentuan dalam buku ketiga dari KUHPerdata. Karena itu istilah Hukum Perikatan terdiri dari dua golongan besar, yaitu :83

a. hukum perikatan yang berasal dari undang-undang b. hukum perikatan yang berasal dari perjanjian.

Istilah Perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst dalam Bahasa Belanda, atau Agreement dalam bahasa Inggris. Karena

itu, istilah Hukum Perjanjian mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah Hukum Perikatan. Jika dengan istilah Hukum Perikatan dimaksudkan untuk mencakup semua bentuk perikatan dalam buku ketiga KUHPerdata, jadi termasuk perikatan hukum yang berasal dari perjanjian dan perikatan hukum yang terbit dari undang-undang, maka dengan istilah Hukum Perjanjian hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang perikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja.

Meskipun bukan yang paling dominan, namun pada umumnya, perikatan yang lahir dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari, dan yang juga ternyata banyak dipelajari oleh alih hukum, serta dikembangkan secara luas oleh para legislator, para praktisi hukum serta juga para cendikiawan hukum yang menjadi aturan-aturan hukum positif yang tertulis, yurisprudensi dan doktrin-doktrin hukum yang dapat ditemui dari waktu ke waktu.84

83Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 1

84Ibid.

(25)

Suatu perikatan harus memenuhi unsur-unsur atau elemen-elemen sebagai berikut:85

a. Ada hubungan hukum, artinya hubungan yang diberi akibat oleh Undang- Undang.

b. Di dalam bidang hukum harta kekayaan, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang.

c. Antara dua pihak, yaitu antara kreditur yang berhak atas suatu prestasi dengan debitur yang berkewajiban menunaikan prestasi.

Perikatan dan perjanjian menunjuk pada dua hal yang berbeda. Perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak, yang menunjuk pada hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua atau lebih orang atau pihak, di mana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat hubungan hukum tersebut.86

Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat ditemui landasannya pada ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Tiap- tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang-undang”.

Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan

85Komariah, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, 2005, hal. 140

86 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 1

(26)

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dengan demikian jelaslah bahwa perjanjian melahirkan perikatan.

Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu melahirkan suatu perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu saling setuju untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan salah satu sebab lahirnya suatu perikatan (disamping undang-undang) dalam hal harta benda/harta kekayaan dan oleh karenanya “Hukum Perjanjian”

merupakan bagian dari “Hukum Perikatan” dan diatur di dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur tentang perikatan.

Dalam bentuknya perjanjian berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Di sini dapat dilihat bahwa perikatan adalah pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atas suatu peristiwa. Oleh karena itu hubungan antara perikatan dan perjanjian dapat dibandingkan dengan “kejadian” dan “akibat dari kejadian”.

Perjanjian adalah kewajiban dan perikatan adalah akibat dari perjanjian.

Pada Pasal 1381 KUHPerdata mengatur berbagai cara hapusnya perikatan- perikatan untuk perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang dan cara-cara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan.87

87Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 115

(27)

Cara-cara berakhirnya suatu perikatan di dalam Pasal 1381 KUHPerdata tersebut tidaklah lengkap, karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan, karena meninggalnya seseorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh salah satu pihak. Lima cara pertama yang tersebut di dalam Pasal 1381 KUHPerdata menunjukkan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur.

Dalam cara keenam yaitu pembebasan hutang, maka kreditur tidak menerima prestasi, bahkan sebaliknya, yaitu secara sukarela melepaskan haknya atas prestasi.

Pada empat cara terakhir dari Pasal 1381 KUHPerdata maka kreditur tidak menerima prestasi, karena perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur.88

C. Jual Beli dan Perikatan Jual Beli

Dalam suatu masyarakat, di mana sudah ada peredaran uang berupa mata uang sebagai alat pembayaran yang sah, persetujuan jual beli merupakan suatu persetujuan yang paling lazim diadakan di antara para anggota masyarakat.

Diantara berbagai perbuatan hukum yang menyangkut hak atas tanah, maka jual beli menduduki peringkat utama dari segi frekuensinya. Semenjak tanggal 24 September 1960 unifikasi dalam bidang hukum tanah telah tercapai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

88Ibid, hal. 116

(28)

Pokok-Pokok Agraria, yang berarti bahwa untuk hal-hal yang berkenaan dengan tanah, dualisme hukum telah berakhir.89

Dalam UUPA untuk mengakhiri dualisme hak atas tanah dilakukan konversi terhadap tanah-tanah barat menjadi tanah-tanah menurut ketentuan UUPA. Misalnya, hak eigendom kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan, hak eigendom kepunyaan Warga Negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik, hak milik adat kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan atau hak guna usaha.

Konversi dari hak-hak bekas hak barat telah berakhir semenjak tanggal 2 September 1980, maka dengan demikian seluruh tanah-tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai kembali oleh Negara.

Setiap model hubungan yang dijalin seperti perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh masyarakat (para pihak) sudah pasti akan melahirkan hak dan kewajiban baru bagi masing-masing pihak. Seperti perjanjian sewa menyewa, perjanjian tukar menukar, perjanjian jual beli dan sebagainya. Hak dan kewajiban baru inilah yang perlu dibentengi dengan dokumen-dokumen yang dapat dijamin legalitasnya agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pemenuhan atau pelaksanaan hak dan kewajiban.90

89 Maria S. Sumardjono, Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, disampaikan pada pelatihan Teknik Yustisial Peningkatan Pengetahuan Hukum Pada Wakil Ketua/Hakim Tinggi Peradilan Umum 21 Juli 1995 di Semarang.

90Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, Hal. 6

(29)

Sebuah dokumen yang terjamin legalitasnya dan berkekuatan hukum yang lebih dikenal dengan akta otentik yang dapat melindungi hak dan kewajiban setiap orang yang terlibat dalam hubungan tersebut.91

Salah satu perbuatan hukum yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah jual beli. Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu yakni si penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya yaitu si pembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah belanda “koop en verkoop”

Selanjutnya seperti yang dijelaskan oleh EW. Chance dalam bukunya

“Prinsiples of Mercantile Law” (Vol. 1) sebagaimana yang dikutip oleh MR.

Tirtaamidjaja dalam bukunya mengenai Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, yang isinya adalah :92

Bahwa disebut jual beli jika objek yang diperjual belikan sudah dialihkan dari penjual kepada pembeli. Sedangkan perjanjian jual beli adalah jika objek yang diperjualbelikan belum dialihkan atau akan beralih pada waktu yang akan datang ketika syarat-syarat telah dipenuhi. Perjanjian jual beli ini akan menjadi jual beli jika syarat-syarat telah terpenuhi dan objek yang diperjualbelikan telah beralih kepada pembeli.

91Ibid

92MR. Tirtaamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta, 1970, hal. 24

(30)

Unsur-unsur yang dapat diambil dari beberapa defenisi di atas adalah : a. Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli;

b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga;

c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli.

UUPA tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan jual beli tanah, tetapi biarpun demikian mengingat bahwa hukum agraria kita sekarang ini memakai system dan asas-asas hukum adat, maka pengertian jual beli tanah sekarang diartikan sebagai perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual, yaitu menurut pengertian hukum adat.93

Menurut Subekti, Jual beli adalah suatu perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.94

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, menentukan bahwa jual beli adalah Suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual yang berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak), dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.

Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 diatas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan 2 (dua) kewajiban yaitu:95

93Effendy Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1986, hal. 13

94R.Subekti, Op.Cit, hal. 79

(31)

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga yang dibeli kepada penjual.

Menyerahkan barang yang dimaksud dari pernyataan diatas adalah bahwa apa yang diserahkan oleh penjual kepada pembeli adalah hak milik atas barangnya, jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang tadi. Sehingga apa yang harus dilakukan adalah

“Penyerahan” atau “levering” secara yuridis, bukannya penyerahan feitelijk. Akan tetapi tentunya penyerahan secara nyata tetap harus dilakukan sebagai tindak lanjut dan perbuatan hukum jual beli tersebut.

Dari apa yang diuraikan pada Pasal 1457 tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu bahwa jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuatan hukum) pada detik tercapainya sepakat penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok (esentiali) yaitu barang dan harga, biarpun jual beli itu mengenai barang yang tak bergerak.

Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi :

Jual beli dianggap telah terjadi kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang barang dan harga meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.

95M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986, hal. 181

(32)

Salah satu sifat yang penting lagi dari jual beli menurut system Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya “Obligatoir”

saja, artinya jual beli itu belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak, yaitu memberikan kepada si pembeli hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang dijual. Sifat ini Nampak jelas dari Pasal 1459 KUHPerdata, yang menerangkan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahan belum dilakukan (menurut ketentuan-ketentuan yang bersangkutan).96

Jual beli dalam masyarakat dengan objek jual beli hak atas tanah, juga dilakukan dengan perjanjian untuk lebih memberikan kepastian hukum, karena hak atas tanah, termasuk objek perjanjian secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana setiap perbuatan hukum yang menyangkut tentang hak atas tanah harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut harus tunduk terhadap aturan hukum yang berkaitan dengan pengaturan tentang hak atas tanah, pihak tersebut tidak bebas untuk melakukannya, akan tetapi dia terikat dengan ketentuan hukum yang mengatur tentang hak atas tanah.

Peraturan tentang hak atas tanah tersebut diantaranya adalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Menteri

96R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1998, hal. 80

(33)

Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Dengan adanya aturan yang secara khusus mengatur terhadap setiap perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah, maka perbuatan hukum yang dilakukan menyangkut tentang hak atas tanah seringkali menimbulkan kesulitan tersendiri bagi sebagian masyarakat terutama bagi masyarakat awam yang kurang mengetahui tentang aturan hukum yang berkaitan dengan tanah.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa untuk tanah-tanah yang telah memiliki sertipikat, pengalihan hak atas tanah tersebut dilakukan di hadapan PPAT selaku pejabat yang berwenang untuk itu. Penjual dan pembeli mendatangani PPAT untuk dibuatkan akta jual beli. Karena sesuatu hal penjual maupun pembeli tidak dapat melengkapi persyaratan-persyaratan yang diminta PPAT, tentu saja PPAT tidak dapat melaksanakan keinginan para pihak. PPAT menyarankan agar para pihak membuat suatu perikatan guna kepentingan para pihak, perikatan tersebut adalah perikatan jual beli.

Elvina Yuliana mengatakan bahwa akta perikatan jual beli ini merupakan akta yang dibuat oleh notaris dan akta ini merupakan akta awal dari suatu akta jual beli yang nantinya akan dibuat di hadapan PPAT yang berwenang untuk wilayah objek perikatan jual beli tersebut. Para pihak yang akan melakukan jual beli sudah terikat

(34)

serta sudah mempunyai hak dan kewajiban untuk memenuhi prestasi dan kontra prestasi sebagaimana yang disepakati dalam perikatan jual beli.97

Adanya kesadaran hukum yang tinggi pada masyarakat merupakan salah satu faktor yang mendorong masyarakat untuk membuat perjanjian dihadapan notaris.

Kesadaran hukum yang tinggi pada masyarakat yang ditandai dengan semakin meningkatnya permintaan jasa notaris, meningkatnya taraf hidup masyarakat, adanya kemajuan teknologi yang begitu cepat dan semakin banyaknya lapangan usaha yang tersedia di berbagai bidang sehingga menimbulkan dan mendorong para pelaku bisnis meningkatkan kegiatan usahanya di berbagai bidang. Oleh karena itu dirasakan perlunya akan akta notaris dalam praktek lalu lintas hukum dalam masyarakat yang semakin maju dan kompleks.98

Agustina Karnawati, menyebutkan perikatan jual beli ini adalah logis karena setiap orang yang mengikat perjanjian dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi mereka, sehingga hal yang sangat penting mengingat kepastian hukum yang lebih besar yang mengikat bagi mereka yang mengadakan persetujuan tersebut.99

Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum. Notaris memberikan jaminan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum

97Hasil wawancara dengan Notaris Elvina Yuliana, pada tanggal 09 Desember 2011

98Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan , Ibid., Hal. 2

99Hasil wawancara dengan Notaris Agustina Karnawati, pada tanggal 20 Oktober 2011

(35)

pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta otentik ini sangat diperlukan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Pembuatan akta otentik yang mengandung kebenaran formal ini sangat membutuhkan bantuan dan jasa dari notaris.

Inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan- hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa Notaris. Akta yang dibuat oleh notaris adalah akta otentik. Jika berbicara tentang akta otentik, maka tidak terlepas dari pengertian akta itu sendiri, yaitu suatu tulisan khusus yang dibuat supaya menjadi bukti tertulis.

Sebuah akta otentik merupakan dokumen yang sah dan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna disini berarti hakim menganggap semua yang tertera dalam akta merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan bahwa isi akta pertama tersebut salah. Oleh karena itu, pembuatan sebuah akta otentik menjadi sesuatu yang penting. Memiliki akta otentik berarti memiliki bukti atau landasan yang kuat di mata hukum.100

Hal lain yang membuat akta otentik memiliki kekuatan hukum adalah karena akta otentik memiliki minuta akta yang disimpan oleh negara melalui notaris. Akan sangat kecil kemungkinan akta otentik hilang. Bukan hanya itu, jika seseorang menyangkal isi atau keberadaan akta otentik maka akan mudah untuk diperiksa kebenarannya.101

100Ibid, Hal. 83

101Loc.it, Hal. 85

(36)

Akta yang dibuat Notaris memuat atau menguraikan secara autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang disaksikan oleh para penghadap dan saksi-saksi, atau dapat juga dikatakan bahwa Akta Notaris merupakan rangkaian suatu cerita mengenai peristiwa yang terjadi, hal ini disebabkan karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak yang membuat perjanjian atau disebabkan oleh orang lain dihadapan Notaris.

Akta notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi.

Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian. Ada dua syarat, yaitu syarat subjektif, yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Kemudian, syarat objektif, yaitu syarat yang berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.102

Syarat sahnya perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta notaris. Syarat subjektif dicantumkan dalam Awal akta dan syarat objektif dicantumkan dalam Badan akta sebagai isi akta. Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUHPerdata mengenai kebebasan berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya. Dengan

102Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 KUHPerdata). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 KUHPerdata).

(37)

demikian, jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. Jika dalam isi akta tidak memenuhi syarat objektif, maka akta tersebut batal demi hukum.

Menurut G.H.S Lumban Tobing, seorang ahli hukum Notariat, menyatakan bahwa apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 1868 KUHPerdata yakni:103

1. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum;

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang;

3. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.

Namun disamping notaris berwenang untuk membuat suatu akta otentik, dalam hal-hal tertentu notaris dapat menolak pembuatan suatu akta yang dimintakan kepadanya yaitu:104

1. Jika diminta kepada notaris dibuatkan Berita Acara untuk keperluan/maksud reklame

2. Jika notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak itu bertentangan dengan kenyataan atau hal-hal yang sebenarnya.

103G.H.S Lumban Tobing, Op. Cit,, hal. 48

104 Chairani Bustami, Aspek-Aspek Hukum Yang Terkait Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002, hal. 60

(38)

Banyak dikalangan masyarakat awam ditemukan bahwa jual beli hak atas tanah yang merupakan salah satu perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah hanya dilakukan dengan bukti selembar kwitansi biasa saja. Sebenarnya hal ini tidak dilarang, hanya saja hal ini tentunya akan menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi si pembeli ketika dia akan mendaftarkan hak atas tanahnya karena kantor pertanahan pasti akan menolak untuk melakukan pendaftaran disebabkan tidak terpenuhinya syarat-syarat tentang pendaftaran tanah.

Pendaftaran tanah diperlukan untuk membuktikan adanya hak atas tanah tersebut, sehingga jelas siapa pihak yang berhak atas sebidang tanah tersebut. salah satu tujuan dan fungsi dilakukannya pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

Alimin Danutirto, mengatakan syarat-syarat tidak terpenuhinya untuk pendaftaran tanah antara lain :105

a. Sedang dimohonkan sertipikat atas tanah tersebut;

b. Sedang dalam proses pemecahan sertipikat karena hanya sebagian saja luas tanah yang dijual;

c. belum dibayarnya pajak-pajak yang terhutang atas pengalihan hak tersebut.

105 Hasil wawancara dengan Notaris Alimin Danutirto, pada tanggal 17 Desember 2011

(39)

Soeparno, juga menyebutkan alasan-alasan yang mendasari tidak terpenuhinya syarat-syarat pendaftaran tanah yakni:106

a. Harga jual beli belum dibayar lunas;

b. Objek jual beli masih dijaminkan atau sedang diagunkan;

c. Izin pengalihan hak belum dikeluarkan oleh pihak yang berwenang;

d. Pajak-pajak yang terhutang belum dibayarkan e. Sertipikat belum di roya

f. Sertifikat belum dipecah (masih sertipikat induk).

Berbeda dengan jual beli menurut hukum tanah nasional yang bersumber pada hukum adat, dimana apa yang dimaksud dengan jual beli bukan merupakan perbuatan hukum yang merupakan perjanjian obligatoir. Jual beli (tanah) dalam hukum adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang harus memenuhi 3 (tiga) sifat yaitu :107

1. Harus bersifat tunai, artinya harga yang disetujui bersama dibayar penuh pada saat dilakukan jual beli yang bersangkutan.

2. Harus bersifat terang, artinya pemindahan hak tersebut dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang atas objek perbuatan hukum.

3. Bersifat riil atau nyata, artinya dengan ditanda tangani akta pemindahan hak tersebut, maka akta tersebut menunjukkan secara nyata dan sebagai bukti dilakukan perbuatan hukum tersebut.

Hubungan perjanjian dan perikatan adalah bahwa perjanjian adalah sumber dari perikatan (hubungan hukum). Perikatan dalam hal ini merupakan suatu tahap awal yang mendasari terjadinya jual beli.

106 Hasil wawancara dengan Notaris Soeparno, pada tanggal 28 November 2011

107Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Djambatan

(40)

Beberapa hal yang menyebabkan dibuatnya akta perikatan jual beli yaitu antara lain :108

1. Sertifikat belum terbit atas nama pihak penjual dan masih dalam proses di Kantor Pertanahan.

2. Sertifikat belum atas nama pihak penjual dan masih dalam proses balik nama ke atas nama pihak penjual.

3. Sertifikat sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual tapi harga jual beli yang telah disepakati belum semuanya dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual.

4. Sertifikat sudah ada, yaitu atas nama pihak penjual dan harga sudah dibayar lunas oleh pihak pembeli kepada pihak penjual, tetapi persyaratan-persyaratan lainnya belum lengkap.(contonya belum bayar pajak-pajak)

5. Sertifikat pernah dijadikan sebagai jaminan di Bank dan masih belum dilakukan roya.

Dari beberapa sebab tersebut diatas, dapatlah digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :

1. Pembayaran oleh pihak pembeli kepada pihak penjual telah lunas, tetapi syarat-syarat formal belum lengkap, misalnya sertifikat masih dalam proses penerbitan atas nama pihak penjual.

108Hasil wawancara dengan Notaris Dewi Lestari, pada tanggal 28 November 2011

(41)

2. Pembayaran atas objek jual beli dilakukan dengan angsuran dan syarat-syarat formal sudah lengkap.

3. Pembayaran atas objek jual beli dilakukan dengan angsuran dan syarat-syarat formal belum lengkap.

Penandatanganan akta perikatan jual beli juga dapat dilakukan atas permintaan para penghadap walaupun pembayaran harga jual beli telah dilunasi oleh pihak pembeli kepada pihak penjual dan sertipikat telah diserahkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli.109Namun adakalanya para pihak menandatangani akta perikatan jual beli dihadapan notaris karena para pihak datang menghadap PPAT yang bukan berwenang atas objek jual beli atas tanah tersebut. Karena untuk mendatangi PPAT yang berwenang untuk objek jual beli tersebut, para pihak tidak mempunyai waktu (contohnya para pihak tinggal di Medan, sedangkan objek jual beli berada di Jakarta). Para pihak menyetujui penandatanganan akta perikatan jual beli dan masing-masing pihak telah mendapatkan hak dan kewajibannya, sipenjual telah menerima uang dan si pembeli telah menerima sertipikat atas tanah tersebut.110

Dengan adanya beberapa sebab tersebut, maka untuk mengamankan kepentingan penjual dan pembeli serta kemungkinan terjadinya hal-hal yang tak diinginkan misalnya terjadi ingkar janji dari salah satu pihak, oleh karena itu diperlukan adanya suatu pegangan atau pedoman. Hal inilah yang membedakan penjualan yang dilakukan dengan membuat suatu akta notaril perikatan jual beli

109Hasil wawancara dengan Notaris Tri Yanti Putri, pada tanggal 28 November 2011

110 Hasil wawancara dengan Notaris Ekoevidolo, pada tanggal 28 November 2011

(42)

dengan suatu system penjualan menurut hukum tanah Nasional. Jual beli menurut hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat yang mengandung asas tunai, terang dan riil, sedangkan jual beli yang dimaksudkan dalam perikatan jual beli hanya bersifat obligatoir saja.

Jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah itu berpindah kepada yang menerima penyerahan).111

Dari pengertian jual beli tersebut diatas dapat diambil beberapa unsur dalam suatu perikatan jual beli yaitu :

1. Adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang 2. Adanya persetujuan pihak-pihak

3. Penyerahan hak milik atas suatu barang 4. Pembayaran harga yang diperjanjikan

Akta perjanjian jual beli ini diperbuat oleh pihak-pihak dikarenakan oleh beberapa sebab, antara lain :112

1. Adanya syarat yang belum dipenuhi untuk melangsungkan jual beli dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Tidak ada syarat yang menghalangi dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah namun pihak-pihak senantiasa meminta dibuatkan akta Perikatan Jual Beli.

111Effendy Perangin-angin, Ibid, hal. 1

112Chairani Bustami, Ibid, hal. 6

(43)

Adapun landasan dibuatnya perikatan jual beli adalah :

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang rumah susun (Diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985 dan dimuat dalam LN.RI Tahun 1985 Nomor 75 serta TLN-RI Nomor 3317)

2. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994, Tanggal 17 November 1994, tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.

3. Pasal 1338 KUHPerdata mengenai Asas Kebebasan Berkontrak.

Adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kendala-kendala dalam pembuatan akta jual beli adalah :113

1. Sertipikat tanah yang menjadi objek jual beli, yang masih terikat dalam jaminan pembebanan hak tanggungan ataupun hipotik, di roya (dihapus) lebih dahulu hak tanggungan atau hipotik yang membebani tanah tersebut di Kantor Pertanahan.

2. Sertipikat yang masih terdaftar atas nama orang lain atau pewaris, harus terlebih dahulu dibalik nama keatas nama pemegang hak atau ke atas nama para ahli waris.

3. Sertipikat induk belum dipecah-pecah, sedangkan yang dibeli hanya sebagian kecil dari luas tanah tersebut. Umpamanya luas tanah sertipikat 1000 M2 yang dibeli hanya 250 M2.

113 Ibid, hal 98-100

(44)

4. Pembeli atas tanah hak milik adalah perseroan terbatas yang tidak dibenarkan oleh Undang-Undang untuk memiliki hak milik atas tanah, oleh karena itu hak milik tersebut harus diturunkan lebih dahulu keatas hak yang lebih rendah yaitu hak guna bangunan atau hak pakai.

5. Pembeli tanah hak milik adalah orang asing yang tidak berhak mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia kecuali hak pakai (ada pengecualian terhadap tanah yang bersifat perwakilan asing di Indonesia).

6. Pembeli telah mempunyai tanah-tanah bersertipikat melebihi dari jumlah yang diizinkan oleh Undang-Undang, jadi harus lebih dahulu mendapatkan izin dari instansi terkait.

7. Pajak Penghasilan (PPh) yang merupakan kewajiban penjual belum dibayar (Undang-Undang nomor 27 tahun 1996).

8. Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan kewajiban pembeli belum dilunasi (Undang-Undang nomor 21 tahun 1997).

9. Sertipikat tanah belum di cek bersih di Kantor Pertanahan tetapi telah diyakini penjual dan pembeli bahwa tanah tersebut tidak ada menimbulkan masalah.

10. Sertipikat belum terbit atau masih dalam proses pengurusan di Kantor Badan Pertanahan Nasional.

11. Sertipikat masih terdaftar atas nama pemilik awal walau berulang kali terjadi pemindahan hak atas tanah masih terus menggunakan akta Perikatan Jual Beli yang disempurnakan dengan akta pendamping yaitu Surat Kuasa Menjual. Jadi

(45)

pemindahan hak atas tanah tersebut walaupun telah berlapis-lapis (berkali- berkali) namun belum sekalipun dibalik nama keatas nama pembeli.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dilapangan kendala-kendala yang disebutkan diatas masih menjadi kendala dalam pembuatan akta jual beli, namun untuk point nomor 8 mengenai BPHTB peraturannya telah berubah yakni Undang- Undang nomor 28 tahun 2009.

D. Kedudukan Akta Perikatan Jual Beli Pada Hak Atas Tanah

Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Notaris memberikan jaminan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta Otentik ini sangat diperlukan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Pembuatan akta otentik yang mengandung kebenaran formal ini sangat membutuhkan bantuan dan jasa dari Notaris sehingga akta otentik itu akan dapat dipahami dan diterima oleh semua pihak serta memiliki jaminan kepastian hukum ditengah-tengah masyarakat.

Kedudukan akta perikatan jual beli pada hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris merupakan alat bukti otentik. Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai- pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.114

Akta notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang- undang hal ini merupakan salah satu karakter akta notaris. Akta notaris sebagai alat

114 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op cit, pasal 1868

Referensi

Dokumen terkait

Tinggi tanaman pada kemiringan 3% juga berbeda nyata (signifikan) dengan kemiringan 7%. Besarnya panjang akar rata-rata tanaman pada masing-masing kemiringan dan

kredit yang diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan mentahnya atau barang-barang lainnya. Di sini pembeli membayar harga barang yang

Beliau mengatakan bahwa, dalam membentuk budaya sholat dhuha, membaca asmaul husna, dan membaca surat pendek al Qur’an, guru pendidikan agama Islam pada awalnya ikut

Manfaat yang diharapkan menyumbang informasi bagi masyarakat terutama bagi santriwati yang ruang lingkup kesehariannya berada di dalam pondok pesantren mengenai bagaimana

Penambahan serat sabut kelapa pada adukan beton memungkinkan akan terbentuknya ikatan atau jaring-jaring pada permukaan beton dan bila beton menjadi kering maka

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan yang dialami oleh pemain PS Tamsis Bima adalah senam vitalisasi otak yaitu sebuah latihan fisik yang bertujuan

Selain itu pisang ambon memiliki kandungan kalium lebih tinggi dan natrium lebih rendah dibandingkan dengan buah pisang lainnya, dalam 100 g pisang ambon mengandung 435

Maka agar yang dipotret persis dengan potretnya, alat potret itu harus memakai film negatif yang belum terpakai (belum ada gambarnya), yang masih bersih.. Begitu pula