• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahan ajar. Aktivitas dalam mempelajari bahan ajar tersebut akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan bahan ajar. Aktivitas dalam mempelajari bahan ajar tersebut akan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Proses belajar mengajar merupakan aktivitas psikis yang berkenaan dengan bahan ajar. Aktivitas dalam mempelajari bahan ajar tersebut akan memakan waktu. Waktu yang dibutuhkan tergantung dari seberapa sulit bahan ajar yang diberikan guru serta tergantung juga pada kemampuan siswanya. Jika bahan ajar yang diberikan mudah dan kemampuan siswanya tinggi maka proses belajar mengajar akan berjalan dengan cepat.1 Sebaliknya, jika bahan ajar yang dibahas dalam proses belajar sulit dan kemampuan siswanya rendah, maka waktu yang dibutuhkan dalam proses belajar akan relatif lama. Kondisi yang demikian tentu akan berdampak pada hasil belajar yang diperoleh oleh siswa.

Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (Cruickshank, 1990) mengindikasikan adanya sejumlah faktor yang berpengaruh pada hasil belajar siswa, yang dapat dikategorisasi ke dalam empat variabel, yakni variabel siswa, variabel lingkungan, variabel guru, dan variabel proses pembelajaran. Secara lebih rinci variabel siswa mencakup faktor-faktor kapasitas belajar siswa (berhubungan dengan kematangan dan kecerdasan), motivasi dan kesiapan belajar (penguasaan pengetahuan prasyarat). Variabel lingkungan meliputi faktor sikap

      

1

(2)

orang tua terhadap pendidikan dan sekolah, pola interaksi antarsiswa, populasi kelas, fasilitas belajar (termasuk buku pelajaran). Variabel guru mencakup faktor-faktor penguasaan terhadap materi pelajaran, wawasan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, keterampilan mengajar, motivasi kerja, serta kepribadian guru.2

Relasi guru dengan siswa, cara guru menyampaikan materi dalam kegiatan pembelajaran juga sangat berpengaruh terhadap mudah tidaknya seorang siswa menerima penjelasan guru. Hasil penelitian Utari, Rukmana, dan Suhendra menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia saat ini dirasakan masih kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasan matematika yang dimilikinya.3 Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan yang harus dimilikinya. Dengan kata lain, guru tidak memberi kesempatan siswa untuk berinteraksi dan mampu menemukan sendiri pengetahuannya. Ini berarti bahwa seorang guru matematika yang kurang berinteraksi dengan siswanya, dapat menyebabkan proses belajar kurang lancar, sehingga siswa merasa jauh dengan gurunya dan akan sulit menerima penjelasan dari guru.

Guru menyampaikan materi kepada siswanya memerlukan suatu kesepahaman antara guru dan siswa sehingga membentuk suatu interaksi yang komunikatif. Menurut Paolo Freire, seorang guru seharusnya tidak memosisikan

       2

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108891-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-prestasi/. Diakses pada 24 mei 2011 pukul 23.06

3

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d0151_060528_chapter1.pdf. diakses pada 22 mei 2011 pukul 22.00

(3)

dirinya sebagai subyek tunggal di dalam kelas dan menempatkan siswa sebagai obyeknya, akan tetapi lebih memandang keduanya sebagai subyek yang mempunyai kognisi yang berbeda serta mempunyai pemahaman berbeda pula dalam memahami sesuatu. Kedua pemahaman yang berbeda tersebut agar dapat dicapai kesepahaman maka dibutuhkan tindakan-tindakan yang komunikatif. Dalam pembelajaran matematika yang komunikatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut4: (1) pembelajaran mencerminkan kebutuhan siswa, yakni keterampilan matematika yang bermakna, yang bersifat humanis, yakni menempatkan siswa pada posisi aktif, (2) pembelajaran mengarahkan siswa untuk menguasai matematika dalam konteks komunikasi.

Proses komunikasi antara guru dan siswa merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses belajar mengajar sehingga materi yang disampaikan terserap oleh siswa dengan baik. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan siswa sebagai subyek yang menerima pelajaran, sedangkan guru menunjuk pada apa yang harus dilakukan sebagai pengajar. Dua konsep tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi guru – siswa, siswa – siswa pada saat pelajaran itu berlangsung. Dengan demikian, pembelajaran matematika mengarah pada kegiatan komunikasi nyata dan penugasan yang bermakna bagi siswa.

      

4

Denise B. Forrest, Investigating the Logics Secondary Mathematics Teachers Employ When Creating

Verbal Messages for Students: An Instance for Bridging Communication Theory Into Mathematics Education, (Disertasi tidak dipublikasikan, USA: OHIO, 2008)

(4)

Seringkali dijumpai kegagalan suatu pengajaran matematika disebabkan karena lemahnya komunikasi. Untuk itulah, guru matematika perlu mengembangkan suatu bentuk dan pola komunikasi sehingga dapat memudahkan siswa dalam menerima pelajaran matematika.

Dalam berkomunikasi, guru menyampaikan sesuatu yang dikirimkan sewaktu kegiatan komunikasi berlangsung yang disebut dengan pesan.5 Pesan yang disampaikan dapat diidentifikasi dalam dua bentuk, yakni pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal merupakan pesan yang berbentuk simbol-simbol dan kata-kata. Guru matematika menjelaskan materi dengan menerangkan dan melontarkan kata-kata, menuliskan penjelasannya dengan simbol-simbol merupakan bentuk pesan verbal. Sedangkan pesan non-verbal ialah pesan dalam bentuk isyarat, misalkan guru mengisyaratkan perintahnya hanya dengan menunjukkan tangannya. Pesan juga merupakan suatu wujud informasi yang mempunyai makna.6 Apabila pesan yang disampaikan guru tidak bisa dipahami oleh siswanya maka pesan yang dikirimkan tersebut tidak menjadi informasi. Akan tetapi, perlu disadari bahwa suatu pesan bisa mempunyai makna yang berbeda bagi siswa satu ke siswa lain karena pesan berkaitan erat dengan masalah penafsiran bagi yang menerimanya.

Untuk mempermudah dalam penyampaian materi, guru harus memperhatikan bagaimana cara penyampaian pesan materi, sehingga siswa dapat

      

5

Hamzah B. Uno. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). hal. 153

6

(5)

dengan mudah menerima penjelasan. Penyusunan pesan yang dilakukan setiap guru berbeda-beda, ada guru yang menyampaikan pesan dengan berbicara gugup, terlalu cepat, terlalu lemah, atau diulang-ulang. Ini semua tentu akan mempengaruhi terhadap komunikasi pembelajaran. Dengan demikian harus diusahakan agar bisa berbicara yang mudah dipahami oleh siswa.

Dalam penelitiannya, Keefe memperluas teorinya dengan memasukkan pandangan bagaimana seseorang mendesain pesan. Menurut Keefe orang berpikir secara berbeda mengenai bagaimana berkomunikasi, cara membuat pesan dan manusia menggunakan logika yang berbeda dalam memutuskan apa yang harus dikatakan kepada orang lain.7 Keefe menggunakan istilah Logika Desain Pesan (Message Desain Logic). Keefe mengemukakan ada tiga logika dalam merancang pesan dimulai dari yang tidak berpusat pada orang hingga yang berpusat kepada orang, yakni logika ekspresif, logika konvensional, dan logika retorika.8

Logika ekspresif yaitu logika yang memandang komunikasi sebagai cara untuk berekspresi serta untuk menyatakan perasaan dan pikiran. Logika ekspresif ini bersifat terbuka dan reaktif dengan memberikan perhatian yang sedikit pada orang lain. Orang yang menggunakan logika ekspresif yakin bahwa penerima pesan akan memahami ucapannya selama ia menjelaskannya dengan terbuka, to

do point dan tidak berbelit-belit.

      

7

Morrisan, andy Corry Wardhany, Teori Komunikas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) hal. 119 8

(6)

Logika konvensional adalah logika yang melihat komunikasi sebagai permainan yang harus dimainkan dengan mengikuti sejumlah prosedur. Tujuan dari logika ini ialah untuk menciptakan komunikasi yang sopan, pantas dan mengikuti aturan yang harus diketahui kelompoknya. Logika ini hanya bisa berjalan ketika anggota kelompok dalam berkomunikasi semuanya mengikuti aturan-aturan yang ada. Logika ini dinilai berhasil ketika terdapat reaksi antara anggota kelompoknya.

Logika retorika ialah logika yang memandang komunikasi sebagai suatu cara untuk mengubah aturan melalui negoisasi.9 Pesan-pesan yang disusun dalam logika ini cenderung lembut, luwes, berwawasan dan terpusat kepada komunikannya. Orang yang menggunakan logika ini berasumsi bahwa pesan yang disampaikannya ditekankan untuk mencapai tujuannya bukan sekedar hanya terjadinya respon atau timbal balik saja.

Implementasi logika retorika oleh guru di dalam kelas dapat mempermudah siswa dalam menerima pelajaran karena logika ini memposisikan siswa sebagai subyek pelajaran. Artinya, mereka memahami pelajaran matematika dapat diimplikasikan ke dalam pembelajaran inkuiri atau penemuan. Seorang guru yang menggunakan logika retorika, akan menekankan kepada tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran tersebut, sehingga guru dalam menyampaikan pesannya bisa menyesuaikan pola pikir dari siswanya. Guru akan

      

9

(7)

mengikuti apa yang siswa pikirkan dan guru tidak memaksakan kehendaknya sendiri.

Hal ini senada dengan teori konstruktivisme, yang menyatakan bahwa individu menafsir dan bertindak menurut kategori konseptual yang ada dalam dirinya.10 Teori ini bisa menjelaskan bahwa orang yang memiliki persepsi kognitif yang kompleks tehadap orang lain, akan memiliki kapasitas berkomunikasi secara canggih (rumit) dengan hasil yang positif11. Seorang guru matematika yang konstruktivis akan mampu menyusun pesan-pesan retorik yang logis dan dapat menciptakan pesan-pesan yang berfokus kepada siswanya. Sebagai sebuah teori, konstruktivisme berkaitan dengan proses kognitif seseorang yang melakukan komunikasi pada situasi tertentu12. Teori ini menempatkan siswa sebagai seorang yang mampu memahami makna pelajaran matematika menurut dunianya sendiri, dengan menempatkan matematika sebagai hal yang menyenangkan sehingga dapat menambah motivasi siswa dalam belajar matematika.

Dari berbagai paparan tentang teori komunikasi yang bisa digunakan guru, mungkin terdapat gaya komunikasi yang mengakibatkan siswa kesulitan dalam menerima pesan dari guru, sehingga dengan analisa penggunaan teori komunikasi logika desain pesan oleh guru metematika dapat meminimalkan kesulitan siswa dalam menerima materi pelajaran. Dengan demikian, gaya komunikasi yang

      

10

Stephen W. Littlejohn, Foss, Karen A, Teori Komunikasi Theoris of Human Communication, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009) hal. 180

11

Pawit M. yusuf, Komunikasi Instruksional Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) hal 98 12

(8)

dilakukan guru sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam agar dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang, peneliti termotivasi untuk mengadakan penelitian yang berjudul ANALISIS GAYA KOMUNIKASI GURU MATEMATIKA DALAM KAITANNYA DENGAN KEMAMPUAN SISWA MEMAHAMI MATERI MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KOMUNIKASI LOGIKA DESAIN PESAN.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Gaya komunikasi manakah (ekspresif, konvensional, atau retorika) yang dapat dengan mudah diterima siswa dalam menerima materi matematika?

2. Apa latar belakang guru sehingga menggunakan gaya komunikasi di atas?

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mendeskripsikan gaya komunikasi (ekspresif, konvensional, atau retorika) yang dapat dengan mudah diterima siswa dalam menerima materi matematika.

2. Untuk menginvestigasi latar belakang guru sehingga menggunakan gaya komunikasi di atas.

(9)

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi semua kalangan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, antara lain adalah:

1. Bagi Guru

a. Sebagai bahan masukan yang berharga dalam merencanakan upaya memperbaiki komunikasi dengan siswanya.

b. Sebagai informasi bagi guru tentang gaya komunikasi yang dilakukan dalam proses belajar mengajar.

2. Bagi Sekolah

Memberikan sumbangan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Dengan memperbaiki sistem komunikasi di lingkungan sekolah.

3. Bagi Peneliti

Sebagai bekal yang berharga dimasa pengabdian, agar dapat berkomunikasi yang baik dengan orang lain dan siswanya kelak.

E. Definisi Operasional

Agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda, peneliti perlu untuk mendefinisikan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

(10)

1. Gaya komunikasi guru

Gaya komunikasi guru yang dimaksudkan adalah suatu konsep yang menunjukkan bahwa adanya suatu metode relasi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang membentuk interaksi antara guru matematika dan siswanya. Dalam penelitian ini kemudahan siswa dalam menerima materi matematika terkait dengan komunikasi yang dilakukan guru ditandai dengan antara lain :

a. Guru memberikan alokasi waktu kepada siswanya untuk mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapatnya, serta berdiskusi dengan teman-temanya.

b. Respon atau antusias siswa dalam mengerjakan soal ketika guru memberikan suatu contoh soal yang berkaitan dengan materi pelajaran.

2. Latar belakang guru menggunakan gaya komunikasi

Latar belakang guru menggunakan gaya komunikasi merupakan konsep yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang melatari seorang guru dalam menggunakan suatu gaya komunikasi tertentu dalam proses belajar mengajar, yang ditentukan dengan antara lain:

a. Alasan guru ketika memberikan alokasi waktu untuk mengemukakan pendapat dari sisw atau ketika berdiskusi.

(11)

Tujuan guru menggunakan gaya komunikasi yang dilakukan. F. Batasan Masalah

1. Analisis untuk mempermudah siswa dalam pembelajaran matematika kami batasi dengan tinjauan berdasarkan teori komunikasi logika desain pesan. 2. Penelitian ini hanya dilakukan di empat sekolah yakni sekolah SMP Negeri (1

sekolah), SMP Swasta (1 sekolah), MTs Negeri(1 sekolah) dan MTs Swasta (1sekolah) di wilayah Surabaya-Sidoarjo.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya yang lain adalah memudahkan para pekerja seks untuk memperoleh akses informasi yang lebih banyak tentang HIV/AIDS dan informasi ini sebaiknya dirancang dengan bahasa

Yang dimaksud dengan prospectus dalam penerbitan obligasi daerah adalah suatu dokumen yang menjelaskan mengenai profil daerah yang menerbitkan, kinerja keuangan

b) persentase siswa yang mengalami kesulitan memahami materi pada bahan ajar yang digunakan guru yaitu sebesar 68,7%; c) persentase siswa belum mempunyai bahan ajar untuk

Dalam proses pengembangan kompetensi bagi guru SMP Abulyatama Aceh Besar, kepala sekolah tentu banyak memiliki kendala atau permasalahn terumata dalam memposisikan dirinya

coli yang ditemukan pada media McConkey dan TSIA hasil isolasi dari 2 sampel jamu gendong, menunjukan jamu tersebut telah terkontaminasi dan berpotensi berbahaya untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan hasil stimulasi pengembangan motorik halus anak usia 5-6 tahun di Gugus Dewi Sartika Kecamatan Purwokerto Timur

Etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik di tingkat nasional (bersifat universal) sedangkan perbedaan yang muncul merupakan dimensi kultural yang

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa penerapan seluruh prosedur universal precautions memiliki peluang 6 kali untuk mencegah terjadinya tanda dan gejala