• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DISTRIBUSI SEDIMEN DI KAWASAN PANTAI CERMIN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DISTRIBUSI SEDIMEN DI KAWASAN PANTAI CERMIN TUGAS AKHIR"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memenuhi Ujian Sarjana Teknik Sipil

HERU FACHRIZAL 13 0404 034

Dosen Pembimbing :

Dr. Ir. AHMAD PERWIRA MULIA, M.Sc.

NIP.19660417 199303 1 004

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

(2)

ABSTRAK

Pantai merupakan zona pertemuan antara laut dan daratan yang akan selalu menyesuaikan profilnya dengan kondisi gerak air laut seperti arus, gelombang maupun pasang surut. Segala sesuatu yang terbawa oleh pergerakan air di laut tentunya akan berpangkal pada zona ini. Sesuatu yang terbawa air laut itu biasanya ialah sedimen. Menurut Hutabarat dan Evans (2006) sedimen pada umumnya berupa partikel yang berasal dari cangkang, sisa kerangka organisme maupun pembongkaran bebatuan. Proses erosi ataupun sedimentasi di pantai dapat diketahui berdasarkan informasi sifat sedimen.

Lokasi penelitian berada di Pantai Cermin , Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Salah satu cara untuk menanggulangi kerusakan pantai tersebut adalah dengan mempelajari proses pantai dimana termasuk didalamnya tentang sedimen. Kondisi tersebut membuat kajian terhadap ukuran butir dan jenis sedimen di Pantai Cermin ini akan menarik dan informatif. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui ukuran butir dan jenis sedimen yang terdapat di Pantai Cermin.

Untuk mengetahui erosi ataupun sedimentasi dilakukan dengan menganalisis karakter sedimen di Pantai Cermin. Data yang diperlukan adalah data analisa saringan (Sieve Analysis) dan Data Hydrometer Test yang diujikan dilaboratorium. Parameter yang diperlukan untuk menganalisa distribusi sedimen ini yaitu ukuran butiran.

Metode yang digunakan pada tugas akhir ini adalah metode Folk-Ward. Sedimen dikelompokkan dengan skala Wenworth. Untuk nilai skewness menurut Duane (1964) nilai negative mengindikasikan bahwa lingkungan tererosi sementara nilai positif mengindikasikan bahwa lingkungan terdeposisi atau terjadi sedimentasi.

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Pantai Cermin mengalami erosi. Dibuktikan dari beberapa nilai Skewness yang menunjukkan nilai negatif yang berarti pantai cermin mengalami erosi.

Kata kunci: Pantai Cermin, Distribusi Sedimen, Test Shieve Analysis dan Hydrometer, Analisa Statistik

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

Penulisan Tugas Akhir ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia selaku Dosen Pembimbing sekaligus koordinator tugas akhir sub jurusan sumber daya air, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang berperan penting sebagai orang tua bagi penulis yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT dan Kakak Nurul Ika Putri Dalimunthe, ST, MT, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Dr. Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Andi Putra Rambe, MBA, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan dukungan yang membangun dalam menyelesaikan skiripsi ini.

(4)

6. Kedua orang tua saya Yoserizal dan Nurleni yang telah memberikan bimbingan, dukungan, perhatian dan doanya selama ini serta adikku Deni Lerizal dan Chairunnisa Rizkita yang selalu memberikan semangat.

7. Bapak/Ibu staf pengajar serta pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman seperjuangan stambuk 2013,abang dan kakak stambuk ’10,

’12,adik-adik stambuk’15 dan ’16, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa di dalam penelitian dan penulisan Tugas Akhir ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik sehingga dapat menyempurnakan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari2018 Hormat Saya

Heru Fachrizal

(5)

DAFTAR ISI

Daftar Halaman

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR NOTASI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

1.6. Metodologi Penelitian ... 4

1.7. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TIJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pantai... 7

2.1.1 Teori Pantai ... 7

2.1.2 Klasifikasi Pantai ... 9

2.1.3 Proses yang terjadi di Pantai ... 10

2.1.4 Arus dan Gelombang ... 11

2.1.5 Pasang Surut ... 12

2.2. Distribusi Sedimen... 14

2.2.1. Definisi Sedimen ... 14

2.2.2. Klasifikasi Sedimen ... 15

2.2.3. Transport Sedimen ... 18

2.2.4. Perhitungan Sedimen ... 19

(6)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

3.2. Data ... 23

3.2.1. Pengambilan Data Primer ... 23

3.2.2. Pengambilan Data Sekunder ... 29

3.3. Rancangan Penelitian ... 29

3.4. Tahapan Penelitian ... 30

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Analisis Data Saringan ... 32

4.1.1. Analisis Saringan (Sieve Analysis), Hydrometer dan Atterberg 32 4.1.1.1 Analisis Saringan Sampel A1 ... 32

4.1.1.2 Analisis Saringan Sampel A2 ... 33

4.1.1.3 Analisis Saringan Sampel A3 ... 35

4.1.1.4 Analisis Saringan Sampel B1 ... 36

4.1.1.5 Analisis Saringan Sampel B2 ... 37

4.1.1.6 Analisis Saringan Sampel B3 ... 41

4.1.1.7 Analisis Saringan Sampel C1 ... 44

4.1.1.8 Analisis Saringan Sampel C2 ... 45

4.1.1.9 Analisis Saringan Sampel C3 ... 48

4.1.2. Analisis Statistik ... 52

4.1.2.1 Analisis Statistik Sampel A1 ... 52

4.1.2.2 Analisis Statistik Sampel A2 ... 55

4.1.2.3 Analisis Statistik Sampel A3 ... 58

4.1.2.4 Analisis Statistik Sampel B1 ... 61

4.1.2.5 Analisis Statistik Sampel B2 ... 64

4.1.2.6 Analisis Statistik Sampel B3 ... 67

4.1.2.7 Analisis Statistik Sampel C1 ... 70

4.1.2.8 Analisis Statistik Sampel C2 ... 72

4.1.2.9 Analisis Statistik Sampel C3 ... 75

4.1.3. Analisis Uji Probabilitas ... 78

4.2 Analisis Pasang Surut ... 81

(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1. Kesimpulan ... 83

5.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1. Klasifikasi Zona Pantai ... 8

Gambar 2.2. Definisi dan Batasan Pantai (Triatmodjo, 1999) ... 9

Gambar 2.3. Klasifikasi Sedimen Berdasarkan Pergerakannya ... 18

Gambar 2.4. Pergerakan Sedimen dengan Arah Longshore dan Crosshore ... 19

Gambar 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel Sedimen ... 24

Gambar 3.2. Diagram Alir Tugas Akhir ... 31

Gambar 4.1. Grafik Analisis Ayakan Sampel A1 ... 33

Gambar 4.2. Grafik Analisis Ayakan Sampel A2 ... 34

Gambar 4.3. Grafik Analisis Ayakan Sampel A3 ... 36

Gambar 4.4. Grafik Analisis Ayakan Sampel B1 ... 37

Gambar 4.5. Grafik Analisis Ayakan Sampel B2 ... 39

Gambar 4.6. Klasifikasi Tanah Sistem Unified B2 ... 40

Gambar 4.7. Grafik Analisis Ayakan Sampel B3 ... 42

Gambar 4.8. Klasifikasi Tanah Sistem Unified B3 ... 43

Gambar 4.9. Grafik Analisis Ayakan Sampel C1 ... 45

Gambar 4.10. Grafik Analisis Ayakan Sampel C2 ... 46

Gambar 4.11. Klasifikasi Tanah Sistem Unified C2 ... 48

Gambar 4.12. Grafik Analisis Ayakan Sampel C3 ... 50

Gambar 4.13. Klasifikasi Tanah Sistem Unified C3 ... 51

Gambar 4.14. Sampel Sedimen A1 ... 52

Gambar 4.15. Grafik Analisa Ayakan A1 ... 53

Gambar 4.16. Sampel Sedimen A2 ... 55

Gambar 4.17. Grafik Analisa Ayakan A2 ... 56

Gambar 4.18. Sampel Sedimen A3 ... 58

Gambar 4.19. Grafik Analisa Ayakan A3 ... 59

(9)

Gambar 4.20. Grafik Rekapitulasi Mean, Sorting dan Skewness untuk Zona A 61

Gambar 4.21. Sampel Sedimen B1 ... 62

Gambar 4.22. Grafik Analisa Ayakan B1 ... 62

Gambar 4.23. Sampel Sedimen B2 ... 64

Gambar 4.24. Grafik Analisa Ayakan B2 ... 65

Gambar 4.25. Sampel Sedimen B3 ... 67

Gambar 4.26. Grafik Analisa Ayakan B3 ... 67

Gambar 4.27. Grafik Rekapitulasi Mean, Sorting dan Skewness untuk Zona B 69 Gambar 4.28. Sampel Sedimen C1 ... 70

Gambar 4.29. Grafik Analisa Ayakan C1 ... 70

Gambar 4.30. Sampel Sedimen C2 ... 72

Gambar 4.31. Grafik Analisa Ayakan C2 ... 73

Gambar 4.32. Sampel Sedimen C3 ... 75

Gambar 4.33. Grafik Analisa Ayakan C3 ... 75

Gambar 4.34. Grafik Rekapitulasi Mean, Sorting dan Skewness untuk Zona C 77 Gambar 4.35. Grafik Pasang Surut 1 Muharram 1439 H... 82

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1. Skala Wentworth ... 20

Tabel 4.1. Data Sieve Analysis sampel A1 ... 32

Tabel 4.2. Data Sieve Analysis sampel A2 ... 34

Tabel 4.3. Data Sieve Analysis sampel A3 ... 35

Tabel 4.4. Data Sieve Analysis sampel B1 ... 36

Tabel 4.5. Data Sieve Analysis sampel B2 ... 38

Tabel 4.6. Data Hydrometer Test sampel B2 ... 38

Tabel 4.7. Data Hasil Uji Atterberg sampel B2 ... 39

Tabel 4.8. Data Sieve Analysis sampel B3 ... 41

Tabel 4.9. Data Hydrometer Test sampel B3 ... 41

Tabel 4.10. Data Hasil Uji Atterberg sampel B3 ... 43

Tabel 4.11. Data Sieve Analysis sampel C1 ... 44

Tabel 4.12. Data Sieve Analysis sampel C2 ... 45

Tabel 4.13. Data Hydrometer Test sampel C2 ... 46

Tabel 4.14. Data Hasil Uji Atterberg sampel C2 ... 47

Tabel 4.15. Data Sieve Analysis sampel C3 ... 49

Tabel 4.16. Data Hydrometer Test sampel C3 ... 49

Tabel 4.17. Data Hasil Uji Atterberg sampel C3 ... 50

Tabel 4.18. Rekapitulasi nilai Mean, Sorting dan Skewness untuk zona A... 61

Tabel 4.19. Rekapitulasi nilai Mean, Sorting dan Skewness untuk zona B ... 69

Tabel 4.20. Rekapitulasi nilai Mean, Sorting dan Skewness untuk zona C ... 77

Tabel 4.21. Standar Distribusi Normal Kumulatif ... 79

Tabel 4.22. Hasil Perhitungan Distribusi Normal Kumulatif Zona A ... 79

Tabel 4.23. Hasil Perhitungan Distribusi Normal Kumulatif Zona B ... 80

Tabel 4.24. Hasil Perhitungan Distribusi Normal Kumulatif Zona C ... 80

(11)

Tabel 4.25. Pasang Surut Air Laut ... 81

(12)

DAFTAR NOTASI

Notasi Halaman

d = Diameter Sedimen dalam mm ... 21

φ = Ukuran Butiran Sedimen dalam phi ... 21

= Nilai Mean dalam satuan phi ... 21

σφ = Nilai Sorting/Sebaran dalams atuan phi ... 21

SKφ = Nilai Skewness dalam satuan phi ... 21

φ16 = Nilai Persentase lolos 16 dalam satuan phi ... 21

φ50 = Nilai Persentase lolos 50 dalam satuan phi ... 21

φ84 = Nilai Persentase lolos 84 dalam satuan phi ... 21

d16 = Diameter Sedimen Persentase lolos 16 dalam satuan mm ... 33

d50 = Diameter Sedimen Persentase lolos 50 dalam satuan mm ... 33

d84 = Diameter Sedimen Persentase lolos 84 dalam satuan mm ... 33

Z = Nilai Standard Distribusi Normal ... 78

X = Nilai Skewness ... 78

µ = Nilai Mean ... 78

σ = Nilai Standard Deviasi/Sorting ... 78

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah pantai menjadi daerah yang intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian/perikanan, pariwisata dan sebagainya.

Pemanfaatan kawasan ini tentu membutuhkan pengelolaan yang baik dikarenakan kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh kondisi alam itu sendiri seperti angin, arus air laut, pasang surut airlaut, muara sungai, erosi, abrasi, sedimentasi,dan lain sebagainya.

Pantai merupakan zona pertemuan antara laut dan daratan yang akan selalu menyesuaikan profilnya dengan kondisi gerak air laut seperti arus, gelombang maupun pasang surut. Segala sesuatu yang terbawa oleh pergerakan air di laut tentunya akan berpangkal pada zona ini. Sesuatu yang terbawa air laut itu biasanya ialah sedimen. Menurut Hutabarat dan Evans (2006) sedimen pada umumnya berupa partikel yang berasal dari cangkang, sisa kerangka organisme maupun pembongkaran bebatuan. Proses erosi ataupun sedimentasi dipantai dapat diketahui berdasarkan informasi sifat sedimen.

Kawasan pantai merupakan kawasan yang sangat dinamis dengan berbagai ekosistem hidup dan saling mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya.

Perubahan garis pantai merupakan salah satu bentuk dinamisasi kawasan pantai yang terjadi secara terus menerus. Perubahan garis pantai yang terjadi di kawasan pantai berupa pengikisan badan pantai (abrasi) dan penambahan badan pantai

(14)

(sedimentasi atau akresi). Proses-proses tersebut terjadi sebagai akibat dari pergerakan sedimen, arus, dan gelombang yang berinteraksi dengan kawasan pantai secara langsung. Selain faktor-faktor tersebut, perubahan garis pantai dapat terjadi akibat faktor antropogenik, seperti aktivitas manusia di sekitarnya.

Untuk menggambarkan ukuran partikel sedimen maka diperlukan pengklasifikasian sehingga dapat membandingkan partikel sedimen yang berasal dari tempat berbeda. Ukuran butir sedimen merupakan fungsi dari beberapa parameter yang saling berhubungan, yang terpenting komposisi sumber batuan, proses pelapukan dan transportasi serta distribusi energi fisik pada daerah pengendapan.

Lokasi penelitian berada di Pantai Cermin , Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Salah satu cara untuk menanggulangi kerusakan pantai tersebut adalah dengan mempelajari proses pantai dimana termasuk didalamnya tentang sedimen. Kondisi tersebut membuat kajian terhadap ukuran butir dan jenis sedimen di Pantai Cermin ini akan menarik dan informatif. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui ukuran butir dan jenis sedimen yang terdapat di Pantai Cermin.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Menganalisis pendistribusian sedimen dengan arah tegak lurus pada garis pantai (cross shore variation)

2. Menganalisis pendistribusian sedimen dengan arah sepanjang garis pantai (long shore variation)

(15)

3. Mengetahui klasifikasi butiran sedimen di kawasan tersebut baik ke arah laut maupun sepanjang garis pantai

1.3 Pembatasan Masalah

Masalah di dalam tugas akhir ini di batasi pada pengamatan dan analisa distribusi sedimen dan jenis sedimen di kawasan Pantai Cermin.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sbb :

1. Menganalisis distribusi sedimen yang tegak lurus dengan garis pantai (cross shore variation).

2. Menganalisis distribusi sedimen sepanjang garis pantai (long shore variation).

3. Dan untuk memahami klasifikasi butiran sedimen di kawasan pantai cermin dan sebarannya dalam arah cross shore dan long shore.

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam Penelitian ini di harapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui apakah pantai Cermin mengalami erosi ataupun sedimentasi.

2. Sebagai dasar informasi untuk membangun bangunan pelindung pantai.

(16)

1.6 Metodologi Penelitian

Tahapan penelitian ini meliputi:

1. Studi literatur mengenai teori dan rumus teoritis dari sumber bacaan buku, jurnal ilmiah, hasil seminar dan lain-lain.

2. Studi lapangan meliputi:

a. Observasi di lapangan.

Memilih dan menentukan tempat dilakukakannya penelitian.

b. Pengambilan sampel dan data-data lapangan.

c. Pengolahan sampel di laboraotium.

Hal ini dilakukan untuk memperoleh data-data lebih lanjut melalui percobaan Sieve Analysis Test, Hydrometer Test dan Atterberg limit di Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil, Univeristas Sumatera Utara.

d. Data yang diperoleh dari lapangan dan kepustakaan yang bersesuaian dengan pokok bahasan, disusun secara sistematis dan logis dan dilakukan korelasi sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang akan dibahas dalam tugas akhir ini.

e. Analisa Data.

Dari hasil pengolahan sampel dan data maka akan diperoleh berat jenis dan ukuran butiranrata-rata sedimen kawasan Pantai Cermin.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran garis besar penulisan tugas akhir ini, maka tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut:

(17)

1. Pendahuluan

Meliputi latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

2. Tinjauan Pustaka

Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan pembahasan ini. Bab ini berisikan penjelasan mengenai teori teori yang mendukung terhadap penelitian ini diantaranya penjelasan tentang sedimen , arus dan gelombang.

3. Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian termasuk pemilihan lokasi penelitian, gambaran umum tempat penelitian, pengumpulan data, langkah-langkah dalam penelitian serta analisa data dan perhitungan dalam menganalisis.

4. Analisis Data

Berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan lalu dianalisis sehingga diperoleh kesimpulan.

5. Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan mengenai hasil dan kesimpulan yang dapat ditarik setelah dilakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Selain itu juga akan diberikan

(18)

beberapa saran untuk penelitian selanjutnya atau untuk pengembangan lokasi penelitian di masa mendatang.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pantai

2.1.1 Teori Pantai

Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan.

Dimana daerah daratan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawah permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Sedangkan daerah lautan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya ( triadmodjo 1999 ).

Menurut Sandy ( 1996 ), pantai adalah bagian dari muka bumi dari muka air laut rata rata terendah sampai muka air laut rata rata tertinggi. Bird ( 1984 ) mendefinisikan pantai sebagai shore, beach dan coast. Shore adalah suatu daerah yang meluas dari titik terendah air laut pada saat surut hingga batas tertinggi atau efektif yang dapat di capai gelombang, yaitu meliputi:

1. Pantai bagian depan ( foreshore ), yaitu daerah antara pasang tersurut sampai daerah pasang.

2. Pantai bagian belakang ( backshore ), yaitu daerah antara pasang tertinggi sampai daerah tertinggi terkena ombak.

3. Pantai lepas ( offshore ), yaitu daerah yang meluas dari titik pasang surut terendah kearah laut.

(20)

4. Perairan pantai ( inshore ) merupakan daerah dimana terjadinya gelombang pecah, memanjang dari surut terendah sampai ke garis gelombang pecah.

Gambar 2.1 Klasifikasi zona pantai

Definisi daerah pantai menurut Nuryuwono ( 1986 ) dalam praktikto,dkk ( 1997 ):

1. Pantai adalah daerah ditepi perairan ( laut atau danau ) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi.

2. Daerah pantai adalah suatu pesisir beserta perairannya dimana pada daerah tersebut masih dipengaruhi oleh aktivitas darat maupun laut.

3. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut.

4. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan kelestarian pantai.

(21)

Gambar 2.2

Definisi dan batasan pantai (Triatmodjo, 1999) 2.1.2 Klasifikasi Pantai

Triatmodjo (1999) secara garis besar membagi pantai menjadi dua, yaitu:

1. Pantai berpasir

Pantai jenis ini mempunyai karakteristik berupa kemiringan 1:20 sampai dengan 1:50, pada umumnya menghadap ke samudra Indonesia seperti pantai selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan pantai barat Sumatera. Pada kondisi gelombang biasa ( tidak ada badai ), pantai ada dalam keadaan keseimbangan dinamis dimana sejumlah besar pasir bergerak pada profil pantai tetapi angkutan netto yang ditinjau sangat kecil. Sebaliknya, pantai dapat mengalami erosi pada kondisi badai dimana gelombang besar dan elevasi muka air diam lebih tinggi karena adanya set-up gelombang dan angin.

(22)

2. Pantai berlumpur

Pantai jenis ini mempunyai karakteristik berupa sebagian besar berada didaerah pantai dengan banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara didaerah tersebut dan gelombang yang relatif kecil, seperti pantai utara pulau jawa dan timur pulau sumatera. Pantai ini mempunyai kemiringan yang sangat kecil sampai dengan 1:5000. Sedimen suspense menyebar pada daerah perairan yang luas sehingga membentuk pantai yang luas, datar dan dangkal yang meupakan daerah rawa terendam air saat pasang. Kondisi gelombang yang kecil menyebabkan sedimen suspensi tidak terbawa kelaut lepas.

2.1.3 Proses yang terjadi di pantai

Gelombang mendominasi dalam proses yang terjadi di pantai. Arus dan perputaran air ( turbulence ) menghasilkan gelombang yang menyeret sedimen bersamanya, dan arus sejajar pantai ( longshore currents ) yang di sebabkan oleh gelombang dan pasang surut membawa sedimen sejajar dengan pantai.

Perpindahan sedimen ini biasanya terjadi pada batas gelombang menuju batas pada kedalaman 15 meter, sedangkan pasir dalam jumlah besar hanyut dalam bentuk suspense.

Berdasarkan berbagai penelitian oleh Nugroho ( 2005 ), diketahui pantai mengalami perubahan musiman, terdapat periode dimana gelombang yang menuju pantai merupakan gelombang besar-pantai terbawa kembali ke pantai biasanya membentuk pantai yang meninggi dan melebar.

(23)

Selain gelombang, angina juga memberikan distribusi besar, karena angin merupakan factor utama terjadinya pergerakan arus dan gelombang. Perbedaan suhu dan kelembaban udara antara daratan dan lautan menyebabkan adanya angina yang berhembus baik dari darat menuju laut maupun sebaliknya.

Pergerakan angin yang melewati permukaan laut menimbulkan gelombang yang memiliki kekuatan yang berbeda tergantung kecepatannya. Dipantai, angin dapat menimbulkan arus sejajar pantai yang arahnya mengikuti arah angin yang berhembus di sekitar pantai.

2.1.4 Arus dan Gelombang

Arus dan gelombang merupakan faktor kekuatan utama yang menentukan arah dan sebaran sedimen. Kekuatan ini pula yang menyebabkan karakteristik sedimen berbeda sehingga pada dasar perairan disusun oleh berbagai kelompok populasi sedimen. Oleh sebab itu berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa sedimen dasar perairan terdiri dari partikel-pertikel yang berbeda ukuran dan komposisi.

Perbedaan ukuran partikel sedimen pada dasar perairan dipengaruhi juga oleh perbedaan jarak dari sumber sedimen tersebut. Secara umum partikel berukuran kasar akan diendapkan pada lokasi yang tidak jauh dari sumbernya, sebaliknya semakin halus partikel akan semakin jauh ditranspor oleh arus dan gelombang, dan semakin jauh diendapkan dari sumbernya.

Sebaran sedimen pantai atau transport sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Turbulensi dari gelombang pecah mengubah sedimen dasar (bed load) menjadi suspense

(24)

(suspened load). Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat menggerakkan sedimen dasar.

2.1.5 Pasang Surut

Pasang Surut merupakan fenomena naik turunnya permukaan air laut pada periode tertentu. Pasut merupakan fenomena naik turunnya permukaan air laut dengan periode sekitar 12,4 jam atau 24,8 jam. Fenomena pasut ini juga berpengaruh terhadap perubahan dari bentuk bumi dan atmosfer.

Pasang surut yang merupakan fenomena alam berkala berupa menyusut dan meningginya permukaan air laut ternyata mempunyai beberapa tipe yang berbeda- beda. Tipe- tipe pasang surut air laut ini berbeda apabila dilihat dari waktu terjadinya. Beberapa tipe dari pasang surut air laut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pasang surut harian ganda

Pasang surut harian ganda disebut juga dengan pasang surut semi diurnal.

Pasang surut ini terjadi apabila dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang mana keduanya mempunyai ketinggian yang hampir sama.

2. Pasang surut harian tunggal

Pasang surut harian tunggal juga bisa kita sebut sebagai pasang surut diurnal.

Pasang surut diurnal terjadi apabila dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Pasang surut diurnal ini biasanya terjadi di lautan yang berada di sekitar daerah Khatulistiwa.

(25)

3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda

Kemudian ada pasang surut campuran. Karena namanya campuran maka pasang surut yang terjadi adalah campuran antara pasang surut tunggal dan juga pasang surut ganda. Dan tipe pertama dari pasang surut campuran adalah pasang surut campuran yang condong ke tipe harian ganda. Tipe ini juga disebut dengan Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal. Pasang surut tipe ini terjadi apabila terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, namun terkadang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan juga waktu yang berbeda. Contoh pasang surut tipe ini adalah yang terdapat di Pantai Selatan Jawa dan juga Indonesia bagian timur.

4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal

Tipe pasang surut yang selanjutnya adalah pasang surut campuran namun condong ke harian tunggal. Pasang surut tipe ini juga disebut sebagai Mixed Tide, Prevailing Diurnal. Pasang surut tipe ini terjadi apabila dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut namun kadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang mana tinggi dan waktunya sangat berbeda. Pasang surut ini terjadi di pantai selatan Kalimantan dan juga pantai utara Pulau Jawa.

5. Dua pasang purnama (spring tides)

Selain keempat pasang surut di atas, pasng surut yang terjadi dalam satu bulan juga dapat dikategorikan menjadi dua macam, yakni dua pasang purnama dan dua pasang perbani. Yang pertama adalah dua pasang purnama atau spring tides.

Pasang purnama ini terjadi dengan ditandai naiknya permukaan air laut yang

(26)

tinggi. pasang purnama ini terjadi pada saat bulan purnama atau bulan baru, maka dari itu dinamakan sebagai dua pasang purnama.

6. Dua pasang perbani (neap tides)

Tipe pasang surut selanjutnya adalah dua pasang perbani atau neap tides.

Pasang surut jenis ini ditandai dengan naiknya sedikit permukaan air laut. Pasang perbani ini terjadi ketika bulan seperempat.

2.2 Distribusi Sedimen 2.2.1 Definisi Sedimen

Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material organik yang melayang-layang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan di dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya. Sedimen pantai dapat berasal dari erosi pantai, dari daratan yang terbawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa oleh arus ke daerah pantai. Dalam ilmu teknik pantai dikenal istilah pergerakan sedimen pantai atau transpor sedimen pantai. Bambang Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa definisi dari transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen pantai inilah yang akan menentukan terjadinya sedimentasi atau erosi di daerah pantai.

Sifat-sifat sedimen sangat penting dalam mempelajari proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi, dan sebagainya. Diantara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling penting (Triatmodjo, 1999).

(27)

2.2.2 Klasifikasi Sedimen

1. Klasifikasi sedimen berdasarkan asalnya

Menurut asal usul sedimen dapat di golongkan sebagai berikut :

 Lithogenous ; jenis sedimen ini berasal dari pelapukan batuan dari pelapukan (weathering) batuan dari daratan, lempeng kontinen termasuk yang berasal dari kegiatan vulkanik. Hal ini dapat terjadi karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim (pemanasan dan pendinginan) terhadap batuan yang terjadi secara berulang-ulang di padang pasir, oleh karena adanya embun-embun es dimusim dingin, atau oleh karena adanya aksi kimia dari larutan bahan-bahan yang terdapat di dalam air hujan atau air tanah terhadap permukaan batu. Sedimen ini memasuki kawasan laut melalui drainase air sungai.

 Biogenous; Sedimen ini berasal dari organisme laut yang telah mati dan terdiri dari remah-remah tulang, gigi-geligi, dan cangkang-cangkang tanaman maupun hewan mikro. Komponen kimia yang sering ditemukan dalam sediment ini adalah CaCO3 dan SiO2. Sedangkan partikel-partikel yang sering ditemukan dalam sedimen calcareous terdiri dari cangkang- cangkang foraminifera, Cocolithophore, yang disebut globerigina ooze dan Pteropoda, yang disebut pteropod ooze. Cangkang Diatomae dan Radiolaria merupakan kontributor yang paling penting dari partikel Siliceous.

 Hydrogenous; Sedimen ini berasal dari komponen kimia yang larut dalam air laut dengan konsentrasi yang kelewat jenuh sehingga terjadi pengendapan (deposisi) di dasar laut. Contohnya endapan Mangan (Mn)

(28)

yang berbentuk nodul, dan endapan glauconite (hydro silikat yang berwarna kehijauan dengan komposisi yang terdiri dari ion-ion K, Mg, Fe, dan Si).

 Cosmogenous; Sedimen ini bersal dari luar angkasa di mana partikel dari benda-benda angkasa ditemukan di dasar laut dan mengandung banyak unsur besi sehingga mempunyai respon magnetik dan berukuran antara 10 – 640 m (Wibisono, 2005).

2. Klasifikasi sedimen berdasarkan besar butir

Sedimen cenderung untuk didominasi oleh satu atau beberapa jenis partikel, akan tetapi mereka tetap terdiri dari ukuran yang berbeda-beda (Hutabarat dan Evants, 1985). Ukuran butir sedimen diwakili oleh diameternya yang biasa disimbolkan dengan d, dan satuan yang lazim digunakan untuk ukuran butir sedimen adalah millimeter (mm) dan micrometer (µm) (Poerbandono dan Djunasjah,2005).

Sedimen pantai diklasifikasikan berdasar ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, butiran, kerikil, kerakal, dan bongkahan.

Jenis sedimen berdasarkan ukuran butir sedimen :

 Kerikil : > 2 mm

 Pasir sangat kasar : 1-2 mm

 Pasir kasar : 0,5 – 1 mm

 Pasir sedang : 0,25 – 0,5 mm

 Pasir halus : 0,125 – 0,25 mm

 Pasir sangat halus : 0,05 – 0,125 mm

 Lanau + lempung : < 0,05 mm

(29)

3. Klasifikasi sedimen berdasarkan lingkungan pengendapan

 Sedimen laut ( marine ), diendapkan di laut contohnya batu gamping, dolomite, napal dan lain sebgainya.

 Sedimen darat ( teristris/kontinen ), proses terjadinya di daratan misalnya endapan sungai ( alluvium ), endapan danau, tallus, kolovium, endapan gurun dan sebagainya.

 Sedimen transisi, lokasi pembentukannya terletak antara darat dan laut misalnya delta.

4. Klasifikasi sedimen berdasarkan pergerakannya :

 Sedimen melayang ( suspended load )

Dimana sedimen melayang ini adalah bagian dari sedimen yang dibawa oleh arus yang hamper tidak pernah menyentuh dasar pantai. Hal ini umumnya partikel yang melayang yaitu dari pasir halus, lumpur dan tanah liat yang ukurannya sangat halus.

 Sedimen tenggelam ( bed load )

Beban tenggelam ini bergerak dengan menggulung, bergeser dan melompat di dasar pantai. Beban tenggelam ini biasanya berukuran yang lebih besar dan biasanya berupa kerikil atau bebatuan.

 Sedimen terlarut ( dissolved load )

Sedimen terlarut ini lebih kecil dari sedimen melayang dan jumlahnya jauh lebih sedikit dari sedimen melayang.

(30)

Gambar 2.3. Klasifikasi sedimen berdasarkan pergerakannya 2.2.3 Transport Sedimen

Transport sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya, gerakan tersebut disebabkan oleh proses abrasi dan erosi juga pengendapan lumpur di muara sungai. Transport sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

1. Transport sedimen menuju dan meninggalkan pantai (Cross-shore sediment transport)

Disebut juga onshore-offshore sediment transport yaitu angkutan sediment yang tegak lurus dengan garis pantai, dipengaruhi oleh gelombang, ukuran butir material, kemiringan pantai, hal ini sering dikaitkan dengan storm waves Untuk daerah pantai yang memiliki tidal range yang tinggi dengan kemiringan pantai yang kecil akan mempertimbangkan volume sedimen yang dipindahkan oleh aliran arus menuju dan meninggalkan pantai selama pasang surut. Untuk daerah pantai yang memiliki tidal ranges yang tinggi dengan kemiringan pantai yang rendah akan mempertimbangkan volume sedimen yang dipindahkan oleh aliran arus menuju dan meningalkan pantai selama pasang surut.

(31)

2. Transport sedimen sepanjang pantai (long-shore sediment transport) Longshore Sediment transport adalah angkutan pasir sepanjang pantai. Terjadi apabila pasir terangkat oleh turbulensi yang disebabkan oleh gelombang pecah, hal ini dipengaruhi oleh gelombang ataupun arus pasang surut. Sedimen transport sejajar dengan pantai dipengaruhi oleh arah gelombang dan sudut wave crest dengan garis pantai. Longshore sedimen transport dapat menyebabkan terjadinya erosi dan akresi. Ada terdapat dua jenis sedimen yang ditransportasikan yaitu cohesive dan non cohesive. Sedimen transport cohesive sering dinamakan suspended load transport karena sifatnya yang melayang di air, sedangkan non cohesive dinamakan beadload transport.

Gambar 2.4. Pergerakan sedimen dengan arah longshore dan crosshore

2.2.4 Perhitungan Sedimen

Untuk mengetahui distribusi sedimennya kita dapat menggunakan metode statistik atau granulometri yaitu dengan menghitung nilai mean, sorting, dan

(32)

skweness. Mean adalah nilai rata rata ukuran butiran sedimen. Sorting adalah nilai standar deviasi distribusi ukuran butir (sebaran nilai di sekitar mean). Skewness menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva. Bila Sk berharga positif maka sedimen yang bersangkutan mempunyai jumlah butir kasar lebih banyak dari jumlah butir yang halus dan sebaliknya jika berharga negatif maka sedimen tersebut mempunyai jumlah butir halus lebih banyak dari jumlah butir yang kasar.

untuk menentukan mana yang termasuk pasir, mana yang termasuk kerikil dan sebagainya. Salah satu klasifikasi yang paling terkenal adalah skala Wentworth yang mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran (dalam milimeter) seperti ditunjukkan dalam tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Skala Wentworth

(33)

Untuk ukuran butiran sedimen tersebut akan di baca dalam bentuk ( φ ).

Dimana rumus φ yaitu

φ = – log2 d (2.1)

dimana d adalah diameter sedimen dalam mm. Untuk mengkonversikan satuan phi ke mm d = 2. Adapun rumus peubah mengikuti formula dari Folk &

Ward (1957) ialah sebagai berikut :

Nilai mean di hitung dengan persamaan :

Mφ = ( ) (2.2)

Nilai sorting di hitung dengan persamaan :

σφ= (2.3)

dengan kriteria :

0,00 < σ1 ≤0,35 : Sebaran sangat baik ( Very Well Sorted ) 0,35 < σ1 ≤0,50 : Sebaran baik ( Well Sorted )

0,50 < σ1 ≤1,00 : Sebaran sedang

1,00 < σ1 ≤2,00 : Sebaran buruk ( Poorly Sorted )

2,00 < σ1 ≤4,00 : Sebaran sangat buruk ( Very Poorly Sorted ) σ1 >4,00 : Sebaran buruk sekali ( Extremely Poorly Sorted )

Dan nilai skweness di hitung dengan persamaan :

SKφ = (2.4)

(34)

Dimana kriterianya :

-1,00 < Sk <-0,30 : condong ke sangat halus -0,30 < Sk <-0,10 : condong ke halus -0,10 < Sk < 0,10 : mendekati simetris 0,10 < Sk < 0,30 : condong ke kasar 0,30 < Sk < 1,00 : condong ke sangat kasar

Atau SK > 1

Dimana :

φ16,50,84 = ukuran partikel ( persentase 16, 50, 84).

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dimulai pada semester B Tahun Ajaran 2016/2017 dan Penelitian dilaksanakan di Kawasan Pantai Cermin.

Pantai Cermin adalah salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Serdang Berdagai Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kawasan wisata terkenal. Pantai Cermin secara geografis dan administrasi terletak pada posisi 2057” – 30 16” Lintang Utara hingga 980 33” – 990 Bujur Timur. Batas-batas wilayahnya:

Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka

Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Perbaungan

Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka/Kecamatan Perbaungan

Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang 3.2 Data

3.2.1 Pengambilan Data Primer

Pengambilan data primer dilakukan secara langsung di lapangan berupa pengambilan sampel sedimen di sekitar Pantai Cermin. Sepanjang garis pantai (long shore) dengan jarak ± 500 meter antar titik, sedangkan ke arah laut atau tegak lurus dengan garis pantai (cross shore) pengambilan sampel dengan jarak ± 250 meter dari garis pantai antar titik.

(36)

Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel Sedimen

Adapun koordinat dari tiap sampel sebagai berikut:

 Stasiun A1 =

 Stasiun A2 =

 Stasiun A3 =

 Stasiun B1 = 496341,404678

 Stasiun B2 = 496454,404903

 Stasiun B3 = 496570,405132

 Stasiun C1 = 496692,404318

 Stasiun C2 = 496817,404539

 Stasiun C3 = 496927,404769 Sampel yang sudah diambil hydrometer. Adapun langkah

Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel Sedimen

Adapun koordinat dari tiap sampel sebagai berikut:

Stasiun A1 = 495961,405039 Stasiun A2 = 496070,405264 Stasiun A3 = 496224,405481 496341,404678 496454,404903 496570,405132 496692,404318 496817,404539 496927,404769

ampel yang sudah diambil kemudian di analisa dengan shieve analisis dan hydrometer. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :

Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel Sedimen

kemudian di analisa dengan shieve analisis dan

(37)

1. Shieve analisis

 Keringkan terlebih dahulu sedimen dengan kering matahari sampai benar-benar kering

 Timbang sedimen sebanyak 200 gram untuk setiap stasiun

 Susun saringan dari yang terbesar sampai pan, yaitu no.4; no.8;

no.10; no.20; no.40; no.80; no.100; no.200 dan pan.

 Masukkan sampel sedimen kedalam susunan saringan tersebut dan kemudian disaring.

 Sedimen yang tertinggal pada setiap ayakan kemudian ditimbang

 Sedimen yang lolos saringan no.200 adalah sedimen yang dipakai untuk percobaan hydrometer

2. Hydrometer

Percobaan ini dilakukan apabila tanah yang lolos saringan No. 200 minimal 10% dari jumlah seluruh sampel tanah. Adapun prosedurnya yaitu:

 Sampel yang dipakai pada percobaan ayakan tadi dengan lolos no.200 .

 Masukkan ke dalam mangkuk ± 110 ml aquades dan ± 20 ml waterglass ke sisa setiap saringan yang telah disatukan. Aduk dan biarkan selama 24 jam.

(38)

 Campuran tersebut kemudian masukkan ke dalam gelas mixer yang telah di bersihkan kemudian di mixer ± 10 menit.

 Kemudian pindahkan ke tabung gelas ukur 1000 ml, aduk secara horizontal ke kiri dan ke kanan, masukkan hydrometer ke dalam tabung lalu baca sesuai waktunya pada thermometer setiap 15 menit pertama.

 Semua dalam tabung tersebut kemudian di cuci dengan air dalam saringan no.200 lalu diovenkan selama 24 jam.

 Hasil Oven tadi disaring lagi di no.20; no.40; no.80; no.100;

no.200 tanpa pan

 Dan catat hasilnya.

3. Atterberg Limit

Pengujian atterberg limit ini bertujuan untuk mengetahui batas cair, batas plastis dan batas keringnya. Sehingga dengan mengetahui batas-batas tersebut klasifikasi jenis tanahnya dapat di tentukan, apakan tanah tergolong lanau ataupun lempung.

 Pemeriksaan Batas Cair

Adapun prosedur pemeriksaan batas cair yaitu:

o Benda uji diambil kira-kira 500 gram, diambil dari contoh tanah disturbed dan di letakkan di atas plat kaca.

(39)

o Dengan menggunkan spatula, benda uji ini diaduk dengan menambah air suling sedikit demi sedikit hingga campuran air dan contoh tanah homogen.

o Setelah menjadi tanah yang homogen, maka diambil sebagian dan dimasukkan pada cawan cassagrande, permukaanya di ratakan dengan scrap secara horizontal. Ketebalan pada bagian yang paling tebal dari benda uji adalah 1 cm.

o Dengan grooving tool, tanah yang berada dalam cassagrande dibagi menjadi 2 bagian. Dalam pembagian tanah ini, diusahakan agar terbagi rata dari grooving tool juga harus tegak lurus dengan permukaan cawan.

o Kemudian engkol alat tersebut diputar, sehingga mangkuk menjadi naik dan jatuh dengan frekuensi 1 putaran perdetik. Pemutaran dilakukan sampai dasar benda uji yang telah dipisahkan bertemu, dihitung dan dicatat.

o Bila keadaan tersebut tercapai, maka putaran perketukan dihentikan dan sebagian dari sampel diambil untuk pemeriksaan kadar airnya.

o Pengujian dari point 2 sampai 6 dilaksanakan beberapa kali sampai diperoleh 2 sampel dibawah 25 pukulan dan 2 sampel diatas 25 pukulan.

o Setelah itu setiap sampel dihitung beratnya untuk mencari kadar airnya masing-masing sampel. Dengan demikian dapat

(40)

digambarkan grafik hubungan antara banyaknya pukulan dengan kadar airnya.

 Pemeriksaan Batas Plastis

Adapun prosedur pemeriksaan batas plastis yaitu:

o Letakkan benda uji diatas pelat kaca kemudian diaduk hingga kadar airnya merata serta buang butiran kasar yang ada.

o Setelah merata buatlah bola-bola kecil dari tanah tersebut yang beratnya ± 8 gram. Lalu, dengan telapak tangan bola-bola itu di gulirkan diatas plat kaca. Pengguliran dilakukan dengan kecepatan 80-90 guliran permenit.

o Pengguliran dilakukan sampai benda uji membentuk batangan kecil ( ϕ 3 mm ). Bila saat pengguliran berlangsung, dimana benda uji telah retak sebelum mencapai 3 mm, maka benda uji disatukan kembali dan ditambah dengan air suling sedikit dan diaduk merata, selanjutnya pengguliran dapat dilakukan kembali. Bila ternyata pengguliran bola-bola itu bias mencapai diameter lebih kecil dari 3 mm tanpa menunjukkan retakkan, maka contoh perlu dibiarkan beberapa saat di udara agar kadar airnya berkurang sedikit.

o Pengguliran selesai dilakukan pada saat keretakkan terjadi tepat berdiameter 3 mm. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan kedalam krus dan ditimbang, kemudian diovenkan selama 24 jam, dan di timbang kembali untuk menentukan kadar airnya.

(41)

 Pemeriksaan Plastis Indeks ( PI )

Pemeriksaan plastis indeks dapat kita ketehaui dengan mencari selisih antara batas cair dengan batas plastis. Dimana, daerah tanah tersebut dalam keadaan plastis.

3.2.2 Pengambilan Data Sekunder

Pengambilan data sekunder berupa data pasang surut yang meliputi data waktu arus pasang surut sehingga kita tau kapan waktunya surut dan kapan waktunya pasang.

3.3 Rancangan Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penyelesaian tugas akhir ini mempunyai tahapan sebagai berikut :

1. Studi Pustaka atau Literatur

Studi pustaka tugas akhir ini meliputi pengambilan teori serta rumus dari beberapa sumber bacaan buku, jurnal ilmiah, makalah serta masukan masukan dari dosen pembimbing yang berkaitan dengan tugas akhir ini.

2. Pengumpulan Data

Adapun data yang akan di kumpulkan berupa data sedimen, data arus dan data gelombang yang akan di dapat dari survey lapangan.

3. Pengolahan Data

(42)

Data yang di peroleh dari literature dan lapangan yang berhubungan dengan pokok bahasan, disusun secara sistematis dan logis sehingga di peroleh suatu gambaran umum yang akan di bahas dalam tugas akhir ini.

4. Analisa Data

Pada tahap ini dilakukan pengolahan data-data yang telah di peroleh dari data primer dan data sekunder. Tahap analisa data ini meliputi : data sedimen, data arus dan data gelombang.

5. Kesimpulan dan Saran

Dari hasil pengolahan data maka akan di buat suatu kesimpulan yang berhubungan serta saran untuk menjadi masukkan bagi pembaca atau peneliti selanjutnya.

3.4 Tahapan Penelitian

Secara garis besar tahapan dari penelitian ini akan di buat dalam diagram alir pada gambar di bawah ini

(43)

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan data

Primer : Sedimen

Sekunder : Pasang Surut Survey Lapangan

Pengolahan Data

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

(44)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data

Ada 2 macam jenis sampel yang didapat di lapangan untuk analisis saringan (sieve analysis) di laboratorium, yaitu:

1. Sedimen yang didominasi oleh sedimen pasir. Sedimen ini diambil dari daratan pantai di atas garis pantai.

2. Sedimen yang terdiri dari campuran sedimen pasir dan lumpur diambil di perairan pantai tepatnya di zona pasang surut.

4.1.1 Analisis Saringan (sieve analysis), Hydrometer dan Atterberg 4.1.1.1 Analisis Saringan Sampel A1

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Sieve Analysis sampel A1 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat diatas (gr)

Persen diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen Seluruh Contoh Melalui (%)

No. 4 14.12 14.12 2.824 97.176 97.176

No. 8 48.45 62.57 12.514 87.486 87.486

No. 10 37.41 99.98 19.996 80.004 80.004

No. 20 172.43 272.41 54.482 45.518 45.518

No. 40 80.95 353.36 70.672 29.328 29.328

No. 80 86.15 439.51 87.902 12.098 12.098

No. 100 17.89 457.40 91.48 8.52 8.52

No. 200 26.88 482.58 96.516 3.484 3.484

Adapun untuk uji Hydrometer tidak dilakukan karena persentase dari lolos ayakan No.200 kurang dari 10%. Untuk uji Atterberg juga tidak dilakukan karena

(45)

sampel A1 bersifat nonplastis. Dari data Sieve analysis sampel A1 di plot kedalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

Gambar 4.1 Grafik Analisis Ayakan Sampel A1 Dari grafik di atas diperoleh perolehlah persentasi dari jenis butiran:

Pasir Kasar = 37.5 % Pasir Sedang = 25 % Pasir Halus = 37.5 %

4.1.1.2 Analisis Saringan Sampel A2

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

Clay Slit Sand Gravel

Fine Medium Coarse

37.5 % 25 % 37.5 %

(46)

Tabel 4.2 Data Sieve Analysis sampel A2 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat Diatas (gr)

Persen Diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen seluruh contoh melalui (%)

No. 4 12.88 12.88 2.576 97.424 97.424

No. 8 54.38 67.26 13.452 86.548 86.548

No. 10 26.78 94.04 18.808 81.192 81.192

No. 20 128.99 223.03 44.606 55.394 55.394

No. 40 116.68 339.71 67.942 32.058 32.058

No. 80 86.15 425.86 85.172 14.828 14.828

No. 100 17.55 443.41 88.682 11.318 11.318

No. 200 16.45 459.86 91.972 8.028 8.028

Adapun untuk uji Hydrometer tidak dilakukan karena persentase dari lolos ayakan No.200 kurang dari 10%. Untuk uji Atterberg juga tidak dilakukan karena sampel A2 bersifat nonplastis. Dari data Sieve analysis sampel A2 di plot kedalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

Gambar 4.2 Grafik Analisis Ayakan Sampel A2 Dari grafik di atas diperoleh persentasi dari tiap jenis butiran:

Pasir Kasar = 37.5 %

Clay Slit Sand Gravel

Fine Medium Coarse

37.5 % 25 % 37.5 %

(47)

Pasir Sedang = 25 % Pasir Halus = 37.5 %

4.1.1.3 Analisis Saringan Sampel A3

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.3 Data Sieve Analysis sampel A3 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat Diatas (gr)

Persen Diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen seluruh contoh melalui (%)

No. 4 10.96 10.96 2.192 97.808 97.808

No. 8 47.12 58.08 11.616 88.384 88.384

No. 10 25.66 83.74 16.748 83.252 83.252

No. 20 115.31 199.05 39.81 60.19 60.19

No. 40 95.55 294.6 58.92 41.08 41.08

No. 80 109.47 404.07 80.814 19.186 19.186

No. 100 25.36 429.43 85.886 14.114 14.114

No. 200 34.26 463.69 92.738 7.262 7.262

Adapun untuk uji Hydrometer tidak dilakukan karena persentase dari lolos ayakan No.200 kurang dari 10%. Untuk uji Atterberg juga tidak dilakukan karena sampel A3 bersifat nonplastis. Dari data Sieve analysis sampel A3 di plot kedalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

(48)

Gambar 4.3 Grafik Analisa Ayakan Sampel A3 Dari grafik di atas diperoleh persentasi dari tiap jenis butiran:

Pasir Kasar = 37.5 % Pasir Sedang = 25 % Pasir Halus = 37.5 %

4.1.1.4 Analisis Saringan Sampel B1

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.4 Data Sieve Analysis sampel B1 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat Diatas (gr)

Persen Diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen seluruh contoh melalui (%)

No. 4 22.88 22.88 4.576 95.424 95.424

No. 8 46.08 68.96 13.792 86.208 86.208

No. 10 34.58 103.54 20.708 79.292 79.292

No. 20 155.77 259.31 51.862 48.138 48.138

No. 40 85.42 344.73 68.946 31.054 31.054

No. 80 59.41 404.14 80.828 19.172 19.172

No. 100 21.52 425.66 85.132 14.868 14.868

No. 200 39.24 464.9 92.98 7.02 7.02

Clay Slit Sand Gravel

Fine Medium Coarse

37.5 % 25 % 37.5 %

(49)

Adapun untuk uji Hydrometer tidak dilakukan karena persentase dari lolos ayakan No.200 kurang dari 10%. Untuk uji Atterberg juga tidak dilakukan karena sampel B1 bersifat nonplastis. Dari data Sieve analysis sampel B1 di plot kedalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

Gambar 4.4 Grafik Analisa Ayakan Sampel B1 Dari grafik di atas diperoleh persentasi dari tiap jenis butiran:

Pasir Kasar = 37.5 % Pasir Sedang = 25 % Pasir Halus = 37.5 %

4.1.1.5 Analisis Saringan Sampel B2

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

Clay Slit Sand Gravel

Fine Medium Coarse

37.5 % 25 % 37.5 %

(50)

Tabel 4.5 Data Sieve Analysis sampel B2 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat Diatas (gr)

Persen Diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen seluruh contoh melalui (%)

No. 4 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 8 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 10 3.56 3.56 1.78 98.22 98.22

No. 20 14.12 17.68 8.84 91.16 91.16

No. 40 6.27 23.95 11.975 88.025 88.025

No. 80 25.46 49.41 24.705 75.295 75.295

No. 100 11.26 60.67 30.335 69.665 69.665

No. 200 72.88 133.55 66.775 33.225 33.225

Kareana Persentase lolos ayakan no. 200 lebih dari 10% maka dilakukan uji Hydrometer. Adapun data yang di dapat dari uji Hydrometer adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Data Hydrometer Test sampel B2 Waktu

(menit)

Temperatur (T˚C)

Pembacaan Hydrometer

(Rh)

Diameter Butir (D)

Faktor Koreksi (K)

Pembacaan Benar (Rh + K)

Persen Mengendap

(%)

0 27

0.5 27 29 0.04329 0.012652 29.012652 12.9250

1 27 28 0.03128 0.012652 28.012652 12.4795

2 27 26 0.02304 0.012652 26.012652 11.5885

5 27 25 0.01513 0.012652 25.012652 11.1430

15 27 24 0.00950 0.012652 24.012652 10.6976

30 27 23 0.00682 0.012652 23.012652 10.2521

60 27 22 0.00510 0.012652 22.012652 9.8066

240 27 21 0.00262 0.012652 21.012652 9.3611

1440 27 20 0.00108 0.012652 20.012652 8.9156

Dari data Sieve analysis sampel B2 dan dari data uji Hydrometer B2 di plot dalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

(51)

Gambar 4.5 Grafik Analisa Ayakan Sampel B2 Dari grafik di atas diperoleh persentasi dari tiap jenis butiran:

Pasir Kasar = 6.67 % Pasir Sedang = 13.33 % Pasir Halus = 20 % Lanau = 46.67 % Lempung = 13.33 %

Karena sampel B2 termasuk plastis maka diuji Atterberg Test. Adapun data hasil uji Atterberg Test yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.7 Data Hasil Uji Atterberg sampel B2

Batas Cair (LL) 15

Kali 23 Kali 32 kali 45 kali Batas Plastis (PL) No Krus

Berat Krus + Contoh Basah 37.08 34.78 39.45 40.67 20.34 22.45 Berat Krus + Tanah Kering 32.01 35.67 34.97 36.23 19.97 19.66

Berat Air 5.07 3.11 4.48 4.44 0.37 2.79

Berat Krus 10.14 10.20 10.11 10.49 10.14 10.19

Berat Contoh Kering 21.87 25.47 24.86 25.74 9.83 9.47

Kadar Air 23.18 12.21 18.02 17.25 3.76 29.46

16.61

Clay Slit Sand Gravel

Fine Medium Coarse 13.33 % 46.67 % 20 % 13.33 % 6.67 %

(52)

Dari data hasil uji atterberg sampel B2, jenis sampel dapat diklasifikasi menggunakan unified soil classification seperti gambar di bawah ini:

Gambar 4.6 Klasifikasi Tanah Sistem Unified B2

Berdasarkan gambar klasifikasi Tanah Sistem Unified diatas dapat di bahwa Sampel B2 tergolong SM = Pasir berlanau, campuran pasir lanau.

LL PL PI

17.9 16.61 1.28

(53)

4.1.1.6 Analisis Saringan Sampel B3

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.8 Data Sieve Analysis sampel B3 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat Diatas (gr)

Persen Diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen seluruh contoh melalui (%)

No. 4 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 8 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 10 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 20 14.12 14.12 7.06 92.94 92.94

No. 40 6.27 20.39 10.195 89.805 89.805

No. 80 25.46 45.85 22.925 77.075 77.075

No. 100 11.26 57.11 28.555 71.445 71.445

No. 200 72.88 129.99 64.995 35.005 35.005

Kareana Persentase lolos ayakan no. 200 lebih dari 10% maka dilakukan uji Hydrometer. Adapun data yang di dapat dari uji Hydrometer adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9 Data Hydrometer Test sampel B3 Waktu

(menit)

Temperatur (T˚C)

Pembacaan Hydrometer

(Rh)

Diameter Butir (D)

Faktor Koreksi (K)

Pembacaan Benar (Rh + K)

Persen Mengendap

(%)

0 27

0.5 27 30 0.04232 0.012652 30.012652 13.0040

1 27 29 0.03128 0.012652 29.012652 12.5707

2 27 28 0.02304 0.012652 28.012652 12.1374

5 27 27 0.01513 0.012652 27.012652 11.7041

15 27 26 0.00905 0.012652 26.012652 11.2709

30 27 25 0.00651 0.012652 25.012652 10.8376

60 27 24 0.00475 0.012652 24.012652 10.4043

240 27 23 0.00248 0.012652 23.012652 9.9710

1440 27 21 0.00109 0.012652 21.012652 9.1044

(54)

Dari data Sieve analysis sampel B3 dan dari data uji Hydrometer B3 di plot dalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

Gambar 4.7 Grafik Analisa Ayakan Sampel B3 Dari grafik di atas diperoleh persentasi dari tiap jenis butiran:

Pasir Kasar = 0 % Pasir Sedang = 14.3 % Pasir Halus = 21.4 % Lanau = 50 % Lempung = 14.3 %

Karena sampel B3 termasuk plastis maka diuji Atterberg Test. Adapun data hasil uji Atterberg Test yaitu sebagai berikut:

Clay Slit Sand Gravel

Fine Medium Coarse

14.3 % 50 % 21.4 % 14.3 % 0 %

(55)

Tabel 4.10 Data Hasil Uji Atterberg sampel B3 Batas Cair (LL)

15 Kali 23 Kali 32 kali 45 kali Batas Plastis (PL) No Krus

Berat Krus + Contoh

Basah 37.08 36.78 39.45 40.67 20.34 22.45

Berat Krus + Tanah Kering 32.89 35.67 34.56 35.32 20.12 19.66

Berat Air 4.19 3.11 4.89 5.35 0.20 2.79

Berat Krus 10.14 10.20 10.11 10.49 10.14 10.19

Berat Contoh Kering 22.75 25.47 24.45 24.83 9.98 9.47

Kadar Air 18.42 12.21 20.00 21.55 2.00 29.46

15.73

LL PL PI

17.79 15.73 2.05

Dari data hasil uji atterberg sampel B3, jenis sampel dapat diklasifikasi menggunakan unified soil classification seperti gambar di bawah ini:

Gambar 4.8 Klasifikasi Tanah Sistem Unified B3

(56)

Berdasarkan gambar klasifikasi Tanah Sistem Unified diatas dapat di bahwa Sampel B3 tergolong SM = Pasir berlanau, campuran pasir lanau.

4.1.1.7 Analisis Saringan Sampel C1

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.11 Data Sieve Analysis sampel C1 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat Diatas (gr)

Persen Diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen seluruh contoh melalui (%)

No. 4 14.46 14.46 2.89 97.108 97.108

No. 8 35.44 49.90 9.98 90.02 90.02

No. 10 19.77 69.67 13.93 86.066 86.066

No. 20 166.56 236.23 47.25 52.754 52.754

No. 40 63.67 299.9 59.98 40.02 40.02

No. 80 96.33 396.23 79.25 20.754 20.754

No. 100 27.86 424.09 84.82 15.182 15.182

No. 200 59.88 483.97 96.79 3.206 3.206

Adapun untuk uji Hydrometer tidak dilakukan karena persentase dari lolos ayakan No.200 kurang dari 10%. Untuk uji Atterberg juga tidak dilakukan karena sampel C1 bersifat nonplastis. Dari data Sieve analysis sampel C1 di plot kedalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

(57)

Gambar 4.9 Grafik Analisa Ayakan Sampel C1 Dari grafik di atas diperoleh persentasi dari tiap jenis butiran:

Pasir Kasar = 37.5 % Pasir Sedang = 25 % Pasir Halus = 37.5 %

4.1.1.8 Analisis Saringan Sampel C2

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.12 Data Sieve Analysis sampel C2 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat Diatas (gr)

Persen Diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen seluruh contoh melalui (%)

No. 4 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 8 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 10 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 20 1.14 1.14 0.57 99.43 99.43

No. 40 5.15 6.29 3.15 96.855 96.855

No. 80 7.98 14.27 7.14 92.865 92.865

No. 100 3.69 17.96 8.98 91.02 91.02

No. 200 19.97 37.93 18.97 81.035 81.035

Clay Slit Sand Gravel

Fine Medium Coarse

37.5 % 25 % 37.5 %

(58)

Kareana Persentase lolos ayakan no. 200 lebih dari 10% maka dilakukan uji Hydrometer. Adapun data yang di dapat dari uji Hydrometer adalah sebagai berikut:

Tabel 4.13 Data Hydrometer Test sampel C2

Dari data Sieve analysis sampel C2 dan dari data uji Hydrometer C2 di plot dalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

Gambar 4.10 Grafik Analisa Ayakan Sampel C2 Waktu

(menit)

Temperatur (T˚C)

Pembacaan Hydrometer

(Rh)

Diameter Butir (D)

Faktor Koreksi (K)

Pembacaan Benar (Rh + K)

Persen Mengendap

(%)

0 27

0.5 27 30 0.04329 0.012652 30.012652 13.1426

1 27 28 0.03128 0.012652 28.012652 12.2668

2 27 26 0.02304 0.012652 26.012652 11.3910

5 27 25 0.01513 0.012652 25.012652 10.9531

15 27 24 0.00950 0.012652 24.012652 10.5152

30 27 23 0.00682 0.012652 23.012652 10.0773

60 27 22 0.00510 0.012652 22.012652 9.6394

240 27 21 0.00262 0.012652 21.012652 9.2015

1440 27 20 0.00108 0.012652 20.012652 8.7636

Clay Slit Sand Gravel

Fine Medium Coarse

14.3 % 50 % 21.4 % 14.3 % 0 %

(59)

Dari grafik di atas diperoleh persentasi dari tiap jenis butiran:

Pasir Kasar = 0 % Pasir Sedang = 14.3 % Pasir Halus = 21.4 % Lanau = 50 % Lempung = 14.3 %

Karena sampel C2 termasuk plastis maka diuji Atterberg Test. Adapun data hasil uji Atterberg Test yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.14 Data Hasil Uji Atterberg sampel C2

Batas Cair (LL) 15

Kali 23 Kali 32 kali 45 kali Batas Plastis (PL) No Krus

Berat Krus + Contoh Basah 37.08 34.78 39.45 40.67 20.34 22.45 Berat Krus + Tanah Kering 32.01 35.67 34.97 36.23 19.97 19.66

Berat Air 5.07 3.11 4.48 4.44 0.37 2.79

Berat Krus 10.14 10.20 10.11 10.49 10.14 10.19

Berat Contoh Kering 21.87 25.47 24.86 25.74 9.83 9.47

Kadar Air 23.18 12.21 18.02 17.25 3.76 29.46

16.61

LL PL PI

17.9 16.61 1.28

Dari data hasil uji atterberg sampel C2, jenis sampel dapat diklasifikasi menggunakan unified soil classification seperti gambar di bawah ini:

(60)

Gambar 4.11 Klasifikasi Tanah Sistem Unified C2

Berdasarkan gambar klasifikasi Tanah Sistem Unified diatas dapat di bahwa Sampel C2 tergolong SM = Pasir berlanau, campuran pasir lanau.

4.1.1.9 Analisis Saringan Sampel C3

Untuk Sieve Analysis disediakan beberapa nomor saringan yang berbeda dari terbesar hingga terkecil. Adapun hasil yang didapat dari tiap saringan yaitu sebagai berikut:

(61)

Tabel 4.15 Data Sieve Analysis sampel C3 Saringan

Nomor

Berat Diatas (gr)

Jumlah Berat Diatas (gr)

Persen Diatas (%)

Persen Melalui (%)

Persen seluruh contoh melalui (%)

No. 4 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 8 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 10 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 20 0.00 0.00 0.00 100 100

No. 40 3.15 3.15 1.58 98.425 98.425

No. 80 8.98 12.13 6.07 93.935 93.935

No. 100 7.61 19.74 9.87 90.13 90.13

No. 200 13.95 33.69 16.85 83.155 83.155

Kareana Persentase lolos ayakan no. 200 lebih dari 10% maka dilakukan uji Hydrometer. Adapun data yang di dapat dari uji Hydrometer adalah sebagai berikut:

Tabel 4.16 Data Uji Hydrometer Test sampel C3 Waktu

(menit)

Temperatur (T˚C)

Pembacaan Hydrometer

(Rh)

Diameter Butir (D)

Faktor Koreksi (K)

Pembacaan Benar (Rh + K)

Persen Mengendap

(%)

0 27

0.5 27 30 0.04329 0.012652 30.012652 12.7025

1 27 29 0.03128 0.012652 29.012652 12.2793

2 27 28 0.02304 0.012652 28.012652 11.8561

5 27 26 0.01513 0.012652 26.012652 11.0096

15 27 24 0.00950 0.012652 24.012652 10.1631

30 27 23 0.00682 0.012652 23.012652 9.7399

60 27 22 0.00510 0.012652 22.012652 9.3166

240 27 21 0.00262 0.012652 21.012652 8.8934

1440 27 20 0.00108 0.012652 20.012652 8.4701

Dari data Sieve analysis sampel C3 dan dari data uji Hydrometer C3 di plot dalam bentuk grafik. Adapun bentuk grafiknya yaitu:

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan (studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2012).. Leung,

Atribut  metode spektrofotometri  UV­Vis antara  lain  memiliki akuasi,  presisi dan  batas  deteksi. ..

Apabila kandungan Si dalam aloi 2014 bertambah, kandungan fasa eutektik pada titik ‘lutut’ tertinggi yang terbentuk di atas lengkung pecahan cecair meningkat dengan ketara, manakala

Dari kesekian manfaat labu siam tersebut, kami bermaksud untuk membuat selai yang berbahan dasar dari labu siam tersebut, alasannya adalah untuk menyelamatkan

tuturan tersebut menggunaka dan bahasa Indonesia. kalimat tersebut merupakan salam bagi kaum muslim digunakan untuk membuka suatu acara jikalau pendengar juga merupaka

Observasi yang dilakukan untuk mengetahui tindakan yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran sudah sesuai atau belum dengan RPP dan bagaimana guru menggunakan metode Mind Map

Demikianlah surat undangan ini kami buat, besar harapan kami agar Bapak / Ibu dapat menghadiri acara tersebut di atas pada tepat waktu agar acara tersebut di atas dapat berjalan

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan data tentang informasi perkembangan kebutuhan dan produksi energi listrik di Indonesia, melakukan