• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME PERPAJAKAN : PAJAK PENGHASILAN PASAL : ANDHIKA WAHYUDIONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESUME PERPAJAKAN : PAJAK PENGHASILAN PASAL : ANDHIKA WAHYUDIONO"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME PERPAJAKAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

DOSEN MATAKULIAH :

ANDHIKA WAHYUDIONO, S.Pd., M.Pd

KELOMPOK 6 :

MAHASISWA

HANNY USWAH / 21201749

TRI WAHYU PRIMADANI / 21201733

M. TAUFIK / 21201745

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

BANYUWANGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

POLITIK

ADMINISTRASI PUBLIK

2021

(2)

Pajak Penghasilan pasal 25

A.Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25

Pajak penghasilan biasa disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang dikenakan untuk orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang didapat. Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983. Kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai UU Nomor 7 & Tahun 1991, UU Nomor 10 & Tahun 1994, UU Nomor 17 & Tahun 2000, serta terakhir UU Nomor 36 & Tahun 2008.

Seperti yang diketahui, Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan Usaha diharuskan untuk membayar pajak yang terutang dan harus dilunasi dalam jangka waktu satu tahun. Namun dalam praktiknya, mungkin terdapat kesulitan bagi Wajib Pajak dalam melunasi pembayarannya sehingga pembayaran pajak secara angsuran akan lebih memudahkan.

Pengertian PPh pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan secara angsuran yang memang tujuannya untuk meringankan beban wajib pajak sehingga tetap dapat memenuhi kewajibannya. Namun ketentuan dalam pajak penghasilan pasal 25 adalah wajib pajak yang memiliki usaha atau bisnis harus membayar pajak penghasilan setiap bulannya. Batas waktu PPh pasal 25 adalah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari masa pajak yang akan dibayarkan.

Namun apabila Anda terlambat dalam melakukan penyetoran pajak penghasilan pasal 25 maka Anda akan dikenakan bunga sebesar 2% per bulan dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

Di Indonesia, awalnya pajak penghasilan diterapkan pada perusahaan perkebunan yang banyak didirikan di Indonesia. Pajak tersebut dinamakan dengan Pajak Perseroan (PPs). Pajak Perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan dan diberlakukan pada tahun 1925. Setelah pajak dikenakan hanya untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia, berangsur-angsur akhirnya diterapkan pula pajak yang dikenakan untuk perorangan atau karyawan yang bekerja di suatu perusahaan.

(3)

Pada tahun 1932 misalnya, diberlakukan yang disebut dengan Ordonansi Pajak Pendapatan. Ordonansi Pajak Pendapatan ini dikenakan untuk orang Indonesia maupun orang yang bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki pendapatan di Indonesia. Setelah itu pada tahun 1935 diberlakukan Ordonansi Pajak Upah yang mengharuskan majikan memotong gaji atau upah pegawai untuk membayar pajak atas gaji atau upah yang diterima.

Definisi Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak Penghasilan adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pajak penghasilan yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak.

Subjek Pajak Penghasilan akan dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan.

Untuk menjadi Wajib Pajak, maka Subjek Pajak Penghasilan harus mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi domisili dari Subjek Pajak Penghasilan tersebut untuk memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Jenis-jenis dan Contoh Subjek Pajak Penghasilan pasal 25

Berdasarkan domisilinya, subjek PPh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Subjek Pajak Dalam Negeri

1. Orang Pribadi

Subjek pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri adalah WNI/WNA yang bekerja dan memperoleh penghasilan serta berkediaman tetap di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam satu tahun pajak ada di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia.

Namun, tidak semua WNI/WNA dalam pengertian di atas dikategorikan sebagai wajib pajak penghasilan. Sebab, seseorang yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) senilai Rp 54 juta/tahun tidak wajib membayar pajak penghasilan.

(4)

Berdasarkan Pasal 2A ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, kewajiban pajak subjektif orang pribadi dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

2. Warisan

Warisan yang belum dibagi dikategorikan sebagai subjek PPh jika berpotensi menjadi penghasilan. Salah satu contohnya adalah warisan berupa properti (bisa rumah, ruko, kantor, gudang, dll) yang disewakan.

N ah , pelaksanaan kewajiban perpajakan, baik kewajiban bayar pajak dan lapor

pajak, dari subjek pajak warisan dapat diwakili oleh salah satu ahli waris, pengurus warisan maupun pelaksana wasiat.

Menurut Pasal 2A ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008, kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.

3. Badan

Badan sebagai subjek Pajak Penghasilan terdiri dari:

o Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

o Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Menurut Pasal 2A ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008, kewajiban pajak subjektif badan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

4. Badan Usaha Tetap (BUT)

Bentuk Usaha Tetap merupakan Subjek Pajak Penghasilan yang perlakuan perpajakannya disamakan dengan Subjek Pajak Badan.

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet.

(5)

o Tempat kedudukan manajemen. o Cabang perusahaan. o Kantor perwakilan. o Gedung kantor. o Pabrik o Bengkel o Gudang

o Ruang untuk promosi dan penjualan.

o Pertambangan dan penggalian sumber alam.

o Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.

o Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan. o Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan.

o Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

o Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas. o Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

o Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri

(6)

Subjek pajak penghasilan orang pribadi luar negeri adalah mereka yang tidak berdomisili di Indonesia dan tinggal kurang dari 183 hari di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan.

Orang tersebut dapat berada di luar negeri atau menjalankan usahanya di Indonesia dengan pergi-pulang. Namun, selama mendapatkan penghasilan dari usahanya tersebut, dia dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan.

2. Badan

Subjek pajak penghasilan badan luar negeri merupakan badan yang tidak berkedudukan atau didirikan di Indonesia akan tetapi menjalankan aktivitasnya dan memperoleh penghasilan di Indonesia.

Contoh badan yang menjadi subjek pajak penghasilan luar negeri adalah perusahaan A dari Malaysia yang tidak memiliki kantor di Indonesia tetapi perusahaan tersebut memiliki karyawan yang secara berkala datang ke Indonesia untuk berjualan dan mendapatkan penghasilan.

Bukan Subjek Pajak Penghasilan

Selain subjek, ada pula yang bukan termasuk pajak penghasilan. Menurut Pasal 3 UU Nomor 36 Tahun 2008, yang dimaksud bukan subjek pajak penghasilan adalah:

1. Kantor perwakilan negara asing

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik

3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota

(7)

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

B. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Pasal 25

Hak Wajib Pajak

1. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak

Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan tersebut. Dengan kalimat sederhana, Anda berhak menerima kembali kelebihan bayar ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang sebenarnya.

Anda dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak dengan mengirimkan surat permohonan pada Kepala KPP (Kantor Pajak Pratama) atau melalui SPT (Surat Pemberitahuan). Setelah menerima surat permohonan, Ditjen Pajak akan mengembalikan kelebihan bayar pajak dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

Jika wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh, pengembalian ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Kalau Ditjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib pajak berhak menerima bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimum 24 bulan.

2. Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan

Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak berhak untuk:

· Meminta Surat Perintah Pemeriksaan. · Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .

· Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan. · Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.

· Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.

(8)

Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua jenis, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan, terhitung dari tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk melakukan pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

3. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan pajak yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau nihil perpajakannya. Jika wajib pajak tidak sependapat dengan surat tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu bila belum puas dengan keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

4. Hak-Hak Wajib Pajak Lainnya

H ak kerahasiaan

Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam melaksanakan kegiatan perpajakan. Di sisi lain, pihak yang bertugas di bidang perpajakan dilarang untuk mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak. Kerahasiaan wajib pajak yang dilindungi adalah:

· Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan wajib pajak.

· Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.

· Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Namun, keterangan atau bukti tertulis tentang wajib pajak dapat ditunjukkan kepada pihak tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam rangka

(9)

penyidikan, penuntutan, atau dalam rangka kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya.

H ak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran

Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak dalam kondisi tertentu.

H ak untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan

Wajib pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun PPh Badan dengan alasan tertentu.

H ak untuk Pengurangan P P h Pasal 2 5

PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan tertentu.

H ak untuk Pengurangan Pajak Bum i dan Bangunan (PBB)

Karena kondisi atau sebab tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang terkena bencana alam, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang PBB. Wajib pajak yang merupakan anggota veteran pejuang dan pembela kemerdekaan juga dapat mengajukan pengurangan PBB. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan pengurangan PBB dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Kota/Kabupaten setempat.

H ak untuk Pembebasan Pajak

Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan dengan alasan tertentu.

H ak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak

Wajib pajak yang termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal permohonan.

(10)

H ak untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah

Untuk pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

H ak untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan

Dalam lingkup PPN, Barang Kena Pajak (BKP) atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN. BKP tersebut di antaranya kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-buku, perlengkapan TNI/Polri yang diimpor maupun yang diserahkan di area pabean oleh wajib pajak tertentu.

Fasilitas PPN tidak dipungut ini turut diberikan pada perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu, seperti kawasan berikat, di antaranya atas impor dan perolehan bahan baku.

Kewajiban Wajib Pajak

Selain hak, ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak, di antaranya: 1. Kewajiban Mendaftarkan Diri

Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP). Saat ini, pendaftarakan NPWP juga dapat dilakukan melalui online. Anda dapat membaca tata cara pendaftaran NPWP online di artikel

Wajib pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya pengusaha orang pribad atau badan melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000 dalam setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Setelah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN tersebut kemudian dilaporkan dalam SPT Masa. Jika ada yang harus disetorkan, wajib pajak perlu menyetorkan PPN itu ke KPP tempat mendaftar, atau bisa secara online melalui aplikasi OnlinePajak.

(11)

2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terutangnnya sendiri. Dalam melaksanakan kewajiban ini, dapat melakukannya secara mudah dan cepat melalui aplikasi OnlinePajak.

Aplikasi OnlinePajak memudahkan Anda untuk hitung, setor, lapor pajak. Semua pelaksanaan kewajiban pajak ini cukup dilakukan dalam satu aplikasi, hanya dengan satu klik. Pelajari selengkapnya di sini.

3. Kewajiban dalam Hal Diperiksa

Ditjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Kewajiban yang diperiksa di antaranya:

· Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan, khususnya jenis Pemeriksaan Kantor.

· Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar serta berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Untuk jenis Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak harus memberikan akses untuk melihat dan menyimpan data.

· Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap perlu serta memberi bantuan untuk memperlancar proses pemeriksaan.

· Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan hasil pemeriksaan.

· Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik, khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.

· Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan. 4. Kewajiban Memberi Data

Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan

(12)

dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak.

Kewajiban ini tidak hanya dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi juga oleh setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan terkena pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.

C.Tata Cara Perhitungan Pemotongan PPh pasal 25

Pajak penghasilan pasal 25 sering disebut sebagai instrumen untuk meringankan beban pajak terutang pada akhir tahun. PPh 25 dibayarkan secara angsuran.

Menurut laman Direktorat Jenderal Pajak, apabila kamu tidak termasuk wajib pajak yang menggunakan tarif PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018, kamu diwajibkan melakukan pengangsuran PPh Pasal 25 setiap bulan. Ketentuan ini juga berlaku buat kategori orang pribadi pengusaha terentu.

Lalu, berapa sih besaran angsuran PPh 25? Secara umum, besaran angsurannya berdasarkan pajak penghasilan 25 Penghasilan neto setahun dikali tarif umum setelah sebelumnya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak kemudian dibagi dua belas.

Sebelum menghitung, kita perlu tahu dulu definisi Penghasilan Neto yang dimaksud di atas. Secara garis besar ada dua:

1. Kalau kamu Wajib Pajak Orang Pribadi menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;

2. Kalau kamu sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung

(13)

berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.

Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi

David (TK/0) terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP A tanggal 1 Februari 2015. Penghasilan neto fiskal setahun pada tahun 2018 adalah Rp100.000.000. Besarnya PPh pasal 25 setiap bulan untuk tahun 2019 sebagai berikut:

Penghasilan Neto setahun = Rp. 100.000.000,00 PTKP (TK/0) = Rp. 54.000.000,00 (-)

_____________________

PKP = Rp. 46.000.000,00

PPh Terutang: (5%) x Rp. 46.000.000,00 = Rp. 2.300.000,00

besarnya angsuran PPh Pasal 25 April 2019 adalah = 1/12 x Rp.2.300.000,00 = Rp. 191.666,67

Untuk angsuran sebelum penyampaian SPT Tahunan, disamakan dengan angsuran tahun sebelumnya.

Tetapi, mekanisme pengitungan angsuran di atas tidak berlaku untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Baru. Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Baru ditetapkan NIHIL.

Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi yang baru terdaftar pada suatu Tahun Pajak.

Pengurangan PPh 25 bulanan

Seperti penejelasan di atas bahwa PPh 25 itu untuk meringankan beban pajak. Tetapi, dalam kondisi tertentu Wajib Pajak membutuhkan keringanan jumlah angsuran.

Pada bagian ini kita akan bahas cara-cara pengurangan angsuran PPh 25 bulanan untuk tahun berjalan.

(14)

Ketentuan mengenai Penyesuaian Setoran PPh Pasal 25 dalam keadaan tertentu diatur pada Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu.

Pada intinya, KEP tersebut mengatur antara lain:

1. Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

2. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. 3. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat

permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

4. Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

(15)

D.Pajak Penghasilan pasal 25 ditanggung Pemerintah

Pelaku bisnis kelas menengah dan atas tentu memahami benar bahwa dalam aktivitasnya, mereka memiliki kewajiban perpajakan. Berbagai regulasi yang diatur oleh pemerintah, semua ditujukan agar industri dapat berkembang tanpa melupakan kewajiban pembayaran pajak. Ada yang berjumlah besar dan kecil, salah satu regulasi yang dianggap meringankan adalah PPh 25.

Disebut meringankan karena pajak penghasilan yang satu ini memungkinkan pelaku bisnis untuk membayar pajak tanggungannya dengan cara diangsur. Metode ini tidak diaplikasikan kepada wajib pajak dengan penghasilan yang cenderung kecil karena pajak yang ditanggung juga tidak begitu besar. Namun untuk skala industri, metode ini sangat membantu pelakunya.

Bahasan akan sedikit condong ke arah wajib pajak badan mengingat pada bulan April ini merupakan bulan pelaporan pajak untuk wajib pajak badan. Terkait dengan pelaporan, tentu terlebih dahulu harus dilakukan penghitungan dan pembayaran oleh wajib pajak badan. Nah, metode membayar pajak tertanggung dengan mengangsur ini yang jadi keringanan untuk wajib pajak badan.

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan atas suatu penghasilan. Penghasilan yang dimaksud adalah setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Badan, baik dari dalam maupun luar negeri, dengan keperluan apapun termasuk misalnya menambah kekayaan, konsumsi, investasi, dan lain sebagainya.

Untuk subjek pajak sendiri, Pajak Penghasilan Pasal 25 menyasar pada badan usaha seperti Perseroan Terbatas dan Perseroan lainnya, yang memiliki kemampuan menambah nilai ekonomi dari badan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang termasuk dalam pengertian Badan adalah sebagai berikut:

1. Perseroan Terbatas (PT) 2. Perseroan Lainnya

3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 4. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 5. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

(16)

6. Firma 7. Kongsi 8. Koperasi 9. Dana Pensiun 10. Persekutuan 11. Perkumpulan 12. Yayasan 13. Organisasi Masyarakat 14. Organisasi Sosial Politik

15. Organisasi lainnya dengan nama dan bentuk apapun 16. Lembaga dan bentuk badan lainnya

17. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) 18. Bentuk Usaha Tetap

Namun demikian, terdapat beberapa badan yang tidak dikenai pajak ini. Hal ini dikarenakan badan tersebut dapat membantu negara Indonesia, dalam satu dan lain hal, untuk berbagai kegiatan. Diantaranya adalah kantor perwakilan negara asing, organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menkeu (syarat dan ketentuan berlaku), dan unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria yang ditentukan.

KESIMPULAN

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pajak yang dibayar secara angsuran.Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Prabandaru, 2019. “PPh pasal 25, Penjelasan dan Penghitunganya”. Klikpajak. Fitriya, 2021. “Pajak Penghasilan (PPh Adalah): Jenis, Objek dan Subjek PPh,

Tarif PPh (klikpajak.id)”

Lathifa, 2019. “Kupas Tuntas Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, Apa Saja? (online-pajak.com)”

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak - Warta Kota (tribunnews.com)

PPh 25 Badan: Tarif, Cara Perhitungan dan Pelaporannya (finansialku.com) Insentif PPh 25: Syarat, Cara & Daftar Usaha yang Dapat Mengajukan

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalam rangka efektifitas pemberian hibah berupa Pembangunan Unit Gedung Baru (UGB), Rehabilitasi Gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pembangunan

Data beban pajak penghasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang oleh wajib pajak pada suatu tahun pajak sebelum

Se5ara teoritis , menghitung )(I suatu /rogram dila3u3an dengan mengguna3an /roses sederhana seagai eri3ut... Dari ah6a hasil audil menunu33an /ra3te3 K# yang uru3 sama

Kualitas Argumen dan Isyarat Periferal memiliki pengaruh positif terhadap Kredibilitas Ulasan atas video ulasan yang diberikan oleh GadgetIn, sehingga ketika

Personal Well-being among 12 to 18 Year-old Adolescents and Spanish University Students, Evaluated through the Personal Well-Being Index (PWI).. International

Sistem ini berfungsi sebagai jemuran pakaian yang bekerja secara otomatis sesuai sengan output dari sensor cahaya (LDR) dan sensor hujan dimana output dari sensor akan

Tindak tutur meminta ini dituturkan oleh pihak kalimbubu kepada seluruh anak beru baik itu langsung kepada anak kandung yang ditinggalkan (kalau orang tua

Pembangunan Gedung baru ASEC dengan mengadopsi arsitektur berkelanjutan berarti harus selaras dengan bangunan lamanya, dan untuk mengetahui tentang sejarah bangunan