• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT KUBAH TERBANG: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI OLEH: FEBRINA R. PASARIBU NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT KUBAH TERBANG: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI OLEH: FEBRINA R. PASARIBU NIM"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT KUBAH TERBANG: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH:

FEBRINA R. PASARIBU NIM 120701054

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(2)

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Rakyat Kubah Terbang:

Analisis Sosiologi Sastra

Oleh:

Febrina R. Pasaribu NIM 120701054

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar yang saya peroleh.

Medan, 20 Oktober 2016 Peneliti,

F Febrina R. Pasaribu

NIM 120701054

(4)

ABSTRAK

Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Rakyat Kubah Terbang:

Analisis Sosiologi Sastra

Oleh:

Febrina R. Pasaribu NIM 120701054

Cerita rakyat merupakan cerita yang beredar secara lisan dan dipercaya oleh masyarakat. Tidak diketahui secara pasti kebenaran cerita. Namun masyarakat setempat percaya bahwa cerita tersebut benar-benar pernah terjadi di daerahnya dan menjadi contoh atau pelajaran agar bersikap lebih baik. Kubah Terbang merupakan salah satu cerita rakyat yang tersebar di Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian terhadap cerita rakyat Kubah Terbang bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral individual dan nilai-nilai moral sosial. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif. Landasan teori yang digunakan adalah sosiologi sastra, khususnya sosiologi karya sastra yang membicarakan tentang suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaahan adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikan. Hasil analisis penelitian ini dapat ditemukan nilai-nilai moral yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang sebagai berikut: pertama, nilai-nilai yang terdapat pada cerita rakyat tersebut yaitu nilai-nilai moral individual mencakup kepatuhan kepada guru, rela berkorban, jujur, adil dan bijaksana, menghormati dan menghargai guru, bekerja keras, dan rendah hati. Pada sisi religinya terdapat nilai percaya adanya Tuhan, percaya kekuasaan Tuhan, berserah diri kepada Tuhan/bertawakal. Kedua, nilai-nilai moral sosial yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang mencakup bekerjasama, suka menolong murid, kasih sayang, kerukunan antara guru dan murid, dan peduli terhadap nasib orang lain.

Kata Kunci: cerita rakyat, nilai moral, dan Sosiologi Sastra.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan dalam hidup, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memeroleh gelar sarjana sastra, Program Studi S1 Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bantuan spiritual seperti doa, dukungan, nasihat, dan petunjuk praktis maupun materi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Dr. Budi Agustono, M.S. sebagai Dekan, Prof. Mauly Purba, M.A. sebagai wakil dekan I, Dra. Heristina Dewi, M.Pd. sebagai wakil dekan II, dan Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai wakil dekan III di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si sebagai ketua dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Isma Tantawi, M.A. sebagai dosen pembimbing I dan Drs. Hariadi Susilo, M.Si. sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

4. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran serta ilmu pengetahuan kepada penulis selama kurang lebih empat tahun.

5. Pak Selamet yang telah banyak membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua penulis Bapak A. Pasaribu (Alm.) dan Ibu Maryam yang selalu memberi segala kecukupan atas semua yang diperlukan baik itu doa, nasehat, kasih sayang, dan dukungan materi yang tidak dapat penulis gantikan.

7. Teman-teman seperjuangan stambuk 2012. Terima kasih atas doa, semangat, canda tawa, dan dukungannya kepada penulis serta persahabatan yang sudah terjalin selama kurang lebih empat tahun.

(7)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca demi perkembangan ilmu sastra pada masa yang akan datang.

Medan, 20 Oktober 2016 Penulis,

Febrina R. Pasaribu

NIM 120701054

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN………....i

ABSTRAK………...ii

PRAKATA………....iii

DAFTAR ISI……….v

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang……….1

1.2 Batasan Masalah………...3

1.3 Rumusan Masalah………...…3

1.4 Tujuan Penelitian……….3

1.5 Manfaat Penelitian………...4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA…...5

2.1 Konsep……….………....5

2.1.1 Nilai Moral………..5

2.1.2 Cerita Rakyat………...7

2.1.3 Sosiologi Sastra………..…8

2.2 Landasan Teori……….…..9

2.2.1 Sosiologi Sastra……….9

2.2.2 Strukturalisme………..11

2.3 Tinjauan Pustaka………..12

BAB III METODE PENELITIAN……….………..…15

(9)

3.1 Metode Penelitian……….15

3.2 Teknik Pengumpulan Data…………..………..……15

3.3 Teknik Analisis Data………..16

BAB IV NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT KUBAH TERBANG……….17

4.1 Unsur-Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Kubah Terbang………..17

4.1.1 Tokoh……….17

4.1.2 Setting/Latar……….18

4.1.3 Alur/Plot………..….19

4.1.3.1Pengenalan…...………..…....20

4.1.3.2 Konflik………...…20

4.1.3.3 Komplikasi.……….……..21

4.1.3.4 Klimaks………..21

4.1.3.5 Krisis….………...21

4.1.3.6 Tahap Peleraian……….22

4.1.3.7 Tahap Penyelesaia………22

4.1.4 Tema………23

4.1.5 Titik Pandang/Sudut Pandang……….….23

4.2 Cerita Rakyat Kubah Terbang………..24

4.2.1 Nilai-Nilai Moral Individual……….24

4.2.1.1 Kepatuhan Murid kepada Guru…..………...24

4.2.1.2 Rela Berkorban…….……….25

(10)

4.2.1.3 Jujur………….……….…...26

4.2.1.4 Adil dan Bijaksana…….………..….27

4.2.1.5 Menghormati dan Menghargai Guru…...………..27

4.2.1.6 Bekerja Keras….……….……..28

4.2.1.7 Rendah Hati………...…..……….…...29

4.2.2 Nilai-Nilai Moral Sosial……….…...30

4.2.2.1 Bekerjasama……….……….30

4.2.2.2 Suka Menolong Murid………..…………...…..30

4.2.2.3 Kasih Sayang………..……….……..31

4.2.2.4 Kerukunan Antara Murid dan Guru………...31

4.2.2.5 Peduli terhadap Nasib Orang Lain………..…..32

4.2.3 Nilai-Nilai Moral Religi………....…33

4.2.3.1 Percaya Adanya Tuhan………..……..………..33

4.2.3.2 Percaya Kekuasaan Tuhan ……….….…...34

4.2.3.3 Berserah Diri kepada Tuhan/Bertawakal.………..34

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……….36

5.1 Simpulan……….36

5.2 Saran...………36

DAFTAR PUSTAKA….……….37

LAMPIRAN I……….…..39

LAMPIRAN II……….40

LAMPIRAN III………....41

(11)

CERITA RAKYAT KUBAH TERBANG………..…….43

(12)

ABSTRAK

Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Rakyat Kubah Terbang:

Analisis Sosiologi Sastra

Oleh:

Febrina R. Pasaribu NIM 120701054

Cerita rakyat merupakan cerita yang beredar secara lisan dan dipercaya oleh masyarakat. Tidak diketahui secara pasti kebenaran cerita. Namun masyarakat setempat percaya bahwa cerita tersebut benar-benar pernah terjadi di daerahnya dan menjadi contoh atau pelajaran agar bersikap lebih baik. Kubah Terbang merupakan salah satu cerita rakyat yang tersebar di Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian terhadap cerita rakyat Kubah Terbang bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral individual dan nilai-nilai moral sosial. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif. Landasan teori yang digunakan adalah sosiologi sastra, khususnya sosiologi karya sastra yang membicarakan tentang suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaahan adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikan. Hasil analisis penelitian ini dapat ditemukan nilai-nilai moral yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang sebagai berikut: pertama, nilai-nilai yang terdapat pada cerita rakyat tersebut yaitu nilai-nilai moral individual mencakup kepatuhan kepada guru, rela berkorban, jujur, adil dan bijaksana, menghormati dan menghargai guru, bekerja keras, dan rendah hati. Pada sisi religinya terdapat nilai percaya adanya Tuhan, percaya kekuasaan Tuhan, berserah diri kepada Tuhan/bertawakal. Kedua, nilai-nilai moral sosial yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang mencakup bekerjasama, suka menolong murid, kasih sayang, kerukunan antara guru dan murid, dan peduli terhadap nasib orang lain.

Kata Kunci: cerita rakyat, nilai moral, dan Sosiologi Sastra.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi membuat budaya Indonesia terkikis dan berasimilasi dengan budaya asing sehingga membentuk sebuah kebudayaan yang diakui saat ini.

Beberapa tradisi peninggalan nenek moyang dilupakan seiring berjalannya waktu, sebab dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Sastra lisan sebagai salah satu tradisi dari nenek moyang yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui ”mulut-telinga-mulut”, dianggap sudah kuno dan tidak memiliki pengaruh apapun di zaman serba canggih. Kemudian tradisi tersebut ditinggalkan dan mengikuti kebudayaan modern. Padahal apabila dicermati dan dikaji, warisan nenek moyang tersebut berisikan ajaran budaya dan pesan yang berguna, serta dapat membantu pembentukan karakter, khususnya anak-anak. Oleh karena itu, cerita rakyat penting untuk didokumentasikan dan digali nilai-nilai di dalamnya agar tidak punah dan dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.

Cerita rakyat merupakan cerita yang beredar secara lisan dan dipercaya oleh masyarakat. Tidak diketahui secara pasti kebenaran cerita. Namun masyarakat setempat percaya bahwa cerita tersebut benar-benar pernah terjadi di daerahnya dan menjadi contoh atau pelajaran agar bersikap lebih baik. Cerita rakyat memiliki sifat pralogis, artinya logikanya kadang-kadang masih taraf

(14)

prapemikiran. Hal ini tidak berarti folklor tadi kurang beralasan, melainkan tetap ada alibi yang jelas di balik karya tersebut.

Cerita rakyat Kubah Terbang atau juga dikenal Tunu-Tunu Keladi yang tersebar di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Masyarakat setempat mengartikan Kubah Terbang sebagai kuburan terbang. Cerita rakyat tersebut mengisahkan seorang murid yang dikenal sangat bodoh, namun terus belajar tanpa kenal lelah dan mengikuti apapun yang disuruh oleh gurunya. Suatu hari, sang guru beserta teman-temannya hendak berangkat ke Makkah. Beliau mengatakan kepada sang murid untuk memanjat pohon kelapa dan membaca sebuah syair agar bisa menyusulnya ke sana. Sang murid mengikuti apa yang dikatakan oleh gurunya itu dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh, sehingga dengan izin Allah swt. ia dapat menyusul gurunya ke Makkah. Setelah kembali ke tanah air, sang murid mendengar kabar kematian gurunya. Ia ingin jika suatu saat ia meninggal, ia dikuburkan di sebelah pusara gurunya. Namun ia malah dikebumikan di Labuhan, tempat ia mengajar. Tiba-tiba pusaranya muncul di sebelah pusara gurunya (di Patumbak).

Kubah Terbang merupakan salah satu cerita rakyat yang belum pernah diteliti dengan menggunakan teori apapun. Padahal cerita rakyat Kubah Terbang hingga saat ini masih ada dan tetap diturunkan oleh orang tua kepada anak- anaknya untuk mendidik. Cerita rakyat tersebut perlu diteliti, karena mengandung nilai-nilai teladan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti nilai yang berhubungan dengan akhlak, nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk yang di oleh golongan atau masyarakat.

(15)

1.2 Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan mencapai tujuan dengan baik, maka diperlukan batasan masalah. Peneliti membatasi masalah hanya pada nilai-nilai moral individual dan nilai-nilai moral sosial yang terkandung dalam cerita rakyat Kubah Terbang dari Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka rumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimanakah nilai-nilai moral individual yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang?

2. Bagaimanakah nilai-nilai moral sosial yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan nilai-nilai moral individual yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang.

2. Mendeskripsikan nilai-nilai moral sosial yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang.

(16)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Memberikan sumbangan pemikiran kepada khazanah kesusastraan Indonesia tentang nilai-nilai moral cerita rakyat Kubah Terbang.

b. Menjadi bahan rujukan untuk penelitian cerita rakyat Kubah Terbang selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Mendokumentasikan cerita rakyat Kubah Terbang ke dalam bentuk teks agar dapat dinikmati pembaca atau peminat cerita rakyat.

b. Menambah bahan bacaan tentang cerita rakyat yang ada di Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Deli Serdang.

(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti. Adapun beberapa konsep yang dilibatkan dalam penelitian ini sebagai berikut:

2.1.1 Nilai Moral

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:963), nilai adalah sifat- sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan; sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Nilai etik adalah nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh (misalnya kejujuran), nilai yang berhubungan dengan akhlak, nilai yang berkaitan dengan benar dan salah yang dianut oleh golongan atau masyarakat.

Horton dan Hunt (dalam Narwoko dan Suyanto, 2004:55), nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.

Bertens (2013:112), nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri berikut:

(1) nilai berkaitan dengan subjek, kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak ada nilai juga, (2) nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin

(18)

membuat sesuatu, (3) nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang ”ditambah” oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh objek.

Hadiwardoyo (1994:13) moral menyangkut kebaikan. Selanjutnya dijelaskan bahwa moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, yakni segi batiniah dan segi lahiriah. Orang yang baik adalah orang yang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sikap batin itu sering juga disebut hati. Orang yang baik mempunyai hati yang baik. Akan tetapi, sikap batin yang baik dapat dilihat setelah terwujud dalam perbuatan lahiriah yang baik pula.

Bertens (2013:6) menjelaskan bahwa jika kata ”moral” dipakai sebagai kata sifat artinya sama dengan ”etis” dan jika dipakai sebagai kata benda artinya sama dengan etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, perbuatan seseorang tidak bermoral. Kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.

Sikap moral disebut moralitas. Suseno (1993:58) mengatakan bahwa moralitas adalah sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari sikap hati).

Moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari untung. Moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.

Menurut Dwi Sulistyorini cerita rakyat mengandung nilai luhur bangsa terutama nilai-nilai budi pekerti maupun ajaran moral. Apabila cerita rakyat itu dikaji dari sisi nilai moral, maka dapat dipilah adanya nilai moral individual, nilai

(19)

moral sosial, dan nilai moral religi. Adapun nilai-nilai moral individual meliputi:

(1) kepatuhan, (2) pemberani, (3) rela berkorban, (4) jujur, (5) adil dan bijaksana, (6) menghormati dan menghargai, (7) bekerja keras, (8) menepati janji, (9) tahu balas budi, (10) baik budi pekerti, (11) rendah hati, dan, (12) hati-hati dalam bertindak. Nilai-nilai moral sosial meliputi: (1) bekerjasama, (2) suka menolong, (3) kasih sayang, (4) kerukunan, (5) suka memberi nasihat, (6) peduli nasib orang lain, dan, (7) suka mendoakan orang lain. Nilai-nilai moral religi meliputi: (1) percaya kekuasaan Tuhan, (2) percaya adanya Tuhan, (3) berserah diri kepada Tuhan/bertawakal, dan (4) memohon ampun kepada Tuhan. (ki-demang.com Diakses pada Tanggal 27 Juni 2016)

2.1.2 Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah kisahan yang aslinya beredar secara lisan dan kepercayaan masyarakat, seperti mite (Abdul Rozak Zaidan,dkk, 2007:51). Cerita rakyat termasuk folklor. Brunvand (dalam Endraswara, 2009:20) memberikan ciri folklor sebagai berikut: (1) bersifat lisan (oral), (2) bersifat tradisional, (3) keberadaannya sering memiliki varian atau versi, (4) selalu anonim, (5) cenderung memiliki formula.

Endraswara (2009:21) menjelaskan bahwa masih ada ciri folklor lain yang lebih melengkapi lima ciri tersebut, antara lain: (1) mempunyai kegunaan bagi pendukungnya atau kolektif, (2) bersifat pralogis, (3) menjadi milik bersama dan tanggung jawab bersama, (4) mempunyai sifat polos dan spontan. Ciri (1) menekankan aspek pragmatis folklor. Sekecil apapun, folklor kadang-kadang masih pada taraf prapemikiran. Hal ini tidak berarti folklor tadi kurang beralasan,

(20)

melainkan tetap ada alibi yang jelas di balik karya tersebut. Ciri (3) merujuk pada aspek pelestarian dan upaya perlindungan folklor itu. Menjadi milik kolektif kalau ada apa-apa yang menyangkut folklor itu, pemiliknya rela berkorban. Ciri (4) menggambarkan proses permunculan folklor itu sendiri. folklor hadir serta merta, tidak disengaja, dan kurang disadari.

Brunvand (dalam Endraswara, 2009:31) membedakan folklor menjadi tiga: (1) oral folklore seperti ungkapan rakyat (folk speech) termasuk dialek dan pemberian nama/julukan, pepatah dan peribahasa rakyat, teka-teki (riddles), puisi rakyat, berbagai cerita rakyat dan nyanyian rakyat dan balada beserta musiknya;

(2) customary folklore yang sering mengandung elemen verbal dan nonverbal seperti kepercayaan rakyat (folk belief), superstisi, adat kebiasaan (customs) dan perayaan (festivals), tarian rakyat dan drama, gerak isyarat (gestures) dan permainan rakyat (folk games); dan (3) material folk traditions yang mencakup arsitektur, kerajinan tangan, kesenian, pakaian, dan makanan rakyat.

2.1.3 Sosiologi Sastra

Ratna (2003:1) menjelaskan bahwa sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas

(21)

(Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi.

Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumbulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.

Menurut Endraswara (2013:77) sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Arenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra.

2.2 Landasan Teori

Pengkajian data dalam penelitian ini menggunakan teori yang sesuai dengan isi cerita rakyat Kubah Terbang. Teori ini dijadikan landasan dalam analisis dan pembahasan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiologi sastra.

2.2.1 Sosiologi Sastra

Durkheim berpendapat bahwa sosiologi ialah suatu ilmu yang memelajari fakta sosial. Menurut Durkheim, fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikan. Bagi Weber sosiologi ialah suatu ilmu yang memelajari tindakan sosial, yaitu tindakan yang dilakukan dengan memertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Sosiologi bertujuan memahami mengapa tindakan sosial memunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan memunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli

(22)

sosiologi harus dapat membayangkan dirinya di tempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya (Sunarto, 2004:18).

Dalam sosiologi, struktur sosial membicarakan sesuatu yang terdiri dari bagian yang saling tergantung dan membentuk pola tertentu. Ralph Linton (dalam Sunarto, 2004:52) mengatakan bahwa ada dua konsep penting dalam struktur sosial, yaitu status (status) dan peran (role). Status sosial ialah ”a collection of rights and duties”–suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan suatu peran ialah ”the dynamic aspect of a status”. Seseorang menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai moral dalam cerita rakyat Kubah Terbang dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Menurut Endraswara (2013:79) sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Dari pendapat ini, tampak bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra. Dalam perjuangan tersebut, Goldmann memiliki tiga ciri dasar, yaitu: (1) kecenderungan manusia untuk mengadaptasikan dirinya terhadap lingkungan, dengan demikian ia dapat berwatak rasional dan signifikan di dalam korelasinya dengan lingkungan, (2) kecenderungan pada koherensi dalam proses penstrukturan yang global, dan (3) dengan sendirinya ia mempunyai sifat dinamik serta kecenderungan untuk mengubah struktur walaupun manusia menjadi bagian struktur tersebut.

(23)

Sosiologi sastra adalah suatu telaah sosiologis terhadap suatu karya sastra.

Menurut Wellek dan Warren (1989:111–112), telaah sosiologi memunyai tiga klasifikasi, sebagai berikut:

a. Sosiologi pengarang, yang memermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang sebagai penghasil sastra;

b. Sosiologi karya sastra, yang memermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaahan adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya;

c. Sosiologi pembaca, yang memermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Penelitian yang dilakukan terhadap cerita rakyat Kubah Terbang termasuk telaah sosiologi karya sastra. Sebab nilai-nilai moral merupakan amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui karya sastra.

2.2.2 Strukturalisme

Strukturalisme digunakan untuk membantu menganalisis nilai-nilai moral yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang. Strukturalisme membicarakan tentang unsur-unsur intrinsik yang membentuk karya sastra. Menurut Junus (dalam Endraswara, 2013:49) strukturalisme memang sering dipahami sebagai bentuk. Karya sastra adalah bentuk. Karena itu, strukturalisme sering dianggap formalisme modern. Memang, ada arti dari teks itu sendiri. Namun, melalui kehadiran Levi-Strauss dan Propp yang mencoba menganalisis struktur mitos

(24)

(cerita rakyat), strukturalisme berkaitan pula dengan filsafat. Strukturalisme mampu menggambarkan pula pemikirian pemilik ceritera. Hal ini berarti bahwa strukturalisme baik dalam sastra modern maupun sastra tradisional, tetap akan berhubungan dengan hal-hal di luar struktur.

Penekanan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara objektif yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra. Keindahan teks sastra bergantung penggunaan bahasa yang khas dan relasi antar unsur yang mapan. Unsur-unsur itu tidak jauh berbeda dengan sebuah

”artefak” (benda seni) yang bermakna. Artefak tersebut terdiri dari unsur dalam teks seperti ide, tema, plot, watak, tokoh, gaya bahasa, dan sebagainya yang menjalin-jalin rapi. Jalinan antar unsur tersebut akan membentuk makna yang utuh pada sebuah teks (Endraswara, 2014:52).

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai dan jenis-jenis moral dalam cerita rakyat Kubah Terbang dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Namun penelitian lain yang menggunakan pendekatan sosiologi sastra telah banyak dilakukan.

Penelitian lain yang menggunakan pendekatan sosiologi sastra adalah pada skripsi Theresia Sri Susetianingsih (2010) dalam tesisnya Novel Bidadari- bidadari Surga Karya Tere Liye (Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan) menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi saatra.

Data penelitian berupa dokumentasi berbentuk novel dan hasil wawancara yang diperoleh langsung dari pengarang novel. Trianggulasi dilakukan dengan

(25)

trianggulasi data, teori, dan metode dengan pengecekan data dokumen dan hasil wawancara untuk mendapatkan simpulan yang sama. Data teresebut diperoleh dengan mengkaji novel Bidadari-bidadari Surga melalui analisis isi, yaitu melakukan penafsiran terhadap teks untuk dipahami isinya. Nilai pendidikan yang terdapat pada novel tersebut yaitu nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai pendidikan budaya Karya sastra yang baik harus mengandung nilai-nilai pendidikan.

Fajar Briyanta Hari Nugraha (2014) dalam skripsinya Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

Penelitian ini menekankan nilai moral yang terdapat pada novel tersebut dan bagaimana teknik penyampaian nilai moral melalui tokoh-tokoh. Unsur cerita digunakan sebagai sarana untuk mengungkapkan nilai moral, juga persoalan- persoalan yang terjadi memperlihatkan moral tokoh tersebut.

Selain itu terdapat jurnal Sutrisna Wibawa berjudul Nilai-nilai Moral dalam Serat Wedhatama dan Pendidikan Budi Pekerti (2010). Penelitian tersebut mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung pada salah satu pupuh Serat Wedhatama, yaitu pupuh sinom. Pupuh tersebut ditransliterasi dan diterjemahkan guna menemukan ajaran moral dan memudahkan pengelompokkan nilai-nilai moral.

Andhika Patria, dkk. (2015) dalam jurnalnya yang berjudul Nilai Moral dalam Novel Sang Pencerah dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik analisis data yang dilakukan yaitu mengidentifikasi nilai moral yang terkandung dalam novel Sang Pencerah,

(26)

menganalisis dan mendeskripsikan data berupa nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel, mencari hubungan intertekstual novel Sang Pencerah dengan teks Alquran dan hadist, mengimplikasikan hasil penelitian pada pembelajaran sastra Indonesia di SMA, serta menyimpulkan hasil analisis nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel. Nilai moral dalam novel Sang Pencerah dibagi menjadi lima, yaitu (1) nilai moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) nilai moral terhadap diri sendiri, (3) nilai moral terhadap sesama manusia, dan (4) nilai moral terhadap lingkungan, serta (5) nilai moral terhadap bangsa.

Dari keterangan di atas, jelaslah perbedaan penelitian yang dilakukan oleh masing-masing peneliti dalam karya tulisnya. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian nilai-nilai dan jenis-jenis moral yang terkandung dalam cerita rakyat Kubah Terbang dengan menggunakan teori sosiologi sastra.

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Menurut Moleong (2014:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian.

Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini, yaitu wawancara. Metode wawancara adalah suatu metode bagi peneliti melakukan wawancara terhadap informan yang dianggap dapat memberikan informasi atau data-data mendukung keabsahan cerita yang diteliti dengan menggunakan dua macam teknik, yakni rekam dan catat. Cerita rakyat yang diperoleh dari informan direkam, kemudian ditranskripsikan dan diterjemahkan (apabila terdapat kosa kata bahasa daerah yang digunakan oleh informan).

Koentjaraningrat (1983:138) membagi dua macam wawancara, yaitu wawancara berencana (standardized interview) dan wawancara tak berencana

(28)

(unstandardized interview). Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Sebaliknya, wawancara tak berencana tak memunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata dan tata urut tetap harus dipatuhi oleh peneliti secara ketat.

3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang ada terlebih dahulu kemudian disusun secara analisis. Analisis data dilakukan setelah data-data diperoleh dari lapangan dan mendeskripsikan isi cerita dalam hal ini unsur intrinsik sebagai tumpuan analisis dalam mengkaji nilai-nilai moral dalam cerita.

Data yang telah dikumpulkan, dilanjutkan dengan mengklasifikasikan data dan penyajian data. Pada tahap klasifikasi data, peneliti menjabarkan gambaran versi-versi cerita yang diungkapkan oleh informan dan mengklasifikasikan nilai- nilai dan jenis-jenis moral dalam cerita tersebut. Penelitian ini kemudian disajikan berupa uraian-uraian hasil analisis dalam bentuk kalimat. Uraian-uraian tersebut dijabarkan menurut rumusan masalah dalam bentuk deskripsi hasil penelitian.

Pada kegiatan akhir penelitian adalah menyimpulkan hasil analisis.

(29)

BAB IV

NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT KUBAH TERBANG

4.1 Unsur-Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Kubah Terbang

Nurgiyantoro (1994:23) mengatakan bahwa unsur intinsik adalah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut membuat karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Lagi dijelaskan unsur yang dimaksud misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

4.1.1 Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku tersebut (Aminuddin, 2000:79).

Gambaran-gambaran tokoh yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang, yaitu:

1. Kubah Terbang atau Tunu-tunu Keladi atau Pais Udang

Sang murid atau Kubah Terbang atau Tunu-tunu Keladi atau Pais Udang adalah tokoh utama dalam cerita rakyat Kubah Terbang. Ia memunyai sifat patuh dengan apa yang dikatakan oleh gurunya. Berikut ini adalah kutipan yang menggambarkan sifat patuh yang dimiliki olehnya.

”Kemudian berangkatlah rombongan teman-teman dan gurunya menuju pelabuhan, sementara sang murid berjalan ke dekat pohon kelapa yang telah ditunjukkan gurunya. Dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh, ia

(30)

mulai memanjat pohon kelapa yang tinggi itu. Setelah sampai di puncaknya, ia lalu membaca syair yang diberikan oleh gurunya.”

””Jangan kembali ke pondok dulu hingga kami sampai di sana,” kata gurunya. Tentu saja sang murid mematuhi yang diperintahkan oleh gurunya itu. Dia tetap tinggal di Makkah sampai sekitar tiga bulan lamanya.”

2. Sang Guru

Sang guru merupakan guru dari sang murid atau Kubah Terbang atau Tunu-tunu Keladi atau Pais Udang. Terlihat dari kutipan berikut.

“Keesokan harinya, sang guru mengajari sang murid lagi. Kali ini materi yang diberikan adalah huruf ketiga hijaiah, yakni ta‟. Sama seperti belajar huruf ba‟, sang murid mengerti dan dapat melafalkan huruf tersebut dengan baik.”

Sang Guru memiliki sifat yang sabar, rajin, dan bijaksana. Beliau selalu sabar menghadapi muridnya yang tidak pandai, rajin mengajari, dan bijaksana menghadapi anak muridnya. Berikut kutipan yang menggambarkan ketiga sifat sang guru tersebut.

””Ta‟,” ucap sang murid. Ia mengulang-ulang penyebutannya. Namun ketika sang murid disuruh mengulangi dari huruf pertama, ia tidak bisa.

Bahkan huruf ba‟ yang baru dipelajarinya semalam juga tidak bisa. Ia hanya bisa mengucapkan huruf ta‟, yang baru dipelajarinya.”

”Sang murid merasa iri dan ingin sekali ikut naik haji bersama teman- temannya. Namun sang guru mengatakan bahwa dia belum boleh berangkat, sebab dia belum pintar mengaji dan khatam membaca Alquran.

Sang murid bersikeras ingin ikut sang guru. Dengan sabar, sang guru mencari cara supaya dia tidak bisa ikut, yakni menyuruh sang murid memanjat pohon kelapa yang terdapat di pinggir sungai.

4.1.2 Setting/Latar

Menurut Aminuddin (2000:67-69), setting merupakan latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Perbedaan antara setting yang bersifat fisikal dengan setting yang bersifat psikologis antara lain, sebagai berikut:

(31)

(1) setting yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat, misalnya kota Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sekolah, dan lain-lain, serta benda-beda dalam lingkungan tertentu yang tidak menuansakan makna apa-apa, sedangkan setting psikologis adalah setting berupa lingkungan atau benda- benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan suatu makna serta mampu mengajuk emosi pembaca, (2) setting fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan setting psikologis dapat berupa suasana maupun sikap serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat tertentu, (3) untuk memahami setting yang bersifat fisikal, pembaca cukup melihat dari apa yang tersurat, sedangkan pemahaman terhadap setting psikologis membutuhkan adanya penghayatan dan penafsiran, dan, (4) terdapat saling pengaruh dan ketumpangtindihan antara setting fisikal dengan setting psikologis.

Setting fisikal yang ditemukan dalam cerita rakyat Kubah Terbang, yakni pesantren, pinggir sungai, dan kota Makkah.

4.1.3 Alur/Plot

Alur merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2000:83).

Menurut Tarigan (1984:126) suatu fiksi haruslah bergerak dari suatu permulaan (beginning) melalui suatu pertengahan (middle) menuju suatu akhir (ending), yang dalam dunia sastra lebih dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi.

Brooks dan Warren (dalam Tarigan, 1984:127) mengatakan bahwa eksposisi adalah proses penggarapan serta memerkenalkan informasi penting kepada pembaca. Komplikasi adalah antar lakon antara tokoh dan kejadian yang membangun atau menumbuhkan suatu ketegangan serta mengembangkan suatu masalah yang muncul dari situasi orisinil yang disajikan dalam cerita itu. Resolusi adalah bagian akhir dari suatu fiksi. Resolusi akhir dari komplikasi-komplikasi

(32)

alur; sesuatu yang memberi pemecahan terhadap alur. Kadang-kadang, tetapi tidak selalu, resolusi ini bersamaan posisinya dengan klimaks.

4.1.3.1 Pengenalan

Cerita rakyat Kubah Terbang diawali dengan pengenalan tokoh sang murid atau Kubah Terbang atau Tunu-tunu Keladi atau Pais Udang dan Sang Guru. Kedua tokoh tersebut dalam kegiatan belajar mengaji di pondok pesantren.

Berikut ini adalah kutipannya.

”Suatu hari di pondok pesantren, tinggalah seorang murid yang dikenal sangat bodoh atau bisa dikatakan IQ-nya jauh di bawah rata-rata. Ia tidak dapat menerima pelajaran dengan baik yang diberikan oleh gurunya. Ia tidak dapat mengulang apa yang telah dipelajarinya meskipun baru saja semalam. Namun ia tetap terus belajar dan mengikuti arahan dari gurunya.”

4.1.3.2 Konflik

Tahap konflik merupakan tahap peristiwa yang menunjukkan ketegangan dan pertentangan. Konflik yang terdapat dalam cerita rakyat Kubah Terbang yaitu ketika teman-temannya Sang Murid telah khatam Alquran dan diperbolehkan berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Berikut adalah kutipan yang menunjukkan konflik dalam cerita tersebut.

”Beberapa tahun kemudian, teman-teman satu pesantrennya sudah pintar mengaji dan banyak dari mereka yang sudah khatam membaca Alquran, sedangkan sang murid masih saja belajar aksara arab. Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah khatam, diperbolehkan untuk berangkat haji dan didampingi oleh guru-guru, termasuk sang guru.

Sang murid merasa iri dan ingin sekali ikut naik haji bersama teman- temannya. Namun sang guru mengatakan bahwa dia belum boleh berangkat, sebab dia belum pintar mengaji dan khatam membaca Alquran.

Sang murid bersikeras ingin ikut sang guru. Dengan sabar, sang guru mencari cara supaya dia tidak bisa ikut, yakni menyuruh sang murid memanjat pohon kelapa yang terdapat di pinggir sungai.”

(33)

4.1.3.3 Komplikasi

Tahap ini merupakan tahap di mana konflik yang terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan kepentingan yang berbeda. Komplikasi dalam cerita rakyat Kubah Terbang terjadi ketika Sang Guru menyuruh Sang Murid memanjat pohon kelapa dan membacakan syair setelah sampai di atas agar Sang Murid tidak ikut. Hal tersebut terdapat dalam kutipan di bawah ini.

”Di hari keberangkatan teman-temannya ke Makkah, sang murid mendatangi gurunya untuk ikut. Sang guru menyuruh sang murid memanjat pohon kelapa, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, dan apabila sudah sampai di atas, membacakan syair yang dibuat oleh gurunya berjudul Tunu- tunu Keladi. Tunu dalam bahasa Melayu artinya bakar, sedangkan keladi adalah salah satu umbi-umbian yang dapat dimakan. Sang guru tahu bahwa muridnya itu sangat suka makan keladi bakar.”

4.1.3.4 Klimaks

Klimaks dari sebuah cerita terlihat dari puncak ketegangan yang diikuti oleh krisis. Tahap klimaks dalam cerita rakyat Kubah Terbang terjadi ketika Sang Murid mematuhi perintah gurunya dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh. Sang Murid berjalan mendekati pohon kelapa yang telah ditunjukkan oleh gurunya dan membaca syair dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.

”Kemudian berangkatlah rombongan teman-teman dan gurunya menuju pelabuhan, sementara sang murid berjalan ke dekat pohon kelapa yang telah ditunjukkan gurunya. Dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh, ia mulai memanjat pohon kelapa yang tinggi itu. Setelah sampai di puncaknya, ia lalu membaca syair yang diberikan oleh gurunya.

4.1.3.5 Krisis

Krisis merupakan bagian alur yang mengawali penyelesaian yang ditandai oleh perubahan alur menuju selesainya cerita. Tahap krisis dalam cerita rakyat

(34)

Kubah Terbang terjadi saat Sang Guru terkejut melihat Sang Murid sudah sampai lebih dulu di Makkah. Sang Guru juga menyuruh Sang Murid agar tidak kembali ke tanah air selama kurang lebih tiga bulan untuk memastikan apakah benar yang dilihat Sang Guru di Makkah adalah benar muridnya. Berikut ini adalah kutipan yang menunjukkan tahap krisis cerita tersebut.

”Kurang lebih tiga bulan kemudian, rombongan teman-teman beserta gurunya tiba di Makkah. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat sang murid sudah berada di Makkah mendahului mereka. Padahal ia tidak ikut dalam rombongan. Tidak terkecuali sang guru yang telah menyuruhnya memanjat pohon kelapa dan membaca syair.

Setelah rombongan teman-teman dan gurunya menunaikan ibadah haji, mereka bertemu lagi dengan sang murid. Sang guru masih tidak percaya kalau dia adalah muridnya. Oleh karena itu, sang guru meminta sang murid jangan kembali dulu lebih dari tiga bulan.”

4.1.3.6 Tahap Peleraian

Tahap peleraian merupakan tahap peristiwa yang menunjukkan perkembangan ke arah tahap akhir atau penyelesaian suatu cerita. Peleraian dalam cerita rakyat Kubah Terbang menceritakan perjalanan Sang Murid kembali ke tanah air dan memutuskan untuk tinggal di rumahnya (di daerah Pancur Batu).

Berikut adalah kutipan yang menunjukkan tahap peleraian dalam cerita tersebut.

”Tiga bulan kemudian, sang murid pulang ke rumahnya di daerah Pancur Batu. Dia tidak lagi tinggal di perpondokan, tetapi di rumah keluarganya.

Dia menikah di sana dan dikaruniai anak.”

4.1.3.7 Tahap Penyelesaian

Penyelesaian cerita rakyat Kubah Terbang menceritakan Sang Guru yang telah meninggal dunia dan membuat Sang Murid jatuh sakit karena kesedihannya, kemudian meninggal dunia.

(35)

”Beberapa tahun berlalu, tersiar kabar bahwa sang guru meninggal dunia dan dikuburkan di dekat perpondokan. Sang murid yang mendengar kabar tersebut sangat merasa sedih. Kesedihannya yang berlarut-larut itu membuatnya jatuh sakit. Sebelum meninggal, dia berpesan kepada keluarga ingin dikuburkan di sebelah kuburan gurunya itu. Namun keluarganya tidak ada yang tahu dimana kuburan gurunya tersebut.

Akhirnya dia dikuburkan di dekat rumahnya.

4.1.4 Tema

Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. Seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum menciptakan karya sastra, sedangkan pembaca dapat memahami tema apabila pembaca telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan penciptaan pengarangnya (Aminuddin, 2000:91).

Tema cerita rakyat Kubah Terbang termasuk tema yang disampaikan secara tersurat, yakni kepatuhan kepada guru dalam belajar.

4.1.5 Titik Pandang/Sudut Pandang

Menurut Aminuddin (2000:90) titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang atau biasa diistilahkan dengan point of view atau titik kisah meliputi:

(1) narrator omniscient adalah narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita, (2) narrator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku, (3) narrator observer omniscient adalah pencerita sebagai pengamat serba tahu. Dalam hal ini, narator menyebut nama pelaku dengan ia, mereka, atau dia, dan (4) narrator the third person omniscient adalah narator sebagai pelaku ketiga yang tidak terlibat secara langsung dalam keseluruhan satuan dan jalinan cerita, namun pengarang tahu semua tentang para pelaku.

(36)

Cerita rakyat Kubah Terbang menggunakan titik pandang/sudut pandang narrator observer. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

”Suatu hari di pondok pesantren, tinggalah seorang murid yang dikenal sangat bodoh atau bisa dikatakan IQ-nya jauh di bawah rata-rata. Ia tidak dapat menerima pelajaran dengan baik yang diberikan oleh gurunya. Ia tidak dapat mengulang apa yang telah dipelajarinya meskipun baru saja semalam. Namun ia tetap terus belajar dan mengikuti arahan dari gurunya.”

4.2 Cerita Rakyat Kubah Terbang

Dalam penelitian ini, hal yang menjadi sasaran adalah nilai-nilai moral yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang. Nilai-nilai moral adalah nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Gambaran nilai-nilai moral yang terdapat dalam cerita rakyat Kubah Terbang adalah:

4.2.1 Nilai-Nilai Individual

4.2.1.1 Kepatuhan Murid kepada Guru

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, patuh adalah suka menurut perintah, sedangkan kepatuhan adalah sifat patuh; taat (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Adanya struktur sosial dalam cerita rakyat Kubah Terbang, yaitu Sang Guru sebagai guru (status) dan hak dan kewajibannya adalah mendidik Sang Murid (peran), menimbulkan nilai kepatuhan oleh Sang Murid kepada Sang Guru.

Oposisi biner yang terjadi pada cerita rakyat Kubah Terbang terlihat pada sifat Sang Guru yang pintar dan Sang Murid yang bodoh. Hal tersebut juga

(37)

mendorong Sang Murid untuk patuh kepada gurunya. Sebab keinginannya dalam belajar.

Kepatuhan tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

“Suatu hari di pondok pesantren, tinggalah seorang murid yang dikenal sangat bodoh atau bisa dikatakan IQ-nya jauh di bawah rata-rata. Ia tidak dapat menerima pelajaran dengan baik yang diberikan oleh gurunya. Ia tidak dapat mengulang apa yang telah dipelajarinya meskipun baru saja semalam. Namun ia tetap terus belajar dan mengikuti arahan dari gurunya.

”Kemudian berangkatlah rombongan teman-teman dan gurunya menuju pelabuhan, sementara sang murid berjalan ke dekat pohon kelapa yang telah ditunjukkan gurunya. Dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh, ia mulai memanjat pohon kelapa yang tinggi itu. Setelah sampai di puncaknya, ia lalu membaca syair yang diberikan oleh gurunya.”

””Jangan kembali ke pondok dulu hingga kami sampai di sana,” pinta gurunya. Tentu saja sang murid mematuhi yang diperintahkan oleh gurunya itu. Dia tetap tinggal di Makkah sampai sekitar tiga bulan lamanya.”

4.2.1.2 Rela Berkorban

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rela adalah bersedia dengan ikhlas hati, izin (persetujuan); perkenan, dapat diterima dengan senang hati, tidak mengharap imbalan, dengan kehendak atau kemauan sendiri. Berkorban adalah menyatakan kebaktian, kesetiaan, menjadi korban; menderita; memberikan sesuatu sebagai korban (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Status sosial sebagai guru di pesantren „memaksa‟ Sang Guru untuk bersikap rela berkorban untuk mengajari muridnya. Walaupun Sang Murid sangat sulit sekali menangkap pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Selain status sosial, oposisi biner antara pintar (Sang Guru) dan bodoh (Sang Murid) juga turut

(38)

Rela berkorban dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

“Keesokan harinya, sang guru mengajari sang murid lagi. Kali ini materi yang diberikan adalah huruf ketiga hijaiah, yakni ta‟. Sama seperti belajar huruf ba‟, sang murid mengerti dan dapat melafalkan huruf tersebut dengan baik.”

4.2.1.3 Jujur

Jujur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lurus hati, tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya); tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti peraturan yang berlaku) (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Perbandingan antara perilaku yang dilakukan Sang Guru sebagai upaya agar Sang Murid tidak bisa ikut berangkat haji dengan Sang Murid yang sampai ke Makkah berkat melaksanakan perintah gurunya dan sudah melaksanakan ibadah haji dahulu, mencerminkan adanya nilai kejujuran yang dilakukan oleh Sang Murid.

Perilaku berbohong yang ditunjukkan oleh Sang Guru dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

“Sang murid merasa iri dan ingin sekali ikut naik haji bersama teman- temannya. Namun sang guru mengatakan bahwa dia belum boleh berangkat, sebab dia belum pintar mengaji dan khatam membaca Alquran.

Sang murid bersikeras ingin ikut sang guru. Dengan sabar, sang guru mencari cara supaya dia tidak bisa ikut, yakni menyuruh sang murid memanjat pohon kelapa yang terdapat di pinggir sungai.”

Kemudian perilaku bersifat jujur ditampilkan oleh Sang Murid pada kutipan berikut.

“Sang murid menyambut teman-temannya beserta gurunya dengan senang hati. Dia memersilakan mereka untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan dia menunggu sambil beristirahat. Sebab dia mengaku bahwa sudah

(39)

menunaikan ibadah haji lebih dulu. Sang guru tidak yakin kalau orang yang dilihatnya adalah muridnya. Beliau menduga kalau dia mungkin sebangsa jin yang menjelma sosok muridnya yang bodoh.”

4.2.1.4 Adil dan Bijaksana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil yaitu sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak; memihak kepada yang benar; berpegang teguh kepada kebenaran. Bijaksana yaitu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya); arif; tajam pikiran, pandai, dan hati-hati (cermat, teliti, dan sebagainya) apabila menghadapi kesulitan (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Nilai adil ditemukan setelah melihat perbandingan dua sisi yang berlawanan antara perilaku Sang Murid yang sangat ingin ikut berangkat ke Makkah dengan perilaku Sang Guru yang tidak memerbolehkan Sang Murid ikut sebab belum khatam Alquran. Sang Guru menunjukkan keputusan yang bijaksana dengan membuat perintah untuk Sang Murid memanjat pohon kelapa agar bisa menyusulnya ke sana.

Nilai adil dan bijaksana terdapat pada kutipan berikut.

“Sang murid merasa iri dan ingin sekali ikut naik haji bersama teman- temannya. Namun sang guru mengatakan bahwa dia belum boleh berangkat, sebab dia belum pintar mengaji dan khatam membaca Alquran.

Sang murid bersikeras ingin ikut sang guru. Dengan sabar, sang guru mencari cara supaya dia tidak bisa ikut, yakni menyuruh sang murid memanjat pohon kelapa yang terdapat di pinggir sungai.”

4.2.1.5 Menghormati dan Menghargai Guru

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, menghormati artinya menaruh hormat kepada; hormat (takzim, sopan), sedangkan menghargai adalah

(40)

memandang penting (bermanfaat, berguna, dan sebagainya) (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Sama halnya dengan nilai kepatuhan, adanya status sosial yang melekat pada Sang Guru sebagai guru, mengakibatkan Sang Murid menaruh rasa hormat kepadanya. Oleh karena itu, Sang Murid juga harus menghargai setiap perintah yang diberikan gurunya tanpa berpikir panjang. Sebab Sang Murid memandang penting.

Sang Murid menghormati gurunya dengan cara menyambut senang hati, terlihat pada kutipan berikut.

”Sang murid menyambut teman-temannya beserta gurunya dengan senang hati. Dia memersilakan mereka untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan dia menunggu sambil beristirahat. Sebab dia mengaku bahwa sudah menunaikan ibadah haji lebih dulu. Sang guru tidak yakin kalau orang yang dilihatnya adalah muridnya. Beliau menduga kalau dia mungkin sebangsa jin yang menjelma sosok muridnya yang bodoh.”

Perilaku menghargai dapat dilihat pada kutipan berikut.

Kemudian berangkatlah rombongan teman-teman dan gurunya menuju pelabuhan, sementara sang murid berjalan ke dekat pohon kelapa yang telah ditunjukkan gurunya. Dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh, ia mulai memanjat pohon kelapa yang tinggi itu. Setelah sampai di puncaknya, ia lalu membaca syair yang diberikan oleh gurunya.

4.2.1.6 Bekerja Keras

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bekerja adalah melakukan suatu pekerjaan (perbuatan); berbuat sesuatu (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Dalam cerita rakyat Kubah Terbang terlihat perbedaan usaha yang dilakukan oleh Sang Murid dengan teman-temannya untuk beribadah haji ke Makkah. Sang Murid belum khatam Alquran dan menempuh perjalanan yang

(41)

dapat dikatakan gaib, sedangkan teman-temannya sudah khatam Alquran dan melalui perjalanan menggunakan kapal selama tiga bulan lamanya.

Perbedaan berkerja keras yang ditunjukkan oleh Sang Murid dengan teman-temannya terlihat pada kutipan berikut.

”Beberapa tahun kemudian, teman-teman satu pesantrennya sudah pintar mengaji dan banyak dari mereka yang sudah khatam membaca Alquran, sedangkan sang murid masih saja belajar aksara arab. Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah khatam, diperbolehkan untuk berangkat haji dan didampingi oleh guru-guru, termasuk sang guru.”

”Kemudian berangkatlah rombongan teman-teman dan gurunya menuju pelabuhan, sementara sang murid berjalan ke dekat pohon kelapa yang telah ditunjukkan gurunya. Dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh, ia mulai memanjat pohon kelapa yang tinggi itu. Setelah sampai di puncaknya, ia lalu membaca syair yang diberikan oleh gurunya.”

4.2.1.7 Rendah Hati

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia rendah hati artinya hal (sifat) tidak sombong atau tidak angkuh (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Hampir sama halnya dengan nilai kepatuhan serta menghormati dan menghargai, Sang Murid yang menyadari status sosialnya sebagai seorang santri mendorongnya berperilaku rendah hati kepada guru dan teman-temannya.

Kutipan yang menunjukkan rendah hati terlihat ketika Sang Murid menyambut dengan senang hati rombongan teman-teman dan gurunya di Makkah.

“Sang murid menyambut teman-temannya beserta gurunya dengan senang hati. Dia memersilakan mereka untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan dia menunggu sambil beristirahat. Sebab dia mengaku bahwa sudah menunaikan ibadah haji lebih dulu. Sang guru tidak yakin kalau orang yang dilihatnya adalah muridnya. Beliau menduga kalau dia mungkin sebangsa jin yang menjelma sosok muridnya yang bodoh.”

(42)

4.2.2 Nilai-Nilai Moral Sosial 4.2.2.1 Bekerjasama

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bekerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Bekerjasama ditunjukkan oleh kedua tokoh, Sang Murid dan Sang Guru, dalam kegiatan belajar dan mengajar. Selain status sosial sebagai seorang guru, oposisi biner antara pintar (Sang Guru) dan bodoh (Sang Murid) juga berperan menunjukkan hubungan bekerjasama.

Bekerjasama dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

“Suatu hari di pondok pesantren, tinggalah seorang murid yang dikenal sangat bodoh atau bisa dikatakan IQ-nya jauh di bawah rata-rata. Ia tidak dapat menerima pelajaran dengan baik yang diberikan oleh gurunya. Ia tidak dapat mengulang apa yang telah dipelajarinya meskipun baru saja semalam. Namun ia tetap terus belajar dan mengikuti arahan dari gurunya.”

4.2.2.2 Suka Menolong Murid

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tolong adalah bantu, minta bantuan. Menolong adalah membantu untuk meringankan beban (penderitaan, kesukaran, dan sebagainya), membantu supaya dapat melakukan sesuatu, melepaskan diri dari (bahaya, bencana, dan sebagainya); menyelamatkan (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Oleh status sosial yang melekat pada Sang Guru sebagai seorang guru, maka Sang Guru memiliki sikap suka menolong untuk membantu Sang Murid

(43)

meringankan bebannya yaitu ketidaktahuannya tentang mengaji (dengan mengajarinya mengaji) dan pergi beribadah haji ke Makkah.

Kutipan yang memperlihatkan sikap suka menolong tersebut terlihat pada kutipan berikut.

”Keesokan harinya, sang guru mengajari sang murid lagi. Kali ini materi yang diberikan adalah huruf ketiga hijaiah, yakni ta‟. Sama seperti belajar huruf ba‟, sang murid mengerti dan dapat melafalkan huruf tersebut dengan baik.”

4.2.2.3 Kasih Sayang

Kasih sayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti cinta kasih, berbelas kasihan (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Kasih sayang ditunjukkan oleh Sang Murid kepada gurunya dengan tersirat, yaitu Sang Murid merasa sangat sedih atas meninggalnya Sang Guru hingga jatuh sakit, kemudian ia berwasiat kalau ia meninggal dikuburkan di sebelah kuburan gurunya. Hal tersebut membuktikan bahwa Sang Murid memiliki kasih sayang kepada gurunya.

”Beberapa tahun berlalu, tersiar kabar bahwa sang guru meninggal dunia dan dikuburkan di dekat perpondokan. Sang murid yang mendengar kabar tersebut sangat merasa sedih. Kesedihannya yang berlarut-larut itu membuatnya jatuh sakit. Sebelum meninggal, dia berpesan kepada keluarga ingin dikuburkan di sebelah kuburan gurunya itu. Namun keluarganya tidak ada yang tahu dimana kuburan gurunya tersebut.

Akhirnya dia dikuburkan di dekat rumahnya.”

4.2.2.4 Kerukunan Antara Guru dan Murid

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia rukun adalah baik dan damai;

tidak bertengkar (tentang pertalian persahabatan dan sebagainya), bersatu hati;

(44)

bersepakat. Kerukunan adalah perihal hidup rukun; rasa rukun; kesepakatan (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Secara tersirat, cerita rakyat Kubah Terbang menunjukkan kehidupan yang baik dan damai. Walaupun suatu ketika Sang Murid merasa iri kepada teman- temannya yang diperbolehkan berangkat ke Makkah. Namun Sang Guru dengan bijaksana menghadapi muridnya dengan memberikan Sang Murid perintah yang dapat menenangkannya.

”Sang murid merasa iri dan ingin sekali ikut naik haji bersama teman- temannya. Namun sang guru mengatakan bahwa dia belum boleh berangkat, sebab dia belum pintar mengaji dan khatam membaca Alquran.

Sang murid bersikeras ingin ikut sang guru. Dengan sabar, sang guru mencari cara supaya dia tidak bisa ikut, yakni menyuruh sang murid memanjat pohon kelapa yang terdapat di pinggir sungai.”

4.2.2.5 Peduli terhadap Nasib Orang Lain

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peduli adalah mengindahkan;

memerhatikan; menghiraukan (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Dalam cerita rakyat Kubah Terbang terdapat dua sisi yang berlawanan antara ketidakpedulian Sang Guru terhadap nasib Sang Murid setelah kembali ke tanah air dari Makkah dengan rasa pedulinya Sang Murid dengan Sang Guru setelah ia mendengar kematian gurunya.

Ketidakpedulian Sang Guru tercermin dari perilakunya yang tidak memikirkan bagaimana nasib muridnya setelah pulang dari Makkah. Berikut kutipan yang memerlihatkan ketidakpedulian Sang Guru.

(45)

”Akhirnya rombongan teman-teman dan gurunya menginjak tanah air kembali. Sang guru yang penasaran segera memastikan apakah orang yang ditemukannya di Makkah adalah benar muridnya. Sang guru tidak melihat muridnya itu di perpondokan dan sekitarnya. Maka beliau akhirnya percaya kalau lelaki di tanah suci itu muridnya.”

Sang Murid memiliki kepedulian terhadap gurunya. Hal tersebut tercermin dari sikapnya yang sangat merasa sedih hingga jatuh sakit dan berwasiat agar nanti jika ia meninggal dimakamkan di sebelah makam gurunya. Berikut kutipan yang memerlihatkan kepedulian Sang Murid kepada gurunya.

”Beberapa tahun berlalu, tersiar kabar bahwa sang guru meninggal dunia dan dikuburkan di dekat perpondokan Patumbak. Sang murid yang mendengar kabar tersebut sangat merasa sedih. Kesedihannya yang berlarut-larut itu membuatnya jatuh sakit. Sebelum meninggal, dia berpesan kepada murid-muridnya ingin dikuburkan di sebelah kuburan gurunya itu. Namun karena jarak dan keterbatasan kendaraan, akhirnya dia dikuburkan di dekat pondok pesantren di Labuhan Deli.”

Perilaku peduli nasib orang lain juga tercermin dari Sang Guru yang mengajarkan mengaji Sang Murid.

4.2.3 Nilai-Nilai Moral Religi 4.2.3.1 Percaya Adanya Tuhan

Sifat percaya adanya Tuhan dalam cerita rakyat Kubah Terbang ditunjukkan oleh kedua tokoh yang menunaikan ibadah haji. Kedua tokoh yang ingin melaksanakan haji menujukkan bahwa mereka memercayai adanya Tuhan dan memeluk agama Islam. Percaya adanya Tuhan terlihat pada kutipan berikut ini.

“Kurang lebih tiga bulan kemudian, rombongan teman-teman beserta gurunya tiba di Makkah. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat sang murid sudah berada di Makkah mendahului mereka. Padahal ia tidak ikut dalam rombongan. Tidak terkecuali sang guru yang telah menyuruhnya

(46)

”Sang murid menyambut teman-temannya beserta gurunya dengan senang hati. Dia memersilakan mereka untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan dia menunggu sambil beristirahat. Sebab dia mengaku bahwa sudah menunaikan ibadah haji lebih dulu. Sang guru tidak yakin kalau orang yang dilihatnya adalah muridnya. Beliau menduga kalau dia mungkin sebangsa jin yang menjelma sosok muridnya yang bodoh.”

4.2.3.2 Percaya Kekuasaan Tuhan

Sifat percaya kekuasaan Tuhan ditunjukkan oleh Sang Murid melakukan perintah gurunya dengan sungguh-sungguh dan percaya kalau Tuhan akan menolongnya pergi ke Makkah. Sifat percaya kekuasaan Tuhan tersebut ditunjukkan oleh Sang Murid secara tersirat pada kutipan berikut.

”Kemudian berangkatlah rombongan teman-teman dan gurunya menuju pelabuhan, sementara sang murid berjalan ke dekat pohon kelapa yang telah ditunjukkan gurunya. Dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh, ia mulai memanjat pohon kelapa yang tinggi itu. Setelah sampai di puncaknya, ia lalu membaca syair yang diberikan oleh gurunya.”

4.2.3.3 Berserah Diri kepada Tuhan/Bertawakal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tawakal adalah pasrah diri kepada kehendak Allah; percaya sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya). Bertawakal adalah berserah diri kepada kehendak Allah;

memiliki rasa tawakal (http://kbbi.web.id Diakses pada Tanggal 20 September 2016).

Perilaku bertawakal tersebut terlihat pada Sang Murid yang melaksanakan perintah gurunya dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh. Sang Murid memanjat pohon kelapa yang telah ditunjukkan oleh gurunya dan setelah sampai di puncaknya, membaca syair yang dibuat oleh gurunya.

(47)

”Kemudian berangkatlah rombongan teman-teman dan gurunya menuju pelabuhan, sementara sang murid berjalan ke dekat pohon kelapa yang telah ditunjukkan gurunya. Dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh, ia mulai memanjat pohon kelapa yang tinggi itu. Setelah sampai di puncaknya, ia lalu membaca syair yang diberikan oleh gurunya.”

(48)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian tentang nilai-nilai moral yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Nilai-nilai moral individual mencakup kepatuhan kepada guru, rela berkorban, jujur, adil dan bijaksana, menghormati dan menghargai guru, bekerja keras, dan rendah hati. Pada sisi religinya terdapat nilai percaya adanya Tuhan, percaya kekuasaan Tuhan, dan berserah diri kepada Tuhan/bertawakal.

b. Nilai-nilai moral sosial yang terdapat pada cerita rakyat Kubah Terbang mencakup bekerjasama, suka menolong murid, kasih sayang, kerukunan antara guru dan murid, dan peduli terhadap nasib orang lain.

5.2 Saran

Hingga saat ini cerita rakyat Kubah Terbang masih diturunkan oleh orang tua kepada anak-anaknya untuk mendidik di Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang. Agar cerita rakyat Kubah Terbang tidak punah dan terjaga nilai-nilainya, maka diperlukan upaya seperti penelitian terhadap cerita tersebut dengan menggunakan teori-teori lainnya. Peneliti mengharapkan adanya penelitian lanjutan tentang fenomena dalam cerita rakyat agar semakin memerkaya khazanah penelitian sastra.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak Zaidan,dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: Sinar Baru Algensindo.

Andhika Patria,dkk. 2015. Nilai Moral dalam Novel Sang Pencerah dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra. Jurnal. Lampung: FKIP, Universitas Lampung.

Bertens, K. 2013. Etika. Yogyakarta: Kanisius.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Umum.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Caps.

Endraswara, Suwardi. 2014. Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta: Media Pressindo.

Hadiwardoyo, Purwa. 1994. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius.

Koentjaraningrat. 1983. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia.

Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi: Teks Pengantara &

Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nugraha, Fajar Briyanta Hari. 2014. Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori. Skripsi. Yogyakarta: FBS, Universitas Negeri Yogyakarta.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ratna, Kutha Nyoman. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan perbaikan klinis dan pencegahan penggunaan obat golongan penghambat pompa proton secara tidak efektif, dan lebih jauh

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap luasan yang tersedia dengan volume karbondioksida yang diemisikan, dapat diketahui bahwa pada ruas-ruas Jalan Tol Jagorawi hanya ada satu ruas

telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui pendelegasian wewenangnya kepada PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia). PANDI memberikan persyaratan untuk membuat nama domain

Apabila dalam kegiatan akses internet, telah dianggap terjadi perbuatan melawan hukum atas pembobolan akses internet yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok

Inti dari masalah ekonomi yang kita pahami selama ini adalah kebutuhan manusia yang tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Para ahli ekonomi

Warta Penelitian Perhubungan Volume 32, Nomor 1 bulan Januari – Juni 2020 memuat 7 (tujuh) tulisan dengan mengangkat tema seputar isu strategis, usulan pengembangan, analisis

Arduino Uno pada base station digunakan untuk memberikan perintah pada node untuk memberikan data hasil pembacaan sensor setelah itu mengolah data yang di dapat

menjalankan KIM WASMAT sebagai mekanisme penilai perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas 2A Narkotika Pakem Yogyakarta dalam hal ini pihak Lapas lebih