• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILA TAMBAH AGROINDUSTRI UBI KAYU MENJADI TEPUNG TAPIOKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILA TAMBAH AGROINDUSTRI UBI KAYU MENJADI TEPUNG TAPIOKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1) Penulis 2) Pembimbing 3) Pembimbing

1

NILA TAMBAH AGROINDUSTRI UBI KAYU MENJADI TEPUNG TAPIOKA

Dadeng Robby Kurnia1)

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dadenk_92@ymail.com

Dedi Djuliansah2)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dedidjuliansah@rocketmail.com

Rina Nuryati3)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi rinarudi@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknis pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dan nilai tambah agroindustri ubi kayu menjadi tepung tapioka.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode studi kasus pada Agroindusti Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka pada perusahaan Sumber Lengkong yang ada di Desa Karanglayung Kecamatan Karangjaya Kabupaten Tasikmalaya. Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan responden dan data sekunder yang diperoleh dari literatur-literatur dan studi pustaka melalui dokumen, terbitan ataupun hasil penelitian dari berbagai lembaga atau instansi yang berhubungan dengan topik penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan dari bulan April 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015.

Hasil penelitian menunjukan bahwa teknis pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka masih dilakukan secara tradisional yaitu proses pengeringannya masih menggunakan sinar matahari. Proses produksi meliputi tahapan proses pengupasan, pencucian, penggilingan, penyaringan, pengendapan, pengeringan dan pengemasan. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka sebesar Rp. 663,00 per kilogram dengan faktor konversi sebesar 0,28 serta koefisien tenaga kerja sebesar 0,036 dan nilai output sebesar Rp.

1.680,00 per kilogram.

Kata kunci : Agroindustri, Ubi Kayu, Faktor Konversi, Nilai Tambah, Tepung Tapioka

ABSTRACT

This study aims to determine the technical processing of cassava into tapioca flour and added value agroindustrii cassava into starch.

The method used is the case study method Agroindusty Cassava Being Tapioca Flour in company Sumber Lengkong it is in the Karanglayung Karangjaya Tasikmalaya. Data taken in this research consisted of primary data obtained through interviews with respondents and secondary data obtained from the literature and literature through the documents, publications or research results from various institutions or agencies related to the topic of the research conducted.This research was conducted during the five months from April 2015 until August 2015.

(2)

2

Results of research shows that the technical processing of cassava into tapioca flour is still done traditionally is still drying process using sunlight. The production process includes the stages of the process of stripping, washing, grinding, filtering, precipitation, drying and packaging. The added value obtained from processing cassava into tapioca flour Rp. 663.00 per kilogram with immediate conversion factor of 0.28 as wells as The Labour coefficient of 0.036 and the output value of Rp. 1680.00 per kilogram

Keywords : Agroindustry, Cassava, Conversion Factor, Value Added, Tapioca Flour I PENDAHULUAN

Sektor industri pengolahan di Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap Product Domestic Brutto (PDB). Hal tersebut sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2014), pada tahun 2014 PDB dari sektor industri pengolahan menduduki peringkat pertama dan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia, yaitu sebesar 23,38 persen, sedangkan diperingkat kedua diduduki oleh sektor pertanian yang memberikan kontribusi sebesar 15,21 persen.

PDB dari sektor industri pengolahan berada di atas PDB dari sektor pertanian, akan tetapi keberlangsungan sektor industri pengolahan ini tidak terlepas dari hubungannya dengan sektor pertanian. Karena produk pertanian dapat menjadi bahan baku utama untuk sektor industri pengolahan.

Sektor pertanian dalam wawasan agribisnis dengan perannya dalam perekonomian nasional memberikan beberapa hal yang menunjukkan keunggulan yang dapat dipertimbangkan dalam pembangunan nasional. Keunggulan tersebut antara lain nilai tambah pada agroindustri, misalnya dengan cara pengawetan produk pertanian menjadi produk olahan yang lebih tahan lama dan siap untuk dikonsumsi. Mengingat sifat produkpertanian yang tidak tahan lama maka peran agroindustri sangat diperlukan (Bustanul Arifin, 2004).

Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin. Menurut Austin (1981) yang dimaksud agroindustri yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati atau hewani menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi yang siap langsung dikonsumsi. Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuanfisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya. Dan setelah adanya proses pada agroindustri ini dapat menciptakan nilai tambah bagi produk pertanian.

Salah satu komoditas pertanian yang dapat meningkat nilai tambahnya melalui agroindustri yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi kayu merupakan salah satu hasil komoditas pertanian di Indonesia yang biasanya dipakai sebagai bahan makanan. Seiring

(3)

3

dengan perkembangan teknologi, maka ubi kayu ini bukan hanya dipakai sebagai bahan makanan saja tetapi juga dipakai sebagai bahan baku industri (Prasasto, 2008).

Salah satu industri yang berbahan baku produk pertanian dari ubi kayu adalah tepung tapioka. Tepung tapioka didefinisikan sebagai produk setengah jadi yang dibuat dari ubi kayu yang melalui tahapan proses pengupasan kulit, pencucian, penggilingan, penyaringan, pengendapan, pengeringan dan pengemasan (Ditrektorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2005). Sehubungan dengan hal tersebut maka salah satu tujuan pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka adalah untuk meningkatkan nilai tambah sehingga memperoleh nilai jual yang tinggi.

Menurut data dari BPS Provinsi Jawa Barat (2013), di Jawa Barat terdapat beberapa kabupaten yang memiliki luas tanam ubi kayu terluas yaitu : pertama Kabupaten Garut dengan luas tanam 21.763 Ha, kedua Kabupaten Sukabumi yaitu 13.064 Ha, sedangkan urutan ketiga yaitu Kabupaten Tasikmalaya dengan luas tanam 11.562 Ha.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya (2013) di Kabupaten Tasikmalaya ada 39 Kecamatan, terdapat luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi yang berbeda-beda pada setiap masing-masing Kecamatan. Salah satunya adalah Kecamatan Karangjaya, ubi kayu memiliki luas tanam 149 hektar, luas panen 230 hektar, produktivitas 196,75 kwintal/hektar dan produksi 4.525 ton. Ini menunjukan bahwa di Kecamatan Karangjaya berpotensi untuk mendorong berkembangnya agroindustri ubi kayu.

Di Kecamatan Karangjaya tepatnya di Desa Karanglayung terdapat agroindustri pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Dari pengolahan tersebut diharapkan ada peningkatan nilai tambah sehingga memperoleh nilai jual yang tinggi.

Istilah nilai tambah (added value) merupakan pertambahan nilai yang terjadi karena satu komoditi serta korbanan lainya mengalami proses pengolahan dalam satu proses produksi (Armand Sudiyono, 2004). Adanya industri pengolahan yang mengubah bentuk bahan mentah menjadi produk baru yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses pengolahan, maka akan dapat memberikan nilai tambah karena dikeluarkannya biaya- biaya sehingga terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungannya lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses pengolahan.

1.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian padalatar belakang di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana teknis pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka ?

2) Berapa besarnya nilai tambah ubi kayu setelah diolah menjaditepung tapioka?

(4)

4 1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari permasalahan yang telah diungkapkan maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1) Teknis pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka.

2) Besarnya nilai tambah ubi kayu setelah diolah menjadi tepung tapioka 1.3 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagi peneliti, sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman.

2) Bagi produsen tepung tapioka, sebagai informasi mengenai nilai tambah yang diperoleh dari usaha yang dijalankan serta sebagai bahan informasi dan masukan untuk menunjang aktivitasnya dalam melaksanakan kegiatan produksi.

1.4 Pendekatan Masalah

Ubi kayu segar yang selama ini dihasilkan oleh petani dari kegiatan budi daya memiliki sifat mudah rusak, volume besar, dan mengambil ruang yang banyak sehingga perlu diolah terlebih dahulu. Proses pengolahan yang disebut agroindustri, dapat meningkatkan guna bentuk ubi kayu.Menurut Ditrektorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005), tepung tapioka adalah produk setengah jadi yang dibuat dari ubi kayu melalui tahapan pengupasan kulit, pencucian, penggilingan, penyaringan, pengendapan, dan pengeringan lalu pengemasan. Teknologi yang digunakan dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

Perbedaan teknologi pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Teknologi Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka Secara Tradisional, Semi Moderen dan Moderen

Proses Tradisional Semi Modern Modern

Pengupasan Manual Manual Mesin

Pencucian Mesin Mesin Mesin

Penggilingan Mesin Mesin Mesin

Penyaringan Mesin Mesin Mesin

Pengendapan Manual Manual Mesin

Pengeringan Sinar Matahari Oven Mesin

Pengemasan Manual Manual Mesin

Sumber : Ditrektorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005)

(5)

5

Analisis nilai tambah yang dapat digunakan adalah metode Hayami. Hal ini dikarenakan metode ini cocok digunakan untuk proses pengolahan produk pertanian.

Menurut Sudiyono (2004) kelebihan lain dari penggunaan analisis nilai tambah metode ini, antara lain :

a. Dapat diketahui besarnya produktivitas hasil, nilai produk, nilai tambah, beserta besarnya rasio nilai tambah, besar pendapatan tenaga kerja, serta keuntungan bagi perusahaan.

b. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi II METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Metode Studi Kasus. Pemilihan responden dan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive).

2.2 Jenis dan Sumber Pengumpulan Data

Berdasarkan jenis dan sumber pengumpulan data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

2.3 Operasionalisasi Variabel

1. Output adalah hasil olahan ubi kayu berupa tepung tapioka dalam satu kali proses produksi dihitung dalam satuan Kg.

2. Input adalah bahan baku berupa ubi kayu dalam satu kali proses produksi dihitung dalam satuan Kg. Asumsi Bahan baku yang digunakan jenisnya sama atau tidak membeda- bedakan varietas.

3. Tenaga kerja adalah tenaga yang bekerja di bagian produksi dan mempunyai andil secara langsung dalam proses produksi untuk menghasilkan produk, dihitung dalam satuan Jam Kerja Orang (JKO).

4. Faktor konversi adalah banyaknya output yang dapat dihasilkan dari satu satuan input, yaitu banyaknya produk tepung tapioka yang dihasilkan dari satu kilogram bahan baku.

5. Koefisien tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dalam hal ini untuk mengolah satu kilogram bahan baku utama ubi kayu.

6. Harga output adalah nilai atau harga jual produk tepung tapioka dihitung dalam satuan Rp/Kg.

7. Pendapatan tenaga kerja adalah upah yang diterima tenaga kerja untuk mengolah satu satuan input, dalam hal ini adalah untuk mengolah satu kilogram bahan baku utama yang dihitung dalam satuan rupiah.

8. Harga input adalah nilai atau harga beli ubi kayu dihitung dalam satuan Rp/Kg.

(6)

6

9. Sumbangan input lain adalah biaya pemakaian input lain selama proses produksi berlangsung dihitung dalam satuan Rp/Kg. Input lain untuk pembuatan tepung tapioka, antara lain sebagai berikut:

- Solar dihitung dalam satuan Rp/Lt.

- Karung dihitung dalam satuan Rp/Unit, ukuran karung isi bersih 50 Kg/Unit.

- Tali rapia dihitung dalam satuan Rp/Unit

10. Nilai output adalah faktor konversi dikali harga output dihitung dalam satuan Rp/Kg.

11. Nilai tambah adalah selisih antara nilai output yaitu tepung tapioka dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain dalam satu kali proses produksi, diukur dalam satuan rupiah.

12. Rasio nilai tambah adalah presentase nilai tambah terhadap nilai output dalam satuan persen.

13. Pendapatan tenaga kerja adalah koefisien tenaga kerja dikali upah tenaga kerjadihitung dalam satuan Rp/JKO.

14. Pangsa tenaga kerja adalah presentase pendapatan tenaga kerja terhadap nilai tambah dihitung dalam satuan persen.

15. Keuntungan adalah selisih antara nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja dihitung dalam satuan Rp/Kg.

16. Tingkat keuntungan adalah presentase keuntungan terhadap nilai tambah dihitung dalam satuan persen.

17. Marjin adalah seisih nilai output dengan harga bahan baku atau besarnya kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakandihitung dalam satuan Rp/Kg.

18. Marjin pendapatan tenaga kerja adalah presentase pendapatan tenaga kerja terhadap marjin dalam satuan persen.

19. Marjin sumbangan input lain adalah presentase sumbangan input lain terhadap marjin dalam satuan persen.

20. Marjin keuntungan perusahaan adalah presentase keuntungan perusahaan terhadap marjin dalam satuan persen.

2.4 Kerangka Analisis

Format (prosedur) perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami secara lengkap disajikan pada Tabel 2.

(7)

7 Tabel 2. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

No. Variabel Keterangan

I. Output, Input dan Harga 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Output (Kg)

Input Bahan Baku (Kg) Input Tenaga Kerja (JKO) Faktor Konversi

Koefisien Tenaga Kerja (JKO) Harga Output (Rp/Kg)

Upah Tenaga Kerja (Rp/JKO)

(1) (2) (3)

(4) = (1) : (2) (5) = (3) : (2) (6)

(7) II. Penerimaan dan Keuntungan

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Harga Input Bahan Baku (Rp/Kg) Sumbangan Input Lainnya (Rp/Kg) Nilai Output (Rp/Kg)

a. Nilai Tambah (Rp/Kg) b. Rasio Nilai Tambah (%)

a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Jam) b. Pangsa Tenaga Kerja (%)

a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Tingkat Keuntungan (%)

(8) (9)

(10) = (4) x (6) (11a) = (10) - (8) - (9) (11b) = (11a)/(10) x 100 (12a) = (5) x (7)

(12b) = (12a)/(11a) x 100 (13a) = (11a) – (12a) (13b) =(13a) / (11a) x 100 III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/Kg)

a. Pendapatan Tenaga Kerja (%) b. Sumbangan Input Lain (%) c. Keuntungan Perusahaan (%)

(14) = (10) – (8)

(14a) = (12a) / (14) x 100 (14b) = (9) / (14) x 100 (14c) = (13a) / (14) x 100 Sumber : Yujiro Hayami at all (1987)

2.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selamalimabulan dari bulan April 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015, di Kampung Pananjung Desa Karanglayung Kecamatan Karangaya Kabupaten Tasikmalaya.

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Teknis Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka

Alur proses produksi pada agroindustri ubi kayu menjadi tepung tapioka pada perusahaan milik responden sebagai berikut :

(8)

8

Teknis pengolahan agroindustri ubi kayu menjadi tepung tapioka di lokasi penelitian adalah sebagai berikut :

1. Pengupasan

Dalam satu kali proses produksi responden rata-rata menggunakan bahan baku berupa ubi kayu sebanyak 2.500 kilogram, untuk proses pengupasan dibutuhkan waktu selama 5 jam dan dikerjakan oleh 5 orang tenaga kerja. Sehingga satu orang tenaga kerja rata-rata mengerjakan proses pengupasan sebanyak 500 kilogram.

2. Pencucian

Pada proses pencucian ini, dalam satu kali proses produksi menggunakan bahan baku rata-rata sebanyak 2.500 kilogram maka membutuhkan waktu 2 jam dan dikerjakan oleh satu orang tenaga kerja. Jadi alat pencucian ini mampu mencuci sebanyak 1.250 kilogram per jam.

3. Penggilingan

Dalam proses penggilingan ini, dalam satu kali proses produksi menggunakan bahan baku ubi kayu rata-rata sebanyak 2.500 kilogram akan memakan waktu 2,5 jam dan dikerjakan oleh 2 orang tenaga kerja. Jadi alat penggilingan ini mampu menggiling ubi kayu sebanyak 1.000 kilogram per jam dan membutuhkan 2 orang tenaga kerja.

4. Penyaringan

Proses penyaringan ini dalam satu kali pres produksi menggunakan bahan baku rata- rata sebanyak 2.500 kilogram maka dari alat penyaringan ini memerlukan waktu 2,5 jam.

5. Pengendapan

Pengupasan kulit ubi kayu

Pencucian ubi kayu

Penggilingan ubi kayu

Penyaringan

Pengendapan

Pengeringan

Pengemasan

(9)

9

Setelah sari pati tapioka terpisah dari ampasnya, kemudian proses pengendapan.

Fungsi dari pengendapan ini yaitu agar tapioka terpisah dengan air. Proses pengendapan ini memerlukan waktu hingga 4 jam. Jika pengendapan kurang dari 4 jam maka tapioka belum seluruhnya mengendap dan masih menyatu dengan air.

6. Pengeringan

Pengeringan ini memerlukan waktu sekitar 10 jam dengan pengeringan menggunakan bantuan sinar matahari. Proses pengeringan ini dikerjakan oleh 5 orang tenaga kerja.

7. Pengemasan

Tepung tapioka yang sudah kering kemudian dikemas menggunakan karung dengan berat bersih 50 kilogram per karung. Pengemasan dilakukan oleh 2 orang tenaga kerja.

Agroindustri ubi kayu menjadi tepung tapioka di lokasi penelitian diketahui melalui tahapan proses pengupasan kulit ubi kayu, pencucian, penggilingan, penyaringan, pengendapan, pengeringan dan pengemasan. Dari hasil penelitian diketahui agroindustri ini masih dilakukan dengan cara tradisional, yaitu dilihat dari proses pengeringan yang masih menggunakan sinar matahari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ditrektorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005) bahwa agroindustri ubi kayu menjadi tepung tapioka yang dikatakan tradisional yaitu industri pengolahan tapioka pada proses pengeringannya masih mengandalkan bantuan sinar matahari.

3.2 Nilai Tambah Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka

Ubi kayu adalah bahan baku utama dalam proses pembuatan tepung tapioka.

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, dalam memilih kualitas ubi kayu yang digunakan tidak membeda-bedakan varietas, namun yang membedakan kualitas ubi kayu yang digunakan yaitu ubi kayu yang berasal dari tanaman yang sudah berumur antara 10 bulan sampai dengan 12 bulan dan harus diolah dalam masih keadaan segar agar menghasilkan tepung tapioka yang berkualitas baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ditrektorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005) bahwa ubi kayu yang dipanen antara umur 10 sampai 12 bulan akan menghasilkan tepung tapioka berkualitas baik. Selama proses produksi tersebut tidak terlepas dari sumbangan input lain. Sumbangan input lain terdiri dari solar, karung dan tali rapia.

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, tepung tapioka yang berkualitas baik itu dilihat dari warna tepung tapioka. Tepung tapioka yang berkualitas baik yaitu tepung tapioka yang berwarna putih terang seperti warna ubi kayu mentah yang masih segar.

Responden menyatakan tepung tapioka berwarna putih terang memiliki kualitas baik yaitu

(10)

10

sesuai dengan standarisasi dan permintaan dari pedagang pengumpul tepung tapioka, bahwa tepung tapioka yang berwarna putih terang memiliki kualitas baik.

Besarnya analisis nilai tambah agroindustri ubi kayu menjadi tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisis Nilai Tambah Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka

Variabel Keterangan

I.Output, Input dan Harga 1. Output (Kg)

2. Input (Kg)

3. Tenaga Kerja (JKO) 4. Faktor Konversi

5. Koefisien Tenaga Kerja (JKO) 6. Harga Output (Rp/Kg)

7. Upah Tenaga Kerja (Rp/JKO)

700 2.500 90,5 0,28 0,036 6.000,00 4.707.18 II.Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/Kg) 9. Sumbangan input lain (Rp/Kg) 10. Nilai Output (Rp/Kg)

11. a.Nilai Tambah (RpKg) b.Rasio Nilai Tambah (%)

12. a.Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) b.Pangsa Tenaga Kerja (%)

13. a.Keuntungan (Rp/Kg) b.Tingkat Keuntungan (%)

1.000,00 17,00 1.680,00 663,00 39,46 169,45 25,55 493,55 74,44 III.Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/kg)

a.Pendapatan tenaga kerja (%) b.Sumbangan Input Lain (%) c.Keuntungan pengusaha (%)

680,00 24,91 2,5 72,58 Sumber : Data Primer Diolah (2015)

Diketahui bahwa rata-rata bahan baku yang digunakan dalam satu kali proses produksi sebanyak 2.500 kilogram ubi kayu. Dari bahan baku sebanyak 2.500 kilogram menghasilkan output sebanyak 700 kilogram tepung tapioka sehingga diperoleh faktor konversi sebesar 0,28. Hal ini berarti bahwa setiap 1 kilogram ubi kayu akan menghasilkan 0,28 kilogram tepung tapioka. Jumlah output yang dihasilkan dari 2.500 kilogram ubi kayu adalah 700 kg, dimana harga jual rata-rata output per kilogram adalah Rp. 6.000,00. Dimana harga tersebut telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul tepung tapioka.

(11)

11

Jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 10 orang tenaga kerja. Tenaga kerja pada agroindustri ini ada yang bersifat harian, dan borongan sesuai dengan banyak sedikitnya volume pekerjaan yang harus dilakukan. Sehingga banyaknya jam kerja selama satu kali proses produksi adalah 90,5 jam atau 90,5 JKO. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kegiatan, Jam Kerja Aktif, Tenaga Kerja, Jam Kerja Orang Pada Agroindusti Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka Milik Responden

Kegiatan Jam Kerja

Aktif (a)

Tenaga Kerja (orang)

(b)

Jam Kerja Orang (JKO) (a x b)

Pengupasan 5 5 25

Pencucian 2 1 2

Penggilingan 2,5 2 5

Penyaringan 2,5 1 2,5

Pengendapan 4 1 4

Pengeringan 10 5 50

Pengemasan 1 2 2

Jumlah 90,5 Sumber : Data primer diolah (2015)

Besarnya upah tenaga kerja pada semua kegiatan saat produksi adalah Rp. 4.707,18 per JKO; nilai tersebut diperoleh dengan membagi total upah tenaga kerja dengan jumlah jam kerja orang selama periode analisis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Kegiatan, Jam Kerja Orang, Upah per Kegiatan dan Upah Tenaga Kerja Pada Agroindusti Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka Milik Responden

Keterangan : Upah Tenaga Kerja = ∑ upah per kegiatan : ∑ JKO Sumber : Data primer diolah (2015)

Berdasarkan nilai JKO tersebut, maka diperoleh koefisien tenaga kerja sebesar 0,036.

Koefisien tenaga kerja merupakan nilai pembagian dari jumlah jam kerja tenaga kerja dengan banyaknya bahan baku utama yang diperlukan dalam proses pengolahan. Dengan kata lain, pada proses pengolahan jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk mengolah setiap satu

Kegiatan Jam Kerja

Orang (JKO)

Upah per Kegiatan

(Rp)

Upah Tenaga Kerja (Rp/JKO)

Pengupasan 25 125.000,00

Pencucian 2 10.000,00

Penggilingan 5 25.000,00

Penyaringan 2,5 5.000,00

Pengendapan 4 5.000,00

Pengeringan 50 250.000,00

Pengemasan 2 6.000,00

Jumlah 90,5 426.000,00 4.707,18

(12)

12

kilogram ubi kayu adalah 0,036 JKO atau setara dengan 2 menit 16 detik, dengan asumsi 1 JKO adalah 1 jam.

Nilai output yang dicapai pada pada pengolahan ubi kayu adalah Rp. 1.680,00 per kilogram. Nilai ini merupakan hasil perkalian antara faktor konversi bahan baku menjadi produk dengan nilai produk yang dihasilkan, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui penerimaan yang dihasilkan dari pengolahan setiap satu kilogram bahan baku utama. Nilai output ini dialokasikan untuk bahan baku sebesar Rp. 1.000,00 per kilogram dan sumbangan input lain sebesar Rp. 17,00 per kilogram. Nilai sumbangan input lain yang terdiri atas biaya bahan baku penolong dan pembebanan biaya pada sumbangan input.

Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka adalah sebesar Rp. 663,00 untuk setiap satu kilogram ubi kayu, merupakan selisih antara nilai output dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Sedangkan rasio nilai tambah yang diperoleh adalah 39,46 persen menunjukkan persentase nilai tambah terhadap nilai output, artinya setiap Rp. 100,00 nilai output yang dikeluarkan akan mendapatkan nilai tambah sebesar Rp. 39,46. Nilai tambah yang dihasilkan masih mengandung bagian untuk pendapatan tenaga kerja.

Besarnya nilai pendapatan tenaga kerja dari setiap produksi satu kilogram tepung tapioka adalah Rp. 169,45. Pendapatan tenaga kerja tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara nilai koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Besarnya bagian tenaga kerja dalam proses produksi satu kilogram tepung tapioka yaitu 25,55 persen. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah, besarnya bagian untuk tenaga kerja adalah Rp. 25,55.

Besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan dari nilai tambah yang dihasilkan adalah Rp. 493,55. Keuntungan tersebut merupakan keuntungan yang diperoleh dari pengolahan setiap satu kilogram bahan baku ubi kayu. Besarnya bagian keuntungan yang diperoleh perusahaan sangat besar yaitu mencapai 74,44 persen. Artinya, setiap Rp. 100,00 yang diperoleh dari nilai tambah, Rp. 74,44 merupakan bagian untuk keuntungan perusahaan.

Hal ini berarti proses produksi tepung tapioka lebih memberikan keuntungan atau pendapatan yang lebih besar kepada perusahaan dari pada tenaga kerja. Karena tenaga kerja hanya mendapat bagian sebesar 25,55 persen. Artinya, setiap Rp. 100,00 yang diperoleh dari nilai tambah, Rp. 25,55 merupakan bagian untuk tenaga kerja.

Nilai tambah yang diperoleh merupakan balas jasa untuk masing-masing faktor produksi yang digunakan. Untuk mengetahui berapa besar balas jasa yang diberikan dari nilai tambah yang diperoleh, maka terlebih dahulu harus diketahui marjin antara nilai output yang

(13)

13

dihasilkan dengan bahan baku yang digunakan. Besarnya marjin yang diperoleh adalah Rp.

680,00 per kilogram bahan baku. Marjin merupakan kontribusi faktor-faktor produksi selain bahan baku dalam menghasilkan output produksi. Marjin tersebut kemudian didistribusikan kepada pendapatan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan.

Besarnya distribusi marjin untuk pendapatan tenaga kerja 24,91 persen, sumbangan input lain 2,5 persen, dan keuntungan perusahaan 72,58 persen.

IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Berdasarkanhasilpenelitiandan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1) Teknis pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka yaitu masih secara tradisional.

Dengan proses produksinya meliputi tahapan pengupasan kulit ubi kayu, pencucian, penggilingan, penyaringan, pengendapan, pengeringan dan pengemasan.

2) Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka sebesar Rp. 663,00 per kilogram dengan faktor konversi sebesar 0,28, koefisien tenaga kerja sebesar 0,036 dan nilai output sebesar Rp. 1.680,00 per kilogram.

4.2 Saran

Saran dari hasil penelitian dan pembahasan nilai tambah ubi kayu menjadi tepung tapioka adalahsebagaiberikut:

1) Bagi Responden harus menjaga kualitas dan kuantitas produk dengan cara memperhatikan kualitas bahan baku dan pengoptimalan pada setiap tahapan proses.

2) Bagipenelitiselanjutnyadiharapkanadanyapenelitianlebihmendalammengenai usaha produksi tepung tapioka, karena disamping menghasilkan tepung tapioka juga menghasilkan ampas atau produk sampingan yang mempunyai nilai ekonomis. Dan bisa dilakukan pula penelitian dari segi pemasaran, analisis usaha, dan lain-lain yang berhubungan dengan usaha tepung tapioka.

DAFTAR PUSTAKA

Armand Sudiyono,. 2004. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang.

Malang.

Austin. 1981. http://id.wikipedia.org/wiki/agroindustri.(diunduh 20 April 2015).

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Jawa Barat Dalam Angka 2013.

http://regionalivstment.bkpm.go.id/newsipid/comodcityarea.phn?ic=2581&ia3.

(diunduh 1 Mei 2015).

(14)

14

Bustanul Arifin. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. PT Kompas Media.

Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya. 2013. Laporan Tahun 2013 Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya.

Ditrektorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Pengembangan

Usaha Pengolahan Tepung Tapioka.

http://www.academia.edu/12782200/Pengolahan-Tapioka.(diunduh 1 Mei 2015).

Moehar Daniel. 2003. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. PT Bumi Aksara. Jakarta. Jakarta.

Prasasto. 2008. Aspek Produksi Keripik Singkong. http://WordPress.com. (diunduh 1 Mei 2015).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Buletin PDB Sektor Pertanian.

http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id. (diunduh 20 April 2015).

Rizki Rosyanni Pohan. 2011. Analisis Pendapatan Uasha Tani, Pemasaran dan Nilai Tambah Ubi Kayu di Desa Cikeas Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor [skripsi].

Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Said Rusli. 1984. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3S. Jakarta

Yujiro Hayami, Toshihiko Kawagoe, Yoshinori Marooka, and Masdidin Siregar. 1987.

Agricultural Marketing and Procesing in Upland Java. A Perspective From A Sunda Village. CGPRT. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Independensi dewan komisaris terbukti tidak dapat digunakan sebagai faktor yang memengaruhi volatilitas idiosinkratik (2)

Meskipun media sosial adalah platform yang sangat baik untuk mempromosikan musik Anda, Anda harus benar-benar memiliki situs web sendiri.. Ini akan membantu

Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian adalah data kualitatif dan data kuantitatif sebagai pendukungnya. Data kualitatif adalah data yang tidak

Berdasarkan analisis dan pengujian data yang dilakukan oleh peneliti serta hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa sebanyak 7 orang responden atau 38,89%

Pengaruh perbedaan bentuk pin shoulder terhadap analisa NDT dari pemeriksaan liquid penetrant test ini tidak didapatkan cacat pada permukaan joint line dari

Harga beras telah turun dari nilai puncaknya pada akhir tahun 2010 tetapi peningkatannya hingga bulan Maret 2011 tampaknya akan menghalangi manfaat pertumbuhan ekonomi

Selain itu juga menggunakan metode konten analisis yang dilakukan pada sumber literatur dan penelitian sebelumnya yang digunakan untuk mendapatkan data-data yang

Makna Semangat kebangsaan (Nasionalisme) adalah perasaan satu keturunan, senasib, sejiwa dengan bangsa dan tanah airnya. Nasionalisme yang dapat menimbulkan perasaan