• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kemudian berkembang menjadi pemerintahan yang demokratis. Dalam sistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kemudian berkembang menjadi pemerintahan yang demokratis. Dalam sistem"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Desa adalah sebuah identitas sosial yang memiliki tradisi atau pranata sosial dan kelengkapan budaya asli serta merupakan sebuah sistem sosial yang kemudian berkembang menjadi pemerintahan yang demokratis. Dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia, daerah Indonesia dibagi atas daerah- daerah besar dan daerah kecil dengan bentuk dan susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah Desa.

Dalam kerangka otonomi daerah, salah satu komponen yang masih perlu dikembangkan adalah wilayah pedesaan. Eksistensi desa memiliki arti penting dalam proses pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan, untuk mewujudkan kemandirian pelaksanaan pembangunan yang berbasis pada wilayah pedesaan, artinya pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bersifat menyeluruh. Agar program pemerintah berjalan efektif maka perlu adanya kepemimpinan aparatur Desa dalam mengelola atau mengarahkan masyarakat dengan tujuan berpartisipasi dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Untuk memperkuat dasar-dasar operasional pemerintahan Desa,

pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun

2014 tentang peraturan pelaksanaan Undang-undang no. 6 tahun 2014 tentang

(2)

2

desa. Peraturan pemerintah ini melengkapi peraturan sebelumnya dengan menegaskan kewenangan desa.

Kemudian dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis untuk mengatur kepentingan masyarakat. Proses pemilihan anggota BPD bisa dilakukan dengan cara musyawarah maupun langsung, tergantung bagaimana kesepakatan warga desa setempat.

1

Dalam proses pemerintahan desa Badan Permusyawaratan Desa adalah sebagai lembaga negara yang berada di desa yang mewujudkan alam berdemokrasi bagi warganya. Bisa dikatakan lembaga Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga perwakilan warga desa seperti dewan majelis atau DPR nya yang berada di desa.

Pemerintahan desa harus secara efektif dalam berdemokrasi seperti yang terdapat dalam Peraturan Daerah (Perda) yakni UU No.23 Tahun 2014. Dalam Undang-undang tersebut menyatakan bahwa di desa harus terdapat lembaga legislatif yang tugas maupun fungsinya antara lain untuk mengawasi atau mengontrol serta fungsi legislasi untuk membuat peraturan desa bersama dengan pemerintah desa atau kepala desa.

Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Peraturan Daerah mengatur bagaimana fungsi pemerintahan desa diantaranya fungsi pemerintah desa (Kepala

1 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa.cetakan pertama ( Malang:Setara Press, cetakan pertama, 2015), hal 215

(3)

3

Desa) serta fungsi dari Badan Permusywaratan Desa (BPD). Sebagaimana yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, maka di Kota maupun di Kabupaten terdapat pemerintah desa dan BPD di setiap desa.

2

Pemerintah Desa dalam hal ini kepala desa merupakan mitra kerja dari BPD, sehingga BPD inilah yang merupakan bagian terpenting dari sebuah lembaga legislasi yang berfungsi menampung aspirasi warga desa dan sekaligus menjembatani antara pihak warga desa dengan kepala desa. Maka dibutuhkan saling kerjasama yang baik antara pihak kepala desa dengan BPD.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan ( Musrenbang) biasanya dilakukan oleh pihak pemerintahan desa di awal-awal Tahun. Musrenbang ini membicarakan problem di desanya serta saling berbincang-bincang membahas pokok masalah yang sedang berlangsung serta memprioritaskan jangka pendek dalam proses pembangunan. Bila sudah terdapat kesepakatan bersama kemudian dilakukan usulan ke bagian tingkat yang lebih tinggi, setelah itu diproses usulan warga desa tersebut oleh bapeda.

Aspirasi warga desa lewat Badan Permusyawaratan Desa lebih dibutuhkan oleh pemerintahan desa, karena banyak keluhan dan pendapat warga desa yang bisa dijadikan pedoman maupun masukan yang sifatnya membangun, sehingga kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah desa sudah betul-betul berdasarkan pendapat atau usulan dari warga desa.

Dalam melakukan fungsi pengawasan dan sebagai alat kontrol dari kepala desa sebagai pemerintah desa, maka Badan Permusyawaratan Desa harus

2 UU No 23 Th 2014 Tentang Pemerintah Daerah

(4)

4

betul betul menjalankan fungsi ini dengan sebaik-baiknya bersama pemerintah desa sebagai mitra kerjanya. Ini dilaksanakan agar pendapat atau usulan dari warga desa bisa tersalurkan dengan baik lewat anggota legislatif di desa seperti BPD, seperti dalam membuat Peraturan Desa (Perdes) maupun bersama-sama menetapkan APBdes.

Menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 dalam Pasal 209 berbunyi,

“Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat”. Hal ini tentu berbeda seperti yang ada dalam Undang-undang No.23 Tahun 2014 yang berbunyi, “Badan Permusyawaratan Desa memiliki tiga fungsi yakni menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa”.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan diatas yang menyebutkan bahwa antara Badan Permusyawaratan Desa dengan pemerintah desa tidak ada pengawasan serta tidak memberikan aturan yang kuat terkait fungsi pengawasan atau kontrol dari BPD kepada pemerintah desa, maka dengan adanya peraturan yang baru yakni UU No.23 Tahun 2014 Tentang Perda maka fungsi dari pengawasan BPD kepada kepala desa sudah mempunyai legitimasi.

BPD sebagai mitra kerja dari pemerintah desa (Kepala Desa) harus

seyogyanya bisa membangun kerja sama yang baik dalam merumuskan kebijakan

bersama maupun dalam proses membangun desa yang lebih baik. Selain itu

kepala desa senantiasa harus bekerja giat penuh semangat dalam mengelola serta

membangun desanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada tentu

(5)

5

harus memperhatikan aspirasi atau usulan dari warga desanya agar arah pembangunan bisa tercapai dan terlaksana dengan baik.

Dengan melihat keadaan tersebut diatas bahwa betapa pentingnya baik itu fungsi dan peran dari Badan Permusyawaratan Desa maupun pemerintah desa (Kepala Desa) sesuai yang terdapat dalam UU No.23 Tahun 2014 Tentang Perda, maka tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa di desa Wanar belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, ini terbukti dengan masih rusaknya pembangunan jalan yang menghubungkan wilayah desa Wanar dengan wilayah dusun atau pedukuhan yang ada di desa tersebut, meskipun sudah dilakukan perbaikan.

Dari uraian yang disampaikan di atas, Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan Pemerintahan Desa Di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan”.

B. Rumusan Masalah

Bertitik pangkal pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana fungsi dan tugas pengawasan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan ?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi fungsi dan tugas pengawasan

dari Badan Permusyawaratan Desa di Desa Wanar Kecamatan Pucuk

Kabupaten Lamongan ?

(6)

6 C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya:

1. Untuk mendiskripsikan fungsi dan tugas pengawasan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.

2. Untuk mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi dan tugas pengawasan dari Badan Permusyawaratan Desa di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.

D. Kajian Pustaka

Untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan topik yang telah diteliti dengan penelitian terdahulu, ada beberapa hasil penelitian yang membahas tentang peran dan fungsi pengawasan BPD, sebagai berikut:

1. Dalam skripsi yang diangkat oleh Khusnul Ma’rifad Tahun 2019 tentang

“Analisis Fiqh Siyasah terhadap fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa dalam pengelolaan dana desa di Desa Gambiran Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan”. Penulis membahas tentang pengelolaan dana desa Gambiran adanya pengeluaran anggaran yang tidak sesuai dengan rencana sebelumnya. Pengawasan BPD mendapat respon yang baik dan kemudian segera ditindak lanjuti temuan tersebut.

3

2. Skripsi oleh Kamaluddin, Tahun 2016 tentang “Peranan BPD Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Di Desa Mattirowalie Kecamatan Tanete

3 Khusnul Ma’rifad, Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pengelolaan Dana Desa di Desa Gambiran Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, (Skripsi-Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Surabaya, 2019)

(7)

7

Riaja Kabupaten Baru”.

4

Penulis menemukan rencana pembangunan yang sudah disepakati bersama antara kepala desa dan BPD tidak sesuai dengan kesepakatan bersama dengan warga desa Mattirowalie .

Kajian pustaka yang berisi karya ilmiah terdahulu diatas yaitu dari penulis Khusnul Ma’rifad dan Kamaluddin tentu ada perbedaan dengan penulis lakukan. Penulis lebih menfokuskan peran Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan desa Di Desa Wanar

Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan .

E. Konsep Teori yang Relevan

Konsep demokrasi juga tercermin dalam sistem demokrasi yang ada di wilayah pedesaan. Salah satunya adalah lembaga legislasi di desa yakni Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga bisa dikatakan nilai dari sistem demokrasi bisa terbangun dalam kehidupan dan kehidupan yang ada di masyarakat pedesaan dengan perantaraan lembaga perwakilan warga desa yaitu lembaga BPD.

5

Tentu dengan melihat BPD sebagai wakil dari warga pedesaan, maka cara tata laksana dalam proses perekrutan untuk menjadi anggota BPD harus dilakukan secara demokratis dan penuh dengan keadilan.

6

UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan bahwa:

“Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal” ayat tersebut menjelaskan bahwa fungsi

4 Kamaluddin, Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Desa Mattirowalie Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru, (Skripsi-Universitas Negeri Makasar, Fakultas Ilmu Sosial Makasar, 2016)

5 Purwo Santoso, Pembaharuan Desa Secara Partisipatif, Cetakan Pertama ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2003), h.96

6 Moch. Solekhan, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Cetakan Pertama ( Malang: Setara press 2014), h. 76

(8)

8

pengawasan dalam pelayanan publik dapat dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawas internal berfungsi sebagai fungsi pengawasan pada level dasar, karena pengawas internal berada di dalam instansi diharapkan dapat lebih banyak mengetahui seluk beluk dan karakter pelaksana pelayanan publik beserta potensi penyimpangan yang mungki terjadi, jika fungsi pengawasan oleh pengawas internal gagal bereaksi atau berfungsi dengan baik, maka harus ada peran dari fungsi pengawasan level lanjutan, yakni pengawasan eksternal.

Setiap warga masyarakat desa tentu berharap lebih banyak kepada Badan Permusyawaratan Desa. Karena warga masyarakat desa sudah secara demokratis memilih wakil mereka yang duduk sebagai anggota BPD dengan harapan agar fungsi dan tugas BPD yang salah satunya sebagai tempat untuk menampung serta tempat untuk menyalurkan pendapat, usulan dan aspirasi warga desa betul-betul dijalankan dan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yakni UU No.23 Tahun 2014. Sehingga anggota BPD yang terpilih harus mampu melaksanakan amanah dari warga masyarakat desa.

7

Peran BPD adalah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan musyawarah Desa. Tanggung jawab itu mencankup tahap persiapan, pelaksanaan dan pascamusyawarah desa (musdes) : 1) Tahap persiapan, BPD bertanggung jawab memastikan kelompok-kelompok masyarakat melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat secara partisipatif. Hasil pemetaan kebutuhan inilah yang akan menjadi bahan dalam menetapkan prioritas belanja Desa. BPD bersama masyarakat juga melakukan penilaian terhadap hasil pembangunan yang di

7 Undang-Undang Desa. Cetakan pertama ( Jakarta: Sinar Grafika, 2014) h.35

(9)

9

jadikan bahan pembahasan musyawarah Desa, 2) Tahap pelaksanaan, BPD memimpin penyelenggaraan musyawarah Desa, 3) Tahap setelah Musdes, BPD memastikan prioritas belanja yang ditetapkan Musdes dan rekomendasi berdasarkan kegiatan tahun sebelumnya dilaksanakan oleh pemerintah Desa.

8

F. Metode dan Teknik Penggalian Data

Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah- langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan pemecahannya. Dalam melakukan penelitian yang ilmiah kita mesti mengikuti kaidah maupun aturan yang ada, untuk mendapatkan hasil dari penelitian yang bisa disebut sah/valid. Pada dasarnya metode penelitian ini adalah cara ilmiah guna memperoleh data dengan kegunaan maupun tujuan tertentu.

1. Tempat/ Wilayah Penelitian

Tempat atau wilayah dari penelitian ini berada di wilayah Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pihak yang terkait dalam peran Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan

desa di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.

3. Sumber Data

Adapun sumber data yang dipakai dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sekunder yaitu:

8 Ahmad Erani Yustika, Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. cetakan pertama, (Jakarta: Selatan: Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI, 2015) h. 31-32

(10)

10

a. Sumber Primer, merupakan bahan hukum yang bersumber dari . Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari wawancara secara langsung dalam pihak terkait. Untuk memberikan keterangan keterangan yang dibutuhkan dengan judul penulis.

b. Sumber Sekunder

1. Ahmad Erani Yustika, Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. cetakan pertama, (Jakarta: Selatan:

Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI, 2015.

2. Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa. cetakan pertama, Malang, Setara Press, cetakan pertama, 2015.

3. Saifullah, Konsep Dasar Metode Penelitian dalam Proposal Skripsi, Malang, Fakultas Syariah UIN Malang, t.t.

4. Moh.Solekhan , Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Cetakan Pertama, Malang, Setara press 2014.

5. UU No 23 Th 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pengamatan atau observasi meruapakan aktifitas dari suatu obyek

yang kemudian memahami dalam sebuah fenomena dan pengetahuan

berdasarkan ide atau gagasan yang sudah diketahui sebelumnya,

adapaun permasalahan yang akan diselidiki yaitu peran Badan

(11)

11

Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan desa.

b. Wawancara merupakan percakapan dengan cara dan maksud tertentu.

Dalam metode wawancara ini baik responden maupun peneliti saling berhadapan langsung dalam memproleh informasi secara langsung guna memproleh data yang bisa menjawab permasalahan tersebut.

5. Metode Pengolahan Data

Setelah mendapatkan data dengan menggunakan metode pengumpulan data, kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan cara sebagai berikut:

a. Editing merupakan pemeriksaan kembali data secara cermat dari segi kesesuaian, keselarasan, kelengkapan, mencari relevansi dan keseragaman dengan permasalahan yang penulis dapatkan

9

.

b. Organizing atau pengorganisasian merupakan proses dalam penentuan, pengelompokkan, pengaturan dan pembentukan pola hubungan kerja dari orang-orang untuk mencapai tujuan organisasinya, sehingga bisa dijadikan bahan dalam penyusunan laporan penelitian tersebut.

c. Coding yaitu memberi catatan atau tanda yang menyatakan sejenis sumber bahan hukum (literatur, buku atau dokumen), pemegang hak cipta (nama penulis, tahun terbit) dan urutan masalah. Tujuan coding

9 Saifullah, Konsep Dasar Metode Penelitian dalam Proposal Skripsi, (Malang: Fakultas Syariah UIN Malang, t.t), h.7

(12)

12

adalah untuk mempermudah dalam menganalisis data berdasarkan kategori yang diinginkan.

6. Teknik Analisis Data

Peneliti akan mengumpulkan data secara observasi, survei, wawancara dan seterusnya. Setelah data-data tersebut dikumpulkan maka berikutnya peneliti menyeleksi data dan memilahnya untuk kemudian dianalisis. Itulah yang disebut dengan teknik analisis data. Ada 2 cara menganalisis data yaitu dengan metode deskriptif dan induktif.

a. Metode Deskriptif, metode penelitian ini lebih terfokus kepada pembahasan kenapa suatu peristiwa terjadi. Hasil penelitiannya nanti akan menggambarkan objek penelitian yang akan diteliti. Seperti peristiwa apa yang terjadi pada fungsi dan tugas pengawasan pemerintahan desa di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.

b. Metode Induktif, metode penelitian ini merupakan metode yang pada

proses pikirnya diawali dari sesuatu yang khusus mengarah ke umum,

dimana dalam melakukan kesimpulan menggunakan pengamatan,

yakni dengan cara mengemukakan hasil penelitian yang khusus

tentang fungsi dan tugas pengawasan BPD Wanar terhadap

kesimpulan yang kemudian dianalisis secara umum menurut kajian

UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan UU No.23 Tahun 2014

Tentang Pemda.

(13)

13 G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan memuat uraian dalam bentuk essay yang menggambarkan alur logis dan struktur bahasan skripsi.

10

Adapun sistematika pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang rmasalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : Bab ini terdiri dari arti Badan Permusyawaratan Desa, hak dan kewajiban anggota BPD, tugas dan fungsi BPD, dan juga teori tentang tinjauan Fiqih Siya@sah yang meliputi pengertian fiqih Dustu@riyyah dan ahl al-h{all wa al-‘aqd, .

BAB III : Bab ini membahas tentang peran Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan desa di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.

BAB IV : Berisi Analisis yuridis terhadap peran Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan desa di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan..

BAB V : Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

10 Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya:

Fakultas Syariah dan Hukum UINSA Sby, 2014), h.10

(14)

14 BAB II

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DAN FIQIH SIYASAH

A. Tinjauan Umum Tentang BPD

a. Pengertian BPD

Pada era otonomi daerah, pemerintahan diharapkan mampu menyelenggarakan pemerintahan yang dinyatakan dalam peraturan sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat

11

. Desa merupakan pemerintahan yang terkecil dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, menurut pasal 1 Undang- Undang Nomor 5 tahun 1979 bahwa “Desa itu merupakan suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa diperlukan sebuah lembaga yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang mana merupakan mitra pemerintah Desa yang solid dalam membangun dan mensejahterakan rakyat”.

Penyelenggaraan pemerintahan Desa di era-Reformasi pada hakekatnya adalah sebuah proses Demokratisasi yang selama Orde baru berproses dari atas ke bawah, sebaliknya saat ini proses berawal dari bawah yakni dari Desa ke atas.

Perubahan paradigma baru tersebut, menjadikan desa sebagai kualitas kesatuan hukum yang otonom dan memiliki hak serta wewenang untuk mengatur rumah

11 Utang Rosidin, Otonomi Daerah dan Desentralisasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h., 75.2

(15)

15

tangganya sendiri sebagaimana yang diatur dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang2 . Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah, Desa tidak lagi merupakan tingkat administrasi, dengan tidak lagi menjadi bawahan Daerah, melainkan desa menjadi Daerah Mandiri, yang mana masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan sendiri, bukan ditetapkan dari atas ke bawah.

Desa merupakan entitas penyelenggara urusan pemerintahan terkecil dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan NKRI. Bagi Indonesia, penyelenggaraan pemerintahan Desa yang berkualitas berpotensi mendorong kesejahteraan masayarakat Desa, sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Desa.

Sebagai strata pemerintahan terkecil, Desa memainkan peran sentral dalam agenda pembangunan nasional di mana sebagian masyarakat Indonesia hidup di pedesaan.

12

Penyelenggaraan pemerintahan Desa selama ini menggambarkan rendahnya dukungan sarana dan prasarana sehingga pelayanan di Desa tidak maksimal sehingga desa cenderung tertinggal. Pemerintahan Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berupaya membantu percepatan pembangunan Desa, mendorong sejumlah potensi ekonomi Desa dan memperkuat sistem

12 Sadu Wasistiono, 2012. “Telaah Kritis Terhadap Rancangan Undang-Undang Desa”, Jurnal Ilmu Pemerintahan, MIPI, Edisi 38, Jakarta, hlm.28

(16)

16

ketahanan ekonomi Desa, sehingga bisa mendorong kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Desa. Dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintahan Desa memerlukan partisipasi aktif masyarakat desa. Masyarakat berhak memperoleh informasi, melakukan pemantauan dan melaporkan semua aktivitas. Hal itu bisa dilakukan dengan kerjasama antara kepada pemerintah Desa atau kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah suatu lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. BPD berfungsi untuk menetapkan Peraturan Desa (Perdes) bersama dengan Kepala Desa, juga menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat.

13

BPD adalah lembaga yang menjalankan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. BPD memiliki fungsi strategis dalam penetapan kebijakan desa dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan desa sebagai pengawas. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan desa merupakan alasan perlunya pembentukan BPD. Pengawasan perlu dilakukan untuk mengurangi penyelewengan atas kewenangan dan keuangan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa

14

.

13 UU No 32 Th 2004 Tentang Pemerintah Daerah

14

Darmini Roza Dan Laurensius Arliman S, Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam Pembangunan Desa dan Pengawasan Keuangan Desa, PADJADJARAN, Jurnal Ilmu Hukum, volume 4 no 3 tahun 2017, h, 610

(17)

17 b. Keanggotaan BPD

Keanggotaan BPD disebutkan dalam pasal 30 PP No 72 Tahun 2005 sebagai berikut:

1) anggota BPD adalah wakil dari penduduk Desa yang bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat;

2) anggota BPD terdiri dari Ketua RT/RW, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat;

3) anggota BPD setiap desa berjumlah gasal dengan jumlah sesuai ketentuan yang berlaku;

Syarat untuk menjadi calon anggota BPD adalah : 1) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2) setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta Pemerintah Republik Indonesia;

3) berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat pertama;

4) berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;

5) sehat jasmani dan rohani;

6) berkelakuan baik;

(18)

18

7) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman paling sedikit 5 (lima) tahun;

8) mengenal desanya dan dikenal masyarakat di desa setempat.

9) terdaftar secara sah sebagai penduduk desa dan bertempat tingga di desa yang bersangkutan sekurang kurangnya 6 (enam) bulan berturut- turut dan tidak terputus.

Adapun jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan

memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan desa.

15

c. Hak dan Wewenang BPD

Dalam Pasal 35 PP No 72 tahun 2005, dijelaskan BPD mempunyai wewenang:

1) membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

2) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Keputusan Kepala desa

3) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa 4) membentuk panitia pemilihan Kepala Desa

5) menggali, menampung, menghimpun, merumuskan,dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD.

15 Pasal 31 PP No. 72 tahun 2005

(19)

19

Dalam pasal 37 PP No 72 tahun 2005, Anggota BPD mempunyai hak:

1) mengajukan rancangan Peraturan desa;

2) mengajukan pertanyaan;

3) menyampaikan usul dan pendapat;

4) memilih dan dipilih;

5) memperoleh tunjangan.

BPD memiliki wewenang :

1) membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa;

2) melaksanakan pengwasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa dan keputusan Kepala Desa;

3) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;

4) membentuk panitia pemilihan kepala desa;

5) menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa;

6) menyusun tata tertib BPD.

BPD memiliki hak :

1) meminta laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada Pemerintah Desa;

2) menyatakan Pendapat.

(20)

20

Selanjutnya, Dalam pasal 48 peraturan pemerintah PP 43/2014 untuk peraturan pelaksanaan UU Desa dinyatakan bahwa dalam melaksanakan kewenangan, tugas, hak dan kewajibannya kepala desa wajib :

a. Wajib melaporkan penyelenggaraan pemerintahan desa pada masa akhir jabatan kepada bupati/walikota

b. Wajib melaporkan penyelenggaraan pemerintahan desa pada masa akhir tahun kepada bupati/walikota

c. Wajib melaporkan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa secara tertulis kepada BPD pada masa akhir tahun anggaran.

Pasal 51 menyatakan bahwa paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Laporan itu berisi setidaknya (1) setidaknya pelaksanaan peraturan desa. Laporan penyelenggaraan peraturan desa ini bisa digunakan BPD untuk melaksanakan fungsi pengawasan kinerja pemerintah desa. Khususnya tentang anggaran belanja desa APB desa.

d. Fungsi BPD

1) Fungsi Penyampaian Aspirasi

Aspirasi dari masyarakat yang diserap oleh BPD dilakukan melalui mekanisme atau cara:

1.1. penyampaian langsung kepada BPD Penyampaian aspirasi oleh warga

kepada BPD tidak jarang pula dilakukan baik secara individu maupun

bersama-sama dengan menyampaikan langsung kepada anggota BPD

yang ada di lingkungannya (RW).

(21)

21

1.2. penyampaian melalui forum warga BPD memperhatikan aspirasi dari masyarakat melalui forum-forum yang diadakan wilayah.

1.3. penyampaian melalui pertemuan tingkat desa Penyampaian aspirasi melalui forum rembug desa atau rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah desa. Pada forum ini pemerintah mengundang perwakilan dari masyarakat yaitu ketua RT/RW, tokoh agama, adat, masyarakat serta mengikut sertakan BPD guna membahas mengenai permasalahan maupun program yang sedang atau akan dijalankan oleh Pemerintah desa.

2) Fungsi Pengayoman Adat

Pelaksanaan fungsi pengayoman adat oleh BPD dapat berjalan dengan baik apabila peran dari BPD dan juga kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai sosial seperti musyawarah dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul di dalam masyarakat tetap dijaga dan dipatuhi.

3) Fungsi Legislasi.

Fungsi legislasi yang dilakukan oleh BPD mengacu kepada peraturan yang ada seperti PP 72 tahun 2006, dijelaskan bahwa BPD berwenang : 3.1. membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa;

3.2. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan

peraturan Kepala Desa;

(22)

22

3.3. mengusulkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa;

3.4. membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;

3.5. menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan

3.6. menyusun tata tertib BPD.

4) Fungsi Pengawasan

Dibentuknya BPD adalah dalam rangka untuk mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh kepala desa. Tugas dan fungsi pengawasan ini dijalankan oleh BPD ini bertujuan agar tidak terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan aparat desa yakni pemerintah desa. Baik BPD maupun kepala desa mempunyai tugas dan fungsinya yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pemerintah desa diharapkan menjalankan pemerintahan desa secara

transparan dan akuntabel. Dan BPD selaku lembaga pengawas bisa

melakukkan tugasnya secara sungguh sungguh khususnya dalam masalah

anggaran. Sebab UU Desa sudah memberikan payung hukum yang jelas

sehingga BPD tidak perlu ragu menjalankan fungsi pengawasannya

terhadap kinerja kepala desa. Adanya mekanisme checks and balance akan

meminimalisi penyalahgunaan keuangan desa.

(23)

23

Sikap Kepala Desa yang tidak otoriter dalam menjalankan kepemimpinannya menjadikan BPD mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk mewujudkan adanya pemerintahan yang baik dan berpihak kepada warga. BPD merupakan lembaga desa yang mempunyai kedudukan sejajar dengan Kepala Desa dan menjadi mitra kerja Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa terealisasi berdasarkan pengamatan BPD sering diikutsertakan dan didengarkan apa yang menjadi aspirasi dan masukannya.

Dengan kata lain, BPD dalam menjalankan fungsinya dapat dirumuskan sebagai berikut ;

a. Merumuskan peraturan yang dibutuhkan desa berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat desa (legislating function) yang nantinya akan disahkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa

b. Bersama dengan kepala desa membuat anggaran penerimaan dan pengeluaran desa (budgetting function)

c. Mengawasi eksekutif desa (beserta perangkatnya) dalam melaksanakan pemerintahan desa sehari hari (controlling function).

16

Adapun bentuk pengawasan yang dilakukan BPD meliputi : a. Memantau semua pemasukan dan pengeluaran kas desa

16

Darmini Roza Dan Laurensius Arliman S, Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam Pembangunan Desa dan Pengawasan Keuangan Desa, PADJADJARAN, Jurnal Ilmu Hukum, volume 4 no 3 tahun 2017., h. 614

(24)

24

b. Memantau secara rutin dana dana swadaya yang digunakan untuk pembangunan desa

c. Memantau pembangunan desa BPD juga bisa melakukan

a. Pengawasan terhadap semua tindakan yang dilakukan aparat pemerintahan desa serta semua aspirasi yang sudah disampaikan

b. Jika terjadi penyelewengan, BPD bisa memberikan teguran secara kekeluargaan,

c. BPD akan mengklarifikasi temuan itu dalam rapat desa yang dipimpin ketua BPD

d. Jika terjadi hal yang sulit dipecahkan, maka BPD akan memberikan sanksi sesuai peraturan yang ada, seperti melaporkan kepada camat atau bupati untuk ditindaklanjuti

Faktor yang menentukan keberhasilan pengawasan BPD adalah masyarakat. Dukungan masyarakat sangat menentukan keberhasilan kinerja BPD.

Besarnya dukungan, sambutan dan penghargaan masyarakat terhadap BPD akan

memudahkan BPD untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Dukungan

masyarakat baik berupa masukan aspirasi maupun dalam pelaksanaan peraturam

sangat membantu tugs BPD. Intinya partisipasi masyarakat sangat menentukan

keberhasil kinerja BPD. Jika masyarakat mendukung, maka BPD akan kuat dan

bisa menjalankan tugas dan fungsi. Sebaliknya jika masyarakat tidak peduli

(25)

25

dengan keberadaan BPD atau malah memusuhi tugas dan fungsi BPD, maka BPD akan lemah dan tidak berfungsi.

e. Kedudukan BPD dalam Pemerintahan Desa

Dalam UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemda, disebutkan bahwa BPD dapat mengusulkan kepala desa agar diberhentikan kepada Bupati. Sebetulnya kalau dilihat dari peraturan tersebut kedudukan BPD seakan akan diatas kepala desa. Namun sebenarnya antara BPD dan kepala desa adalah sejajar. Keduanya dipilih melalui Pilkades secara demokratis atau secara langsung oleh warga desa setempat.

Pada pasal 26 ayat 1 UU Desa dinyatakan bahwa Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, membina masyarakat Desa, dan memberdayakan masyarakat Desa.. Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan.

Stuktur organisasi pemerintahan Desa terdiri dari kepala Desa dan perangkat

Desa semata. Berbeda dengan PP No.72/2005, di mana struktur pemerintahan

Desa terdiri dari Kepala Desa beserta perangkatnya dan BPD. Pemisahan posisi

Kepala Desa beserta perangkatnya dari BPD memungkinkan pemerintahan Desa

lebih efektif dalam melaksanakan otonomi Desa. Terpisahnya posisi BPD

memungkinkan pemerintah Desa dapat lebih leluasa mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri tanpa pengawasan ketat dari BPD. Separasi semacam itu

bertujuan untuk menciptakan pemerintahan Desa yang lebih modern, di mana

(26)

26

secara politik terjadi pembedaan antara desainer kebijakan (BPD) dan implementator kebijakan (Kepala Desa).

f. Hubungan BPD dengan Pemerintah desa

Hubungan antara BPD dengan pemerintah desa adalah mitra kerja, artinya antara BPD dan kepala Desa harus bisa bekerja sama dalam penetapan Peraturan Desa dan APBDes. BPD mempunyai tugas konsultatif dengan kepala desa untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan desa, selain itu BPD juga berkewajiban untuk membantu memperlancar pelaksanaan tugas kepala desa.

Mengingat bahwa BPD dan Kepala desa itu kedudukannya setara maka antara BPD dan kepala desa tidak boleh saling menjatuhkan tetapi harus dapat meningkatkan pelaksanaan koordinasi guna mewujudkan kerjasama yang mantap dalam proses pelaksanaan pembangunan yang merupakan perwujudan dari peraturan desa.

Kemitraan antara BPD dan Kepala Desa harus didasari pada a. Kesadaran kedudukan yang sejajar antara keduanya b. Adanya kepentingan bersama yang hendak dicapai c. Adanya prinsip saling menghormati

d. Adanya niat yang baik untuk saling membantu dan mengingatkan

17

.

17

Wasistiono dan Irawan Tohir, Prospek Pembangunan Desa, ( CV Focus

Media, 2006) 36

(27)

27

Dalam pasal 48 peraturan pemerintah PP 43/2014 untuk peraturan pelaksanaan UU Desa dinyatakan bahwa dalam melaksanakan kewenangan, tugas, hak dan kewajibannya kepala desa wajib :

a. Wajib melaporkan penyelenggaraan pemerintahan desa pada masa akhir jabatan kepada bupati/walikota

b. Wajib melaporkan penyelenggaraan pemerintahan desa pada masa akhir tahun kepada bupati/walikota

c. Wajib melaporkan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa secara tertulis kepada BPD pada masa akhir tahun anggaran.

Pasal 51 menyatakan bahwa paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Laporan itu berisi setidaknya (1) setidaknya pelaksanaan peraturan desa. Laporan penyelenggaraan peraturan desa ini bisa digunakan BPD untuk melaksanakan fungsi pengawasan kinerja pemerintah desa. Khususnya tentang anggaran belanja desa APB desa.

g. Tinjauan Umum tentang Musrenbang

1. Pengertian Musrenbang

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan suatu

rencana yang dilakukan oleh pemerintahan desa, antara warga desa, BPD, kepala

desa maupun dengan perangkat desa. Musrenbang harus bisa menghasilkan

kebersamaan dalam mensukseskan pembangunan yang ada di desa. Salah satunya

(28)

28

dengan cara menggali semua potensi alam berupa sumber daya alam, SDM, ekonomi yang cukup tersedia di desa tersebut.

18

2. Kerangka Hukum Musrenbang

Dalam pelaksanaan musrenbang diatur dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional yang secara teknis pelaksanaannya diatur dengan Surat edaran bersama (SEB). Untuk Musrenbang desa, kemudian diterbitkan Permendagri No 66 tahun 2007 tentang perencanaan desa yaitu memuat petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) 5 tahunan dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan.

3. Tujuan Musrenbang

Tujuan musrenbang desa yaitu:

a. Menyepakati prioritas kebutuhan/ masalah dan kegiatan desa yang akan menjadi bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa

b. Menyepakati tim delegasi desa yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di desanya pada forum Musrenbang kecamatan untuk penyusunan Program Pemerintah daerah/ SKPD tahun berikutnya.

B. Fiqih Siya@sah

a. Siya@sah Dustu@riyyah

18 Rianingsih. Panduan Penyelenggaraan Musyawarah perencanaan pembangunan desa.

Perpustakaan Nasional.2008. Hal 3

(29)

29

Berdasarkan pembahasan tentang fungsi BPD di atas disimpulkan bahwa BPD melakukan setidaknya 3 fungsi yaitu membuat peraturan desa bersama kepala Desa (legislation function), menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (aspiration function) dan melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintahan Desa baik masalah pemerintahan umum (controlling function) Maupun penganggaran (budgeting function) . Fungsi fungsi tersebut jika dilihat dari sudut fikih Dusturiyyah fungsi yang dilakukan BPD terhadap pemerintahan desa bisa masuk dalam kategori ahl al-hall wa al-‘aqd dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat bawah dan juga masuk wilayah hisbah sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan desa.

Oleh karena itu, tinjauan dari sudut fiqih akan dilakukan menggunaan kacamata ahl al-h}all wa al-‘aqd untuk meninjau funsgi legislasinya dan wila@yah al- h{isbah untuk meninjau funsgi pengawasannya.

a. Pengertian dan Ruang Lingkup fiqih Dustu@riyyah

Kajian fiqih siya@sah dustu@riyyah merupakan kajian tentang kaitan di satu sisi pemimpin dan di sisi lain rakyatnya serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di masyarakat. Wilayah kajiannya cukup luas. Atas dasar itu, fiqih siya@sah dustu@riyyah biasanya dibatasi hanya pada kajian pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh urusan-urusan kenegaraan ditinjau dari segi persesuaiannya dengan dasar- agama Islam dan realisasi kemaslahan umat manusia dalam rangka memenuhi keperluan hidupnya

19

. Siya@sah Dustu@riyyah

19 H. A. Dzajuli, Fiqh Siyasah:Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah, (Jakarta: Kencana,2003), h., 47

(30)

30

membahas tentang konsep-konsep bernegara dalam konstitusi, cara perumusan undang-undang dan lembaga-lembaga negara yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Di samping itu, kajian siyasah pun membahas konsep negara hukum dalam siyasah dan hubungan timbal balik antara pemerintah dan warga negara

20

. Fiqih siya@sah mempunyai sumber-sumber yang dapat dijadikan rujukan dan dijadikan pegangan, yaitu Al-Quran, As-Sunnah dan hasil metode ijtihad yang disepakati kaum muslimin. Siya@sah dustu@riyah adalah aturan- aturan yang objek kajiannya tentang kekuasaan yang meluputi hukum tata negara, administrasi negara, hukum internasional dan hukum ekonomi. Siya@sah dustu@riyah berbicara tentang hubungan masyarakat dan pemimpinnya. Seperti kaidah :

ةحلصمل اب طونم ماملاا فرصت

“Tindakan imam terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan rakyat.”

21

Kaidah ini mengandung arti bahwa kebijakan umum seorang pemimpin (kepala pemerintahan) harus selalu berorientasi kepada kemaslahatan masyarakat atau rakyat

22

. Fiqih siya@sah dustu@riyyah mencakup aspek yang cukup beragam , secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Persoalan ima@mah, hak dan kewajibannya; b) Persoalan rakyat, statusnya dan hak-haknyanya; c) Persoalan bai’at; d) Persoalan waliyul al-‘ahdi; e) Persoalan perwakilan; f)

20 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah, Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:Griya media Pratama, 2014), h., 17

21 H. A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2006), h., 147

22 H. A. Djazuli, Fiqih Siyasah, h., 38

(31)

31

Persoalan ahlu al-h}all wa al-‘aqdi; g) Persoalan wuza@rah dan perbandingannya

23

.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan suatu bagian yang pokok bagi pelaksanaan hukum tata pemerintah/administrasi negara dan merupakan suatu bagian yang penting sekali bagi perwujudan pemerintah negara dalam arti luas. Dengan demikian, asas merupakan permulaan suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar tujuan berpikir, berpendapat dan sebagainya.

Pemerintahan yang baik dalam menyelenggarakan kekuasaan negara harus didasarkan pada tujuan :

1) Ketertiban dan kepastian hukum dalam pemerintahan;

2) Perencanaan dalam pembangunan;

3) Pertanggungjawaban, baik oleh pejabat dalam arti luas maupun oleh pemerintah;

4) Pengabdian pada kepentingan masyarakat;

5) Pengendalian pada kepentingan masyarakat;

6) Pengendalian yang meliputi kegiatan pengawasan, pemeriksaan, penelitian dan penganalisisan;

7) Keadilan tata usaha/administrasi negara;

8) Untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

24

.

23 Ibid, h, 22

(32)

32

Secara terminologis, sebagaimana telah dinukil oleh M. Iqbal dari pendapat Abd al-Wahha@b Khalla@f yang merumuskan Siya@sah Syar’iyah dengan:

حلاصملا قيقحت لفكي امب ةيملاسلَّا ةلودلل ةماحلا نؤشلا ريبدت اممرراضملاعفدو لا

ناو اهلوصاو ةعيرشلا دودح يدعتي ةمنلَّا لاوقاب قفتي مل

نيدهتجملا

“Pengelolaan masalah-masalah umum bagi pemerintah Islam yang menjamin terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kemadaratan dari masyarakat Islam, dengan tidak bertentangan dengan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat islam dan prinsip-prinsip umumnya, meskipun tidak sejalan dengan pendapat para ulama mujtahid”

25

.

Pembagian ruang lingkup fikih siya>sah menurut Muhammad Iqbal dalam karyanya “Fiqh Siyasah Kontektualisasi Doktrin Politik Islam” bisa dikategorikan menjadi 3 bagian utama sebagai berikut:

a. Politik perundang-undangan (siyas@ah dustu@riyyah). Bagian ini mencakup kajian tentang pembuatatan undang-undang (siya@sah tasyri@’iyyah) oleh lembaga perwakilan rakyat, peradilan umum (siya@sah qada@-iyyah) oleh lembaga peradilan, dan administrasi pemerintah (siya@sah ida@riyyah) oleh eksekutif.

24 Beni. Ahmad Saebani, Fiqih Siyasah Pengantar Ilmu Politik Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 2007), h., 123

25 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah, Kontektualisasi Doktrin Politik Islam,5

(33)

33

b. Politik luar negeri (siya@sah kha@rijiyyah). Wilayah ini meliputi masalah perdata yang berhubungan dengan penduduk negara Muslim dan penduduk negara negara non Muslim yang berbeda kewarganegaraan . c. politik moneter dan keuangan (siya@sah mal@iyah). Yang masuk bagian ini yaitu sumber-sumber keuangan negara , pos pos pengeluaran dan belanja negara, perdagangan internasional, dan lain-lain

26

.

Fikih dustu@riyyah merupakan cabang dari fikih siyasah yang berhubungan dengan aturan-aturan prinsip tentang bentuk bentuk serta batasan kekuasaannya, tata cara pemilihan kepala negara, batasan kekuasaan yang lazim bagi pelaksanaan urusan umat, ketetapan hak-hak yang diwajibkan untuk individu dan masyarakat, dan hubungan antara penguasa dan rakyat

27

.

Menurut A. Djazuli ada 5 (Lima) sumber hukum bagi fiqh dusturiyyah yaitu :

a. Al-Qur’an , ayat-ayat yang berhubungan dengan prinsip kehidupan bermasyarakat, dalil-dalil kulli (umum) dan spirit ajaran al-Qur’an.

b. Hadis, terutama hadis yang berhubungan dengan ima>mah, dan kebijaksanaan- kebijaksanaan Rasulullah saw, di dalam menerapkan hukum di negeri Arab pada masanya. Dalam hal ini, yang harus lebih banyak dikaji adalah spiriitnya, sebab hal-hal yang sifatnya teknis ada kemungkinan telah banyak berubah akibat

26 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah, Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:Griya media Pratama, 2014), 26.

27 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah ajaran sejarah dan pemikiran,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,1994), 40

(34)

34

kemajuan pesat dari ilmu dan teknologi sesuai dengan kaidah “Fatwa berubah karena perubahan waktu, tempat, keadaan, adat istiadat dan niat”.

c. Kebijakan khulafa rasyidun di dalam mengatur urusan pemerintahan.

Meskipun memiliki perbedaan di dalam pola pemerintahannya sesuai dengan pembawaannya masing-masing, namun mereka ada kesamaan dalam hal alur kebijakan, yaitu berfokus kepada kemaslahatan rakyatnya . Sesuai dengan kaedah dasar “Kebijaksanaan Imam sangat tergantung kepada kemaslahatan rakyat”

d. Hasil ijtihad para fukaha, di dalam urusan fikih siya>sah dustu>riyyah. Hal itu cukup mempermudah dalam mengerti semangat fikih siya>sah dustu>riyyah dan kaedah utamanya. Para ulama menegaskan bahwa untuk mencapai kemaslahatan umat terealisaikan dan terjaga dengan baik maqasid al-syari’ah al sittah al- maqa>s}id al-syari@’ah al-sittah (enam prinsip utama tujuan hukum ), adalaj h}ifd} al-din (menjaga agama), h}ifd} al-nafs (menjaga jiwa), h}ifd} al-aql (menjaga rasio), h}ifd} al-mal (menjaga harta), h}ifd} al-nasl (menjaga keturunan), dan h}ifd} al-ummah (menjaga umat).

e. Adat kebiasaan suatu kelompok masyarakat yang tidak berhadapan secara diametral dengan dasar-dasar al-Qur’an dan Hadis

28

.

Adapun landasan utama fiqh dustu@riyyah adalah :

Pertama, ayat ayat al-Qur’an dan Hadis yang merupakan dalil-dalil kulli@, maqa@sid al-syari@’ah dan semangat ajaran Islam yang tetap tidak di dalam

28 A. Djazuli, Fiqh Siyasah 53-54

(35)

35

mengatur masyarakat, betapapun masyarakat berubah. Karena dalil kulli@

tersebut menjadi unsur dinamis di dalam mengubah masyarakat.

Kedua, aturan tersebut dapat berubah karena perubahan situasi dan kondisi, termasuk di dalamnya hasil ijtihad para fukaha, walaupun tidak semuanya

29

. b. Pembagian Kekuasaan Menurut Fiqh

Kekuasaaan merupakan salah satu pembahasan dalam fiqh dusturiyyah..

Ibnu Taymiyah mengenal pembagian kekuasaan dalam Negara, sebagaimana dimajukan oleh Jhon Locke dan Montesque yang memerinci kekuasaan menjadi 3 wilayah kekuasaan: legislatif (sult{ah tasyri@’iyyah), eksekutif (sult{ah tanfi@ziyyah), dan Yudikatif ( sult{ah qada@-iyyah)

30

.

1) Sult{ah Tasyri@’iyyah

Sult}ah tasyri>’iyyah (kekuasaan legislatif) yakni lembaga yang memiliki wewenang membuat aturan perundang-undanga bertujuan untuk memberikan maslahat dan manfaat bagu masyarakat umat yang disesesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. Para mujtahid dan para ulama memiliki otoritas memberikan fatwa karena sultah tasyri’iyyah berada di tangannya. Keahlian dan kepakaran mereka diakui dalam menangani 2 (dua) hal, pertama , masalah yang jelas ada keterangannya di dalam nas}s} baik na{{{s{{s al-Qur’an maupun al-Hadis dan yang kedua masalah masalah yang tidak ada keterangannya di dalam nas}s}. Pada masalah masalah yang jelas ada

29 Ibid, 47-48.

30 La Samsu, “Al-Sult}ah Al-Tayri’iyyah, Al-Sultah Al-Tanfiz}iyyah, Al-Sultah Al- Qad}a>’iyyah”, Tahkim, Vol. XIII, no. 1, Juni 2017, hlm. 158.

(36)

36

keterangannya di dalam nas}s}, para mujtahid bertugas untuk memberikan pemahaman tentang nas}s} tersebut dan menjelaskan kandungan hukumnya.

Sedangkan pada maasalah yang tidak ada keterangannya di dalam nas}s} ,maka tugas dari sult}ah tasyri>’iyyah adalah melakukan ijtihad baik dengan metode qiya>s maupun lainnya terhadap nas}s} melalui proses istinba@t} al ah}ka@m , yaitu menarik kandungan hukumnya dari nas}s} al Qur’an maupun al Hadis melalui ijtiha@d

31

.

Masalah pengaturan negara juga merupakan wewenang dari sultah tasyri’iyyah. Pada kaitan ini, kekuaaan legislatif merupakan wewenang pemerintah dalam mengundangkan aturan hukum yang hendak diterapkan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah SWT dalam syariat Islam. Dengan demikian, unsurunsur legislasi dalam Islam meliputi:

a) Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam;

b) Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya;

c) Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-nilai dasar syariat Islam

32

.

2) Sult}ah Tanfi>z|iyyah

31 Imam Bustomi, “Analisis Fiqh Siyasah terhadap Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sampang menurut UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota”, Skripsi, Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2019, hlm. 26.

32 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, 161-162

(37)

37

Merupakan lembaga yang menimplementasikan peraturan perundang- undangan yang telah dibuat oleh lembaga legislative. Negara berwenang memerinci dan mengimplementasikan aturan perundang-undagan yang telah dibuat dan dirumuskan oleh lembaga legislatif pada ranah empiris. Kepala pemerintahan (kepala negara) yang disokong oleh dewan menteri (wuza@ra@).

Pada saat kebijakan kekuasaan legislatif tidak boleh bertentangan dengan ruh ajaran Islam, demikian juga kebijakan kekuasaan eksekutif tidak boleh menyalahi nass dan harus berorientasi pada maslahat dan manfaat bagi manusia.

33

.

Pemerintahan negara dilaksanakan dalam kerangka menegakkan dan memajukan agama Islam dan pengaturan dunia secara umum sebagai pengganti fungsi kenabian. Atas dasar itu, menurut ijma ulama, adalah wajib mengangkat seorang kepala negara sebagai pemimpin untuk memimpin dan mengatur umat dan masyarakat. Pembentukan pemimpin negara dibebankan kepada dua kelompok umat, yaitu. Pertama adalah orang-orang yang mempunyai wewenang memilih dan mengangkat kepala negara bagi umat dan masyarakat dan kedua adalah orang-orang yang mempunyai kecakapan dan kemampuan untuk memimpin negara lalu mengangkat salah seorang dari mereka untuk menduduki jabatan pemimpin umat. Kewajiban yang wajib dilaksanak kepala negara mencakup semua kewajiban umum baik yang berkaitan dengan kewajiban yang berhubungan dengan agama maupun sosial-kemasyarakatan, sebagaimana termaktub di dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw, misalnya menegakkan agama dan keadilaan, mengadili di antara pihak pihak yang bertikai melalui

33 Ibid, 137

(38)

38

pelaksanaan hukum, menghindarkan kerusuhan , melindungi hak-hak rakyat yag terzalimi, menegakkan amar makruf dan nahi munkar, mengurusi ekonomi negara, dan lain sebagainya. Mempraktikkan totalitas hukum syari’ah dan menegakkan lembaga-lembaga yang mendorong kebajikan dan mencegah kebatilan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin negara.

34

.

3. Sult}ah Qad}a>’iyyah

Yakni institusi kekuasaan yang melaksanakan tugas di bidang peradilan.

Dalam susunan negara dewasa ini, kekuasaan ini dijalankan oleh struktur lembaga kehakiman. Kekuasaan kehakiman dibentuk untuk menyelesaikan perkara-perkara permusuhan, pidana dan perusakan badan orang lain, menuntut hak dari orang yang telah berbuat zalim selanjutnya memberikannya kepada yang dizalimi, mengawasi harta wakaf dan masalah-masalah lain yang disengketakan di pengadilan. Adapun tujuan kekuasaan kehakiman adalah mewujukan tegaknya kebenaran , memberi jaminan perwujudan keadilan dan menguatkan negara serta menstabilkan kedudukan hukum negara. Penetapan syariat Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan. Dalam penerapannya,syariat Islam memerlukan lembaga untuk menegakkannya. Dan lembaga itu adalah kekuasaan yudikatif.

Tanpa lembaga al-Qaḍā’ tersebut, hukum-negara tidak dapat diterapkan

35

. Kewenangan Kehakiman (al-qada@’) terdiri dari tiga bagian, yaitu wila@yah al-maz{a@lim, wila@yah al-qada@, dan wila@yah al-h{isbah. Dalam sejarah Islam, kekuasaan lembaga ini biasanya meliputi wila>yah al-maza>lim

34 Ibid

35 La Samsu, “Al-Sult}ah Al-Tayri’iyyah”, XIII: 168.

(39)

39

(lembaga peradilan yang menyelesaikan perkara penyelewengan pejabat negara dalam melaksanakan tugasnya, penetapan aturan yang merugikan dan melanggar kepentingan atau hak-hak rakyat serta perbuatan pejabat negara yang melanggar hak rakyat,wila@yah al-qada@ (lembaga peradilan yang menyelasaikan sengketa di antara sesama warga, baik perkara perdata maupun perkara pidana), dan wila@yah al-h{isbah (lembaga peradilan untuk menyelesaikan sengketa sengketa ringan dan pelanggaran dalam urusan penipuan dan kecurangan dalam transaksi ekonomi)

36

.

Adapun kewenangan kehakiman (wilayah al-qada@’) terdiri dari tiga wilayah, yaitu:

a) wila@yah al-Maz{a@lim

Adalah gabungan dari dua kata, yaitu kata wilayah dan kata al- maz{a@lim. Kata wila>yah secara literal berarti kekuasaan tertinggi, aturan dan pemerintahan. Sementara al-mazalim merupakan bentuk jamak dari kata z}ulm yang secara literal berarti kejahatan, kesalahan, ketidaksamaan, dan tindakan tidak berperikemanusiaan. Dari sisi istilah atau terminologi, wilayah al-mazalim merupakan “ kekuasaan kehakiman yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekuasaan peradilan dan kekuasaan muh{tasib, yang bertugas memeriksa kasus- kasus yang tidak masuk dalam wewenang hakim biasa, tetapi pada kasus-kasus yang menyangkut penganiayaan yang dilakukan oleh penguasa atau pejabat terhadap rakyat biasa

37

. Wilayah al-mazalim berwenang memeriksan dan

36 Ibid, 169.

37 Basiq Djalil, Peradilan Islam (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 113

(40)

40

mengadili para pegawai negeri dan pejabat tingginya, mencakup kepala negara, dan pegawai negara lainya yang telah melakukan kezalima kepada rakyat..

Al-Mawardi mengemukakan perkara yang ditangani oleh wila@yah al-maz{a@lim sebagai berikut:

1) Penganiayaan penguasa, baik terhadap perorangan maupun terhadap golongan

2) Kecurangan pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat dan harta-harta kekayaan negara lain

3) Mengontrol atau mengawasi keadaan para pejabat

4) Tiga hal di atas wajib ditangani oleh wilayah al-Mazalim ketika telah terbukti terjadinya kecurangan dan juga penganiayaan tanpa perlu menunggu ada pengaduan.

5) laporan yang disampaikan oleh tentara yang digaji, lantaran gaji mereka dikurangi ataupun dilambatkan pembayarannya.

6) Mengembalikan harta-harta rakyat yang dirampas oleh penguasa- penguasa yang zalim kepada rakyat . (hal ini perlu ada pengaduan dari rakyat yang hartanya telah dirampas penguasa)

7) Mengurusi dan memelihara harta wakaf dengan rincian sebagai berikut.

Lembaga ini akan mengawasi berlaku atau tidaknya syarat-syarat yang

telah ditetapkan oleh si pembuat wakaf dalam suatu wakaf umum.

(41)

41

Lembaga ini akan bertindak setelah ada pengaduan, jika wakaf itu bersifat khusus.

8) mengimplementasikan penetapan dan putusan hakim yang tidak bisa dilakukan oleh hakim itu sendiri, lantaran orang yang dijatuhkan hukuman atasnya adalah orang-orang yang lebih tinggi derajatnya atau pengaruhnya.

9) Meneliti dan memeriksa perkara-perkara mengenai maslahat yang tak dapat dilaksanakan oleh muhtasib.

10) Menjaga hak-hak Allah swt yaitu ibadat-ibadat yang nyata, misalnya shalat jum’at, shalat hari raya, ibadah haji dan jihad.

11) Menyelesaikan perkara-perkara yang telah menjadi sengketa di antara orang-orang yang saling bersengketa

38

.

Dalam rangka menguatkan kredibilitasnya, lantaran memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding lembaga peradilan dan hisbah, lembaga wilayah al- mazalim harus dilengkapi dengan pegawai-pegawai yang memiliki disiplin yang tinggi sehingga bisa bertindak sebagai pengawal dan penjaga yang akan bertindak tegas pada pihak-pihak yang melawan saat diadakan pemeriksaan.Pakar pakar di bidang peradilan yang bisa ditanyai tentang jalannnya proses pemerikasaan harus menjadi kelengkapan lembaga ini. Pakar-pakar fiqh yang bisa dimintai pendapatnya tentang hukum islam yang pendapatnya akan dicatat oleh panitera juga perlu menjadi anggota tetap lembaga ini. Lembaga ini perlu dilengkapi

38 A. Rahmat Rosyadi dan Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 65.

(42)

42

dengan orang-orang yang layak dijadikan saksi yang akan dipergunakan di masa- masa persidangan sebagai orang-orang yang diminta kesaksiannya untuk menyaksikan putusan-putusan yang diberikan oleh ketua pengadilan wila@yah al- maz{al@im

39

.

b) Wila>yah Al-Qaḍā’

Secara harfiyyah kata qada@ berasal dari bahasa Arab yang mengandung beragam makna, di antaranya adalah hukum, al-farq min syai (memisahkan sesuatu), qat’ al-munaza’a@t (memutuskan persengketaan), dan al- amr (perintah). Orang yang memutuskan sengketa dinamakan hakim. Hakim merupakan orang yang menetapkan suatu hukum dengan suatu daya paksa, dan qada@ (putusan) adalah hasilnya

40

. Menurut ilmu hukum atau rechtpraak dalam bahasa Belanda, padanan kata lembaga peradilan adalah al-Qada@ . Menurut istilah, Al-qaḍā’ dapat dimaknai sebagai “ Suatu upaya mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum yang dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan dan lembaga-lembaga tertentu dalam suatu badan pengadilan tertentu”. Al- Qur’an, al-Sunnah dan ijma’ merupakan dasar utama dan sumber hukum lembaga peradilan Islam. Tiga Dasar hukum itu telah menegaskan bahwa keadilan wajib ditegakkan untuk semua orang supaya tercipta perdamaian dan kedamaian dalam kehidupan sosial-masyarakat. Penegakan keadilan dapat dilakukan melalui

39 Ibid, 65-66

40 9 Basiq Djalil, Peradilan Agama, 106.

(43)

43

institusi-institusi peradilan yang dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakatt

41

.

Keputusan hukum yang dihasilkan lembaga Qada@ memiliki daya paksa yang kuat. Lembaga ini bertugas menyelesaikan sengketa yang berkembang di kalangan masyarakat dan menghindarkan hal-hal yang merugikan hak-hak masyarakat dan juga menyelesaikan sengketa antara masyarakat dan kalangan pejabat, baik kepala negara maupun pegawai biasa dalam pemerintahan. yang terjadi di antara sesama anggota masyarakat atau mencegah hal-hal Wila@yah al- qad}a>’ berwenang menyelesaikan perkara-perkara perdata (madaniyya@t) dan al-ah{wa>l asy-syakhs{yah termasuk di dalamnya masalah hukum keluarga dan masalah tindak pidana (jina@ya@t). Di samping tugas utama di atas, sejarah islam mencatat, institusi ini juga menjalankan tugas tambahan yang tidak temasuk urusan penyelesaian sengketa antar warga, antar lain menikahkan perempuan yang tidak memiliki wali , mengawasi bait al-mal, dan mengangkat pengampu bagi anak yatim., sebagaiman yang terjadi di masa Bani Umayyah.

Qadi (hakim) adalah orang yang bertugas dan berwenang menyelesaikan perkara di peradilan semacam ini

42

.

c) Wila@yah al-H}isbah

Pengawasan dalam siya@sah Dustu@riyah telah dikenal dan dikembangkan sejak dulu dan dalam ilmu manajemen merupakan salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan. Pengawasan pada hakikatnya adalah suatu tindakan menilai

41 A. Rahmat Rosyadi dan Rais Ahmad, Formalisasi, 56-57

42 Ibid, 58

(44)

44

apakah suatu kegiatan atau acara telah berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan. Dengan pengawasan akan ditemukan kesalahan-kesalahan yang akan dapat diperbaiki dan yang terpenting jangan sampai kesalahan yang sama terulang lagi

43

. Mengenai pegawasan dalam syariat Islam terdapat teori yang terkait yaitu wila@yah al-h{isbah. Teori H}isbah pada dasarnya merupakan memerintahkan kebajikan dan kebaikan pada saat telah terbukti banyak orang meninggalkan kebajikan dan kebaikan dan melarang dan mencegah kemungkaran pada saat kemungkaran terbukti telah merajalela di masyarakat.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa kekuasaan Wila@yah al H}isbah ini hanya terbatas pada pengawasan terhadap penunaian kebaikan dan melarang orang dari kemungkaran. Menyuruh kepada kebaikan yang terkait dengan hak hak Allah. H{isbah sebagai suatu Instansi sebenarnya sangat positif dan perlu dukungan dari semua pihak. Terutama ketika budaya amar ma’ruf nahi munkar semakin hilang di kalangan masyarakat. Kunci kesuksesan Wila@yah Al H}isbah terlihat ketika masyarakat dengan kesadaran keagamaan yang tinggi mewujudkan standar moral yang tinggi, keunggulan akhlak, dan mentaati perkara-perkara yang sudah diwajibkan atau dilarang oleh syari’at. Tetapi, ketika masyarakat kembali merajalela perbuatan amoral merebak, masyarakat berlaku curang, menipu, dan memakan riba maka wila@yah al-H}isbah tidak berperan dengan sempurna. Saat wila@yah al-H}isbah berjalan tidak sempurna berarti aparat pemerintah telah gagal menumbuhkan kesadaran melaksanakan syari’at. Pengawasan bertujuan mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan

43 Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan PTUN di Indonesia.

(Iiberty: Yogyakarta 2007), hlm. 37

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan bulu babi Diadema setosum dari perairan pantai Martafons, Sopapei, dan Waai pada bulan Juni memperlihatkan karakteristik fisik antara lain bobot tubuh,

1. Potensi dana ZIS di Kabupaten Jombang adalah sebesar Rp. Jumlah ini bersumber dari dua instansi, yaitu Badan Kepegawaian Daerah dan Kementerian Agama

sebanyak 645 ekor yang berarti bahwa titik pulang pokok peternak tercapai pada jumlah produksi kambing sebanyak 645 per tahun sementara rata-rata produksi usaha

PEKERJAAN : : PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN JALAN JALAN LINGKAR LINGKAR P. MALUKU MALUKU BARAT BARAT DAYA

Secara umum, langkah-langkah penyelesaian masalah kontekstual yang berkaitan dengan sistem persamaan linear tiga variabel adalah sebagai berikut:..  Menyelesaikan model

Walaupun jumlah pohon kelengkeng yang berhasil berbunga terbanyak terjadi pada perlakuan dengan paklobutrazol, tetapi jumlah pohon berbunga yang menghasilkan buah terbanyak

Secara umum LPPM ITB berfungsi sebagai fasilitator yang menjadi jembatan antara kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat yang ada di ITB dengan mitra yang berasal

Berkat rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir dengan judul “Rancang Bangun Sistem E-Learning Program Studi Teknik Telekomunikasi Berbasis