ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT KONSUMSI AIR MINUM PDAM SEKTOR RUMAH TANGGA DAN NON SEKTOR RUMAH TANGGA DI KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Oleh :
Merysa Rohma Dwi Sakina 0411010224 / FE / EP
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI ..………. DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN……….. ABSTRAKSI ………..
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………...
1.2. Perumusan Masalah ...
1.3. Tujuan Penelitian .. ...
1.4. Manfaat Penelitian. ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu... 12
2.2 Landasan Teori...……... 18
2.2.1. Pengertian Konsumsi Secara Mikro... 18
2.2.1.1 Teori Perilaku Konsumen Dan Permintaan….. 20
2.2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Permintaan……….…….
2.2.1.3 Elastisitas Permintaan………..
2.2.1.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Penawaran………..
2.2.1.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Konsumsi………
2.2.2 Teori Pendapatan………..
2.2.2.1 Pengertian Pendapatan Perkapita………
2.2.2.2. Pengertian Penduduk………
2.2.3 Pengertian Rumah Tangga……….
2.2.4 Pengertian Inflasi………
2.2.4.1 Macam-Macam Inflasi………
2.2.4.2 Dampak Inflasi………
2.2.4.3 Cara Mencegah Inflasi………..
2.2.5 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sebagai
Satu-satunya Penyelenggara Jasa Pemenuhan
Air Bersih (Monopoli)………..
2.2.6 Landasan Hukum………..
2.2.6.1 Landasan Hukum Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM)………
2.3 Kerangka Konseptual………
2.4 Hipotesis………..
BAB III METEDOLOGI PENELITIAN
3.2 Tehnik Pengumpulan Data……….
3.2.1 Jenis Data………
3.2.2 Sumber Data……….
3.3 Tehnik Penentuan sample………..
3.4 Tehnik Analisis Dan Uji Hipotesis………...
3.4.1 Tehnik Analisis………..
3.4.2 Uji Hipotesis……….
3.4.3 Pengujian Asumsi-Asumsi Klasik………..
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian………..
4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian……….
4.1.2 Sejarah Singkat Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM)………..
4.1.3 Sumber-Sumber Penyediaan Air Bersih
PDAM Kota Surabaya………..
4.2 Struktur Organisasi Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) KotaMadya Daerah Tingkat II Surabaya……….
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian……….
4.3.1 Perkembangan Tingkat Konsumsi Air Minum PDAM
di Kota Surabaya………..
4.3.2 Perkembangan Pendapatan Perkapita
4.3.3 Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga
di Kota Surabaya………..
4.3.4 Perkembangan Tingkat Inflasi di Kota Surabaya……..
4.4 Analisis Dan Uji Hipotesis………
4.4.1 Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Sesuai Dengan Asumsi BLUE (Best Linier
Unbiassed Estimator)………..
4.4.2 Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Dengan Menggunakan Progaram SPSS 13………
4.5 Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Konsumsi Air Minum PDAM Di Kota Surabaya………...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan………
5.2 Saran……….
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Tingkat Konsumsi Air Minum PDAM di Kota Surabaya
Tahun 1992-2006………..………..
Tabel 2 : Pendapatan Perkapita di Kota Surabaya Tahun 1992-2006………
Tabel 3 : Jumlah Pelanggan Rumah Tangga di Kota Surabaya
Tahun 1992-2006………
Tabel 4 : Tingkat Inflasi di Kota Surabaya Tahun 1992-2006………
Tabel 5 : Hasil Uji Multikolinieritas……….
Tabel 6 : Hasil Uji Heterokedastisitas………
Tabel 7 : Hasil Uji Autokorelasi………..
Tabel 8 : Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda Dengan
Menggunakan Program SPSS 13………
Tabel 9 : Analisis Varian (ANOVA)………
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Kurva Akibat Pergeseran Permintaan Terhadap
Keseimbangan………
Gambar 2 : Kurva Akibat Pergeseran Penawaran Terhadap
Keseimbangan………
Gambar 3 : Fungsi Konsumsi Linier………..
Gambar 4 : Fungsi Konsumsi Non Linier………..
Gambar 5 : Gross National Product………
Gambar 6 : Kerangka Konseptual Analisis Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Air Minum PDAM
Di Kota Surabaya………
Gambar 7: Kurva Distribusi Penolakkan / Penerimaan Hipotesis
Secara Simultan………
Gambar 8 : Kurva Distribusi Penolakkan / Penerimaan Hipotesis
Secara Parsial………
Gambar 9 : Distribusi Daerah Keputusan Autokorelasi………
Gambar 10 : Struktur Organisasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kota Madya Daerah Tingkat II Surabaya………
Gambar 11 : Uji Durbin Watson………
Gambar 12 : Distribusi Penolakkan Dan Penerimaan Hipotesis
Secara Simultan………
Secara Parsial untuk X1………
Gambar 14 : Kurva Distribusi Penolakkan dan Penerimaan Hipotesis
Secara Parsial untuk X2……….
Gambar 15 : Kurva Distribusi Penolakkan dan Penerimaan Hipotesis
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 :Tabulasi Data Siap Olah
Lampiran 2 : Data Descriptive Statistic Dan Data Analisis Varian (ANOVA)
Lampiran 3 : Data Collinierity Statistic
ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KONSUMSI AIR MINUM PDAM
DI KOTA SURABAYA
Oleh :
Merysa Rohma Dwi Sakina
ABSTRAKSI
Pada masa sekarang ini penggunaan air bersih telah merupakan unsur mutlak dalam kehidupan modern dan selain sebagai sarana dan prasarana industri, air bersih juga mampu memenuhi kebutuhan hidup dalam kehidupan sehari-hari disektor rumah tangga. Peningkatan pemakain air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) khususnya bagi pelanggan dari golongan rumah tangga yang merupakan pelanggan terbesar Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) erat kaitannya dengan pendapatan masyarakat yang berasal dari perolehan pendapatan perkapita suatu daerah dan jumlah penduduk. Semakin meningkatnya pendapatan masyarakat yang diikuiti dengan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan akan kebutuhan air bersih khususnya untuk pelangga dari golongan rumah tangga ikut meningkat. Atas dasar jumlah pelanggan rumah tangga, dan tingkat inflasi, berpengaruh terhadap peningkatan Konsumsi Air Minum PDAM di Kota Surabaya.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dipreoleh dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mulai tahun 1996-2006, data tersebut dianalisa dengan menggunakan analisis regresi linier berganda melalui Uji F dah Uji t dengan asumsi klasik BLUE.
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 8, No. 1, Juni 2007, hal. 28 - 35
ISSN 1411- 6081
Volume 8, No.1, Juni 2007
Pimpinan Redaksi
Dewan Redaksi
Pelaksana Tata Usaha
Periode Terbit
Terbit Pertama
Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN
EKONOMI PEMBANGUNAN
Alamat Penyunting dan Tata Usaha:
Didit Purnomo
Bambang Setiaji Universitas Muhammadiyah Surakarta M. Wahyuddin Universitas Muhammadiyah Surakarta Yuni Prihadi Utomo Universitas Muhammadiyah Surakarta Daryono Soebagiyo Universitas Muhammadiyah Surakarta Maulidyah Indira Hasmarini Universitas Muhammadiyah Surakarta
Edy Rahmantyo Tarsilohadi Universitas Bengkulu
Sutomo Universitas Sebelas Maret, Surakarta Waridin Universitas Diponegoro, Semarang
Siti Qomariah Woro
2 kali dalam setahun
Juni 2000
merupakan jurnal ilmiah yang berisikan hasil penelitian dan kajian teoritis mengenai masalah-masalah ekonomi dan pembangunan, khususnya di Indonesia. Diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Redaksi menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan atau dalam proses terbit oleh media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuarto spasi ganda sepanjang lebih kurang 15-25 halaman, dengan format seperti tercantum pada prasyarat naskah jurnal di halaman belakang. Naskah yang masuk akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format dan tata cara lainnya.
Subag Tata Usaha Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani, Tromol Pos 1, Pabelan, Telpon (0271) 717417 psw 229, jepums@yahoo.co.id http://www.ums.ac.id
Surakarta 57102;
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 8, No. 1, Juni 2007, hal. 28 - 35
AIR PDAM DAN AIR SULINGAN DALAM KONSUMSI AIR DI KOTA SURAKARTA
Kusdiyanto 1
Agung Riyardi 1
1
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail: kusdi2007@yahoo.com; agungriyardi@yahoo.com
ABSTRACT
The objectives of this research are to analize factors that influence households demand for water from PDAM Kota Surakarta and to analize relationship between water from PDAM Kota Surakarta with distillate water. Employing double-log linier multiple regression it was found that households demand for water from PDAM Kota Surakarta was influenced by the price of water from PDAM Kota Surakarta, the price of distillate water, the households income and number of households family members. Also it was found that the relationship between water from PDAM Kota Surakarta with distillate water is substitution. The positive cross price elasticity indicated the substitution. The households income elasticity, the dominance of households income and the positive relation between number of households family members and households demand for water from PDAM Kota Surakarta, however, indicated the complementary relationship between water from PDAM with distillate water.
Keywords: demand for water, substitution and complementary relationship
PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan air minum dan air bersih pada masa lalu diperoleh melalui air sumber (misal: sumur) dan air yang berasal dari PDAM. Jika dibutuhkan untuk air minum, maka air sumber atau air PDAM tersebut dimasak terlebih dahulu. Namun, jika untuk air bersih, air sumur atau air PDAM langsung dikonsumsi. Adapun pada masa sekarang dengan adanya air sulingan, pilihan pengguna air, khususnya untuk kebutuhan air minum semakin bervariasi. Sebagian pengguna air, masih
menggantung-sedangkan yang lain mengkonsumsi air minum yang berasal dari air sulingan.
Adanya air sulingan dalam pemenuhan kebutuhan air memunculkan pertanyaan penelitian mengenai hubungan substitusional dan komplementer antara air sulingan dengan air PDAM. Pertanyaan tersebut dilandasi berbagai pemikiran sebagai berikut:
Kusdiyanto & Agung Riyardi – Air PDAM dan Air Sulingan … 29
bahwa di Kota Solo tidak terdapat dalam jumlah memadahi sumber air permukaan yang dapat digunakan sebagai bahan baku air bersih dan air minum. Kebutuhan bahan baku air diperoleh dari sumber air daerah lain seperti Kabupaten Klaten dan Kabupaten Karang Anyar, dan dari Sumur Artetis (bawah tanah). Hal ini menyebabkan harga air bersih dan air minum di Kota Surakarta cukup mahal sebab terdapat biaya transmisi air antar daerah.
2. Perusahaan air minum berada pada pasar monopoli alamiah (Field, 2001). Berda-sarkan asumsi tersebut pemerintah menetapkan untuk tidak menyerahkan usaha di sektor air kepada swasta, namun mengadakan sendiri usaha di sektor air melalui PDAM yang dikelola pemerintah daerah. Walaupun memiliki landasan normatif, terdapat banyak kendala dalam penyaluran air oleh PDAM kepada masyarakat. Keluhan masyarakat menge-nai air yang tidak mengalir, mengalir dalam jumlah sangat sedikit, mengalir tetapi airnya kotor dan berbau menunjukkan adanya kendala tersebut. Hal ini berdampak pada tingkat loyalitas konsumen kepada produk air dari PDAM, rendah sebab konsumen merasa membayar terlalu mahal Jika di tengah masyarakat terdapat kenaikan daya beli dan pada saat yang sama terdapat pihak yang menyelenggarakan jasa air yang kompetitif terhadap PDAM, maka konsumen air PDAM akan tertarik untuk menikmatinya dan mengurangi konsumsi air dari PDAM.
3. Air merupakan bahan yang sangat vital
mengemukakan bahwa setiap satu gelas air, seseorang membutuhkan tambahan sekitar 2 hingga 3 gelas ukuran yang sama. Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak anggota dalam keluarga, semakin banyak kebutuhan, permintaan dan konsumsi air dalam keluarga tersebut.
Berdasarkan pada latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah apakah harga air PDAM, harga air sulingan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga signifikan mempengaruhi permintaan air PDAM?, bagaimana bentuk hubungan antara permintaan air sulingan dengan permintaan air PDAM? dan adakah keterkaitan pendapatan dan jumlah anggota keluarga dalam hubungan antara permintaan air sulingan dengan permintaan air PDAM ?
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor yang mempengaruhi permintaan air PDAM, menganalisis bentuk hubungan antara permintaan air sulingan dengan permintaan air PDAM, menganalisis pengaruh substitusionalitas air sulingan terhadap konsumsi air PDAM, menganalisis keterkaitan pendapatan dan jumlah anggota keluarga dalam hubungan antara permintaan air sulingan dengan permintaan air PDAM.
Intepretasi Ekonomi
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 8, No. 1, Juni 2007 30
bahwa di Salatiga bersifat elastis, setiap peningkatan harga mengurangi permintaan dalam jumlah banyak. Perbedaan ini perlu dikemukakan. Sebab di satu sisi, menurut Rietveld, Rouwendal dan Zwart (1997) alat analisis yang tepat untuk menggambarkan permintaan air adalah model Burtless dan Hausman—sebagaimana yang mereka gunakan untuk mengestimasi permintaan air PDAM Salatiga—atau minimal model IV (instrumental variable). Adapun model OLS memiliki kelemahan bahkan disarankan tidak digunakan. Di sisi lain menurut Khawam, Virjee dan Gaskin (2006) banyak penelitian air menemukan elastisitas antara -0,2 hingga -0,7 sebagaimana dalam penelitian ini.
Sebagaimana ditunjukkan oleh elastisitas positif antara harga air sulingan terhadap permintaan air dari PDAM, permintaan air PDAM bersifat substitusional terhadap permintaan air sulingan. Jika harga air sulingan meningkat, maka konsumen meningkatkan permintaan air PDAM. Hal itu sesuai dengan realitas bahwa air sulingan digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum. Ketika harga air sulingan meningkat, maka konsumen air PDAM mengurangi pemintaan air sulingan dan menggantinya dengan menambah permintaan air dari PDAM. Tambahan permintaan air PDAM tersebut oleh konsumen dimasak untuk memenuhi kebutuhan air minum mengganti-kan permintaan air sulingan yang berkurang karena peningkatan harga air sulingan.
Namun demikian, jika menganggap faktor harga air PDAM dan harga air sulingan tetap, ada kemungkinan hubungan antara air sulingan dengan air PDAM bersifat komplementer. Air sulingan digunakan untuk
kebutuhan air bersih. Jadi keduanya saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga. Indikasinya terlihat pada tiga hubungan antara pendapatan dan permintaan air PDAM, sebagai berikut:
1. Pendapatan menjadi faktor yang paling dominan dibandingkan faktor harga sendiri, harga air sulingan dan jumlah anggota keluarga sebab memiliki koefisien absolut paling besar. Peningka-tan pendapaPeningka-tan meningkatkan kebutuhan air bersih yang dipenuhi melalui peningkatan permintaan air dari PDAM. Pada saat yang sama pendapatan diperkirakan juga meningkatkan kebutu-han air minum yang dipenuhi melalui permintaan air sulingan.
2. Elastisitas pendapatan bertanda positif dan lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa rumah tangga di Surakarta yang berlangganan air PDAM menganggap air PDAM sebagai barang kebutuhan, bukan barang inferior terhadap air sulingan dan bukan barang mewah. Dalam perspektif seperti itu jika kebutuhan air minum tetap, maka peningkatan pendapatan meningkatkan permintaan air dari PDAM dan tidak menurunkan permintaan air dari PDAM.
Kusdiyanto & Agung Riyardi – Air PDAM dan Air Sulingan … 31
daerah non perkotaan. Di daerah kabupaten, seperti Tulung Agung, air PDAM merupakan barang mewah, sedangkan di daerah perkotaan, seperti Salatiga dan Surakarta, air PDAM merupakan barang kebutuhan.
Hubungan positif antara jumlah anggota keluarga dengan permintaan air PDAM juga memiliki kemungkinan menunjukkan bahwa air PDAM dan air sulingan berhubungan secara komplementer. Peningkatan jumlah anggota keluarga menunjukkan peningkatan kebutuhan dan permintaan air bersih dan air minum. Dalam perspektif seperti itu, ketika permintaan air PDAM meningkat karena peningkatan jumlah anggota keluarga, pada saat yang sama permintaan air sulingan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. 2005.
Kota Surakarta dalam Angka Tahun 2005. Surakarta: BPS Kota Surakarta. Douglas, Evan J. dan Scott Callan.1999.
Managerial Economics: Analysis and Strategy. Singapore: Prentice-Hall In-ternational Inc.
Field, Barry C. 2001. Natural Resources Economics. New York: McGraw Hill. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic
Econo-metrics. New York:McGraw Hill. Iwan Nugroho dan Wahyu Anny Widayati.
2003. “Willingness to Pay for PDAM’s
Pipe Connection: A Case Study in Kabupaten Tulungagung, East Java Province, Indonesia”. Ekonomi dan
Keuangan Indonesia Vol. 51 (4).
Halaman 421 – 431.
Khawam, Walid, Kameel Virjee dan Susan Gaskin. 2006. “Water Demand Man-agement Measures; Analysis of Water Tariff and Metering in Barbados”.
Jurnal of Eastern Carribean Studies Vol 31. No. 2. June 2006. Halaman 1 -21.
Komives, Kristin dan Linda Stalker Prokopy. 2000. Cost Recovery in Partnership: Results, Attitudes, Lessons and Strate-gies. BPD Water and Sanitation Cluster. London.
Mann, Patrick C. 1993. Water-utility Regu-lation: Rates and Cost Recovery. URL: Http://www.rppi.org/ps155.html. [1 Maret 2005].
Rietveld, Piet, Jan Rouwendal dan Bert Zwart. 1997. Estimating Water Demand
in Urban Indonesia: A Maximum
Likelihood Approach to Block Rate Pricing Data. Tinbergen Institute Discussion Paper No. 97-072/3.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia
Indonesia yang seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar tujuan dan pedoman
pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan merata
diseluruh tanah air dan tidak hanya untuk satu golongan atau sebagian dari
masyarakat, tetapi untuk seluruh rakyat, serta harus benar-benar dapat
dirasakan seluruh rakyat sebagai perbaikkan taraf hidup yang berkeadilan
social, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan (GBHN, 1998).
Pembangunan ekonomi yang mengelola kekayaan bumi
Indonesia, seperti perhutanan dan pertambangan harus senantiasa
memperhatikan bahwa pengelolaan sumber daya alam disamping
memberikan kegunaan untuk masa kini, juga harus dikelola untuk
menjamin kehidupan di masa depan. Sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaruhi harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat
dipelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumber daya alam harus
dijaga agar kemamapuannya untuk dapat diperbaruhi dan selalu dipelihara.
Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaruhi harus digunakan sehemat
Pemanfaatan sumber daya alam bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat dapat diupayakan secara menyeluruh dan terpadu dengan
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta senantiasa memperhitungkan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan demi kepentingan generasi yang akan datang.
Penganekaragaman pemanfaatan sumber daya alam dalam usaha memicu
pertumbuhan yang mendukung pemerataan ekonomi serta peningkatan
ketahanan ekonomi, telah diupayakan dengan jalan rehabilitas sumber
daya alam yang keadaannya kritis dan konservasi sumber daya yang masih
utuh. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeliharaan daya dukung
lingkungan hidup maka meningkat, yang dapat mendorong pelaksanaan
pembangunan berwawasan lingkungan (Suparmoko, 2000 : 23-25).
Pembangunan yang sedang dilaksanakan saat ini pada dasarnya
menitikberatkan pada pembangunan dibidang industri yang telah
mendukung sector pertanian dan industri dengan sasaran utama adalah
untuk mecapai keseimbangan antara bidang pertanian dan industri serta
dapat terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat.
Dengan digalakkannya pembangunan disektor industri,
diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang meningkat seperti yang diharapkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang adil dan makmur.
Perkembangan bidang industri yang semakin pesat terutama di
lingkungan perusahaan sendiri, maupun lingkungan sekitarnya,
diantaranya adalah masalah polusi. Bila tidak diawasi dengan ketat
mengenai limbah industri tersebut, maka timbul polusi baik udara maupun
air yang cukup besar.
Mengenai masalah air, melalui Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), pemerintah telah berusaha menyediakan dan memenuhi
kebutuhan air minum yang bersih dan bebas polusi. Dari kondisi tersebut,
dan semakin tingginya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan, maka diharapkan dapat membawa pengaruh positif
terhadap perilaku konsumen dalam mengkonsumsi air bersih. Untuk itu
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) memerlukan strategi dengan
tujuan mencapai keunggulan kualitas air yang diproduksi.
Perubahan social ekonomi mempengaruhi perilaku konsumen
dalam mengkonsumsi air bersih, baik untuk kebutuhan primer maupun
sekunder. Pada masa sekarang ini penggunaan air bersih telah merupakan
unsur mutlak dalam kehidupan modern dan selain sebagai sarana dan
prasarana industri, air bersih juga mampu memenuhi kebutuhan hidup
dalam kehidupan sehari-hari disektor rumah tangga (Tedjakusuma, dkk,
2001 : 2).
Secara singkat air bersih diperlukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemakaian air bersih dalam
suatu Negara sering dianggap salah satu tolak ukur taraf kemampuan
Indonesia disektor rumah tangga sampai disektor industri akan menambah
pemasukan atau pendapatan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Peningkatan pemakaian air bersih khususnya rumah tangga
yang merupakan pelanggan terbesar Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), erat kaitannya dengan pendapatan perkapita masyarakat yang
semakin tinggi. Artinya, meningkatnya pemakaian air bersih terutama
lebih banyak dipengaruhi oleh pertambahan penduduk yang terus naik dan
disertai dengan meningkatnya standard hidup sehingga mempengaruhi
kemampuan dalam mengkonsumsi kebutuhan pokok untuk kebutuhan
hidupnya. Pemakaian air bersih yang tinggi pada masyarakat sebenarnya
tidak ada unsur pemborosan tetapi merupakan tuntutan yang logis dalam
peningkatan standard hidup masyarakat.
Disamping itu, peningkatan jumlah pendapatan perkapita
penduduk dari tahun ke tahun menyebabkan permintaan penduduk akan
tersedianya air bersih semakin meningkat pula. Hai ini diindikasikan
dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan PDAM dari tahun ke
tahun diwilayah kota Surabaya. Dengan keadaan seperti diatas, maka
dalam penulisan penelitian ini, penulis mengadakan penelitian bagaimana
rumah-rumah tangga di kota Surabaya mengkonsumsi air bersih, apakah
selama ini air bersih tersebut sudah mencukupi kebutuhan mereka atau
belum. Sehingga dapat diketahui apa yang menjadi keluhan mereka.
Dengan adanya masukan-masukan tersebut diharapkan bisa memberi
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan
maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :
“Apakah Pendapatan Perkapita, Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, dan
Tingkat Inflasi berpengaruh terhadap Tingkat Konsumsi Air Minum
PDAM di Kota Surabaya ?”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai sesuai dengan latar
belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan diatas yaitu :
“Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pendapatan Perkapita,
Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, dan Tingkat Inflasi berpengaruh
terhadap Tingkat Konsumsi Air Minum PDAM di Kota Surabaya ?”
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1). Sebagai masukan bagi pengambilan keputusan dalam
menentukan kebijaksanaan dibidang pengelolaan air bersih pada
saat sekarang dan masa yang akan datang.
2). Sebagai penambah wawasan bagi peneliti yang lebih berminat
melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variable
lain yang berpengaruh terhadap Tingkat Konsumsi Air Minum
3). Dapat menambah koleksi perpustakaan di Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan juga
merupakan literature para pembaca untuk lebih memperdalam dan
melakukan pembahasan terhadap Tingkat Konsumsi Air Minum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain dapat
dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian ini pernah
dilakukan oleh :
1. Anugrah, (1993 : ix), “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Rumah Tangga Dalam Mengkonsumsi Air Perusahaan Daerah Air
Minum Di Kotamadya Surabaya”. Penelitian yang dilakukan
menggunakan variable mengikat yaitu Permintaan Air, sedangkan
variable bebas yaitu Harga Air, Pendapatan Keluarga, Jumlah Anggota
Keluarga, Jumlah Kendaraan Bermotor, Keberadaan Sumur, Kondisi
Halaman, Luas Lantai dan Keberadaan Tandon. Dari hasil penelitian
yang menggunakan model analisis regresi linier berganda dalam bentuk
transformasi log menunjukkan bahwa Harga Air, Pendapatan Keluarga,
Jumlah Anggota Keluarga, Jumlah Kendaraan Bermotor, Keberadaan
Sumur, dan Luas Lantai berpengaruh positif sedangkan Kondisi
Halaman dan Keberadaan Tandon terbukti berpengaruh negative
terhadap Permintaan Air disebabkan Kondisi Halaman yang sempit dan
kotor serta harga tandon yang mahal kemungkinan untuk membelinya
mempunyai pengaruh terhadap Permintaan Air PDAM di Kotamadya
Surabaya.
2. Hartono, (2000 : x), “Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Air
Bersih, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Untuk Rumah Tangga
Di Kotamadya Surabaya”. Periode waktu yang digunakan tahun
1989-1998. Data analisis mengunakan model regresi linier berganda dimana
Permintaan Sambungan Air Bersih Rumah Tangga adalah variabel
terikat (Y), sebagai variable bebas adalah Jumlah Penduduk (X1), Biaya
Sambungan (X2), dan Harga Air per m3 (X3). Dari hasil penelitian
berdasarkan uji secara simultan diperoleh hasil Fhitung = 485, 912 > dari
Ftabel = 4,76 yang berarti variable Jumlah Penduduk, Biaya Sambungan,
dan Harga Air per m3 berpengaruh nyata terhadap Konsumsi Air Minum
(Y), berdasarkan uji secara parsial untuk variable Jumlah Penduduk (X1)
diperoleh hasil uji
t
hitung = 9,423 > darit
tabel = -2,447 yang berarti (X1)berpengaruh positif terhadap Konsumsi Air Minum (Y), variable Biaya
Sambungan (X2) diperoleh hasil uji
t
hitung = 5,511 > darit
tabel = -2,447yang berarti (X2) berpengaruh positif terhadap Konsumsi Air Minum
(Y), variable Harga Air per m3 (X3) diperoleh hasil uji
t
hitung = -2,933 >dari
t
tabel = -2,447 yang berarti (X3) berpengaruh positif terhadapKonsumsi Air Minum (Y).
3. Leylana (1994 : x), “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Dalam penelitian menggunakan variable terikat yaitu Konsumsi Air
Bersih Untuk Rumah Tangga. Sedangkan ada 5 variabel bebas yaitu :
Jumlah Anggota Keluarga, Tingkat Pendapatan, Luas Bangunan,
Tingkat Harga dan Keberadaan Kendaraan. Dari hasil penelitian yang
dilakukan secara simultan (Uji F) dan Uji F diperoleh kesimpulan bahwa
Jumlah Anggota Keluarga, Tingkat Pendapatan, Luas Bangunan,
Tingkat Harga dan Keberadaan Kendaraan berpengaruh nyata terhadap
Konsumsi Air Bersih Untuk Rumah Tangga Di Kelurahan Kali Rungkut
Kecamatan Kali Rungkut Kotamadya Surabaya RW IV dan RW VIII.
4. Pujowati, (1995 :xiv), “Penetapan Kebijaksanaan Harga Air Minum
Sebagai Usaha Pemerataan Pemenuhan Kebutuhan Pelanggan Di
Kotamadya Surabaya”. Bahwa penelitian yang dilakukan menggunakan
satu variable terikat yaitu Kebijaksanaan Harga Air Minum, dan ada 4
variabel bebas yaitu Jumlah Konsumsi Air Bersih, Harga Air Bersih,
Jumlah Anggota Keluarga, dan Responden. Dari hasil penelitian
menggunakan uji beda dua rata-rata untuk menunjukkan bahwa factor
Jumlah Konsumsi Air Bersih, Harga Air Bersih, Jumlah Anggota
Keluarga, dan Responden berpengaruh positif terhadap Kebijaksanaan
Harga Air Minum.
5. Tedjakusuma. Dkk, (2001 : Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Vol.2
No:3), “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Dalam Pembelian Air Minum Mineral Di Kota Madya Surabaya”. Dari
pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut : ternyata hipotesis pertama diterima bahwa Perilaku
Konsumen Dalam Pembelian Air Minum Mineral dipengaruhi secara
bersama-sama dan bermakna oleh Faktor Pendidikan, Penghasilan,
Harga, Kualitas, Distribusi, dan Promosi. Hal ini ditunjukkan Fhitung =
34,677 lebih tinggi dari Ftabel = 2,14, dengan koefisien korekasi R sebesar
0,7203 dan koefisien determinasi ganda (R Squared) sebesar 0,5188.
Hipotesis kedua yaitu Harga mempunyai pengaruh dominan terhadap
Perilaku Konsumen Air Minum Mineral dinyatakan diterima.
6. Wijarnako (2004 : 69), “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi
Permintaan Air Bersih Perusahaan Daerah Air Minum Untuk Rumah
Tangga Di Kabupaten Purbalingga”. Permasalahan yang dibahas adalah
apakah Faktor Jumlah Pelanggan Rumah Tangga (X1), Tarif Air Minum
(X2), Produk Domestic (X3), berpengaruh secara nyata terhadap
Permintaan Air Minum (Y). Dari analisis yang didapat terikat dengan
Fhitung = 31,915 > Ftabel = 3,59. Sedangkan Uji Parsial juga menunjukkan
variable bebas berpengaruh terhadap variable terikat dengan
masing-masing
t
hitung untuk X1 = 0,597, untuk X2 = 2,841, untuk X3 = 2,441 >t
tabel = 2,201, yang berarti secara parsial Pendapatan Perkapita (X1)2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Konsumsi Secara Mikro
Didalam ilmu ekonomi diartikan sebagai pengguna barang dan jasa
untuk memuaskan kebutuhan manusiawi (the use of goods services in the
satisfaction of human wants). Konsumsi haruslah dianggap sebagai
maksud serta tujuan yang essensisl daripada produksi. Atau perkataan lain,
produksi adalah alat bagi konsumsi (Rosyidi, 2004 : 147).
Apabila dipergunakan tanpa kualitas apapun, maka istilah
“konsumsi ” itu didalam ilmu ekonomi akan secara umum diartikan
sebagai penggunaan barang-barang dan jasa-jasa yang secara langsung
akan memenuhi kebutuhan manusia. Tetapi harap dingat bahwa beberapa
macam barang, seperti mesin-mesin maupun bahan mentah, dipergunakan
untuk menghasilkan barang lain. Hal ini dapat kita sebut sebagai konsumsi
produktif (Production Consumption), sedangkan konsumsi yang langsung
dapat memuaskan kebutuhan disebut konsumsi akhir (Final Consumption).
(Rosyidi,2004:147-148).
Pada hakekatnya konsumsi timbul karena adanya
kebutuhan-kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, dan ini mendorong terjadinya
kegiatan ekonomi, kegiatan ini dibagi menjadi tiga macam :
1. Produksi
Produksi adalah segala kegiatan yang menjunjung tinggi faedah
barang, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi
menggunakan factor produksi alam dan tenaga kerja, sedangkan produksi
tidak langsung menggunakan factor produksi temuan yaitu modal dan
keahlian.
2. Distribusi
Distribusi adalah penyalur barang-barang produksi dari produsen
sehingga dapat diterima oleh para konsumen akhir. System distribusi
mencakup :
a) Sistem Liberal (bebas), barang dan jasa didistribusikan oleh
perusahaan swasta.
b). Sistem Terpimpin, barang dan jasa didistribusikan oleh
perusahaan Negara atau koperasi.
c). Sistem Campur Tangan, barang dan jasa didistribusikan oleh
perusahaan Negara dan swasta. Biasanya yang didistribusikan
oleh perusahaan Negara adalah keperluan vital, seperti air dan
listrik.
Setiap Negara akan berbeda dalam system pendistribusian barang
dan jasa untuk sampai pada konsumen. Hal ini tergantung kepada system
perekonomian yang dianut. System distribusi di Indonesia berbeda dengan
sistem distribusi ekonomi liberal. System distribusi di Indonesia harus
berjalan lancar dan adil, usaha untuk mempersingkat jalan distribusi yang
panjang dari perusahaan ke konsumen mendorong pemerintah menekan
3. Konsumsi
Dalam pengertian sehari-hari istilah konsumsi biasanya dengan
memakan makanan atau meminum minuman, tetapi dalam ilmu ekonomi
berarti penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusia.
Konsumsi dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi atau
menghabiskan kegunaan barang dan jasa, baik secara langsung maupun
secara berangsur-angsur, atau cara pemakaian barang konsumsi ini
masing-masing orang berlainan tergantung dari sikap lingkungan hidupnya
dan cara hidupnya. Selain itu besar kecilnya penghasilan seseorang
berpengaruh pada tingkat konsumsi mereka (Rosyidi, 2004 : 56).
Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan yang terbatas sedangkan
penghasilan itu sendiri adalah terbatas, maka setiap orang merasa bahwa
dirinya belum mencapai suatu kemakmuran. Dengan demikian jika
seseorang ingin menambah konsumsi maka ia harus menambah
penghasilan (Bintari dan Suprihatin, 1997 : 49)
Ciri-ciri melakukan konsumsi (konsumen) adalah :
1. Kualitas produksi, karena konsumen senantiasa menginginkan
barang yang baik sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan
untuk memperoleh barang tersebut.
2. Adil dan jujur didalam transaksi perdagangan.
3. Data barang, karena konsumen senantiasa menginginkan data
barang yang akan dibeli, misalnya tanggal kadarluarsa, cara
2.2.1.1 Teori Perilaku Konsumen Dan Permintaan
Perekonomian terdiri dari tiga kelompok subyek ekonomi, yaitu
konsumen dan produsen pemilih factor produksi. Setiap konsumen harus
menentukan bagaimana cara mengalokasikan uang miliknya terhadap
barang dan jasa yang ada di pasar. Penjumlahan dari seluruh barang dan
jasa yang diminta oleh masyarakat menunjukkan permintaan pasar.
Permintaan diartikan sebagai keinginan yang didukung oleh kekuatan daya
beli atau keinginan apa saja disebut sebagai permintaan potensial, maka
jumlah yang diminta (quantity demanded) adalah jumlah total suatu
komoditi yang diinginkan semua rumah tangga untuk membeli. Tiap
barang dan factor produksi mempunyai harga. Yang dimaksud dengan
harga adalah tingkat kemampuan suatu barang untuk dengan barang lain.
Suatu barang mempunyai harga karena harga barang itu berguna
(mempunyai kegunaan) dan langka, artinya jumlah yang tersedia kurang
dibandingkan dengan jumlah diperlukan. Jika orang mengatakan
permintaan, maka yang dimaksud adalah permintaan yang disertai daya
beli (money demand) terhadap suatu benda (Kadariah, 1994 : 1).
Yang mengartikan permintaan suatu jenis barang adalah sejumlah
barang yang dibeli (atau pembeli) bersedia membelinya pada tingkat harga
yang berlaku pada suatu pasar tertentu dan dalam waktu tertentu. Definisi
permintaan adalah bahwa permintaan merupakan sederetan angka
menunjukkan banyaknya satuan barang yang diminta pada berbagai
mengenai masalah permintaan adalah satu jenis barang saja dan bahwa
permintaan itu terjadi dipasar serta waktu yang juga tertentu.
Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta
kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan. Setiap orang boleh
saja ingin kepada apapun yang diinginkannya, tetapi jika keinginannya itu
tidak ditunjang dengan kesediaan membeli serta kemampuan untuk
membeli, maka keinginannya itupun hanya akan tinggal keinginan saja.
Disini jelaslah bahwa keinginan memang tidak membawa pengaruh
apa-apa terhadap harga, sedangkan permintaan berpengaruh (Rosyidi, 2004 :
239).
Dari hypotesa diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang
lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan
sebaliknya apabila harga barang tersebut turun, konsumen akan
menambah pembelian terhadap barang tersebut.
2. Kenaikkan harga menyebabkan pendapatan riil konsumen berkurang,
sehingga memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang
yang akan naik harganya.
Pengaruh Faktor Bunga Terhadap Permintaan :
a). Harga Barang Lain.
Hubungan suatu barang dengan barang lain dapat
1. Barang Pengganti / Barang Subsidi, yaitu apabila suatu
barang dapat menggantikan fungsi barang lain. Harga
barang subsidi dapat mempengaruhi permintaan
terhadap yang digantikannya. Contoh : Minyak tanah
dan Gas.
2. Barang Pelengkap / Complementer, yaitu apabila suatu
barang selalu digunakan secara bersama. Contoh : Gula
dan Kopi.
3. Barang yang tidak saling berhubungan. Contoh : Kapal
terbang dan Sandal jepit.
b). Pendapatan Konsumen
Berhubungan pendapatan konsumen akan menimbulkan
perubahan permintaan terhadap berbagai jenis jenis barang.
Jenis barang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu :
1. Barang Normal, yaitu barang yang permintaannya akan
meningkat apabila pendapatan konsumen naik. Barang
mewah / barang lux, barang kebutuhan sehari-hari.
2. Barang inferior / barang bermutu rendah, yaitu barang
yang diminta konsumen berpenghasilan rendah, apabila
pendapatan konsumen tersebut naik maka permintaan
c). Corak Distribusi Pendapatan.
Jika pemerintah menaikkan pajak pada orang kaya, untuk
menaikkan pendapatan yang berpenghasilan rendah, maka corak
permintaan barang berubah.
d). Cita Rasa Masyarakat / Selera.
Perubahan cita rasa mayarakat akan merubah permintaan
terhadap suatu barang.
e). Jumlah Penduduk.
Pertambahan penduduk akan diakui oleh adanya
kesempatan kerja. Dengan demikian akan merubah daya beli
masyarakat, selanjutnya akan menambah permintaan berbagai
barang.
f). Prediksi Masa Yang Akan Datang
jika konsumen memprediksi akan adanya kenaikkan harga
suatu barang dimana yang akan datang, maka permintaan terhadap
barang tersebut meningkat.
2.2.1.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Perubahan pendapatan konsumen artinya apabila konsumen
memiliki jumlah pendapatan yang lebih maka konsumen mampu untuk
membeli barang-barang yang digunakan sehingga akan mempengaruhi
jumlah permintaan.
Perubahan harga barang yang berkaitan artinya apabila permintaan
permintaan harga barang kedua dan sebaliknya penurunan harga barang
pertama akan menyebabkan penurunan harga barang kedua.
Perubahan jumlah atau komposisi konsumen artinya ekspektasi
mempengaruhi permintaan contohnya konsumen yang menduga akan
mengalami kenaikkan pendapatan bisa meningkatkan permintaan sebelum
pendapatan belum meningkat.
Perubahan selera konsumen artinya permintaan justru barang
dipengaruhi oleh selera konsumen. Konsumen akan meningkatkan jumlah
permintaan apabila barang tersebut memiliki kegunaan bagi konsumen
[image:33.595.151.485.390.644.2]dengan harga yang terjangkau.
Gambar 1 : Kurva Akibat Pergesaran Permintaan terhadap
Keseimbangan.
Sumber : Raharjo, 2000, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, LPFE,
Universitas Indonesia, Jakarta, Hal : 46.
D1
D0
Q0 Q1
0 P1
P0 E0
E1
S
Keterangan :
Pada kurva diatas ditunjukkan bahwa kurva permintaan bergeser ke
kanan kerena perubahan pendapatan. Titik keseimbangan bergeser dari E0
ke E1. Perpindahan ini menunjukkan bahwa kenaikkan permintaan
menyebabkan harga naik dari 0o ke P1 dan kuantitas barang bertambah
dan Q0 ke Q1. Akibat dari pergesaran ini menyebabkan harga turun dan
kuantitas barang akan berkurang.
2.2.1.3 Teori Perilaku Produsen Dan Penawaran.
Aktivitas dalam suatu perekonomian banyak ditentukan oleh dua
subyek ekonomi sebagai pelaku transaksi didalam pasar kedua factor
tersebut adalah : konsumen yaitu mereka yang mengkonsumsi atau
menggunakan sejumlah barang dan jasa sehingga terbentuklah permintaan,
factor lainnya adalah : produsen yaitu mereka menyediakan atau menjual
sejumlah barang dan jasa sehingga terbentuklah penawaran
Wujud permintaan terhadap suatu barang dan jasa belum
merupakan syarat cukup untuk mewujudkan transaksi didalam pasar.
Permintaan hanya dapat dipenuhi apabila penjual (produsen) akan
menyediakan sejumlah barang yang diperlukan tersebut. Perilaku penjual
dalam menyediakan dan memasarkan suatu jenis barang kepada konsumen
dipasar tersebut dengan penawaran (supply).
Penawaran adalah hubungan antara harga dan jumlah barang yang
ditawarkan. Secara spesifik, penawaran menunjukkan seberapa banyak
berbagai kemungkinan tingkat harga, hal ini diasumsikan konstan, hukum
penawaran menyatakan bahwa jumlah yang ditawarkan biasanya secara
langsung berhubungan dengan harganya. Jadi, semakin rendah harganya,
jumlah yang ditawarkan semakin sedikit ; semakin tinggi harganya,
semakin tinggi juga jumlah yang ditawarkan. (William, A. 2000: 47).
Gambar 2 : Kurva Akibat Pegesran Penawaran Terhadap
Keseimbangan.
Sumber : Raharjo, 2000, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, LPFE,
Universitas Indonesia, Jakarta, Hal : 46.
Keterangan :
Pada kurva diatas ditunjukkan bahwa kurva penawaran bergeser ke
kanan karena perubahan teknologi berarti penawaran telah bertambah
kenaikkan penawaran dari titik keseimbangan bergeser dari E0 ke E1 dan
berarti harga turun dari P0 ke P1 dan kuantitas barang bertambah dan Q0
ke Q1. Akibat dari pergesaran ini menyebabkan harga turun dan kuantitas
barang akan berkurang.
S1
S0
Q0 Q1
0 P0
P0
E0
E1
D
[image:35.595.146.509.252.483.2]2.2.1.4 Pengertian Elastisitas Secara Mikro
Teori Elastisitas adalah mengukur kepekaan satu variable dengan
variabel lainnya secara spesifik. Elastisitas adalah sautu bilangan yang
menunjukan persentase perubahan yang terjadi pada satu variable sebagai
reaksi atas setiap satu persen kenaikkan pada variable lain. Ekonom biasa
mengukur kecepatan tanggapan (responsiveness) dengan menggunakan
konsep elastisitas. Elastisitas adalah konsep umum yang dapat digunakan
untuk mengkuantifikasi tanggapan satu variable ketika variable lain
berubah.
2.2.1.5 Teori Elastisitas Permintaan Dan Penawaran
Jika dikaitkan dengan teori elastisitas permintaan ataun elastisitas
penawaran maka Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai pasar
monopoli tidak berpengaruh karena perubahan variable atau kondisi lain
yang mengganggu, karena berapapun tarif atau harga air per m3 yang
diberlakukan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), permintaan
sambungan air bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah
tetap karena air merupakan sarana penunjang kehidupan yang penting,
sebaliknya dengan permintaan besar atau kecil sekalipun pemenuhan air
bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) akan tetap diperhatikan
pengadaannya guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.2.1.6 Elastisitas Permintaan
Menurut Sugiarto (2002 : 102), Elastisitas permintaan adalah suatu
atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan suatu
komoditas. Secara umum penaksiran elastisitas permintaan berguna bagi
perusahaan maupun bagi pemerintah. Adapun manfaat dari penaksiran
elastisitas permintaan :
1. Bagi perusahaan (produsen), elastisitas permintaan dapat menjadi
landasan dalam menyusun kebijakan penjualannya. Bila diketahui sifat
responsive permintaan atas komoditas yang dihasilkan perusahaan,
pihak perusahaan dapat menentukan perlu tidaknya untuk menaikkan
harga jual komoditas yang dihasilkan.
2. Bagi pemerintah dapat digunakan untuk meramalkan kesuksesan dari
kebijakan tertentu yang akan dilakasanakan secara umum elastisitas
permintaan dapat dibedakan menjadi :
a). Elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity of
demand).
b). Elastisitas permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of
demand).
c). Elastisitas permintaan silang harga (cross price elasticity of
demand).
2.2.1.7 Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran adalah suatu ukuran kuantitatif yang
menujukkan besarnya pengaruh perubahan harga maupun factor-faktor
lainnya terhadap perubahan penawaran komoditas tersebut. Untuk mencari
Rumus :
ηЅ = Persentase perubahan jumlah komoditas X yang ditawarkan
Persentase perubahan harga
( Sugiarto, 2002 : 129)
Keterangan:
ηЅ = Elastisitas penawaran terhadap harga (price elasticity of supply).
Faktor-faktor yang mempengaruhi elastisitas penawaran adalah :
1. Sifat Perubahan Biaya Produksi.
Penawaran suatu komoditas merupakan penawaran yang tidak
elastis bila kenaikkan penawaran hanya dapat dilakukan dengan
mengeluarkan biaya tambahan yang sangat tinggi.
a). Kapasitas produksi telah mencapai tingkat yang tinggi sehingga
untuk menambah produksi harus dilakukan investasi baru.
b). Faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk meningkatkan
produksi sangat sulit untuk diperoleh.
2. Jangka Waktu Analisis.
Dalam menganalisis pengaruh waktu terhadap elastisitas
penawaran biasanya dibedakan tiga jenis jangka waktu :
a). Masa Amat Singkat
para penjual tidak dapat menambah penawarannya sehingga
dengan demikian penawarannya bersifat tiadk elastis sempurna.
b). Jangka Pendek
Dalam kapasiatas alat-alat produksi yang ada tidak
menggunakan kapasitas yang tersedia dengan cara menggunakan
faktor-faktor produksi termasuk modal secara lebih insentif.
c). Jangka Panjang.
Dalam produksi dan jumlah komoditas yang ditawarkan
dapat dengan mudah ditambah, oleh karenanya penawarannya bersifat
elastis (Sugiarto, 2002 : 135-136).
2.2.1.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran
Jumlah barang yang ditawarkan produsen kepada konsumen sangat
dipengaruhi oleh : harga, barang itu sendiri, ongkos produksi, tujuan
perusahaan tersebut dan tingkat teknologi yang telah digunakan.
Pengeluaran mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan
besarnya ongkos produksi, tanpa adanya kenaikkan produktivitas dan
efisiensi kenaikkan harga factor produksi akan menaikkan ongkos
produksi. Tujuan perusahaan dalam teori ekonomi melalui dimisalkan
perusahaan berusaha untuk memaksimumkan keuntungan tingkat
teknologi memegang peranan yang sangat penting didalam menentukan
banyaknya jumlah barang yang dapat ditawarkan, kemajuan teknologi ini
telah dapat mengurangi ongkos produksi, mempertinggi mutu suatu barang
dan dapat menciptakan barang-barang baru.
Dengan demikian penawaran akan suatu barang akan berbeda
sifatnya akan terjadi dalam tujuan yang ingin dicapai masing-masing
perusahaan, tingkat teknologi memegang peranan yang sangat penting
kemajuan teknologi ini telah dapat mengurangi ongkos produksi,
mempertinggi mutu suatu barang dan dapat menciptakan barang-barang
baru. Dalam hubungan dengan penawaran suatu barang, kemajuan
teknologi dapat memberikan dua manfaat yaitu :
a). Produksi dapat ditambah dengan lebih cepat dan ongkos
produksi yang lebih murah, sehingga dengan demikian dapat dicapai
keuntungan yang lebih tinggi.
b). Manfaat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemajuan teknologi
cenderung untuk menimbulkan kenaikkan penawaran.
2.2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
Dalam ilmu ekonomi makro dikenal adanya hubungan antara
tingkat pendapatan nasional dengan tingkat konsumsi masyarakat yang
bersifat positif.
Hal ini dimaksudkan bahwa makin tinggi tingkat pendapatan
masyarakat, maka tingkat konsumsi juga meningkat. Menurut Rahardja
Prathama, (2004 : 38), bahwa konsumsi tergantung pada besarnya tingkat
pendapatan dan keinginan untuk mengkonsumsi.
Jadi kecenderungan untuk mengkonsumsi marginal MPC
(Marginal Propensity To Consume). MPC ini didapat dengan
menggunakan rumus : MPC =
Y C
atau MPC adalah konsep yang
memberikan gambaran tentang berapa konsumsi akan bertambah bila
0 P A B R
M
K E
D
C
C G H I
Linier
Pendapatan (Y)
K
ons
um
si
( C )
yang dipergunakan untuk keperluan konsumsi, demikian pula sebaliknya
semakin kecil MPC, semakin kecil pula pendapatan yang dikonsumsi
sedangkan (c) adalah tingkat konsumsi dan (y) adalah pendapatan
[image:41.595.162.395.252.430.2]penduduk.
Gambar 3 : Fungsi Konsumsi Linier
Keterangan :
1. Tingkat pendapatan sebesar 0P maka konsumsi sebesar 0G segitiga sama
kaki adalah segitiga OPR. Oleh karena itu terdapat di saving (tabungan
negatif) sebesar RM arti dari di saving, kebutuhan konsumsi dapat ditutup
dengan pendapatan yang dimiliki.
2. Tingkat pendapatan sebesar 0A maka konsumsi sebesar 0H segitiga sama
kaki adalah segitiga 0AK. Titik K adalah BEP (Break Even Point). Garis
0A adalah BEI (Break Even Income) dan garis 0H adalah BEC (Break
Even Consumption). Oleh karena itu konsumsi sama dengan pendapatan
pada waktu BEP (Break Even Point), dikatakan bahwa konsumsi dapat
3. Tingkat pendapatan 0B maka konsumsi sebesar 0I segitiga sama kaki
adalah segitiga OBE. Oleh karena itu ada sisa pendapatan sebesar DE
[image:42.595.165.431.223.446.2]setelah digunakan untuk keperluan konsumsi.
Gambar 4 : Fungsi Konsumsi Non Linier
Keterangan :
Bahwa MPC maupun MPS tidak selalu konstan. MPC selalu
semakin menjadi kecil dengan meningkatnya pendapatan MPS semakin
besar seiring dengan meningkatnya pendapatan MPC menunjukkan
segitiga-segitiga CAB, BDE, dan EFG yakni ditunjukkan oleh sisi miring
segitiga siku-siku.
Hubungan pendapatan disposibel dan konsumsi Keynes
menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat
dipengaruhi oleh oleh pendapatan disposibel saat ini (current consumption
income). Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak
tergantung tingkat pendapatan, artinya tingkat konsumsi tersebut harus Linear
0 A D F
C B E G
Pendapatan ( Y )
K
ons
um
si
( C )
dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Jika pendapatan
disposibel meningkat maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja
peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan
disposibel.
2.2.2 Teori Pendapatan
Pendapatan merupakan factor penting bagi setiap orang dalam
usaha memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semakin tinggi pendapatan yang
diperoleh seseorang maka akan semakin banyak pula kebutuhan yang
dapat dipenuhi. Oleh karena itu setiap Negara akan berusaha untuk
meningkatkan taraf hidup berkaitan dengan pendapatan perkapita yang
diperoleh. Semakin tinggi pendapatan yang diperolehnya maka akan
terdapat dana yang disisihkan sebagai modal untuk menjalankan usahanya.
Beberapa pengertian tentang pendapatan yang dikemukakan oleh beberapa
ahli, antara lain :
“Menurut Sukirno, (2003 : 391), dalam kegiatan perusahaan
keuntungan ditentukan dengan cara mengurangkan berbagai biaya yang
dikeluarkan dari penjualan yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan
meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembayaran upah, pembayaran
bunga, sewa tanah, dan penghapusan. Apabila hasil penjualan yang
diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya tersebut diperolehlah
keuntungan”.
Pendapatan seseorang individu dapat didefinisikan sebagai jumlah
pada waktu tertentu atau yang diperoleh dari harta kekayaannya
(Boediono, 2000 : 170).
Pendapatan adalah menunjukkan jumlah seluruh uang yang
diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan
tenaga kerja. Pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga, serta
pembayaran transfer atau asuransi si penganggur (Samuelson, 1993 : 258).
Pendapatan adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan dalam
sautu perekonomian. Didalam konsep pendapatan adalah bentuk-bentuk
pendapatan yang tidak diterima oleh perseorangan, melainkan diterima
oleh pemerintah maupun business. Kedua bentuk pendapatan yang tidak
diterima oleh perseorangan itu masing-masing adalah pajak laba
perusahaan (diterima oleh pemerintah), dan laba tidak dibagi diterima
(business). Untuk mendapatkan pendapatan perseorangan, maka kedua
bentuk pendapatan ini harus dihilangkan (Mankiw, 2003 : 10).
Sehingga dapat disimpulakan bahwa pendapatan adalah jumlah
penghasilan yang diterima Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dalam
jangka waktu tertentu. Penghasilan yang dimaksudkan adalah jumlah total
pendapatan yang dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah produksi
yang dihasilkan dengan harga per m3 penjualannya.
2.2.2.1 Pengertian Pendapatan Perkapita
Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan standar
kenaikkan penghasilan riil perkapita. Pendapatan perkapita adalah sama
dengan pendapatan nasional riil atau output secara keseluruhan yang
dihasilkan selama satu tahun dibagi dengan jumlah seluruhnya
(Suparmoko, 2000 : 28).
Salah satu kegunaan pendapatan regional adalah dapat digunakan
untuk melihat perkembangan atau penurunan suatu daerah dari tahun ke
tahun dengan mendukung pembangunan yang ditujukan untuk mengurangi
kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran.
Pendapatan perkapita adalah pendapatan domestic regional bruto
didaerah yang bersangkutan dibagi jumlah penduduk didaerah tersebut
(Sukirno, 2002 : 417).
Dengan rumus sebagai berikut :
Pendapatn perkapita =
uduk jumlahpend
PDRB
Jadi dapat disimpulkan pendapatan perkapita adalah pendapatan
rata-rata penduduk disuatu daerah yang bersangkutan.
“Menurut Sukirno, (2001 : 417), ada beberapa factor yang
menimbulkan adanya perbedaan ditingkat pendapatan yaitu :
1). Pendapatan corak permintaan dan penawaran dalam berbagai
jenis pekerjaan.
2). Perbedaan dalam jenis-jenis pekerjaan.
3). Perbedaan kemampuan, keahlian dan pendidikan.
Pendapatan perkapita merupakan factor penting dalam
meningkatkan permintaan sambungan air bersih. Apabila pendapatan
perkapita masyarakat meningkat maka akan mengakibatkan permintaan air
bersih meningkat. Perhitungan pendapatan perkapita dalam penelitian ini
berdasarkan atas perhitungan menurut harga tetap, perhitungan tersebut
dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan rata-rata dari
penduduk suatu Negara dalam membeli barang-barang.”
Semakin tinggi pendapatan yang diperolehnya, maka akan terdapat
dana yang dapat disisihkan sebagai modal untuk menjalankan kegiatan
selanjutnya, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan
pendapatan nasional.
Pendapatan nasional saat ini masih tetap dianggap sebagai pilar
utama penyangga politik ekonomi, artinya kearah pendapatan nasional
itulah hampir semua kebijakan dibidang perekonomian difokuskan. Tak
ada satu Negara pun didunia yang tidak memandang penting masalah
pendapatan nasional. Untuk mengetahui arus terbentuknya pendapatan
[image:46.595.151.445.636.733.2]nasional, dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 5 : Gross National Product
Pendapatan
Sumber : Rosyidi. Suherman, 2004, Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan
Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, Penerbit Duta Jasa,
Surabaya, Halaman : 103.
Untuk membaca gambar tersebut diatas dapat dimulai dari sebelah
manapun juga, sebab semuanya akan memberikan pengertian yang sama.
Produksi menciptakan pembuatan barang dan jasa business tentu
memerlukan jasa-jasa produktif dari semua factor produksi dan dari situ
munculnya pendapatan, yakni berupa balas jasa untuk semua factor
produksi. Selanjutnya, pendapatan akan menciptakan pengeluaran, sebab
semua orang yang berpendapatan itu akan mengeluarkan pendapatannya
untuk membeli barang dan jasa, dan pada akhirnya pengeluaran akan
menciptakan produk, sebab pengeluaran itu tentu bertujuan untuk
ditukarkan dengan alat-alat pemuas kebutuhan hidup, yaitu barang dan
jasa. Oleh karena itulah business harus memenuhi pengeluaran masyarakat
dengan jalan produksi barang dan jasa (Rosyidi, 2004 : 103).
Sedangkan definisi dari pendapatan nasional menurut :
a). Mankiw (2003 : 10), prestasi ekonomi suatu bangsa atau Negara
dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat. Secara umum,
prestasi tersebut diukur melalui sebuah dengan istilah pendapatan
nasional.
b). Sukirno (2005 : 28), pendapatan nasional adalah jumlah dari
pendapatan factor-faktor produksi yang digunakan dengan
perhitungan pendapatan nasional, jumlah pendapatan itu disamakan
produk nasional netto harga-harga factor.
c). Suparmoko (2000 : 11), pendapatan nasional adalah
keseluruhan dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian dari suatu Negara dalam periode tertentu.
d). Rosyidi (2004 : 102), pendapatan nasional adalah semua barang
dan jasa yang tiap tahun dihasilkan oleh bangsa yang bersangkutan,
diukur menurut harga pasar.
Pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang dan jasa
yang dihasilkan suatu perekonomian Negara dalam satu tahun. Ada tiga
metode perhitungan pendapatan nasional :
1. Metode Produksi
Pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan
nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sector
produksi dalam suatu Negara dalam waktu satu tahun. Sector
produksi dibagi dalam dua sector yaitu pertanian, industri
pengolahan, pertambangan dan galian, listrik, air dan gas,
bangunan, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, bank dan
lembaga keuangan, sewa rumah, pertahanan, dan jasa-jasa lainnya,
jumlah nilai produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan
sector-sector tersebut selama satu tahun disebut Gross Domestic Product /
2. Metode Pendapatan
Menurut metode ini, pendapatan nasional dihitung dengan
cara menjumlahkan pendapatan factor-faktor produksi yang
digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa.
Faktor-faktor produksi terdiri dari modal, tanah, tenaga kerja, dan
ketrampilan atau skill yang digunakan tersebut diberi balas jasa
yang masing-masing bernama bunga, sewa, upah, gaji, dan laba.
Karena factor-faktor produksi tersebut dimiliki oleh seseorang atau
sekelompok dalam masyarakat, maka balas jasa kembali kepada
masyarakat sebagai pendapatan masyarakat.
3. Metode Pengeluaran
Perhitungan pendapatan nasional dengan cara ini yaitu
dengan menunjukkan seluruh pengeluaran dan lapisan masyarakat.
Pendapatan yang diterima oleh semua lapisan masyarakat akan
dibelanjakan pada berbagai barang dan jasa atau ditabung (Sukirno,
2002 : 36).
Pendapatan nasional dalam hal ini dapat ditinjau dari :
a). Pendapatan nasional harga berlaku dan harga tetap. Harga
berlaku yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu Negara
pada tahun tertentu dan dinilai menurut harga-harga yang berlaku
tahun tersebut. Harga tetap yaitu nilai dalam suatu tertentu dan
akan digunakan untuk menilai barang-barang dan jasa yang
b). Pendapatan nasional harga pasar dan harga factor. Harga pasar
yaitu perhitungan nilai barang berdasarkan harga yang dibayar oleh
pembeli. Sedangkan harga factor adalah nilai yang disumbangkan
oleh factor-faktor produksi (Sukirno,2002 : 35).
2.2.3 Pengertian Rumah Tangga
Menurut Lipsey, dkk (1993 : 47) sebuah rumah tangga
didefinisikan sebagai semua orang yang bertempat tinggal di bawah satu
atap dan yang membuat keputusan keuangan bersama atau yang
menyebabkab pihak lain mengambil keputusan keuangan bagi mereka.
Anggota rumah tangga sering kali disebut konsumen. Teori ekonomi
menempatkan sejumlah atribut bagi rumah tangga ini.
Rumah tangga juga bisa didefinisikan sebagai seseorang atau
kelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik,
biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur yang dimaksud
makan dari satu dapur adalah jika pengurusan kebutuhan sehari-hari
dikelola secara bersama-sama menjadi satu (Regrestrasi penduduk akhir
tahun, 2001 : x).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian rumah
tangga adalah sekelompok orang yang bertempat tinggal di bawah satu
atap dan yang membuat keputusan keuangan bersama atau yang
menyebabkan pihak lain mengambil keputusan yang konsisten serta
berusaha memperoleh kepuasan maksimum atau kesejahteraan rumah
2.2.4 Pengertian inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan dijumpai di
hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Adapun pengertian dari itu
sendiri adalah suatu keadaan yang mengindentifikasikan semakin
melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil
(intrinsik) mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000: 5).
Menurut Boediono (1996: 161) inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk menarik secara umum dan terus-menerus.
Pengertian inflasi menurut Gunawan (91991: 3) mencakup tiga
aspek yaitu:
1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkatkan,
yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada
waktu tertentu turun atau naik bidang dengan sebelumnya,
tapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
2. Peningkatan tersebut berlangsung terus-menerus, yang
berarti bukan terjadi pada suatu wilayah saja, yakni
akibatnya adalah kenaikkan harga bahan bakar minyak pada
awal tahun.
3. Mencakup pengertian tingkat harga umum, yang berarti
tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada suatu
komoditi atau beberapa komoditi saja.
Jadi inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan
waktu yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut,
nilai uang turun secara tujuan pula sebanding dengan kenaikan harga
tersebut.
2.2.4.1 Macam – macam inflasi
Inflasi dibedakan menjadi berbagai jenis berdasarkan keadaan yang
terjadi saat inflasi tersebut berlangsung, yaitu:
1. Berdasarkan bobot inflasi:
a. Inflasi ringan disebut juga creeping inflation. Inflasi
ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang
berlangsung secara perlahan dan berada posisi satu digit
atau dibawah 10% pertahun.
b. Inflasi sedang
Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju
pertumbuhan berada di antara 10 – 30 % per tahun atau
melebihi dua digit dan sangat mengecam struktur dan
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
c. Inflasi berat
Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju
pertumbuhan berada diantara 30 – 100% per tahun. Pada
kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh
total kecuali yang dikuasai oleh negara.
Inflasi sangat berat yang juga disebut hyper inflation adalah
inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per
tahun. (Khalwaty, 2000 : 34-35).
2. Berdasarkan sebabnya:
a. Demand Pull Inflation
Demand pull inflation terjadi karena adanya
kenaikan permintaan agresif selain dapat menaikkan
harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi
produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka
kenaikan permintaan tidak lagi mendorong output
(produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga saja.
b. Cosh Push Inflation
Pada kondisi cosh push inflation tingkat penawaran lebih
rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini terjadi
karena adanya perbandingan dengan tingkat permintaan. Ini terjadi
karena adanya kenaikan harga faktor produksi, sehingga produsen
terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu.
Penawaran total terus menurun karena semakin mahalnya biaya
produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama, maka
terjadilah inflasi.
3. Berdasarkan Asalnya:
Defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara
mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga
bahan makanan semakin mahal.
b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation)
Inflasi yang timbul karena adanya kenaikan harga-harga
diluar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita.
(Boediono, 1996: 164).
2.2.4.2 Dampak Inflasi
Dampak dari inflasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Equity Efect
Equity Effect adalah inflasi terhadap pendapatan. Dampak
inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang
mengalami kerugian terutama mereka yang berpenghasilan tetap
dan ada pula kelompok yang mengalami keuntungan dengan
adanya inflasi.
2. Efficiency Effect
Inflasi selain berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat
dan rumah tangga perusahaan karena lemahnya daya beli
masyarakat, juga berpengaruh terhadap biaya produksi.
Harga-harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga dapat
mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi, perubahan tersebut
dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagi macam
faktor-faktor produksi barang-barang tersebut menjadi lebih efisien.
(Khalwaty, 2000: 53 – 54).
2.2.4.3 Cara Mencegah Inflasi
Cara mencegah inflasi dapat dilakukan melalui beberapa
kebijaksanaan, antara lain:
1. Kebijaksanaan Moneter
Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan
jumlah uang beredar. Uang giral sebagai salah satu komponen
jumlah uang diatur oleh Bank Sentral melalui cadangan minimum
yang dinaikkan agar jumlah uang yang menjadi lebih kecil,
sehingga dapat menekan laju inflasi.
2. Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang
pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung
dapat mempengaruhi harga. Kebijakan fiskal yang berupa
pengurangan pengeluaran pemerintah serta pajak akan dapat
mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan output
Kenaikan jumlah output dapat dicapai dengan
kebijaksanaan penurunan bea masuk, sehingga impor barang
cenderung meningkat, dengan demikian kenaikan output ini dapat
memperkecil laju inflasi.
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan ceiling harga, serta
mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji atau upah
(dengan demikian, gaji atau upah secara riil tetap). Kalau indeks
harga naik, maka gaji atau upah juga naik. (Nipirin, 2003: 34 – 35).