• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Sendratari Mahabrata di Tengah Perjalanan Pesta Kesenian Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Sendratari Mahabrata di Tengah Perjalanan Pesta Kesenian Bali."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

DINAMIKA SENDRATARI MAHABHARATA

DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI

KADEK SUARTAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

DISERTASI

DINAMIKA SENDRATARI MAHABHARATA

DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI

KADEK SUARTAYA NIM: 0490371016

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

DINAMIKA SENDRATARI MAHABHARATA

DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya

Program Pascasarjana Universitas Udayana

KADEK SUARTAYA NIM: 0490371016

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

(4)
(5)

Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal, 16 Desember 2015

Panitia Penguji Disertasi, berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor: 4154/UN14.4/HK/2015, Tanggal 11 Desember 2015

Ketua: Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.

Anggota:

1. Prof. Dr. I Made Suastika, S.U. 2. Prof.Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A. 3. Prof. Dr. A.A. Gde Putra Agung, S.U. 4. Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.

5. Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. 6. Dr. Putu Sukardja, M.Si.

7. Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si.

(6)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

N a m a : Kadek Suartaya NIM. : 0490371016 Program Studi : Kajian Budaya

Fakultas/Program : Pascasarjana, Universitas Udayana

Judul Disertasi : Dinamika Sendratari Mahabharata di Tengah Perjalanan Pesta Kesenian Bali.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dari tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, ...Januari 2016

Kadek Suartaya, S.S.Kar, M.Si.

(7)

CANAKYA NITI SASTRA:

Jivantam mrtvan-manye

Dehinam dharma-varjitam Kubhuktam kusrutam caiva Matiman na prakasayet(Bab XIV-16)

Orang yang perbuatannya tidak sesuai dengandharma, sebenarnya ia sudah mati, walaupun masih hidup. Seorangdharmatmayaitu orang yang perbuatannya sepenuhnya

sesuai dengandharma, sebenarnya ia masih hidup, walaupun sudah mati.

(8)

Disertasi ini dipersembahankan kepada:

Pada semua dosen ISI Denpasar, istri tercinta Ni Made Sudiasih, kedua anak terkasih I Bagus Widjna Bratanatyam dan Sri Ayu Pradnya Larasari.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNYA sehingga penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul “Dinamika Sendratari Mahabharata di Tengah Perjalanan Pesta Kesenian Bali“

dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu ijinkan penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak dan Ibu seperti di bawah ini.

Bapak Prof. Dr. I Made Suastika, S.U selaku Promotor, yang telah banyak memberi arahan, bimbingan, petunjuk, dan masukan dengan penuh kesabaran dan kekeluargaan. Bapak Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A selaku Kopromotor I, juga telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta petunjuk yang sangat bermanfaat dalam suasana kekeluargaan. Demikian pula kepada Bapak Prof. Dr. Anak Agung Gde Putra Agung, S.U selaku Kopromotor II, yang juga telah banyak memberi masukan, bimbingan, dan saran yang sangat baik dengan kesabaran, sehingga penelitian disertasi ini dapat diselesaikan sesuai harapan.Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada segenap tim penguji tahap I (Tertutup) yaitu Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U (Ketua), Prof. Dr. I Made Suastika, S.U (Anggota), Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A (Anggota), Prof. Dr. A.A. Gde Agung Putra Agung, S.U(Anggota), Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A (Anggota), Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A (Anggota), Dr. Putu Sukardja, M.Si (Anggota), dan Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si (Anggota).

(10)

Udayana, atas dukungan fasilitas yang telah diberikan. Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S. (K), Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, atas bantuan yang telah diberikan. Bapak Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., Ketua Program Studi Pendidikan Doktor (S3) Kajian Budaya, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, atas segala arahan dan bimbingan yang telah diberikan. Bapak Dr. Drs. Putu Sukarja, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Doktor (S3) Kajian Budaya, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, atas segala arahan yang telah diberikan.

Bapak Rektor ISI Denpasar dan seluruh jajaran dan staf, atas dukungan serta dorongannya untuk meneruskan studi di Progran S3 Kajian Budaya Universitas Udayana, begitu pula kepada seluruh dosen yang mengajar di Program Studi Kajian Budaya atas bimbingannya selama penulis menempuh proses belajar di kelas maupun di luar kelas, sehingga ilmu dan pembekalan yang telah diberikan dapat berguna bagi penulis untuk terjun ke lapangan untuk mengadakan penelitian disertasi.

Bapak Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan surat tugas belajar dan bantuan beasiswa untuk membayar biaya kuliah, biaya hidup, dan pembelian sarana prasarana untuk menunjang proses pembelajaran.

Seluruh staf Program Studi kajian Budaya Universitas Udayana, Putu Sukaryawan, ST, Dra. Ni Luh Witari, Cok Murniati, SE, Ni Wayan Ariayati, SR, Putu Hendrawan, I Nyoman Candra, Ketut Budiarta yang telah banyak membantu dalam kelengkapan administrasi, petunjuk-petunjuk teknis sehingga dapat memperlancar proses

(11)

pendidikan. Tidak lupa kepada staf di perpustakaan yang sering membantu keperluan kepustakaan dan materi-materi dengan penuh kekeluargaan. Tak lupa disampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada kepada teman-teman seangkatan, yang memberikan motivasi, baik selama perkuliahan maupun dalam proses penelitian disertasi, agar penulis bersemangat menyelesaikan tugas akhir ini.

Kepada istri tercinta Ni Made Sudiasih, kedua anak terkasih I Bagus Widjna Baratanatyam dan Sri Ayu Pradnya Larasari yang selalu memberikan doa dan dukungan serta semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pedidikan program doktor di Universitas Udayana. Terimakasih sedalam-dalamnya juga kepada seluruh nara sumber yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penelitian disertasi ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Kekurangan ini sangat jelas terlihat pada tehnik penulisan, tata bahasa, kalimat, maupun hampir sebagian besar dari isinya. Untuk itu, besar harapan penulis kepada Bapak Promotor, penguji, dosen, maupun yang lainnya untuk memberikan saran, masukan dan koreksi demi lebih sempurnanya isi penelitian disertasi ini, sehingga layak dipertanggungjawabkan sebagai seorang akademisi.

Denpasar, Januari 2016 Penulis,

(12)

Sendratari Mahabharata adalah salah satu acara seni pertunjukan favorit sepanjang perjalanan Pesta Kesenian Bali (PKB), sejak tahun 1981 hingga 2014. Dibawakan oleh ratusan orang pemain, pertunjukan Sendratari Mahabharata di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Denpasar, selalu mendapat apresiasi yang tinggi dari penonton. Selain oleh masyarakat umum, pertunjukan Sendratari Mahabharata di PKB juga disaksikan oleh para pejabat pemerintah dan para petinggi negara. Dua institusi seni yang selama ini mendapat kepercayaan untuk membawakan kesenian ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Sukawati (semula Konservaroti Karawitan Indonesia—Kokar-Bali), dan Institut Seni Indonesia(semula Akademi Seni Tari Indonesia--ASTI) Denpasar. Sejak awal PKB hingga tahun 2014, Sendratari Mahabharata menunjukkan perkembangan yang sangat dinamis.

Dikonstruksi dari berbagai elemen seni pertunjukan tradisional Bali, Sendratari Mahabharata menjadi representasi seni pertunjukan Bali yang memberdayakan nilai-nilai budaya lokal di tengah hegemoni budaya global. Sebagai seni pertunjukan modern, Sendratari Mahabharata senantiasa menghadirkan presentasi estetik yang kreatif dengan terobosan-terobosan artistik yang inovatif.Semuanya ini membuat Sendratari Mahabharata mampu menjawab berbagai pergeseran nilai artistik dan estetik dalam tradisi budaya Bali.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menjelaskan dinamika perubahan Sendratari Mahabharata sepanjang tiga puluh tiga tahun perjalanan PKB. Rumusan masalah penelitian mencakup: a) bentuk perubahan apa sajayang terjadi pada Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan PKB, b) mengapaSendratari Mahabharata mengalami berbagai perubahan di tengah perjalanan PKB, dan c) apa makna dari semua perubahan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan PKB.

Keseluruhan data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen.Data dianalisis menggunakan metode kualitatif interpretatif.Teori utama yang digunakan adalah semiotika (Roland Barthes).Secara eklektik teori semiotika dibantu dengandua teori lainnya yaitu hegemoni (Antonio Gramsci) dan eksistensialisme (Jean Paul Sartre). Hasil analisis disajikan secara informal berupa penyajian dalam bentuk narasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika perubahan Sendratari Mahabharata PKB mencakup dua hal: bentuk intrinsik (elemen-elemen terdalam) dan eksterinsik (wujud luar). Kedua perubahan Sendratari Mahabharata PKB disebabkan oleh dorongan internal (keragaman khasanah seni pertunjukan Bali, kreativitas seniman, apresiasi penonton) dan eksternal (media massa, kemajuan teknologi, pengaruh globalisasi).Makna perubahan Sendratari Mahabharata PKB mencakup kreativitas seni, pelestarian budaya, inovasi seni budaya, pengayoman pemerintah, dan glokalisasi.

(13)

ABSTRACT

Sendratari Mahabharata is one of the most favorable performing art programs of The Annual Bali Arts Festival (BAF), since 1981 up to 2014. Performed by over one hundred performers, Sendratari Mahabharata performance at the Ardha Candra Open Stage, Bali Art Center in Denpasar, always highly appreciated by general audience.In addition to general public, the performance of Sendratari Mahabharata at the BAFsite is also attended by the local government officials as well other dignitaries. Two art institutions on Bali that have been trusted to perform this performing art form are The State High Vocational School 3 of Sukawati (formelyIndonesia Conervatorium of Traditional Performing Arts or Konservaroti Karawitan Indonesia—Kokar-Bali),and Indonesia Institute of The Arts(formelyIndonesia Dance Academy or Akademi Seni Tari Indonesia--ASTI) Denpasar. Since the early years ofBAFto 2014, Sendratari Mahabharata showsvery dynamic changes.

Constructed based upon various elements of Balinese traditional performing arts (music, dance, and drama),Sendratari Mahabharata becomes a representation of Balinese performing art which has creatively utilized local cultural values amidst the increasing hegemony of the global culture on Bali. As a form of modern Balinese performing art, Sendratari Mahabharata continuesly offers creative artistic presentation with briliantaestheticinnovation. With all of this Sendratari Mahabharata has been able to positively response all artistic and aesthetic shifts in Balinese cultural tradition.

The primary goal of this research is to examine and explain the dynamic changes of Sendratari Mahabharata in the course of thirty three yearsof execution ofBAF. Three proposed research questions are: a) what kind of formal changes Sendratari Mahabharata has experienced in the course of thirty three years of execution of BAF, b) whySendratari Mahabharata has undergone through many changes in the long years of execution ofBAF, andc) what are the significances of all changes in Sendratari Mahabharata in the course of thirty three years of execution of BAF.

The data for this dissertation are collected through observation, interview, and study documentation. The data areanalyzed using qualitative interpretative method. The grand theory used in this reserach issemiotic theory(by Roland Barthes). Thistheory is eclecticly supported with hegemonytheory (by Antonio Gramsci) and existentialism theory (by Jean Paul Sartre). The foundings researchis presented in the form writtennarrative report.

The final result of this researchsuggeststhat the dynamicchange of Sendratari Mahabharata in the course of thirty three yearsof execution of BAFincludes intrinsic form (essential elements) and extrinsic form (physical element). Both changes are stimulated by external factors (various artistic principles of Balinese performing arts, the creativity of the artists, the audience appreciation) and the external factors (mass media, modern technology, the influence of globalization). The significance of these changes includes local signify artistic creativity, cultural preservation, art and culture innovation, local government protection, and glocalization.

(14)

Sendratari Mahabharata adalah salah satu seni pertunjukan unggulan Pesta Kesenian Bali (PKB). Sejak ditampilkan pertama kali pada tahun 1981 hingga sekarang (2014), Sendratari Mahabharata menjadi pertunjukan favorit masyarakat penonton. Penampilan Sendratari Mahabharata di PKB diawali dengan judul “Sayembara Dewi Amba” yang merupakan karya bersama Akademi Seni Tari (ASTI) Denpasar dan Konservatori Karawitan (Kokar) Bali. Selanjutnya, pagelaran Sendratari Mahabharata garapan ASTI/STSI/ISI Denpasar atau pun garapan Kokar/SMKI/ SMK Negeri 3 Sukawati, menjadi mata acara pementasan yang senantiasa ditampilkan pada pembukaan dan penutupan PKB. Sepanjang perjalanannya di tengah PKB, pementasan Sendratari Mahabaharta mengalami suatu dinamika. Sebagai sebuah genre seni pertunjukan dengan prinsip estetik sendratari sebagai drama yang diungkapkan dengan seni tari,Sendratari Mahabharata mengalami perubahan.

Sendratari diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1960-an yang berawal di Jawa Tengah pada tahun 1961 dengan sumber lakon epos Ramayana. Pada tahun itu juga, seni pertunjukan dengan konsep estetik pengutamaan ungkapan seni tari ini muncul di Bali dengan mengangkat kisah dari legenda Jayaprana. Dalam perkembangannya, sendratari Bali disajikan dalam beragam sumber cerita, salah satunya adalah epos Mahabharata.

Epos Mahabharata merupakan sumber cerita beberapa seni pertunjukan tradisional Bali.Sendratari yang sejak awal perkembangannya di Bali berhasil menarik perhatian penonton juga banyak menggali lakon dari cerita karangan Begawan Wiyasa itu.Penggarapan lakon sendratari yang bersumber dari epos Mahabharata dilakukan

(15)

secara berkesinambungan, terjadi dalam Pesta Kesenian Bali (PKB).Penampilan Sendratari Mahabharata PKB menjadi salah satu seni pentas favorit yang banyak mengundang kehadiran penonton.

Sebelum menjadi seni pentas unggulan PKB, masyarakat Bali mulai menyaksikan pementasan sendratari di tengah lingkungan komunal masing-masing. Pada tahun 1970-an, Kokar Bali dan ASTI Denpasar memperkenalkannya sendratari ke hampir seluruh penjuru Bali. Sendratari Ramayana Kokar Bali atau ASTI Denpasar sering diundang masyarakat mengisi acara hiburan. Pementasan sendratari kedua lembaga pendidikan seni itu menginspirasi masyarakat membangun sendratari dalam sejumlah momentum. Utsawa Merdangga atau Festival Gong Kebyar (FGK) Se-Bali memasukkan materi sendratari yang wajib dipentaskan oleh duta masing-masing kabupaten.Sebagian sendratari yang dibangun oleh kantong-kantong seni di desa-desa maupun oleh utusan FGK kabupaten, menampilkan lakon yang diangkat dari epos Mahabharata.

Sendratari Mahabharata PKB digelar di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali. Pertunjukan seni pentas yang dibawakan oleh lebih dari seratus pelaku seni tari, tabuh, dan pedalangan ini oleh masyarakat penonton disebut sendratari kolosal. Dua lembaga pendidikan seni formal, ASTI/STSI/ISI Denpasar dan Kokar/SMKI/ SMK Negeri III Sukawati, diberikan kepercayaan oleh Pemerindah Daerah Provinsi Bali untuk menampilkan sendratari di arena PKB. Sejumlah lakon yang bersumber dari epos Mahabharata telah disendratarikan oleh kedua lembaga itu dan senantiasa mendapat perhatian besar penonton.

(16)

dalam perkembangan sendratari Bali menunjukkan adanya dinamika.Sendratari Mahabharata PKB menunjukkan suatu perkembangan yang merepresentasikan adanya dinamika kultural di tengah masyarakat Bali.Dinamika itu terlihat pada aspek perkembangan bentuk prinsip estetiknya hingga pada gagasan kultural yang memberikan dorongan terhadap keberadaannya. Dinamika seni yang dapat dimaknai adanya perubahan budaya adalah sebuah fenomena yang perlu ditelaah secara kritis dengan ilmu kajian budaya. Masalahnya adalah: 1) Bentuk perubahan apa saja yang terjadi pada Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali; 2) Mengapa Sendratari Mahabharata mengalami berbagai perubahan di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali; dan 3) Apa makna dari semua perubahan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali.

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran bagaimana kaitan dan perubahan dunia seni sebagai representasi budaya masyarakat pendukungnya. Melalui topik Sendratari Mahabharata PKB ini secara khusus ingin diperoleh gambaran bagaimana pergulatan para partisipan, pelaku dan penonton, menempatkan kreativitas dan inovasi sebagai sebuah semangat dan media untuk mengaktualisasikan nilai seni tradisi dalam konteks transformasi budaya dan di tengah-tengah dialektika global-lokal. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perubahan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan budaya PKB. Bertolak dari bentuk perubahannya, selanjutnya ditelusuriapa yang menjadi pendorong

(17)

perubahannya. Berdasarkan bentuk perubahan dan apa yang mendorong perubahannya tersebut lalu dipaparkan makna-makna yang terkandung di dalamnya.

Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan teorik-akademik dalam bidang kajian budaya dengan topik Sendratari Mahabharata, sebuah seni pertunjukan yang menjadi tontonan favorit masyarakat Bali selama lebih dari 30 tahun di arena PKB. Kedua, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan konsep bagi kalangan akademisi yang mendalami bidang estetika, khususnya estetika seni pertunjukan inovatif yang mengeksplorasi seni tradisi dan juga sekaligus mengadopsi nilai-nilai modern kontemporer.

Penelitian ini mengandung tiga konsep dasar yaitu dinamika, Sendratari Mahabharata, dan Pesta Kesenian Bali. Konsep dinamika dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai sesuatu yang mengacu pada suatu perubahan.Sendratari Mahabharata adalah konsep yang mengacu pada genre dramatari yang lakonnya bersumber dari epos Mahabharata, para penarinya tidak menggunakan dialog langsung.Pesta Kesenian Bali dalam penelitian ini dimaksudkan bahwa pesta seni yang berlangsung setiap tahun sejak tahun 1979 adalah arena berkesenian dan ruang kreativitas para seniman mengekspresikan beragam gagasan dan idealisme seninya dengan harapan mampu memberi arti pada kehidupan di tengah era globalisasi masyarakat modern Bali.

Penelitian ini bersandar pada tiga teori budaya yang relevan dengan topik berspektif kajian budaya.Pertama, teori semiotika yang ditempatkan sebagaigrand theory yang terutama diaplikasikan mengkaji tanda-tanda dalam presentasi estetik sendratari,

(18)

untuk menyangga keberadaan para pelaku budaya dalam tanggung jawab kemanusiaannya sebagai insan berbudaya. Ketiga, teori hegemoni untuk dijadikan sandaran teoritis bagaimana dominasi globalisasi dan hegemoni pemerintah terhadap ekspresi budaya lokal, khususnya berkaitan dengan keberadaan Sendratari Mahabharata PKB. Ketiga teori tersebut diaplikasikan secara eklektik sesuai dengan fungsi dan kedudukannya.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif interpretatif dengan titik tolak pengamatan yang mengacu pada pesatnya perkembangan ilmu sosial demikian pula ilmu humaniora, khususnya Kajian Budaya, yang dianggap belum cukup hanya semata-mata menggunakan metode kualitatif saja. Metode penelitian kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial sehari-hari yang analisisnya berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, dan/atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam penelitian ini, metode kualitatif diperluas dengan cara-cara penapsiran yang secara khas bersifat tekstual, sebagai kualitatif interpretatif.

Penelitian ini menghasilkan tiga temuan yaitu: 1) Konsep estetik sendratari sebagai seni dramatik yang diungkapkan dengan simbolik tari, dalam Sendratari Mahabharata PKB, berubah menjadi verbal realistik; 2) Faktor dominan yang mendorong dinamika Sendratari Mahabharata PKB adalah para kreator atau seniman pelaku Sendratari

(19)

Mahabharata PKB itu sendiri; dan 3) Ditemukan makna hegemoni kompromistis pada dinamika Sendratari Mahabharata PKB, dimana pemerintah sebagai penyedia dana, kreator/seniman pelakusebagai penggarap dan penyaji, dan masyarakat Bali sebagai penonton yang apresiatif, bersinergi menyangga keberadaan Sendratari Mahabharata PKB sejak 1981-sekarang (2014).

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut.Bentuk perubahan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali terbagi dua yaitu perubahan instrinsik dan perubahan ekstrinsik. Perubahan yang pertama menyangkut elemen-elemen terdalam atau esensialsementara perubahan yang kedua mencakup elemen-elemen luar atau tambahan dari Sendratari Mahabharata PKB. Jalinan dari perubahan instrinsik dan ekstrinsik ini memunculkan tiga tingkatan dinamika. Pertama, pada awalnya, Sendratari Mahabharata PKB disajikan sebagai seni dramatik audio visual simbolik. Kedua, Sendratari Mahabharata PKB berdinamika menjadi seni dramatik audio visual yang simbolik dan verbal. Ketiga, Sendratari Mahabharata PKB menjadi garapan seni dramatik audio visual yang verbal dan realistik.

Apa yang menjadi pendorong dinamika Sendratari Mahabharata di tengahperjalanan Pesta Kesenian Bali terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mendorong perubahan Sendratari Mahabharata PKB, ditemukan pada keberagaman khasanah seni pertunjukan Bali yang menjadi acuan kreativitas sendratari kolosal; kreativitas seniman Sendratari Mahabharata PKB; dan apresiasi masyarakat penonton. Dorongan aspek eksternalnya adalah media massa; perkembangan teknologi; dan gelombang globalisasi.

(20)

Kesenian Bali, merepleksikan lima makna kultural yaitu: makna kreativitas seni; makna pelestarian budaya; makna inovasi seni budaya; makna kerja sama masyarakat dengan pemerintah, dan makna glokalisasi. Kelima makna tersebut merepresentasikan Sendratari Mahabharata PKB sebagai ungkapan seni kreatif-inovatif yang diayomi Pemda Bali sebagai representasi dari politik kebudayaan di tengah era globalisasi.

(21)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..……… i

PERSYARATAN GELAR ……… ii

LEMBAR PERNGESAHAN………... iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,DAN MODEL... ... 39

(22)

2.2 Konsep ... 48 2.2.1 Dinamika ... ... 48 2.2.2 Sendratari Mahabharata ... .53 2.2.3 Pesta Kesenian Bali... ... ... 61 2.3 Landasan Teori ... 76 2.3.1 Teori Semiotika ... 76 2.3.2 Teori Eksistensialisme ...84

2.3.3 Teori Hegemoni ... 88 2.4 Model Penelitian ………. 93

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 101

3.1 Rancangan Penelitian..……… 101 3.2 Pendekatan..……….103 3.3 Ruang Lingkup...107 3.4 Lokasi ... 107 3.5 Jenis dan Sumber Data ... 108 3.6 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data...109 3.7 Metode dan Teknik Analisis Data ... 111 3.8 Metode dan Tehnik Penyajian Hasil Analisis Data...112

BAB IV EKSISTENSI SENDRATARI MAHABHARATA DI TENGAH

KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA BALI... 116 4.1Perintis Sendratari Bali I Wayan Beratha ... 118

4.2 Kondisi Seni Pertunjukan Bali pada Awal Kelahiran Sendratari ... 127

4.2.1 Situasi Sosial Ekonomi ... 128

4.2.2 Situasi Sosial Politik ... 130 4.2.3 Situasi Sosial Budaya……….. 133

(23)

4.3Eksistensi Sendratari Mahabharata sebelum Pesta Kesenian Bali... 138 4.3.1 Sendratari MahabharataBanjar/Desa ... 139

4.3.2 Sendratari Mahabharata Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ... 141 4.3.3 Sendratari Mahabharata Sekolah/Akademi Seni ... 145 4.4 Sendratari Mahabharata Pemda Bali dalam Pesta Kesenian Bali.. ... 148

BAB V BENTUK PERUBAHAN SENDRATARI MAHABHARATA

DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI... 154 5.1 Perubahan Instrinsik ... 157

6.1.2 Kreativitas Seniman Sendratari Mahabharata ... ... 213 6.1.3 Apresiasi Masyarakat Penonton .... ... 216 6.2 Faktor Eksternal... 219 6.2.1 Media Massa... 219

(24)

6.2.2 Perkembangan Teknologi... 230 6.2.3 Gelombang Globalisasi ... 234

BAB VII MAKNA DINAMIKA SENDRATARI MAHABHARATA DI

TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI……… 239

7.1 Makna Kreativitas ………... 246 7.2MaknaInovasi Seni……….258 7.3 Makna Pelestarian Budaya ……… 265 7.4 Makna Kerja Sama Masyarakat denganPemerintah………..271 7.5 Makna Glokalisasi ……… 278 8.1 Temuan………285

9.1Refleksi ………... 286

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ………. 290

8.1 Simpulan ... 290 8.2 Saran ... 293

DAFTAR PUSTAKA... 296 LAMPIRAN-LAMPIRAN...312

1.Pedoman Wawancara ……….. 312 2.Daftar Informan ………... 315 3.Foto-foto Pertunjukan Sendratari Mahabharata PKB……….322

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 4.1 Perintis sendratari BaliI Wayan Beratha... 119 4.2 Salah satu adegan Sendratari Ramayana ciptaan I Wayan Beratha.... 123 4.3 Drama Gong... 135 4.4 Sendratari Mahabharata PKB... 149 4.5 Sendratari Mahabharata “Bisma Dewabharata“ ISI Denpasar ... 153 5.1 Tokoh Sakuni dan Bima dalam Sendratari Mahabharata PKB……... 159 5.2 Sendratari Mahabharata PKB dengan penggunaan properti gajah... 163 5.3 Sendratari Mahabharata “Garuda Digjaya” ISI Denpasar, PKB 2013.. 165 5.4Sendratari Mahabharata “Sakuni Raja Winaya“ SMKN 3 Sukawati .. 168 5.5 Koreografi kelompok besar Sendratari Mahabharata PKB ………… 175 5.6Sendratari Mahabharata “Kunti Yadnya” SMKN 3 Sukawati ………... 178 5.7 Gamelan Gong Gede,dipakai mengiringi Sendratari Mahabharata PKB.. 186 5.8 Dalang dan gerong, dan penabuh Sendratari Mahabharata PKB ...195 5.9 Perubahan tata busana Sendratari Mahabharata PKB ………... 202 5.10 Sendratari Mahabharata “Sakuni Raja Winaya“ SMKN 3 Sukawati ... 205 6.1 Arja “Katemu Ring Tampaksiring” GEOKS Singapadu ………... 211 6.2 Faktor internal berkontribusi pada perubahan Sendratari Mahabharata. 216 6.3 Media massa memberi perhatian besar pada Sendratari Mahabharata .. 221 6.4 Teknologi pengeras suara dan lampu Sendratari Mahabharata PKB ...231

(26)

antawecana: penggunaan bahasa dalam seni pertunjukan Bali, khususnya wayang kulit.

art by metamorphosis : seni pertunjukan yang menyesuaikan diri untuk kepentingan wisatawan.

art by destination : keberadaan seni untuk kepentingan setempat.

asta : bilangan delapan, misalnya dipakai dalam istilahasta dasa parwayang berarti 18 parwa dalam episode epos

Mahabharata.

babancihan : karakter tari Bali antara laki-laki dan perempuan.

babanjaran : sifat sesuatu kegiatan yang mengedepankan nilai sosial organisasi banjar.

bale pegambuhan : tempat gamelan dan pelatihan dramatari gambuh pada zaman kerajaan Bali.

balih-balihan : seni pertunjukan Bali yang bersifat profan sebagai seni hiburan.

bale banjar : bangunan umum milik organisasi sosial banjar merupakan tempat rapat dan kegiatan sosial budaya.

bebali: klasifikasi tari Bali yang berfungsi untuk melengkapi upacara keagamaan.

ballet: nama dari salah satu teknik tarian atau dramatari tanpa dialog langsung.

banjar: unit organisasi sosial di bawah desa.

baris: tari upacara yang dibawakan oleh kaum pria.

barungan: ansambel gamelan Bali.

blencong: lampu oncor dalam pertunjukan wayang kulit

(27)

menggunakan minyak kelapa.

bricolage: praktik menstranformasikan material yang ada di tangan atau yang ditemukan menjadi satu bentuk

komposisi.

cak: sebuah seni pertunjukan tari yang musiknya menggunakan suara vokal penarinya sendiri.

canggem: lidah di dalam topeng yang digigit penari.

carangan: lakon karangan yang bersumber dari cerita utama.

cultural representation: ungkapan kebudayaan atau bentuk keterwakilan budaya.

commercial support: dukungan dana atau sponsor.

communal support : dukungan masyarakat.

dag: tukang komando dalam pertunjukan janger yang sekaligus bertindak selaku penceritra.

dasa: bilangan sepuluh, lihat asta.

desa-kala-patra: konsepsi penghormatan terhadap fleksibelitas tempat, waktu, dan keadaan.

desamawacara: tradisi atau aturan yang berlaku di sebuah desa. dharma: tugas hidup menurut agama Hindu berdasarkan

kebenaran.

genre: jenis seni.

gerong: lagu dalam sendratari yang menggarisbawahi adegan-adegan tertentu

.

gelungan : tutup kepala dalam tari Bali.

gelatik nuut papah: gerak dalam tari Bali yang meniru burung gelatik menyusuri batang daun (kelapa, enau, pisang).

(28)

gesture: gerak badan atau gerak gerik dalam seni pertunjukan

goverment support: dukungan dari pihak pemerintah.

Hyang Widhi Wasa: sebutan Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Hindu di Indonesia.

igel-igelan bongol: sindiran pada sendratari di mana penarinya tidak berantawacana langsung melainkan dibawakan

olehdalang.

high culture: budaya elit yang berkonotasi adi luhung. kalangan: arena terbuka berbentuk segi empat, tempat pementasan seni pertunjukan.

kakebyaran: seni pertunjukan Bali yang mendapat pengaruh senikebyar.

kaklenyongan: nama pukulan dalam gong gede yang memainkan pokok-pokok melodi lagu.

kanda: sebutan episode cerita dalam epos Ramayana yang terdiri dari tujuh kanda.

katengkong: pembantu dalang yang duduk di kiri kanan dalang wayang kulit Bali yang sering juga disebuttututan.

kerauhan: seseorang yang tidak sadarkan diri yang dipercayatubuhnya dimasuki roh halus atau

dewa.

insider: peneliti sebagai orang dalam.

kamen: kain untuk menutupi bagian pinggang ke bawah

kecak: istilah untuk menyebut penari pria dalam tari janger.

klangsah: topi yang dianyam dari jalinan daun kelapa.

(29)

klipes: nama binatang air untuk menyebut bentuk bilah gangsa gamelan gong kebyar gaya Bali Utara.

kitsch: garapan seni yang mengedepankan selera penonton. kotekan: bentuk jalin menjalin dalam gamelan Bali antara

pukulan polos (on beat) dengan pukulan nyangsih (of beat). Istilah kotekan juga disebut dengan

candetandanubit-ubitan.

kurma: awatara Dewa Wisnu dalam wujud penyu dalam kisah Adi Parwa epos Mahabharata.

kuskus arum : salah satu lagu dalam tari sanghyang yang isinya mengharap penari sanghyang kesurupan.

lalambatan : sebutan untuk jenis gending-gending klasik dalam gamelan gong gede dan gong kebyar.

lalengisan: berwujud bersahaja tanpa ukiran dan warna-warni. Gamelanlalengisanartinya tanpa ukiran

dan warna-warni.

lembu angadeg: pose dalam tari Bali yang menggabarkan lembu berdiri.

lighting : perangkat tata lampu.

locomotion: menjadi pelopor atau perintis.

low culture: budaya lambat atau statis yang tak terpengaruh kemajuan.

jaba pura: halaman luar pura, tempat pementasan seni hiburan.

jaba tengah: halaman luar yang terletak di tengah sebuah puri ataupura.

jeroan: halaman paling suci di sebuah pura.

(30)

mabulet : memakai kain dengan dicawatkan.

malampahan : seni pertunjukan yang dalam penampilannya menggunakan lakon. Janger malampahan arti tari

janger yang disertai lakon, misalnya Arjuna Wiwaha, Cupak-Gerantang, Sampik dan sebagainya.

mabarung : pentas saling berhadap-hadapan antara dua grup seni pertunjukan.

marchingband: musik lapangan yang dilengkapi dengan penari dan pengibar panji-panji.

mass culture: budaya massa atau budaya masyarakat kebanyakan.

master piece: adiluhung, yang terbaik, unggul. multiculturalism: keberagaman budaya.

nabdab gelung: gerak dalam tari Bali yang seakan menegakkan posisi gelungan.

nabdab rumbing: gerak dalam tari Bali yang seakan mematut posisi rumbing.

ngadungang lampahan: kebiasaan merundingkan lakon para seniman tradisonalBali sebelum pentas.

ngayah: mempersembahkan seni secara tulus atau non profit dalam masyarakat Bali.

nyambir:gerak dalam tari Bali yang seakan memperbaiki saput.

ngelawang: tradisi pentas secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

ngebyar : pukulan bersama dalam karawitan Bali yang

(31)

mengacu pada ciri khas gamelan kebyar.

ngeraja singa:pose dalam tari Bali yang berperangai bagai singa. ngotonin : perayaan hari lahir setiap 250 hari sekali.

nusdus: prosesi dalam tari sanghyang yaitu pada waktu sangpenari dihadapkan dengan asap yang

mengepul.

odalan : perayaan pura, biasanya berlangsung setiap 250 hari sekali.

ogoh-ogoh: patung raksasa yang dibuat besar diarak pada saat menjelang Nyepi.

onderbouw : apliasi atau bagian dari sebuah partai.

palegongan : bentuk tari Bali yang koreografinya mengacu pada pakem tari legong.

pagambuhan : bentuk seni pertunjukan dramatari yang mengacu kepada konsep estetik ganbuh.

paras-paros sarpanaya: hidup rukun berdampingan dalam kebersamaan. pawayangan : bentuk seni pertunjukan menggunakan boneka

dari kulit sapi atau kerbau.

participant observer: peneliti yang terlibat di dalamnya. patet: tangga nada dalam gamelan laras pelog

tujuh nada. Ada patet selisir, sunaren, tembung, dan lebeng,

parwa: episode cerita Mahabharata dalam tradisi Bali. Mahabharata terdiri dari 18 parwa. Istilah parwa juga mengacu pada dramatari yanglakonnya bersumber dari epos Mahabharata.

perimbuhan: bentuk perpaduan dalam seni pertunjukan Bali dari sejumlah genre.

(32)

pertunjukan.

prada: warana kuning emas yang mendominasi kostum seni pertunjukan tradisional Bali.

postcard: foto seukuran kartu post.

pura: bangunan tempat persembahyangan.

puri:keraton atau rumah kaum bangsawan di Bali. saput: busana untuk menutupi badan.

satyam: prinsip kebenaran.

siwam: prinsip kesucian.

sundaram: prinsip keindahan. signifier: penada

signified: petanda

spectacle: seni pertunjukan berunsur kehebatan dan kejutan.

sudra : golongan masyarakat kebanyakan (jaba)

tri wangsa: golongan bangsawan brahmana, kstria, waisya.

rwa bhineda: filosofis dua yang berbeda dalam kehidupan.

sekaa : organisasi sosial yang menangani pada bidang-bidang tertentu.

sendon : olah vokal oleh seorang dalang yang menggarisbawahi lakon seni pertunjukan. Sendon dapat dijumpai dalam

dramatari gambuh, legong, dan sendratari.

sound system: perangkat tata suara.

(33)

tirta amerta: air suci yang disebut dalam dari mitologi gunung Mandaragiri yang dimuat pada bagian awal epos

Mahabharata.

theatre state: negara panggung, sebutan dari Geert pada sistem pencitraan kerajaan di Bali.

the drama of magic: drama tari yang mengisahkan ilmu hitam dalam cerita Ccalonarang.

trance: kesurupan dalam seni dan budaya Bali.

stock character: karakter utama dalam seni pertunjukan.

strongking : lampu pompa yang menggunakan energi minyak tanah.

tungguh: wadah penyangga gamelan yang terbuat dari kayu.

tumpek wayang: sebuah siklus waktu yang berlangsung 250 hari sekali. Tumpak wayang dirayakan sebagai hari suci

untuk wayang, gelungan, tapel, dan kostum tari. wali: klasifikasi seni tari yang bersifat sakral.

wantilan : bangunan tradisional Bali yang terbuka, biasanya menjadi tempat pelatihan seni pertunjukan.

world culture: budaya dunia.

udeng: tutup kepala yang terbuat dari kain.

uger-uger: patokan atau standar, aturan-aturan.

(34)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sendratari Mahabharata adalah salah satu karya seni pertunjukan yang diunggulkan dalam Pesta Kesenian Bali (PKB). Mengintegrasikan tiga elemen pokok, yaitu drama, tari, dan karawitan ini, dengan lakon yang bersumber dari epos Mahabharata, Sendratari Mahabharata selalu dijadikan materi sajian utama dan kehadirannya senantiasa disambut penuh antusias oleh penonton. Sejak pertama kali ditampilkan di arena PKB pada tahun 1981 hingga sekarang (2014), Sendratari Mahabharata terus berubah secara dinamis mengikuti semangat kreativitas para kreatornya yang mencoba untuk menjawab pergeseran selera artistik penonton Bali di zaman globalisasi ini. Perubahan dan inovasi bentuk Sendratari Mahabharata di sepanjang perjalanan PKB menunjukkan sebuah dinamika kesenian yang selama ini cenderung luput dari pengamatan peneliti dan pemerhati seni di Bali.

(35)

2

tandak untuk menggarisbawahi adegan namun dengan dialog verbalnya mengendalikan para penari. Padahal sajian seni pertunjukan yang digarap secara kolosal ini, pada tahun-tahun awal penyelenggaraan PKB, masih taat dengan prinsip estetik sendratari dengan pengutamaan tari sebagai media ungkap dramatiknya.

Penonjolan pendramaan dan verbalisasi antawacana dalang tersebut, menggeser prinsip estetika sajian tari Sendratari Mahabharata PKB. Tari sebagai ekspresi tata artistik sendratari, kemudian seakan terdistorsi daya estetiknya ketika penggunaan unsur-unsur properti besar pada seni pertunjukan yang senantiasa digelar di Panggung Ardha Candra tersebut. Penggunaan properti sebenarnya sudah muncul pada penggarapan Sendratari Mahabharata pada tahun 1980-an yang penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan. Akan tetapi, pada tahun 2000-an, penggunaan properti mendapat porsi penggarapan dan penampilan yang ditonjolkan. Properti besar berupa kereta kuda, gajah, harimau, naga, garuda, dan bentuk-bentuk raksasa, menjadi atraksi menonjol Sendratari Mahabharata PKB. Simbolisasi maknawi dan imajinatif yang semestinya lewat estetika tari, tampak lebih diberikan ruang kepada properti-properti besar. Penonjolan properti ini menunjukkan adanya perubahan sendratari sebagai dramatari simbolik menjadi realistik.

(36)

(Wolff dalam Smiers, 2009: 122). Dalam perannya sebagai penyimpan makna kebudayaan, perubahan Sendratari Mahabharata di tengah-tengah perjalanan PKB merepresentasikan adanya dinamika seni dan kultural di era globalisasi ini. Perubahan prinsip estetik Sendratari Mahabharata PKB, merupakan presentasi teks yang merepresentasikan konteks. PKB sebagai sebuah forum apresiasi seni menunjukkan representasi dinamika budaya seperti yang dapat dimaknai dari keberadaan dan perubahan Sendratari Mahabharata.

(37)

4

Genre sendratari telah dikenal luas di tengah-tengah masyarakat Bali pada tahun 1970-an. Ketika kemudian dramatari yang dikonstruksi dari elemen-elemen seni tari, karawitan, dan pedalangan ini dipentaskan secara khusus sejak awal PKB, 1979, eksistensinya sebagai genre seni pertunjukan yang banyak digemari oleh masyarakat semakin kokoh. Sementara itu, bersama bentuk-bentuk kesenian lainnya, sendratari ikut mengisi kehidupan sosio-kultural-religius masyarakat Bali. Pada tahun 1970-an, Sendratari Ramayana disambut hangat pementasannya di desa-desa dengan sebutan Ramayana Ballet (Picard, 2006: 222). Pementasan sendratari dapat disaksikan sebagai seni tontonan yang berkaitan dengan ritual keagamaan dalam suasana komunal hingga disuguhkan sebagai presentasi estetik dalam ruang formal yang disimak masyarakat kebanyakan dan para pejabat negara. Tata garap estetik dan pesan moral dari lakon Sendratari Ramayana yang mengisahkan perjuangan dharma (Rama) menundukkan adharma(Rahwana), mendapat apresiasi yang baik masyarakat penonton.

(38)

parwa maupun sendratari yang mempergunakan lakon-lakon carangan. Berikut adalah lakon-lakon Sendratari Mahabharata PKB dari tahun 1981 hingga tahun 2014.

No. Tahun Judul Sendratari Mahabharata PKB 1 1981 Sayembara Dewi Amba

Pandawa Korawa Aguru Bale gala-gala

2 1982 Sayembara Drupadi

Pandawa Korawa Main Dadu Pembuangan Pandawa 3 1983 Matinya Kicaka

Gugurnya Bhisma Gugurnya Abimanyu Gugurnya Gatutkaca

4 1984 Gugurnya Karna Gugurnya Salya Gugurnya Duryadana Hancurnya Dewarawati 5 1985 Nara Kusuma

Dewa Ruci

Lahirnya Gatutkaca 6 1986 Ekalawya

(39)

6

7 1987 Parikesit 8 1988 Sutasoma 9 1989 Kunjarakarna 10 1990 Sakuntala

Kangsa Lina Arjuna Pramada Krena Duta 11 1991 Pandawa Asrama

Swarga Rohana 12 1992 Gatotkaca Seraya

Prabu Nala

13 1993 Gatutkaca Makrangkeng Lahirnya Kala

14 1994 Narakusuma Karna Tanding Subadra Larung Pandawa Maguru Jati 15 1995 Prabu Danureja

(40)

Praja Winangun 17 2004 Siwa Tatwa

Nara Kususma

18 2007 Gugurnya Niwata Kawaca Bima Dadi Caru

19 2009 Bhima Swarga 20. 2010 Kunti Yadnya

21 2011 Bhisma Dewabharata 22 2012 Purusada Santa

Nila Candra Ngeka Swarga 23 2013 Garuda Digjaya Mahambara

Sakuni Raja Winaya 24 2014 Astina Praja Werdhi

(41)

8

memperoleh wadah dan ruang kreativitas dan inovasi yang dalam perjalanannya mendapat perhatian tersendiri masyarakat. Keberadaan panggung terbuka Ardha Candra Taman Budaya Bali menjadi salah satu stimulus penting terhadap sendratari PKB. Penyesuaian terhadap panggung Ardha Candra yang luas dan besar dengan tata suara dan lampu canggih, menurut pakar teater Amerika, Fredrik Eugene deBoer (1996), menempatkan sendratari sebagai seni pertunjukan modern. Panggung yang luas dan jarak penonton yang relatif jauh dalam pementasan sendratari kolosal PKB, menyebabkan perubahan dari prinsip tari Bali yang terinci menjadi prinsip global (Bandem, 1996:68). Pada awalnya, perubahan prinsip tari Bali dalam sendratari kolosal PKB sempat membuat khawatir para pemerhati seni pertunjukan tradisi.

Sampai pada pementasan yang ketiga sendratari itu masih mendapat kritik yang cukup tajam dari para pengamat tari Bali. Bagi mereka yang fanatik dengan tari klasik Bali sering melontarkan ungkapan bahwa sendratari itu tidak menggunakan uger-uger tari Bali, hanya jalan-jalan di panggung tanpa memperhitungkan keluwesan dan ekspresi tari yang matang. Penilaian semacam itu semula ada benarnya dan justru kecaman itu menumbuhkan semangat baru bagi para perancang sendratari untuk menemukan motif-motif baru dalam tari Bali. Peranan dalang dikembangkan, untaian filsafat dalam Mahabharata dan Ramayana ditonjolkan, maka berhasilah perangcang sendratari itu untuk menjadikan kesenian itu digemari oleh masyarakat dan kini telah dianggapnya sebagai suatu “master piece“ dalam pertumbuhan tari Bali (Bandem dalam Sudhartha, ed.: 1993: 83).

(42)

seniman pelaku sendratari sendiri maupun perubahan faktor eksternal yang merupakan pengaruh fenomena kehidupan dan perkembangan zaman, modernisasi dan globalisasi misalnya. Perubahan itu teridentifikasi dalam perjalanan sendratari sepanjang penyelenggaraan PKB. Demikian pula Sendratari Mahabharata yang digarap dengan idealisme berkesenian bermuatan inovasi, menampakkan adanya perubahan-perubahan itu di tengah perjalanan PKB.

PKB dapat ditempatkan sebagai arena pergulatan seni dan budaya masyarakat Bali di tengah-tengah era globalisasi. Sebagai arena pergulatan seni, PKB telah lebih dari 30 tahun menjadi gelanggang pelestarian dan pengembangan kesenian Bali. Sebagai arena pergulatan budaya, PKB dicetuskan sebagai sebuah strategi kebudayaan Bali yang mampu bertahan hingga sekarang dan menunjukkan eksistensi yang semakin menguat di masa-masa yang akan datang. PKB dapat menampung seluruh aktivitas budaya yang perlu dikembangkan dan dimasyarakatkan, karena ia merupakan daya tarik yang besar untuk mengajak masyarakat untuk menikmati kesenian (Mantra, 1996 :15). PKB telah mampu membangkitkan apresiasi masyarakat Bali terhadap nilai-nilai seni dan budaya daerah Bali di samping memperkenalkan seni dan budaya Bali kepada masyarakat luas (Dibia, 2003 :106). PKB yang digelar setiap tahun sejak tahun 1979 merupakan suatu festival seni dan forum kebudayaan bertarap akbar yang sangat menggairahkan kehidupan kebudayaan serta mencakup berbagai aktivitas kebudayaan seperti: pawai, pertunjukan, pameran, lomba dan sarasehan kebudayaan (Suyatna dkk, 1990: 68).

(43)

10

etik di tengah-tengah masyarakat Bali yang berdinamika. Sebagai komunikator estetik, para seniman Sendratari Mahabharata melakukan berbagai kemungkinan kreatif dan inovasi. Sebagai komunikator etik, Sendratari Mahabharata menyerap, menggali, mengolah, pengaktualisasikan nilai-nilai moral yang dikontekstualisasikan dengan dinamika perubahan masyarakat Bali, penonton Sendratari Mahabharata. Oleh karena itu, dinamika Sendratari Mahabharata di tengah perjalan PKB sangat menarik untuk dikaji mengingat genre sendratari, cerita Mahabharata, dan PKB memiliki posisi yang signifikan dalam konteks kehidupan sosial budaya Bali. Bagaimana signifikasi sendratari, cerita Mahabharata, dan PKB di tengah masyarakat Bali, berikut ini paparannya.

(44)

Sejak digagas tahun 1961, konsep estetik sendratari berkembang cepat di Indonesia seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Sendratari pertama yang muncul di Bali mempergunakan lakon cerita rakyat popular Bali, Jayaprana. Sendratari Jayaprana garapan Kokar Bali yang ditata oleh I Wayan Beratha, guru tari dan karawitan sekolah menengah seni pertunjukan itu, setelah diciptakan pada tahun 1961 sering mendapat undangan pentas ke berbagai penjuru Bali. Sendratari Ramayana yang digarap tahun 1965 oleh I Wayan Beratha bersama guru-guru Kokar yang lainnya seperti I Made Bandem dan I Nyoman Sumandhi, diapresiasi dengan begitu antusias oleh masyarakat Bali hingga ke berbagai penjuru desa. Sekitar tahun 1970-an, acara tontonan yang berkaitan dengan upacara keagamaan seperti odalan, sering menampilkan Sendratari Ramayana yang dibawakan oleh siswa Kokar Bali atau mahasiswa Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar.

Ide penciptaan seni pentas tanpa dialog verbal ini, pada awalnya adalah agar dengan mudah dipahami oleh pemirsa asing (Sedyawati, 2006:168). Penggagasnya adalah Mayor Jenderal G.P.H. Djatikoesoemo yang saat itu mengepalai Departemen Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata, setelah sempat menyaksikan pertunjukan Ballet Royale du Camboge yang dipentaskan di depan Angkor Wat. Istilah sendratari merupakan usulan seorang dramawan bernama Anjar Asmara. Sendratari gaya Jawa ini dipentaskan untuk pertama kalinya pada tanggal 26 Juli tahun 1961 dengan mengangkat lakon yang bersumber dari epos Ramayana (Soedarsono, 2003:145).

(45)

12

satunya dalam wujud seni pertunjukan wisata. Demikian pula penciptaan sendratari Bali juga mempergunakan konsep seni wisata art by metamorphosis seperti sendratari di Yogyakarta (Soedarsono, 1999: 148). Menurut Bandem & deBoer (2004: 111), sendratari Bali diciptakan juga untuk kebutuhan yang sama. Namun dalam perjalanannya, sendratari gaya Bali mengarah pada art by destination yaitu seni pertunjukan untuk kepentingan masyarakat setempat, baik sebagai tontonan komunal di pedesaan maupun sebagai tontonan masyarakat umum Bali di arena PKB.

Secara kultural, sendratari merupakan sebuah bentuk seni pertunjukan Indonesia yang fenomenal. Kelahirannya pada tahun 1961 di Jawa Tengah sebagai seni pentas kolosal mengagetkan masyarakat setempat, karena para pendukung tari tradisi (Jawa) sesungguhnya belum siap oleh konsep dan inovasi seni yang ditampilkan sendratari itu (Murgiyanto, 2004:13). Sebaliknya di Bali, ketika sendratari muncul pada tahun 1961, masyarakat menyambutnya dengan antusias dan semakin mantap keberadaannya sejak PKB dibuka pada tahun 1979. Tercatat pada tahun-tahun awal PKB, sendratari yang dibawakan oleh gabungan siswa Kokar dan mahasiswa ASTI Denpasar disimak sarat euporia masyarakat penonton yang datang dari penjuru Bali. Garapan seni pertunjukan yang ceritanya bersumber dari epos Ramayana dan Mahabharata yang dibawakan oleh ratusan penari dan penabuh itu mengundang kehadiran ribuan penonton memadati panggung terbuka Ardha Candra Taman Budaya Bali.

(46)

terpisah. Selain karena kedua cerita itu telah mengakar di tengah masyarakat Bali, tampak konsep estetik inovatif yang muncul dalam setiap episode sendratari PKB, berhasil menggugah antusiasme penonton. Unsur-unsur pembaharuan dalam penataan tari dan karawitannya, serta kontektualisasi cerita yang dituturkan dalang membuat seni petunjukan ini pada umumnya selalu berhasil memukau penonton. Semangat pembaharuan seakan menjadi idealisme penggarapan sendratari PKB. Di arena PKB, tampak seni pertunjukan ini mempertahankan eksistensinya dengan kreativitas seni yang inovatif. Sementara itu masyarakat Bali sendiri memberikan apresiasi yang tinggi pada inovasi sendratari PKB. Sebab, inovasi tidak akan tumbuh dan berkembang subur jika tidak didukung oleh masyarakat (Murgiyanto,2004:8).

(47)

14

di desa-desa. Kendati pun demikian, di arena PKB sendiri, pagelaran sendratari kolosal kembali dipertahankan hingga sekarang, termasuk garapan sendratari yang lakonnya bersumber dari Mahabharata, cerita yang telah beruratakar di tengah masyarakat Bali.

Transmisi dan penuturan epos besar Mahabharata di tengah masyarakat Bali terinternalisasi lewat karya-karya sastra lisan dan tertulis. Transformasi dari karya-karya seni sastra itu, selain dituangkan dalam seni rupa juga banyak dituturkan dalam pertunjukan tradisional. Bahkan ada seni pertunjukan Bali yang namanya diambil karena acuan ceritanya dari karya sastra itu yakni Dramatari Parwa yang merujuk pada episode dalam cerita Mahabharata yang di Bali lazim disebut Astadasaparwa. Sejumlah seni pertunjukan Bali juga banyak menjadikan epos Mahabharata sebagai acuan lakon-lakonnya. Selain Dramatari Parwa, tercacat beberapa seni pertunjukan yang lainnya juga berorientasi dari cerita Mahabharata seperti Wayang Kulit Parwa, Arja, Janger, Drama Klasik, Cak, Kebyar, Legong, dan Drama Gong. Bahkan seni pertunjukan musikal tak sedikit yang terinpirasi oleh cerita atau tokoh-tokoh dalam cerita Mahabharata.

(48)

tontonan. Melalui Wayang Parwa, tokoh-tokoh teladan dalam cerita Mahabharata terinternalisasi dan diimplementasikan dalam wujud, misalnya, pemberian nama-nama orang, sanggar, yayasan, lembaga, toko, gedung dan perusahan.

Wiracerita Mahabharata mengandung nilai-nilai filsafat, mitologi dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam bahasa Sansekerta ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di Asia, termasuk di Asia Tenggara. Di Indonesia, salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti Adiparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa dan beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi, yakni pada masa pemerintahan raja Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) dari Kediri.

(49)

16

Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa di masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubahGatotkacasrayadi masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari Kediri.

Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah Kresnayana (karya Mpu Triguna) dan Bhomantaka (pengarang tak dikenal) keduanya dari jaman kerajaan Kediri, dan Parthayadnya (Mpu Tanakung) di akhir jaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun lontar tersebut juga diketahui tersimpan di Bali. Di samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai dari seni patung dan seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang. Pada masa yang lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga kraton Surakarta Yasadipura ke dalam bahasa Jawa modern pada sekitar abad ke-18. Dalam dunia sastera popular Indonesia di era modern, cerita Mahabharata juga disajikan melalui bentuk komik yang membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang terkenal adalah karya dari R.A. Kokasih.

(50)

arena berkesenian yang diayomi pemerintah daerah Bali, baik secara yuridis formal maupun pendanaannya. Berbeda dengan pementasan seni pertunjukan yang berfungsi ritual di tengah masyarakat Bali yang penyandang dananya adalah masyarakat (communal support), sendratari kolosal PKB sebagai pertunjukan profan presentasi estetis berproduksi atas tanggungan negara (goverment support) dalam hal ini Pemda Bali. Karcis yang dibeli penonton (tahun 1990-an) saat pagelaran sendratari dalam PKB bukan diperuntukkan sebagai ongkos produksi. Pementasan sendratari kolosal dalam PKB tidak bersifat komersial, tidak menjadikan penonton sebagai penyandang dana (commercial support).

(51)

18

Keberagaman kekayaan kesenian yang dipamerkan atau dtampilkan dalam PKB oleh para seniman dari segenap penjuru pulau, menegaskan bahwa seni memang integral dengan kehidupan masyarakat Bali (Covarrubias, 1972) dan tak salah kalau pulau Bali dijuluki sebagai surga seni (Hood dalam Soedarsono, 1999: 46). Mantle Hood, seorang etnomusikolog Amerika, semakin kukuh dengan pendapatnya ketika kembali mengunjungi Bali pada awal Juli 1988 dan menonton sejumlah pementasan di arena PKB dengan mengatakan kesenian Bali menunjukkan perubahan yang dinamis (Balipost, 10 Juli 1988). PKB adalah sebuah pemberdayaan yang menghidupkan potensi lokal dan merupakan tindakan nyata dalam menunjukkan hak hidup dari segala buah budi daerah (Wijaya, 2004: 199). Namun demikian, pengelenggaraan dan perjalanan PKB juga ditanggapi kritis oleh kalangan seniman, budayawan atau akademisi. Dalam pandangan I Gusti Ngurah Bagus (2003: 43), PKB belum disertai lompatan-lompatan yang memunculkan karya-karya, pemikir, gagasan yang menguatkan identitas dan menjadikan kebanggaan masyarakat yang dalam kurun waktu tertentu memberikan manfaat kebangsaan, kenasionalan, kemanusiaan atau universal.

(52)

diperhitungkan. Semangat berkesenian para seniman Bali cenderung berkobar bila mendapat kepercayaan tampil di arena PKB. Pementasan bentuk-bentuk seni tradisi komunal ditampilkan secara fanatik oleh masyarakat pendukungnya. Begitu pula genre seni sekuler popular, digarap dan disajikan dengan penuh kesungguhan oleh para pelakunya. Para seniman alam di desa-desa hingga kalangan seniman akademis di lembaga pendidikan formal kesenian menempatkan ajang PKB sebagai wahana berkesenian yang prestisius.

Beragam khasanah kesenian Bali ditampilkan dengan bangga oleh komunitas seni atau pendukungnya masing-masing, apakah itu seni tradisi yang masih natural atau seni tradisi-kreasi yang sedang menggeliat hingga seni yang bernuansa kontemporer, semuanya mendapat kesempatan. Upaya penggalian dan langkah-langkah pelestarian terhadap ekspresi seni yang patut direvitalisasikan dan diaktualisasikan, tak sedikit yang diproyeksikan dalam konteks penampilan di gelanggang PKB. Semangat pengembangan yang dirangsang dalam PKB memunculkan kreativitas dan inovasi seni yang diantaranya menjadi tontonan primadona masyarakat seperti sendratari.

(53)

20

seni pertunjukan ini. Pementasan yang disajikan secara mabarung sarat dengan rivalitas yang bergelora.

Sajian seni pertunjukan memperoleh porsi terbesar sejak awal PKB. Penonton dapat menyaksikan sendratari kolosal atau gegap gempita festival gong kebyar di panggung terbuka Ardha Candra. Masyarakat penggemar tari klasik legong dan tari kreasi misalnya dapat menyimak pertunjukan kesenian itu di panggung tertutup Ksirarnawa. Penonton dapat pula menikmati drama tari arja dan gambuh di Wantilan. Atau masyarakat menggemar tari joged, janger, dan gnjek dapat menyaksikannya di kalangan sederhana Angsoka dan Ayodia. Bahkan penonton dapat menikmati pertunjukanngelawangdi areal Taman Budaya.

Perhelatan seni terbesar di Bali ini menciptakan vibrasi kultural terhadap keberadaan seni dan budaya masyarakat Bali. Setidaknya, strategi kebudayaan masyarakat Bali ini telah memberikan harapan terhadap tujuan digelarnya PKB yaitu untuk memelihara, membina, melestarikan, dan mengembangkan seni budaya; mengkaji konsep-konsep dan masalah-masalah kesenian Bali; menggali, mendorong, dan mengembangkan kreasi dan kegiatan seni budaya yang tidak bertentangan dengan keperibadian masyarakat dan bangsa; mendorong, memberikan kesempatan perkembangan promosi usaha-usaha di bidang seni budaya dan kerajinan rakyat; serta memberikan hiburan yang sehat bagi masyarakat.

(54)

masyarakat penonton yang datang ke arena PKB adalah menjadi penonton yang apresiatif. Inilah yang mengemuka dalam PKB. Pementasan sendratari kolosal di panggung Ardha Candra menjadi seni pertunjukan yang sangat diminati masyarakat luas. Kelahiran sendratari di Bali, khususnya keberadaan sendratari kolosal di PKB merupakan bagian dari sebuah perkembangan dan penguatan seni tradisi di tengah era globalisasi. Sendratari Mahabharata mendapatkan celah merepresentasikan reposisi seni tradisi dalam konstruksi seni modern dengan segala perubahan aspek instrinsik dan ekstrinsiknya di tengah-tengah pergulatan PKB.

(55)

22

dinamika kehidupan masyarakat global-modern. Tentang bagaimana interaksi dan dialektika seni tradisi lokal dengan hegemoni budaya global, berikut ini paparannya.

Bahwasannya memasuki milenium ketiga ini, perkembangan arus globalisasi dan budaya massa telah menggeser keberadaan berbagai bentuk kesenian lokal, termasuk seni pertunjukan tradisi (Piliang, 2005: 311). Menurut Piliang (2000: 111-112), arus globalisasi dewasa ini menghadapkan kita pada berbagai panorama masa depan yang menjanjikan optimisme, akan tetapi sekaligus pesimisme. Optimisme itu muncul, disebabkan globalisasi dianggap dapat memperlebar cakrawala kebudayaan dan kesenian, yang kini hidup di dalam sebuah pergaulan global, sehingga semakin terbuka peluang bagi penciptaan berbagai bentuk, gagasan, atau ide-ide kebudayaan dan kesenian yang lebih kaya dan lebih bernilai bagi kehidupan itu sendiri. Akan tetapi pesimisme muncul, mengingat bahwa proses globalisasi dianggap tidak dengan sendirinya menciptakan pemerataan dan kesetaraan dalam setiap bentuk perkembangan, termasuk perkembangan kebudayaan dan kesenian.

(56)

mengherankan bila globalisasi berjalan dengan cepat dan massal, sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi modern seperti radio, televisi, televisi satelit, telepon genggam dan kemudian internet.

Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat, 1990: 45), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional. Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.

(57)

24

karya-karya kesenian yang lebih modern lagi yang dikenal dengan budaya pop. Sementara itu, sebagai bagian dari peradaban global, masyarakat Indonesia pun kiranya sulit melepaskan diri dari arus transformasi budaya. Konsekuensinya adalah terjadi pergeseran-pergeseran nilai yang membawa dampak yang besar dalam berbagai aspek kehidupan. Pergeseran budaya dan nilai-nilai tersebut mendistorsi pola pikir dan prilaku masyarakat kita yang berimbas pada ekspresi artistik seni tradisinya.

Dialektika globalisasi dengan seni tradisi atau global-lokal ditangganggapi dengan berbagai perspektif oleh para pakar kebudayaan dunia. Sosiolog asal Kenya, Simon Kemoni, mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni (Annisa Rengganis: http://www.google), dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing.

(58)

John Naisbitt dalam bukunya yang berjudul Global Paradox (1988) memperlihatkan hal yang bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Naisbitt mengemukakan pokok-pokok pikiran, yaitu semakin kita menjadi universal, maka tindakan kita semakin menjadi kesukuan atau lebih berorientasi kesukuan dan berpikir secara lokal, namun bertindak global. Naisbitt berpandangan bahwa dengan berkonsentrasi kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia Internasional. Dengan demikian, berpikir lokal, bertindak global, seperti yang dikemukakan Naisbitt di atas, dapat diletakkan dan diposisikan pada masalah-masalah kesenian di Indonesia sebagai kekuatan yang penting di tengah pergulatan budaya global-lokal sekarang ini.

(59)

26

dan sublimasi pengalaman manusia, pada kebudayaan. Tanpa nilai-nilai maka manusia akan jatuh menjadi binatang ekonomi atau kekuasaan belaka.

Seni tradisi sebagai ekspresi kebudayaan, di awal abad ke-21 ini, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dinamika globalisasi. Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak budaya ini memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang terlibat dalam proses ini. Kesenian bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan yang tetap bercirikan identitas lokal. Tantangan yang dihadapi oleh seni tradisi cukup berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan, baik dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat memungkinkan keberadaan dan eksistensi seni tradisi dapat dipandang dengan sebelah mata oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang merupakan imbas dari budaya pop.

(60)

kehidupan. Di satu pihak mengakibatkan melemahnya ikatan bathin dengan berbagai aspek komunitas, upacara ritual bahkan kepercayaan, serta di lain pihak memunculkan kekuatan ikatan bathin terhadap berbagai aspek komoditi, pencitraan lewat media serta budaya yang cepat saji. Akibat dari semua itu, memunculkan suatu proses besar tentang diskontinuitas dari berbagai kondisi budaya tradisi yang pernah dialami dalam masyarakat, termasuk perubahan pada seni tradisi, tak terkecuali juga pada seni dan budaya Bali.

Kebudayaan Bali telah tumbuh dan berkembang melalui satu perjalanan sejarah yang cukup panjang, melalui beberapa zaman dari zaman pra-sejarah berlanjut sampai dengan tercapainya integrasi dalam kerangka sistem kebudayaan nasional dan zaman modern. Secara khusus, fenomena yang mempunyai arti yang sangat dalam bagi eksistensi dan perkembangan lanjut kebudayaan Bali adalah terjalinnya kebudayaan Bali dengan agama Hindu sejak permulaan tarikh Masehi yang kemudian menumbuhkan vitalitas dan kreativitas budaya di kalangan masyarakat Bali (Geriya, 1993:92).

(61)

28

awal kemunculannya hingga berjaya di arena PKB, juga menjadi pilar terpenting perjalanan seni pertunjukan ini.

Budaya massa dalam beragam bentuknya dan industri budaya sebagai salah satu karakter globalisasi adalah dua fenomena yang membawa gelombang transformasi budaya. Salah satu budaya massa yang mempunyai pengaruh begitu luas dan menyeluruh di dunia, termasuk di negara berkembang seperti Indonesia, adalah televisi. Sendratari kolosal PKB menapak kejayaannya ketika televisi, baik milik pemerintah maupun swasta, sedang berekspansi dengan sangat gencar di tengah masyarakat Bali. Namun memasuki paruh tahun 2000-an, ketika televisi semakin kokoh eksistensinya di ruang-ruang keluarga, sendratari menunjukkan gejala kelesuan, baik di arena PKB maupun di tengah masyarakat.

(62)

yaitu menjadikan seni pertunjukan tradisi sebagai bagian ekonomi kapitalistik, yaitu sebagai komoditi tontonan; 2) menciptakan seni pertunjukan sebagai budaya tanding globalisasi, dengan melakukan penguatan-penguatan lokal dan tradisi; atau 3) mencari jalin ketiga atau jalan tengah, dengan memanfaatkan saluran globalisasi untuk melakukan sebuah proses pertukaran budaya yang kompleks, sambil tetap menjaga nilai-nilai hakiki tradisi itu.

Jadi dengan demikian, sendratari sebagai seni pertunjukan favorit masyarakat Bali masa kini yang dikonstruksi dari pengembangan seni tradisi memiliki posisi dan makna kultural di tengah pergulatan budaya global-lokal. Sebagai seni pertunjukan modern, sendratari menunjukkan pengharkatan dan apresiasinya pada yang asali yaitu seni tradisi yang memberi roh dan tenaga yang menggerakkan tubuhnya. Namun sebagai ekspresi seni modern, sendratari lebih terbuka terhadap perubahan dan bahkan selalu berinovasi sepanjang pergulatannya di arena PKB.

Bersandar pada seluruh uraian di atas maka dinamika yang terjadi dalam sendratari Bali di tengah paradoks globalisasi menjadi latar belakang alasan dilakukannya penelitian ini dengan fokus Sendratari Mahabharata sebagai objek material, dan perubahannya di tengah-tengah pergulatan PKB sebagai objek formal. Dinamika perubahan sendratari sejak muncul pertama kali di Bali pada tahun 1961 dan terutama keberadaan Sendratari Mahabharata sejak tahun 1981 yang hingga kini masih digemari masyarakat di arena PKB, sangat menarik diteliti dari perspektif Kajian Budaya.

(63)

30

komunikasi utama dalam sendratari bisa berinteraksi secara budaya dan trans-bangsa. Di tengah era globalisasi ini, sendratari berpeluang menjadi seni unggulan yang dapat diapresiasi masyarakat global menghadapi gencarnya penetrasi seni budaya pop. Dalam perkembangannya di tengah masyarakat Bali sendiri, sendratari menjadi seni pentas lokal yang memiliki dimensi kultural yang signifikan. Sebagai sebuah kreasi seni, sendratari diterima sebagai seni tontonan yang memiliki prestise, seperti terlihat dalam PKB, selain membawa pengaruh cukup besar terhadap beberapa seni pertunjukan Bali yang lainnya. Sebagai sebuah ekspresi budaya, sendratari telah menjadi media komunikasi estetik-etik-humanis yang mampu bersanding dengan seni pop global kapitalistik yang kering dengan nilai-nilai kemanusiaannya.

Gambar

Gambar Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, perilaku yang dimunculkan akan berbeda dalam menghadapi sesuatu, untuk melakukan kebutuhan secara riligius membutuhkan niat

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik

pengawasan fungsional atas kelebihan pembayaran oleh Pemerintah Daerah dari kegiatan tahun yang lalu. Denda keterlambatan pekerjaan adalah lamanya waktu keterlambatan penyelesaian

Dalam 5 tabung reaksi diisi 5 cairan yang berbeda dan masing-masing cairan ditambah 3 tetes larutan molisch dan kemudian diulang kembali pengujian dengan menggunakan

Bahasan ini saya awali dari tahun 1 Masehi, dimana pada masa itu dengan pendapatan per kapita sebesar USD 809, Italia tercatat sebagai negara paling makmur di dunia..

Hasil pemetaan Biplot menunjukkan bahwa untuk meningkatkan PDRB UMKM pada wilayah dengan kategori menengah atas diperlukan strategi khusus, dikarenakan cenderung

Estimasi parameter Regresi Logistik Ridge menggunakan metode MLE dengan iterasi Newton-Raphson yang akan digunakan untuk memaksimumkan fungsi obyektif pada

Dalam konteks organisasi madrasah sebagai suatu sistem, semua warga madrasah Insan cendekia Serpong baik dimensi individu dan dimensi organisasi berinteraksi dalam