• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVENTARISASI INOVASI DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT PENGUKURAN DAN PENETAPAN TINGKAT KESIAPTERAPAN TEKNOLOGI BALITBANGDA PAPUA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "INVENTARISASI INOVASI DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT PENGUKURAN DAN PENETAPAN TINGKAT KESIAPTERAPAN TEKNOLOGI BALITBANGDA PAPUA BARAT"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI INOVASI DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT

PENGUKURAN DAN PENETAPAN TINGKAT KESIAPTERAPAN TEKNOLOGI

BALITBANGDA PAPUA

BARAT Desember 2020 [Course title]

(2)

KATA PENGANTAR

Kajian tentang tingkat kesiapterapan teknologi atau tingkat kesiapan teknologi merupakan penelitian lanjutan dari Inventarisasi Inovasi Daerah Provinsi Papua Barat. Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) adalah tingkat kondisi kematangan atau kesiapterapan suatu hasil penelitian dan pengembangan teknologi tertentu yang diukur secara sistematis dengan tujuan untuk dapat diadopsi oleh pengguna, baik oleh pemerintah, industri maupun masyarakat. TKT merupakan ukuran yang menunjukkan tahapan atau tingkat kematangan atau kesiapan teknologi pada skala 1–9, yang mana antara satu tingkat dengan tingkat yang lain saling terkait dan menjadi landasan bagi tingkatan berikutnya.

Dokumen ini berisi tentang uraian permasalahan inovasi, konsep teoritis pengembangan inovasi melalui pemetaan TKT, lingkup kajian termasuk pendekatam teoritis kajian dan metode pendekatan pemacahan masalah.

Telaah singkat posisi inovasi di Papua Barat, TKT berdasarkan agenda riset nasional yang tertuang dalam Rencana Induk Riset Nasiona dan Prioritas Riset 2020-2025. Pada bagian akhir dokumen ini merupakan uraian rancangan TKT yang harus dicapat sesuai tahapan riset (dasar, penerapan dan pengembangan).

Kajian ini secara khsusus melihat posisi inovasi teknologi yang dihasilkan dari berbagai riset di Papua Barat dalam upaya mencari terobasan inovasi daerah guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dokumen ini dapat menjadi acuan dalam menentukan kebijakan riset di Papua Barat.

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan dokumen ini, kami mengucapkan terimakasih. Kami berharap dokumen ini dapat digunakan oleh berbagai pihak dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi melalui inovasi IPTEK di Papua Barat.

Manokwari, Desember 2020

Prof. Dr. Charlie D. Heatubun

(3)
(4)

Contents

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 4

1.3 Manfaat ... 5

1.4 Dasar Pertimbangan ... 5

BAB II. KERANGKA PENDEKATAN... 8

2.1 Pendekatan Teoritis ... 8

2.1.1 Pengertian Inovasi Teknologi-Kekayaan Intelektual ... 8

2.1.2 Ruang Inovasi ... 10

2.1.3 Penciptaan Inovasi Teknologi - Penelitian dan Pengembangan .. 16

2.1.4 Hak Kekayaan Intelektual (HKI)-Lisensi Teknologi-Kerjasama ... 19

2.1.5 Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) ... 21

2.2 Pendekatan Metodologis ... 25

2.2.1 Metode Pelaksanaan ... 26

2.2.2 Data dan Variabel ... 26

2.2.3 Teknik Pengambilan Data ... 26

2.2.4 Metode Analisis Data ... 27

BAB III. TINJAUAN RINGKAS INOVASI IPTEK ... 37

3.1 Status Inovasi ... 37

3.2 Posisi Riset, Iptek dan Inovasi Daerah Papua Barat ... 43

3.2.1 Jumlah dan Sebaran Inovasi Menurut Kabupaten/Kota ... 44

3.2.2 Sumber Inovasi ... 45

3.2.3 Jumlah dan Sebaran Inovasi menurut Instansi ... 48

3.2.4 Jumlah dan Sebaran Inovasi Menurut Fokus Bidang Riset ... 49

3.2.5 Jumlah dan Sebaran Inovasi Menurut Kategori Riset ... 51

3.2.6 Jumlah dan Sebaran Inovasi Menurut Area Inovasi ... 53

3.2.7 Deskripsi Inovasi ... 53

(5)

3.3 Faktor yang mempengaruhi adopsi Inovasi ... 59

3.3.1 Kelembagaan ... 59

3.3.2. Sumber Daya IPTEK Daerah ... 61

3.3.3. Anggaran ... 63

BAB IV. TINGKAT KEMATANGAN/KESIAPAN TEKNOLOGI ... 65

4.1 Deskripsi Tingkat Kematangan Teknologi ... 65

4.1.1 Pangan ... 65

4.1.2 Energi ... 66

4.1.3 Kesehatan Obat ... 67

4.1.4 Produksi Rekayasa Keteknikan ... 68

4.1.5 Pertahanan dan Keamanan ... 69

4.1.6 Kemaritiman ... 70

4.1.7 Soial Humaniora ... 71

4.1.8 Bidang Riset Lain ... 72

4.2. Tahapan Riset ... 73

4.2.1 Riset Dasar ... 73

4.2.2 Riset Terapan ... 75

4.2.3 Riset Pengembangan ... 77

4.3 Peta jalan TKT dan Fokus Riset ... 78

BAB V. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ... 84

5.1 Perkembangan HKI di Provinsi Papua Barat ... 85

5.2 Deskripsi Produk HKI yang telah dikomersialkan ... 87

5.3 Cara Alih Teknologi. ... 88

5.4 Invensi yang dihasilkan ... 89

5.5 Produk HKI, Spesifikasi, dan Pemanfaatnnya ... 92

5.5.1 Produk: Pupuk Fosfat Cair dan Padat ... 92

5.5.2 Produk: Alat Ekstraksi Pati Sagu ... 92

5.5.3 Produk: Alat Pengering Pati Sagu ... 93

5.5.4 Produk Emulsi Buah Merah... 94

BAB VI. KELEMBAGAAN PENELITIAN ... 96

6.1 Kerjasama dan Sinergi Riset ... 98

6.2 Peran Balitbangda Papua Barat ... 101

VII. PENCIPTAAN IKLIM INOVASI ... 106

7.1 Mempercepat Adopsi Inovasi Teknologi ... 106

(6)

7.2 Memperkuat Budaya Inovasi ... 108

7.3 Inovasi yang didasarkan atas kebutuhan-efisiensi ... 110

7.4 Keaslian (Novelty) Inovasi ... 111

7.5 Perbaikan Inovasi-Perubahan Radikal Inovasi ... 112

7.6 Kebijakan Papua Barat sebagai Provinsi Berkelanjutan ... 112

7.7 Deklarasi Manokwari ... 113

7.8 Kegiatan Riset Terfokus pada Komoditas Unggulan ... 117

7.9 Desiminasi, Hilirisasi, dan Pemasaran Produk Riset ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 121

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matriks Karakteristik Inovasi ... 14 Tabel 2. TKT NASA yang Diadopsi BPPT ... 23 Tabel 3. Bidang Teknologi dan Ketegori Tingkat Kematangan Teknologi (TK) .. 27 Tabel 4. Indikator Pengukuran Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) ... 28 Tabel 5. Rincian Jumlah inovasi menurut kelompok sumber inovasi di Kabupaten/Kota di Papua Barat (Balitbangda, 2019) ... 47 Tabel 6. Jumlah dan sebaran inovasi menurut fokus bidang riset nasional di Papua Barat (Balitbangda, 2019) ... 49 Tabel 7. Jumlah dan sebaran inovasi menurut kategori riset di Kabupaten/Kota di Papua Barat (Balitbangda, 2019) ... 52

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram termometer TKT (TRL Handbook, 2009). ... 25

Gambar 2. Bagan Alir Analisis TKT ... 36

Gambar 3. Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek bersama Gubernur Papua Barat, Bupati Teluk Bintuni beserta jajarannya dalam ekspose kesehatan di Kantor Dinas Kesehatan Teluk Bintuni... 40

Gambar 4. Penghargaan PBB atas inovasi pelayanan publik dalam pemberantasan malaria yang dilakukan oleh Pemerintah Teluk Bintuni (https://www.liputan6.com, unduh, 5/12/2020) ... 40

Gambar 5. Dua Mahasiswa Polbangtan Manokwari mengikuti lomba inovasi kreatif tingkat nasional mewakili Papua Barat (https://www.orideknews.com, unduh 5/12/2020) ... 41

Gambar 6. Inovasi kategori pemberdayaan masyarakat (https://semarang.imigrasi.go.id/?p=54616, unduh 5/12/2020). ... 42

Gambar 7. Pelucuran jurnal dan majalah sebagai tonggak awal promosi inovasi daerah (Sumber: https://kabarpapua.co, unduh, 5/12/2020) ... 43

Gambar 8. Jumlah dan sebaran inovasi menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat (Balitbangda, 2019) ... 45

Gambar 9. Jumlah inovasi menurut kelompok sumber inovasi di Papua Barat (Balitbangda, 2019) ... 46

Gambar 10. Jumlah dan sebaran inovasi menurut fokus bidang riset nasional di Papua Barat (Balitbangda, 2019) ... 51

Gambar 11. Tampilan inovasi teknologi: Model prediksi variabilitas iklim dan produksi Pala Fakfak (BPTP Papua Barat, 2019) ... 56

Gambar 12. Komposisi Pegawai Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat ... 62

Gambar 13. Komposisi Pegawai Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat berdasarkan Pendidikan ... 62

Gambar 14. TKT pada bidang Pangan ... 66

Gambar 15. TKT pada bidang Energi ... 67

Gambar 16. TKT bidang Kesehatan dan Obat ... 68

Gambar 17. TKT bidang rekayasa keteknikan ... 69

Gambar 18. TKT bidang Pertahanan dan Keamanan ... 70

(9)

Gambar 19. TKT Bidang Kemaritiman ... 71 Gambar 20. TKT Bidang Sosial-humaniora ... 72 Gambar 21. TKT bidang riset lain ... 73 Gambar 22. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset dasar ... 74 Gambar 23. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset terapan ... 76 Gambar 24.. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset pengembangan ... 77 Gambar 25. Kebutuhan Kerjasama Riset ... 99

(10)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki peran penting: a) menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada haluan ideologi Pancasila: b) meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat; c) meningkatkan ketahanan, kemandirian, dan daya saing bangsa (UU RI Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

Teknologi dapat mempercepat produksi, produktivitas, efisiensi, efektivitas dan mempermudah aktivitas ekonomi dan meningkatkan daya saing bagi kemajuan wilayah. Teknologi memiliki peran dan manfaat yang sangat strategis di dalam mendorong tumbuh kembangnya kegiatan inovatif di masyarakat. Kemampuan penguasaan teknologi dan inovasi masyarakat berdampak bagi kemajuan ekonomi suatu bangsa. Sedemikian pentingnya hal ini, World Economic Forum (WEF) secara prioritas memperhatikan daya saing berbagai negara dengan kemampuan inovasi serta kesiapterapan teknologinya.

Laporan Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang dirilis World Economic Forum (WEF) pada tanggal 9 Oktober 2019 menempatkan indeks daya saing Indonesia turun lima peringkat dari tahun sebelumnya. Indonesia menduduki peringkat ke 50 dunia, dari yang sebelumnya posisi ke 45. Posisi tersebut sangat jauh tertinggal dengan negara kawasan lain seperti Singapura yang menduduki posisi pertama dunia, Malaysia di posisi ke 27 dan Thailand di posisi ke 40. Indeks Inovasi Global (Global Innovation Index/GII) Indonesia berada di rangking ke-85 dari 131 ekonomi negara di dunia. Rangking ini tidak berubah sejak tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan inovasi

(11)

belum disertai dengan pendayagunaan secara optimal terutama dalam sektor industri yang menjadi motor penggerak ekonomi utama

Sementara itu, tantangan pembangunan dewasa ini sangat tinggi, seperti tuntutan pembangunan yang berwawasan lingkungan akibat adanya perubahan iklim global dan degradasi lingkungan, serta meningkatnya arus informasi teknologi mengharuskan pula perubahan dalam berbagai aspek untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Era revolusi industri 4.0 memberikan perubahan besar dan mendasar (disrupsi) yang terjadi pada kehidupan manusia, yang ditandai dengan empat indikator sebagai penanda disrupsi, yaitu simpler (lebih mudah), cheaper (lebih murah), accessible (lebih terjangkau), dan faster (lebih cepat). Bahkan sebagian melompat ke era industri 5.0, di mana khayalan dan angan-angan global village menjadi kenyataan, dan era informasi berkembang ke conceptual age, kebutuhan hidup dipenuhi oleh e-news, e- business, dan e-politic.

Pemerintah sebagai aktor utama dalam pelaksanaan pembangunan dituntut untuk dapat melakukan kinerja pelayanan publik secara cepat, efisien, dan efektif dengan menyesuaikan pada tantangan dan perubahan yang terjadi.

Pemerintah mendorong perlunya inovasi dalam pelaksanaan pelayanan publik dengan filosofi inovasi dapat memangkas biaya (cut off cost of the money), memangkas jalur birokrasi yang panjang (cut off bureaucratic path) dan memangkas waktu yang panjang (cut off the time).

Di sisi lain, Papua Barat telah memulai langkah besar dengan menentapkan provinsi berkelanjutan (konservasi). dengan konsep pembangunan ekonomi hijau konsep dan inisiatif provinsi konservasi sebagai solusi cerdas pembangunan berkelanjutan di tanah Papua, secara global. Juga dengan menetapkan komitmen pembangunan rendah karbon. Konsep yang mendukung

(12)

peningkatan kesejahteraan masyarakat dilaksanakan melalui pelestarian keanekaragaman hayati, pemanfaatan jasa lingkungan, ekonomi kreatif, dan peningkatan partisipasi masyarakat.

Dukungan inovasi menjadi mutlak diperlukan dalam mewujudkan daya saing Papua Barat sebagai provinsi berkelanjutan. Oleh karena itu, sejak tahun 2018 Balitbangda Papua Barat mulai melakukan kajian Inventariasi Inovasi Daerah yang dihasilkan oleh perguruan tinggi, lembaga riset kementerian, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada di Papua Barat. Berdasarkan hasil iventarisasi inovasi, teridentifikasi 227 inovasi yang telah dihasilkan dalam kurun waktu 2015-2019 di Papua Barat. Masih terdapat banyak inovasi yang belum dapat diadopsi oleh industri dan masyarakat. Hal ini terjadi karena sebagian teknologi yang dihasilkan belum siap dihilirkan sehingga hasil penelitian hanya berakhir pada laporan dan publikasi ilmiah. Beberapa inovasi berpotensi untuk penetapan kekayaan hak intelektual (HKI) yang merupakan jembatan untuk melakukan alih teknologi karena teknologi yang akan dilisensi harus mempunyai perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Perguruan tinggi dan Lembaga litbang dituntut untuk selalu menghasilkan teknologi inovatif (invensi) dan melakukan perlindungan dalam bentuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Dari hasil analisis iventarisasi inovasi teknologi yang dilakukan pada tahun 2018 ditemukan pula bahwa banyak kegiatan penelitian dan pengembangan yang belum beroerientasi untuk menghasilkan inovasi bagi komersialisasi. Kegiatan riset di hulu tidak terhubung atau terintegrasi dengan komersialisai di hilir. Kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak dilakukan, namun hasilnya masih belum dimanfaatkan oleh industri dan juga untuk pengembangan ekonomi produktif di masyarakat. Pemanfaatan hasil invensi yang telah dilakukan oleh para peneliti

(13)

dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional.

Hal ini selaras dengan konsep Sistem Inovasi Nasional yang menekankan bahwa hasil litbang seharusnya berdasarkan kepada demand driven, tidak lagi berlandaskan kepada supply push (Kuncoro Budy Prayitno, 2012). Kematangan inovasi berperan besar dalam pertumbuhan dan kesuksesan sebuah industri (Arwanto dan Prayitno. 2011), sehingga inovasi teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengembangan diharapkan dapat dipasarkan secara efektif (Arwanto, et.al. 2013).

Penilaian tingkat kesiapterapan inovasi teknologi perlu dilakukan TKT dapat mengukur sejauh mana suatu teknologi sesuai untuk disebarkan pada lingkup operasi yang sesungguhnya. TKT sering digunakan sebagai ukuran risiko yang terkait dengan pengenalan teknologi baru ke dalam sistem yang ada dan prosedur operasi standar (Engel, et al., 2012). Hasil pengukuran TKT ini dapat memberikan informasi penting tentang status dan pencapaian kematangan (maturity) dari teknologi yang dihasilkan lembaga litbang (Hermanu, 2017). TKT merupakan sistem metrik/sistem pengukuran sebagai pendukung penilaian kematangan teknologi tertentu dan membandingkan kematangan antara teknologi yang berbeda (Conrow, 2011). Hasil dari pengukuran TKT dapat menjadi acuan para pelaku litbang dalam mengurangi resiko kegagalan pemanfaatan teknologi dan mengetahui kesiapterapan suatu teknologi.

1.2 Tujuan

Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapterapan Teknologi bertujuan untuk:

a) Mengetahui status Kesiapterapan Teknologi;

b) Membantu pemetaan kesiapterapan teknologi;

(14)

c) Mengevaluasi pelaksanaan program atau kegiatan riset dan pengembangan;

d) Mengurangi risiko kegagalan dalam pemanfaatan teknologi; dan e) Meningkatkan pemanfaatan hasil riset dan pengembangan.

1.3 Manfaat

a) Untuk menghitung investasi adopsi teknologi dan resikonya (bagi calon pengguna teknologi)

b) Untuk menentukan fokus pengembangan program/ kegiatan litbang, pendanaan dan transisi teknologi melalui seleksi kegiatan, alokasi sumber daya dan sasaran program/ kegiatan (bagi lembaga litbang).

c) Untuk komunikasi dan kerja sama antara lembaga litbang/ perguruan tinggi dengan sektor produksi/ industri (untuk lembaga intermediasi).

d) Input data untuk Sistem Informasi Inovasi Daerah Papua Barat.

e) Referensi bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan, melaksanakan, dan mengevaluasi program riset dan pengembangan f) Alat ukur yang digunakan pelaku kegiatan dalam menentukan tingkat

kesiapterapan teknologi untuk dimanfaatkan dan diadopsi

g) Informasi yang dapat meyakinkan pengguna dalam memanfaatkan hasil riset dan pengembangan

h) Penyusunan Roadmap penelitian dan pengembangan di Papua Barat

1.4 Dasar Pertimbangan

UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Peraturan Menrisetkdikti Nomor 42 Tahun 2016 tentang Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) mengamanatkan pengukuran Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) wajib dilakukan terhadap teknologi hasil

(15)

kegiatan penelitian dan pengembangan yang didanai dengan anggaran pemerintah atau dikerjasamakan dengan pemerintah.

Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada pasal 36 yang mengatakan bahwa pembangunan dilakukan dengan berpedoman pada prinsip- prinsip pembangunan berkelanjutan, kelestarian lingkungan, manfaat dan berkeadilan, serta pasal 38 ayat 2 bahwa usaha-usaha perekonomian dan pemanfaatan sumber daya alam harus menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan yang kemudian menjadi landasan Papua Barat sebagai provinsi berkalanjutan dengan konsep pembangunan ekonomi hijau konsep dan inisiatif provinsi konservasi sebagai solusi cerdas pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua, secara global.

Konsep yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelestarian keanekaragaman hayati, pemanfaatan jasa lingkungan, ekonomi kreatif, dan peningkatan partisipasi masyarakat. Pengesahan Perdasus Provinsi Papua Barat sebagai Provinsi Pembangunan Berkelanjutan dan Pelaksanaan Konfrensi Internasional Keanekaragaman Hayati Ekowisata dan Ekonomi Kreatif 2018, Deklarasi Manokwari dan Aspirasi Teminabuan 2019. Juga komitmen pembangunan rendah karbon dan usulan penetapan kawasan konservasi baru melalui aspirasi Teminabuan 2019.

Papua Barat berupaya menata inovasi daerah untuk menjawab perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, sekalgus sebagai salah satu tolak ukur daya saing Papua Barat di level nasional. Upaya ini telah dimulai oleh Balitbangda melalui pelaksanaan penelitian pengembangan dan sinergi dengan Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset Kementerian di Papua Barat untuk menata inovasi di Papua Barat melalui penyusunan Sistem Data Inovasi Daerah (SiDa) Papua Barat. Untuk secara bertahap telah dimulai dengan kajian

(16)

inventarisi invetariasi inovasi daerah pada Tahun 2018 dan akan dilanjutkan dengan kajian evaluasi tingkat kesiapterapan teknologi (TKT) pada tahun 2020

(17)

BAB II. KERANGKA PENDEKATAN

2.1 Pendekatan Teoritis

2.1.1 Pengertian Inovasi Teknologi-Kekayaan Intelektual

Teknologi adalah cara, metode, atau proses penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin llmu pengetahuan yang bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan kualitas kehidupan manusia (UU RI No 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Jika mengandung unsur kebaruan maka kata teknologi seringkali ditambahkan dengan kata inovasi, yakni inovasi teknologi. Dimana inovasi sendiri mengandung secara umum dipahami sebagai barang, jasa, dan ide yang dianggap baru oleh seseorang.

Dalam perspektif pemasaran, Simamora (2003) menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, praktek, atau produk yang dianggap baru oleh individu atau grup yang relevan. Definisi yang lebih lengkap adalah ide, metode, atau objek yang dianggap baru oleh individu, tetapi tidak selalu merupakan hasil penelitian terbaru (an innovation is an idea, method, or object which is regarded as new by individual, but which is not always the result of recent research) (Van Den Ban dan Hawkins, 1996). Menurut UU RI No 11 Tahun 1999, inovasi adalah hasil pemikiran, penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan, yang mengandung unsur kebaruan dan telah diterapkan serta memberikan kemanfaatan ekonomi dan atau sosial.

Dari beberapa definisi baik tentang kata teknologi, inovasi, dan inovasi teknologi tersebut, mengandung beberapa unsur penting: (1) tiga komponen hasil, yaitu (a) ide atau gagasan, (b) metode atau praktek, dan

(18)

(c) produk (barang dan jasa); (2) Unsur kebaruan teruatama dari sisi pengguna; (3) aspek hasil pemikiran, penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan, dan (4) sisi kemanfaatan ekonomi dan sosial memiliki unsur kebaruan, dan kemanfaatan ekonomi dan sosial, serta proses untuk menghasilkan .

Hasil pemikiran, ide, gagasan yang melahirkan teknologi baik dari seorang peneliti, inventor (penemu inovasi) merupakan kekayaan intelektual yang penting dan merupakan aspek fundamental dalam proses berinovasi. Hasil pemikiran ini juga terkandung didalamnya kekayaan intelektual, yakni kekayaan yang timbul karena hasil olah pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi kehidupan manusia (UU RI No 11 Tahun 2019). Menurut Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) (2010), penemuan invensi berawal dari ide atau gagasan inventor dan invensi dapat berupa produk maupun proses yang baru atau penyempurnaan dan pengembangan produk maupun proses yang telah ada sebelumnya.

Inovasi, menurut Everett M. Rogers, adalah sebuah ide, gagasan, objek, dan praktik yang dilandasi dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau pun kelompok tertentu untuk diaplikasikan atau diadopsi.

Pengertian inovasi adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan mendayagunakan pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang mengelilinginya. Tujuan berinovasi adalah menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. Secara tidak langsung, manfaat berinovasi adalah membawa sesuatu hal yang baru yang dapat memudahkan kehidupan manusia dan membawa manusia ke dalam kondisi kehidupan yang lebih baik. Dalam UU No. 19 Tahun 2002, pengertian inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan atau pun perekayasaan yang

(19)

dilakukan dengan tujuan melakukan pengembangan, penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau pun cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah ada ke dalam produk atau proses produksinya.

2.1.2 Ruang Inovasi

Inovasi merupakan istilah yang telah dipakai secara luas dalam berbagai bidang, baik industri, pemasaran, jasa, dan pertanian. Secara sederhana, inovasi adalah, an innovation is an idea or object perceived as new by an individual (Adams, 1988). Ada juga yang mengartikan inovasi sebagai barang, jasa, dan ide yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam perspektif pemasaran, Simamora (2003) menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, praktek, atau produk yang dianggap baru oleh individu atau grup yang relevan. Definisi yang lebih lengkap adalah ide, metode, atau objek yang dianggap baru oleh individu, tetapi tidak selalu merupakan hasil penelitian terbaru (an innovation is an idea, method, or object which is regarded as new by individual, but which is not always the result of recent research) (Van Den Ban dan Hawkins, 1996). Dari beberapa definisi tersebut, inovasi mempunyai tiga komponen, yaitu (1) ide atau gagasan, (2) metode atau praktek, dan (3) produk (barang dan jasa).

Tiga komponen tersebut harus mempunyai sifat “baru”. Sifat “baru”

tersebut tidak selalu berasal dari hasil penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi, apabila diintroduksikan kepada masyarakat ataupun seseorang yang belum pernah mengenal sebelumnya. Jadi, sifat “baru” pada suatu inovasi harus dilihat dari sudut pandang pengguna, bukan kapan inovasi tersebut dihasilkan. Menurut Saksono (2018), Inovasi dapat dikelompokkan kedalam 5 area, yaitu: (1). Inovasi Administrasi yaitu:

perubahan dalam proses pengambilan keputusan, adopsi cara baru mengelola

(20)

pemerintahan, dan revolusi administratif dalam birokrasi pemerintahan disertai akuntabilitas dan mekanisme pertanggungjawabannya; (2) Inovasi manajemen:

pembaruan secara totalitas terhadap prosedur dan birokrasi (manajemen), terutama dalam mengimplementasikan kebijakan dan tata kelola organisasi demi tercapainya tujuan dan meningkatnya kinerja; (3). Inovasi Kebijakan:

kebijakan baru yang strategis dengan pendekatan yang lebih efisien, selektif, implementatif, digunakan secara luas, dan diadopsi berbagai pihak untuk menyelesaikan suatu permasalahan; (4). Inovasi sosial yaitu solusi baru yang mencakup perubahan struktur budaya, normatif/regulatif masyarakat yang meningkatkan hubungan sosial, memperbaiki kinerja sosial-ekonomi melalui pendekatan inovatif, praktis, dan berkelanjutan menuju kesejahteraan yang inklusif. (5). Inovasi teknologi merupakan serangkaian kegiatan yang mengadopsi proses produksi yang baru (inovatif), melalui kegiatan penelitian dan pengetahuan.

Inovasi Sektor Publik

Sektor publik biasanya tertinggal dari sekor binisnis karena sektor bisnis selalu mendasari kinerjanya dengan inovasi. Ketertinggalan ini sudah lama dilaporkan oleh Stev Kelman bahwa tulisan-tulisan mengenai khazana keilmuan organisasi pada awalanya didasarkan atas pengalaman empirik organisasi.

Kemudian ketika Weber menulis tentang ilmu organisasi (birokrasi) antaranya yang menjadi patokannya adalah organisasi publik atau pemerintah dan bukan organisasi yang bergerak di sektor bisnis. Tulisan pertama Herbert Simon pada tahun 1937 adalah juga mengenai kinerja pemerintah Kota, termasuk tulisan terkenalnya berjudul Public Admnistration pada tahun 1950. Demikian pula halnya dengan Philip Zelsnick yang menulis judul the new deal Tennessee valley authority in TVA and grass roots pada tahun 1953. Namun demikian dalam

(21)

perkembangannya, keilmuan organisasi lebih berkembang dan lebih dinamis di disiplin ilmu sektor bisnis. Disiplin ilmu organisasi public yang semula menjadi pionir, kini lebih banyak sebagai murid dengan mengadopsi berbagai konsep binis organisasi bisnis. Sebagai contoh ide Osborne dalam tulisannya Reinventing Government pada tahun 1990-an, yang banyak memperkenalkan dan memasukkan ideologi bisnis kedalam sektor publik. Pentingnya inovasi di sektor publik juga diakui oleh United Nations of Economic and Social Affairs (UNDESA) dengan memunculkan penghargaan United Nations Public Service Awards tahun 2003. Penghargaan ini dirancang untuk meningkatkan peran, professionalism, dan visibility dari pelayanan publik dengan tiga kategori dasar, yaitu: transparansi dan akuntabilitas, perbaikan pelayanan publick, dan aplikasi ICT atau (e-goverenment).

Dalam konteks pelayanan publik, pengertian inovasi disebutkan dalam Peraturan Pemerintan (PP) No 38 Tahun 2017 adalah Semua bentuk pembaharuan dalam penyelenggaran pemerintah daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaran pemerintah daerah dengan sasaran untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah.

Dengan merujuk pada pengertian inovasi sebagai (a) ide atau gagasan, (b) metode atau praktek, dan (c) produk (barang dan jasa) atau semua bentuk pembaharuan penyelenggaran pemerintah sebagaimana menurut Pemerintan (PP) No 38 Tahun 2017, maka sebuah inovasi memiliki beberapa atribut penting (Halvorsen dan Thomas, 2005), yaitu:

1. Keunggulan relatif (Relative Advantage). Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih dari inovasi sebelumnya. Selalu ada nilai

(22)

kebaruan yang melekat dalam nilai inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.

2. Kesesuaian (Compatibility). Inovasi juga sebaiknya mempunyai sifat kompatibel atau kesesuaian dengan inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang lama, tidak serta merta dibuang begitu saja, selain karena faktor biaya yang tidak sedikit, namun juga inovasi yang lama menjadi bagian dari proses transisi ke inovasi terbaru. Selain itu juga dapat memudahkan proses adaptasi dan proses pembelanjaran terhadap inovasi itu secara lebih cepat

3. Kerumitan (Complexity). Dengan sifat yang baru maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi dari inovasi sebelumnya.

Namun demikian karena sebuah inovasi menwarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah yang penting.

4. Kemungkinan dicoba (Triability). Inovasi hanya diterima apabila telah teruji dan terbukti mempunyai keuntungan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi yang lama. Sehingga sebuah produk inovasi harus melewati fase uji publik, dimana setiap orang atau pihak mempunyai kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah inovasi.

5. Kemudahan diamati (Observability). Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi bagimana inovasi bekerja dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

Dari atribut yang ada, maka sebuah inovasi merupakan cara baru menggantikan cara lama dalam mengerjakan atau memproduksi sesuatu.

Namun demikian inovasi mempunyai dimensi geofisik yang menempatkannya baru pada satu tempat, namun boleh jadi merupakan sesuatu yang lama di tempat lain.

Inovasi Sektor Publik Versus Inovasi di Sektor Bisnis

Karakteristik inovasi di sektor publik berbeda dengan inovasi di sektor bisnis. Perbedaan ini terlihat di matriks berikut (Tabel 1). Perbedaan terletak

(23)

pada karakter penting inovasi berupa prinsip organisasi, struktur oragnisasi, kinerja, manajeman dan hubungan end-user, SDM, sumber pengetahuan dan waktu.

Tabel 1. Matriks Karakteristik Inovasi

Karakter Sektor Binis Sektor Publik

Prinsip Pengorganisasian Upaya memperoleh profit, stabilitas atau pertumbuhan pendapatan Pasar yang terus berubah

Penegakan kebijakan publik. Kebijakan baru dan atau yang berubah karena siklus politik Struktur Organisasi Ukuran organisasi yang

bervariasi. Perusahaan besar biasanya

mengalokasi dana khusus untuk inovasi

Sistem organisasi yang kompleks, kadang konflik satu sama lain.

Inovasi harus disesuaikan dengan situasi kompleks, termasuk isu social equity dan efisiensi ekonomi

Ukuran Kinerja Return On Investment (RoI) Inovasi memakan biaya besar, oleh

karenanya biasa dihitung dari selisih keuntungan penjualan

Indikator dan target kinerja yang banyak.

Keuntungan dari inovasi sangat sulit diukur

Isu Manjemen Beberapa manajer mempunyai otonomi, beberapa lainnya dibatasi oleh shareholder,

corporate goverance dan atau keuangan. Inovasi berhubungan dengan pengambilan resiko

Kebanyakan manjer berada dalam situasi tekanan politik Inovasi memerlukan persetujuan politik

Hubungan dengan end- Pasar adalah sebagai End-users adalah

(24)

Karakter Sektor Binis Sektor Publik

users konsumen dan juga

industri. Feedback dari pasar mendorong ide/inovasi Inovasi

dimotivasi oleh kebutuhan menjaga hubungan

dengan pasar

masyarakat, secara tradisional adalah warga negara Costumer

relation tidak terbangun dengan baik. Inovasi biasanya tidak didorong oleh factor end-users Rantai Supply Kebanyakan perusahaan

merupakan bagian dari rantai supplay yang lebih besar. Inovasi yang dihasilkan perusahaan kecil biasanya kalah oleh perusahaan besar karena biasanya kalah dalam hal dukungan dana

Sektor publik biasanya bergantung pada sektor bisnis dalam pengadaan barang dan jasa Sektor public menentukan standar, sektor bisnis menawarkan inovasi

SDM Motif ekonomi Pegawai

didorong untuk membuat perbaikan atas produk yang dihasilkan

Motif idealis Inovasi kadang dilihat sebagai ancaman, kadang juga dilihat sebagai diadopsi untuk perbaikan pelayanan publik.

Sumber Pengetahuan Fleksibel dan luas, mulai dari konsultan, asosiasi perdagangan, dan peneliti sektor publik Inovasi bervariasi

Sumber pengetahuan sangat banyak. Relatif kaku, hanya beberapa bagian dari sektor publik yang memanfaatkan Universitas jenis inovasi di beberapa bagian berbeda

Horizon Waktu Kebanyakan short-term Inovasi memerlukan pembayaran secepatnya

Kebanyakan long term, Kesulitan dalam

mengetahui konsekuensi

(25)

Karakter Sektor Binis Sektor Publik dari sebuah inovasi

2.1.3 Penciptaan Inovasi Teknologi - Penelitian dan Pengembangan

Proses penciptaan Inovasi teknologi dimulai dari tahapan Penelitian- Pengembangan Reseach and Develompent (R & D). Pada industri yang menjadikan inovasi produk sebagai daya saing utama, maka harus memiliki bidang Reseach and Develompent (R & D). Secara sederhana "Penelitian dan Pengembangan" defenisikan sebagai metode penelitian yang bertujuan untuk mencaritemukan, memperbaiki, mengembangkan, menghasilkan produk, menguji produk, sampai dihasilkannya suatu produk yang terstandarisasi sesuai dengan indikator yang ditetapkan. Atau dengan kata lain sebagai metode penelitian yang bertujuan" menghasilkan suatu produk unggulan" yang didahului

"penelitian pendahuluan" sebelum produk dikembangkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan, bahwa produk yang akan dikembangkan adalah benar-benar produk yang dibutuhkan. Oleh karena itu "Penelitian dan Pengembangan (R &

D)" banyak digunakan disektor industri dalam rangka menghasilkan produk produk unggulan, baik itu industri manufaktur maupun industri olahan atau makanan. Teknologi tinggi selalu fokus pengukuran dan perbaikan produktivitas dan efisiensi R & D (National Science Board, 1998).

Dalam OECD (1993), R & D adalah istilah yang mencakup tiga aktivitas:

dasar penelitian, penelitian terapan dan eksperimental pengembangan.

Penelitian dasar bersifat eksperimental atau pekerjaan teoritis dilakukan terutama untuk memperoleh pengetahuan baru yang mendasari dasar-dasar

(26)

fenomena dan dapat diamati fakta, tanpa aplikasi atau penggunaan tertentu dalam penglihatan. Penelitian terapan juga dilakukan untuk memperoleh pengetahuan baru. Namun, itu diarahkan terutama untuk tujuan praktis tertentu atau objektif. Pengembangan eksperimental adalah kerja sistematis, memanfaatkan yang ada pengetahuan yang diperoleh dari penelitian dan atau pengalaman praktis, yang diarahkan memproduksi material, produk dan perangkat baru; untuk menginstal proses baru, sistem dan jasa; atau untuk meningkatkan secara substansial sudah diproduksi atau dipasang. Para peneliti di bidang pendidikan umumnya menerapkan RD untuk untuk menghasilkan produk pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, bahkan kualitas pendidikan pada umumnya (Gall dan Borg (2003). Dalam sistem Nasional tentang pengetahuan dan teknologi proses penciptaan inovasi disebutkan melalui tahapan: Penelitian-Pengembangan-Pengkajian dan Penerapan.

Dalam UU RI No 11 Tahun 2019, penelitian didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah. Pengembangan (Development) adalah kegiatan untuk peningkatan manfaat dan daya dukung Ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah terbukti kebenaran dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat Ilmu pengetahuan dan teknologi (UU RI No 11 Tahun 1999). Dalam konteks penguatan sistem pengetahuan dan teknologi, maka UU tersebut mengamanatkan bahwa penelitian ditujukan untuk: (1) penguatan penguasaan ilmu dasar dan ilmu terapan, termasuk di dalamnya ilmu sosial yang digunakan untuk menciptakan dan/atau mengembangkan ilmu

(27)

pengetahuan dan, teknologi; Dan (2) penelitian dapat menjadi solusi permasalahan pembangunan.

Kegiatan pnciptaan inovasi teknologi umumnya di mulai dari riset dasar untuk menghasilkan komponen teknologi, kemudian melalui tahapan kajian untuk menilai atau mengetahui kesiapan, kemanfaatan, dampak, dan implikasi sebelum dan /atau sesudah ilmu pengetahuan dan teknologi diterapkan.

Kegiatan kajian dilakukan melalui: perekayasaan, kliring teknologi; dan audit teknolongi. Kegiatan perekayasaan dilakukan melalui pengujian, pengembangan teknologi, rancang bangun, dan pengoperasian. Oleh karena itu, kegiatan perekayasaan merupakan kegiatan penerapan ilmu pengetahuan dan, teknologi dalam bentuk desain atau rancang bangun untuk menghasilkan nilai, produk dan/atau proses produksi yang lebih baik dan/atau efisien dengan mempertimbangkan keterpaduan sudut pandang dan/atau konteks teknis, fungsional, bisnis, sosiai, budaya, lingkungan hidup, dan estetika.

Dengan demikian, proses penciptaan inovasi teknologi melalui proses/tahapan: Penelitian-Pengkajian-Penerapan-Pengembangan. Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset sebagai isntitusi yang memiliki mandat utama untuk melakukan penelitian dan penciptaan inovasi (UU RI No 11 Tahun 2019; UU RI No. 18 Tahun 2002). Secara kelembagaan, Lembaga Riset di tata dalam struktur fungsi: Penelitian-Pengkajian-Penerapan-Pengembangan. Dalam konteks Badan Penelitian Dan Pengembengan Pertanian, Kegiatan penelitian dilakukan oleh Balai-Balai Penelitian Komoditas (Balai Penelitian Padi, Balai Penelitian Tanaman Perkebunan, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, dan lain-lain). Balai- Balai Penelitian berperan dalam penelitian dasar untuk menghasilkan komponen teknologi. Komponen teknologi akan dirakit dan dikaji oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang ada di setiap wilayah untuk menguji keseuaian

(28)

teknologi pada kondisi agroekosistem, ekonomi, dan sosial budaya setempat.

Dengan kata lain BPTP bertugas menguji tingkat kesesuaian teknis, ekonomis, dan sosial dari teknologi yang dihasilkan oleh Balai-Balai Penelitian Komoditas.

Kajian oleh BPTP umumnya langsung di lahan petani dan melibatkan petani secara partisipatif. Jika sebuah inovasi pertanian memiliki keyakan teknis, ekonomis dan sosial dalam suatu wilayah agroekosistem maka dapat langsung direkomendasikan untuk digunakan oleh pengguna. Atau bisa juga melalui tahapan pengembangan. Tahapan proses ini memungkinkan sebuah inovasi yang didiseminasikan kepada pengguna telah memaliki tingkat kelayakan teknis, ekonomis, dan sosial untuk diterapkan oleh pengguna.

2.1.4 Hak Kekayaan Intelektual (HKI)-Lisensi Teknologi-Kerjasama Pasal 16 (1) UU 18 Tahun 2002 dan Pasal 2 PP 20 Tahun 2005 mensyaratkan Perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan, yang dibiayai sepenuhnya atau sebagian oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada badan usaha, pemerintah, atau masyarakat, sejauh tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan. Hal kekayaan intelektual (HKI) merupakan jembatan untuk melakukan alih teknologi karena teknologi yang akan dilisensi harus mempunyai perlindungan Hak Kekayaan Intelektual.

Perguruan tinggi dan Lembaga litbang dituntut untuk selalu menghasilkan teknologi inovatif (invensi) dan melakukan perlindungan dalam bentuk HKI. Perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk melindungi invensi dari hal-hal yang tidak diinginkan, dan juga untuk melindungi industri yang melisensi agar mempunyai kekuatan hukum dalam pengembangan komersialnya.

Oleh karena itu, karena kepemilikan HKI dan kerja sama lisensi dengan dunia

(29)

usaha merupakan salah satu indikator keberhasilan lembaga litbang dan Perguruan tinggi. Dalam hal ini institusi memiliki platform dalam penciptaan inovasi dan lisensi kekayaan intelektual. Badan litbang pertanian kebijakan pengembangan HKI Badan Litbang Pertanian bertujuan memperkuat dan memperluas jejaring kerja guna mendukung terwujudnya lembaga litbang yang handal dan terkemuka, serta meningkatkan perlindungan HKI dalam mendukung industri pertanian. HKI yang sering dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian meliputi: paten, perlindungan varietas tanaman (PVT), rahasia dagang, merk dan hak cipta.

Fiaz dan Naiding (2012) menjelaskan perlunya kerja sama antara dunia industri dengan lembaga litbang atau perguruan tinggi dalam rangka penyediaan teknologi kepada dunia industri karena tidak semua kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) dapat dilakukan sendiri oleh industri mengingat besarnya biaya untuk keperluan litbang. Penyediaan teknologi kepada industri dapat dilakukan melalui mekanisme pemberian lisensi.

Menurut McDonald dan

Leahey (1985), lisensi teknologi dapat membantu tercapainya tujuan bisnis, diantaranya untuk memasuki pasar baru dan mengurangi biaya pengembangan produk baru. Prinsip kerja sama alih teknologi ini mencakup (1) mitra kerja sama merupakan badan usaha yang mempunyai badan hukum, (2) mempunyai izin usaha, (3) teknologi yang dilisensikan telah didaftarkan HKI, (4) dituangkan dalam bentuk perjanjian lisensi dan (5) dikenakan royalti sesuai aturan yang berlaku. Kerja sama alih teknologi komersial yang dikelola Badan Litbang Pertanian adalah melalui mekanisme lisensi. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemiliki HKI kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu invensi yang

(30)

diberikan perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Secara umum terdapat beberapa faktor penentu ketertarikan dunia industri dalam melakukan lisensi teknologi, antara lain kemudahan akses teknologi yang akan dilisensi, keuntungan yang diperoleh perusahaan melalui lisensi teknologi, serta adanya kejelasan perjanjian lisensi secara yuridis.

2.1.5 Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) atau technological readiness merupakan suatu sistem pengukuran sistematis untuk memahami kematangan teknologi sehingga suatu hasil pengembangan teknologi siap diterapkan. Secara lengkap didalam UU RI No 11 Tahun 1999, Permenristdikti RI No 42 tahun 2016 tentang pengukuran dan penetapan tingkat kesiapterapan teknologi, TKT didefinisikan sebagai tingkat kondisi kematangan atau kesiapterapan hasil penelitian dan pengembangan teknologi tertentu yang diukur sercara sistematis dengan tujuan untuk dapat diadopsi oleh pengguna, baik oleh pemerintah, industri, maupun masyarakat. Dalam Handbook Technology Readiness for Space Aplication (2008), TKT didefinisikan sebagai seperangkat metrik manajemen yang memungkinkan penilaian kematangan teknologi tertentu dan perbandingan yang konsisten dari kematangan antara berbagai jenis teknologi- semuanya dalam konteks sistem, aplikasi, dan lingkungan operasional tertentu (TRLs are a set of management metrics that enable the assessment of the maturity of a particular technology and the consistent comparison of maturity between different types of technology—all in the context of a specific system, application and operational environment).

Pengukuran TKT pertama kali dicetuskan oleh peneliti NASA Stan Sadin pada tahun 1974. Selanjutnya Sadin et.al. (1989) yang bekerja di Markas NASA, mengkonfirmasi lagi konsep tingkat kesiap terapan teknologi. Pada tahun yang

(31)

sama, NASA mengakui pengukuran TKT (Technology readines level, TRL) dan memformalkan penggunaannya sebagai metode yang berguna dan secara umum dapat dipahami untuk menjelaskan kepada kolaborator dan stakeholder tentang seberapa matang teknologi tertentu. Tahun 1995, John C. Mankins, NASA merumuskan sembilan tingkat kematangan sehingga suatu teknologi siap untuk diluncurkan (Mankins, 1995) NASA menggunakan TKT dalam kualifikasi dan kajian terhadap proposal dalam rencana investasi teknologi ruang angkasa (Straub, 2015). NASA menggunakan TKT untuk mengukur seberaa jauh suatu teknologi digunakan di luar angkasa. Kemudian, sejak 1999, sebagai hasil investigasi Pemerintah AS, Departemen Pertahanan AS (Department of Defence) diharuskan menggunakan TKT dalam akuisisi teknologi senjata (Schinasi et al., 1999). Demikian pula, Persemakmuran Australia melakukan kaji ulang pengadaan pertahanan (Kinnaird, et al., 2003) dan mulai menggunakan TKT di Depratemen Pertahanannya sendiri. Sekitar waktu itu, penggunaan TKT menyebar di antara organisasi pemerintah dan militer lainnya di negara-negara berbahasa Inggris dan juga diadopsi oleh Badan Antariksa Eropa

Metode pengukuran TKT digunakan secara luas dalam berbagai bidang oleh perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa (Lemos and Chagas, 2016).

Perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa menunjukkan penggunaan TKT pada proyek yang menyangkut sistem teknologi yang kompleks (Tomaschek et.al., 2016). TKT tidak hanya mendukung penelitian akademis dan pengembangan teoretis, tapi juga kolaborasi antara peneliti, perekayasa, dan praktisi (Nakamura, 2013). Dalam buku Tekno-Meter, TKT menjadi bahasa yang digunakan bersama untuk membicarakan kematangan teknologi antara pengambil kebijakan, pengembang teknologi dan pengguna atau industri (BPPT, 2011).

(32)

Di Indonesia, sembilan tingkatan TKT NASA diadopsi oleh BPPT pada tahun 2005 (Tabel 1), dalam kegiatan pengkajian sistem difusi dan pemanfaatan teknologi dalam pengukurannya menggunakan TRL Calculator (Bilbro, 2002) yang diadaptasi menjadi Tekno-Meter (BPPT, 2011). Tekno-Meter digunakan sebagai perangkat yang dapat memberikan gambaran sesaat (snapshot) tentang status kematangan teknologi pada waktu tertentu. Ilustrasi tingkat tinggi dari skala TRL, menggunakan "diagram termometer" yang terkenal sebagai metafora untuk meningkatkan kematangan teknologi, dalam konteks perkembangan dari penelitian dasar ke operasi sistem (Gambar 1). Secara umum, level TKT dapat dikelompokkan menjadi tiga aktivitas level yang lebih tinggi: (i). TKT 1-3: Research and Development (R&D): kegiatan ini kemungkinan besar terjadi secara dasar pengaturan laboratorium, sebelum identifikasi organisasi sponsor; (ii). TKT 4-6: Demonstrasi Teknologi: aktivitas ini terjadi sebagai hasil pendanaan yang disediakan oleh organisasi sponsor, seperti DHS S&T; (iii). TKT 7-9: Produksi dan Penerapan: aktivitas ini terjadi setelah teknologi telah ada ditransfer dari organisasi sponsor ke pelanggan atau pengguna akhir (McGarvey, 2009).

Tabel 2. TKT NASA yang Diadopsi BPPT Ting

kat

Keterangan

1 Prinsip dasar dari teknologi telah diteliti dan tercatat.

2 Formulasi konsep teknologi dan aplikasinya.

3 Pembuktian konsep (proof-of-concept) fungsi dan/atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental.

4 Validasi kode, komponen dan atau kumpulan komponen dalam lingkungan laboratorium.

5 Validasi kode, komponen dan atau kumpulan komponen dalam lingkungan yang relevan.

(33)

Ting kat

Keterangan

6 Demonstrasi Model atau Prototipe Sistem/ Subsistem dalam lingkungan yang relevan.

7 Demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan/aplikasi sebenarnya.

8 Sistem telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified) melalui pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan/ aplikasi sebenarnya.

9 Sistem benar-benar teruji/terbukti melalui keberhasilan pengoperasian.

Selanjutnya pada tahun 2006, BPPT bekerja sama dengan Kementerian Riset Teknologi (KRT) melakukan kajian bersama dan menyusun Panduan Pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi. Salah satu output kajian ini adalah terwujudnya TRL-Meter, yaitu sebuah perangkat lunak worksheet berbasis Microsoft Excel. TRLMeter digunakan membantu KRT untuk mengevaluasi keberhasilan program Riset Unggulan Kemitraan (RUK). Pengembangan aplikasi pengukuran TKT berbasis web merupakan perluasan implementasi pengukuran TKT menggunakan aplikasi yang dapat diakses dalam jangkauan yang lebih luas.

(34)

Gambar 1. Diagram termometer TKT (TRL Handbook, 2009).

2.2 Pendekatan Metodologis

Banyak hasil penelitian dan pengembangan yang belum dimanfaatkan oleh pengguna di Papua Barat. Sebagian besar (sekitar 90%) teknologi yang dihasilkan belum dapat dihilirisasi. Dari data inovasi daerah Papua Barat yang terhimpun sebanyak 227 inovasi, sebagian besar inovasi teknologi masih terkategori sebagai invensi. Hanya 0,001% yang terdafar sebagai HKI. Analisis tingkat kesiapterapan teknologi akan dapat memberikan data dan informasi bagi strategi peningkatkan kinerja inovasi dan daya saing Papua Barat di Papua Barat.

Penelitian ini mencakup analisis terhadap 227 inovasi yang telah terdokumentasi di Balitbangda, serta data dan informasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan yang ada pada instansi penghasil inovasi teknologi

(35)

(Perguruan tinggi dan lembaga riset) dalam kurun waktu 2015-2019. Aspek inovasi daerah bagi pelayanan publik dianalisis lebih lanjut 227 inovasi yang telah terdokumentasi untuk merekomendasikan perbaikan inovasi dan atau replikasi untuk percepatan peningkatan kinerja dan daya saing Papua Barat.

2.2.1 Metode Pelaksanaan

Penelitian ini menggunakan desain penelitian dengan pendekatan survey menggunakan kuisioner terstruktur mengenai pengukuran TKT yang disampaikan kepada peneliti atau inventor di Perguruan Tinggi, Lembaga Riset, dan OPD di Papua Barat di Papua Barat melalui google forms.

2.2.2 Data dan Variabel

Data dan variabel yang dianlisis mencakup data dan variabel pengukuran TKT sesuai Permenristekdikti Nomor 42 Tahun 2016 tentang Tingkat Kesiapterapan Teknologi. TKT merupakan ukuran yang menunjukkan tahapan atau tingkat kematangan atau kesiapan teknologi pada skala 1–9, yang mana antara satu tingkat dengan tingkat yang lain saling terkait dan menjadi landasan bagi tingkatan berikutnya.

Data inovasi teknologi yang sudah teriventariasi dalam 227 inovasi di Papua Barat periode 2015-2019 dan lembaga pelaksana riset dan pengembangan di Papua Barat menjadi data input utama dalam penelitian ini. Pemetaan TKT dilakukan terhadap data proposal penelitian yang disusun oleh Peneliti.

Lembaga-lembaga yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Perguruan tinggi, lembaga riset, dan organisasi perangkat daerah di Papua Barat.

2.2.3 Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data menggunakan kuisioner yang dinputkan kedalam google forms yang disampaikan dan diisi oleh peneliti berdasarkan data hasil

(36)

inventarisasi inovasi di Papua Barat. Kuisioner disusun secara sistematis dan terstruktur dengan menggunakan indikator-indikator pengukuran pada masing- masing level TKT sesuai bidang teknologi, sebagai berikut.

a) Merekapitulasi inovasi teknologi yang terdata dalam laporan inventarisasi inovasi di Papua Barat

b) Mengelompokkan inovasi teknologi menurut bidang fokus sebagai tertera dalam Tabel 3.

Tabel 3. Bidang Teknologi dan Ketegori Tingkat Kematangan Teknologi (TK)

Bidang Teknologi Kategori TKT

TIK Software

Hankam Umum

Energi Umum

Transportasi Umum

Pangan Pertanian, Perikanan, Peternakan

Kesehatan dan Obat Kesehatan dan Obat Vaksin/Hayati/Alkes Bahan Baku dan Material

Maju

Hard Engineering

Sosial Humaniora Sosial Humaniora

Maritim Umum

Kebencanaan Umum

c) Menyusun kuisioner pengukuran indikator TKT dan menyampaikan melalui google forms kepada peneliti/Lembaga.

2.2.4 Metode Analisis Data

Pendekatan analisis dimulai dengan: (1) Verifikasi data input TKT dari responden; (2) Pengukuran TKT melalui pemetaan keterpenuhan indikator masing-masing tingkat kesiapterapan teknologi hasil penelitian (researcah) dan pengembangan (development); (3) Pemetaan keterpenuhan indikator melalui

(37)

lembar kerja. Pemetaan keterpenuhan dimulai dari tingkat terendah, yaitu keterpenuhan indikator pada tingkat TKT I. Setiap keterpenuhan indikator dibuktikan dengan dokumen/bukti lain yang relevan dengan indikator tersebut.

Apabila jumlah keterpenuhan sama atau lebih dari 80%, maka tingkat kesiapterapan hasil penelitian dan pengembangan baru mencapai tingkat TKT terakhir yang memenuhi 80% atau lebih (Tabel 4). TKT merupakan ukuran yang menunjukkan tahapan atau tingkat kematangan atau kesiapan teknologi pada skala 1–9, yang mana antara satu tingkat dengan tingkat yang lain saling terkait dan menjadi landasan bagi tingkatan berikutnya. Dalam analisis ini, Tingkat kesiapterapan teknologi dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (i) Penelitian Dasar, (ii) Penelitian Terapan, dan (iii) Penelitian Pengembangan. Tahapan proses analisis TKT diperlihatkan pada Gambar 2; (4) Dilakukan penyajian data dan informasi, serta sintesa kebijakan pengembangan inovasi bagi percepatan hilirisasi teknologi di Papua Barat.

Tabel 4. Indikator Pengukuran Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) Tingkat

Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100

KT 1

Prinsip dasar dari teknologi diteliti dan dilaporkan.

(Riset Dasar)

1 Asumsi dan hukum dasar (sebagai contoh fisika/kimia) yang akan digunakan pada teknologi (baru) telah ditentukan

2 Studi literatur (teori/empiris atas riset terdahulu) tentang prinsip dasar teknologi yang akan dikembangkan

3 Formulasi hipotesis riset (bila ada)

(38)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100 Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT I

KT 2

Formulasi konsep dan/atau penerapan formulasi

(Riset Dasar)

1 Peralatan dan sistem yang akan digunakan, telah teridentifikasi

2 Studi literatur

(teoritis/empiris) teknologi yang akan dikembangkan memungkinkan untuk diterapkan

3 Desain secara teoritis dan empiris telah teridentifikasi 4 Elemen-elemen dasar dari

teknologi yang akan dikembangkan telah diketahui 5 Karakterisasi komponen

teknologi yang akan dikembangkan telah dikuasai dan dipahami,

6 Kinerja dari masing-masing elemen penyusun teknologi yang akan dikembangkan telah diprediksi,

7 Analisis awal menunjukkan bahwa fungsi utama yang dibutuhkan dapat bekerja dengan baik

8 Model dan simulasi untuk menguji kebenaran prinsip dasar

9 Riset analitik untuk menguji kebenaran prinsip dasarnya Komponen-komponen

(39)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100 teknologi yang akan

dikembangkan, secara terpisah dapat bekerja dengan baik Peralatan yang digunakan harus valid dan reliable, dan Diketahui tahapan eksperimen yang akan dilakukan

Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT II

KT 3

Pembuktian konsep fungsi dan/atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental

(Riset Dasa)

1 Studi analitik mendukung prediksi kinerja elemen- elemen teknologi

2 Karakteristik/sifat dan kapasitas unjuk kerja sistem dasar telah diidentifikasi dan diprediksi

3 Telah dilakukan percobaan laboratorium untuk menguji kelayakan penerapan teknologi tersebut

4 Model dan simulasi mendukung prediksi kemampuan elemen-elemen teknologi,

5 Pengembangan teknologi tsb

dgn langkah awal

menggunakan model

matematik sangat

dimungkinkan dan dapat disimulasikan

6 Riset laboratorium untuk memprediksi kinerja tiap elemen teknologi

(40)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100 7 Secara teoritis, empiris dan

eksperimen telah diketahui komponen-komponen sistem teknologi tersebut dapat bekerja dengan baik

8 Telah dilakukan riset di laboratorium dengan menggunakan data dummy 9 Teknologi layak secara ilmiah

(studi analitik, model / simulasi, eksperimen)

Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT III

KT 4

Validasi komponen/sub sistem dalam laboratorium

(Riset Terapan)

1 Test laboratorium komponen- komponen secara terpisah telah dilakukan

2 Persyaratan sistem untuk aplikasi menurut pengguna telah diketahui (keinginan adopter)

3 Hasil percobaan laboratorium terhadap komponen- komponen menunjukkan bahwa komponen tersebut dapat beroperasi

4 Percobaan fungsi utama teknologi dalam lingkungan yang relevan

5 Prototipe teknologi skala laboratorium telah dibuat 6 Risetintegrasi komponen telah

dimulai

(41)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100 7 Proses ‘kunci’ untuk

manufakturnya telah diidentifikasi dan dikaji di laboratorium

8 Integrasi sistem teknologi dan rancang bangun skala laboratorium telah selesai (low fidelity)

Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT IV

KT 5

Validasi komponen/sub sistem dalam suatu

lingkungan yang relevan

(Riset Terapan)

1 Persiapan produksi perangkat keras telah dilakukan

2 Riset pasar (marketing research) dan riset laboratorium untuk memilih proses fabrikasi

3 Prototipe telah dibuat

4 Peralatan dan mesin pendukung telah diuji coba dalam laboratorium

5 Integrasi sistem selesai dengan akurasi tinggi (high fidelity), siap diuji pada lingkungan nyata/simulasi, 6 Akurasi/ fidelity sistem

prototipe meningkat

7 Kondisi laboratorium di modifikasi sehingga mirip dengan lingkungan yang sesungguhnya

8 Proses produksi telah direview oleh bagian manufaktur

(42)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100 Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT V

KT 6

Demonstrasi model atau prototipe/

sistem/subsist em dalam suatu

lingkungan yang relevan

(Riset Terapan)

1 Kondisi lingkungan operasi sesungguhnya telah diketahui 2 Kebutuhan investasi untuk

peralatan dan proses pabrikasi teridentifikasi

3 M & S untuk kinerja sistem teknologi pada lingkungan operasi

4 Bagian manufaktur/ pabrikasi menyetujui dan menerima hasil pengujian laboratorium 5 Prototipe telah teruji dengan

akurasi/ fidelitas laboratorium yang tinggi pada simulasi lingkungan operasional (yang sebenarnya di luar laboratorium)

6 Hasil Uji membuktikan layak secara teknis (engineering feasibility)

Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT VI

KT 7

Demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan sebenarnya

(Riset

Pengembangan

1 Peralatan, proses, metode dan desain teknik telah diidentifikasi

2 Proses dan prosedur fabrikasi peralatan mulai diuji cobakan 3 Perlengkapan proses dan

peralatan test / inspeksi diuji cobakan didalam lingkungan produksi

(43)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100 ) 4 Draft gambar desain telah

lengkap

5 Peralatan, proses, metode dan desain teknik telah dikembangkan dan mulai diuji cobakan

6 Perhitungan perkiraan biaya telah divalidasi (design to cost)

7 Proses fabrikasi secara umum telah dipahami dengan baik 8 Hampir semua fungsi dapat

berjalan dalam

lingkungan/kondisi operasi 9 Prototipe lengkap telah

didemonstrasikan pada simulasi lingkungan operasional. Prototipe sistem telah teruji pada uji coba lapangan. Siap untuk produksi awal (Low Rate Initial Production-LRIP)

Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT VII

KT 8

Sistem telah lengkap dan handal melalui pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan sebenarnya

1 Bentuk, kesesuaian dan fungsi komponen kompatibel dengan sistem operasi

2 Mesin dan peralatan telah diuji dalam lingkungan produksi

3 Diagram akhir selesai dibuat 4 Proses fabrikasi diujicobakan

(44)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100

(Riset

Pengembangan )

pada skalapercontohan (pilot- line atau LRIP)

5 Uji proses fabrikasi menunjukkan hasil dan tingkat produktifitas yang dapat diterima

6 Uji seluruh fungsi dilakukan dalam simulasi lingkungan operasi

7 Semua bahan/ material dan peralatan tersedia untuk digunakan dalam produksi 8 Sistem memenuhi kualifikasi

melalui test dan evaluasi (DT&E selesai)

9 Siap untuk produksi skala penuh (kapasitas penuh) Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT VIII

KT 9

Sistem benar- benar

teruji/terbukti melalui

keberhasilan pengoperasian

(Riset

Pengembangan )

1 Konsep operasional telah benar-benar dapat diterapkan 2 Perkiraan investasi teknologi

sudah dibuat

3 Tidak ada perubahan desain yg signifikan

4 Teknologi telah teruji pada kondisi sebenarnya

5 Produktivitas pada tingkat stabil

6 Semua dokumentasi telah lengkap

7 Estimasi harga produksi

(45)

Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)

Indikator Pengukuran

Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80 100 dibandingkan kompetitor, dan

8 Teknologi kompetitor diketahui

Rata-Rata Prosentase Keterpenuhan Indikator TKT IX

Gambar 2. Bagan Alir Analisis TKT

Mulai

Indikator TKT 1-9

Memperbaiki dan melengkapi indikator yg blm terpenuhi Validasi

Selesai

(46)

BAB III. TINJAUAN RINGKAS INOVASI IPTEK

3.1 Status Inovasi

Sesuai Peraturan Pemerintan Nomor 38 tahun 2017 tentang inovasi daerah dilakukan untuk mendukung peningkatan kinerja pemerintahan daerah dan pelayanan publik secara optimal dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Perundangan ini mengamanatkan pentingnya inovasi daerah dalam meningkatkan kinerja aparatur, kebijakan, IPTEK dan aspek sosial/budaya guna mewujudkan pembangunan bangsa.

Status inovasi di Papua Barat belum tercatat secara baik. Portal atau Website yang dapat secara langsung menyediakan layanan inovasi belum tersedia, sehingga kita tidak dapat sacara langsung melihat potret inovasi di Papua Barat. Untuk mengetahui status inovasi di Papua Barat, tim menelusuri berbagai sumber informasi. Sumber inovasi dapat diperoleh dari baik secara individu, lembaga riset, instansi pemerintah serta mitra pembangunan yang berkeja di Papua Barat. Disamping sumber-sumber informasi tersebut, potret inovasi di Papua Barat dapat juga diperoleh dari berbagai kegiatan pameran dan ekspose produk-produk inovasi serta pada berbagai kegiatan perlombaan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Gelar inovasi yang ada sesuai dengan tema pembangunan di Papua Barat, yang meliputi inovasi pelayanan dasar, perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, penyediaan infrastruktur dasar dan konektivitas, dan perbaikan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan. Mengacu pada arah kebijakan prioritas nasional pembangunan

(47)

Papua Barat dalam rencana kerja pemerintah, inovasi meliputi poin-poin berikut ini, yaitu:

1) Peningkatan akses dan kualitas pendidikan;

2) Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan;

3) Perlindungan sosial dan kemiskinan;

4) Penguatan ekonomi lokal berbasis wilayah adat;

5) Percepatan pembangunan infrastruktur dasar;

6) Pengembangan konektivitas wilayah;

7) Pengelolaan sumber daya alam unggulan, pengembangan industri lokal dan strategis serta pariwisata; dan

8) Penataan kelembagaan dan regulasi, serta tanah ulayat.

Di bidang kesehatan, pemerintah mengembangkan layanan telemedicine, yakni pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan medis jarak jauh. Aplikasi telemedicine menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-fasilitas kesehatan menggunakan peralatan konferensi video. Tahap awal, pemerintah fokus untuk pemasangan jaringan telemedicine di daerah yang memiliki akses internet yang baik dan pembangunan pusat konsultasi/pengampu telemedicine untuk mengampu rumah sakit kabupaten dan puskesmas. Telemedicine bermanfaat untuk mengatasi keterbatasan dokter dan dokter spesialis terutama daerah terpencil, meningkatkan efisiensi dan mengurangi perjalanan pasien yang tidak diperlukan, menurunkan angka kasus rujukan dengan memperkuat sistem rujukan, mengatasi masalah waktu atau kelambatan pelayanan diagnostik, mengatasi keterbatasan sarana diagnostik di fasilitas kesehatan, serta

(48)

mempermudah pengawasan pasien dan home care. Telemedicine kesehatan dan inovasi pendidikan di Papua Barat

Dalam pembukaan Pameran inovasi pelayanan publik ke-III tahun 2018 diikuti sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Teluk Bintuni. Penyelenggaran pameran ini merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelumnya pada Tahun 2015 dan Tahun 2017. Penyelenggara kegiatan ini lebih pada gelar inovasi pelayanan publik pemerintahan Provinsi Papua Barat dalam menyongsong hari pelayanan publik sedunia. Gelar inovasi pelayanan publik lebih ditekankan pada pelayanan yang optimal kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan publik, malalui proses alur pelayanan yang cepat, sederhana dan transparan.

Gelar Inovasi Kesehatan Teluk Bintuni menempatkan kabupaten tersebut mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia internasional (Gambar 3).

Inovasi bidang pengendalian penyakit malaria yang dilakukan pemerintah, warga dan pihak swasta Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat lewat program Early Diagnosis and Treatment (EDAT) meraih penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Program EDAT yang dijalankan di Kabupaten Teluk Bintuni meraih juara dalam Penghargaan PBB untuk Pelayanan Publik (United Nation Public Service Award) di Wilayah Asia Pasifik (Gambar 4).

Pengumuman prestasi dilakukan dalam forum PBB di Maroko. Penghargaan PBB yang diterima Teluk Bintuni disambut antusiasi oleh semua kalangan. Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek pun menyampaikan apresiasi terhadap program EDAT yang sudah berjalan dari 2005 ini. Bupati Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw mengungkapkan betapa bangganya dia dapat mewakili Indonesia untuk menerima penghargaan internasional.

Gambar

Tabel 1. Matriks Karakteristik Inovasi
Gambar 1. Diagram termometer TKT (TRL Handbook, 2009).
Tabel 4. Indikator Pengukuran Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT)  Tingkat  Kesiapterapan  Teknologi (TKT)  Indikator Pengukuran  Keterpenuhan Indikator (%) 20 40 60 80  100  KT 1  Prinsip  dasar dari  teknologi  diteliti  dan  dilaporkan
Gambar 2. Bagan Alir Analisis TKT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode penambangan adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk membebaskan atau mengambil endapan bahan galian yang mempunyai arti ekonomis dari batuan

Dari tabel di atas PT TITAN SARANA NIAGA komputer client memiliki software yang umum digunakan dalam setiap perusahaan..

 90 % dari draf yang disiapkan pemerintah mengalami perubahan yang sangat mendasar, baik dari segi substansi maupun formulasi rumusannya, yang disepakati pada

Berdasarkan data penilaian evaluasi kerja perawat tahun 2011, diketahui bahwa jumlah perawat di RSUD Ajibarang adalah 154 orang, yang dilakukan mutasi rotasi berjumlah 33

Untuk memperoleh pemahaman yang sama dalam melaksanakan kegiatan dimaksud, maka disusun Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita

Judul yang penulis ajukan adalah “Perbedaan Nilai Praktikum Anatomi Hewan Mahasiswa Pendidikan Biologi Fkip Universitas Muhammadiyah Surakarta Berdasarkan Media

Pemetaan dari data persepsi sensoris dilakukan dengan metode Cluster Analysis untuk menghasilkan dendogram yang menunjukkan hasil klaster antar variabel yang terbentuk

Sesuai dengan penelitian yaitu mengenai hubungan antara resolusi konflik dan kesiapan menikah pada emerging adult, maka karakteristik subjek yang akan digunakan pada penelitian ini