• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, memiliki Angka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, memiliki Angka"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih tergolong tinggi. Kasus kematian ibu di Indonesia masih pada posisi 305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2016, target WHO (World Health Organization) pada tahun 2030 adalah rasio kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2019).

Oleh karena itu, diperlukan upaya maksimal untuk mencapai target tersebut.

Data WHO tahun 2018, penyebab utama pada 75% kematian ibu adalah perdarahan post partum, infeksi, hipertensi dalam kehamilan (preeklampsi dan eklampsi), persalinan macet dan aborsi yang tidak aman. Adapun penyebab terjadinya kematian ibu di Indonesia adalah karena perdarahan 60-70%, preeklampsi dan eklampsi 20-30%, infeksi 10-20% (Kemenkes RI, 2015). Hasil penelitian Raghupathy (2013) di Kuwait menyatakan bahwa preeklampsi merupakan penyebab 15-20% kematian wanita hamil di seluruh dunia serta penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada janin. Terdapat 4 juta lebih wanita hamil mengalami preeklampsi setiap tahun dan diperkirakan 50.000 hingga 70.000 wanita meninggal karena preeklampsi. Di Indonesia, preeklampsi berat (PEB) dan eklampsi merupakan penyebab kematian ibu berkisar 15-25%

(2)

2

sedangkan kematian bayi antara 45-50% (Manuaba, 2010). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, hampir 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK). Penyakit hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsi dan eklampsi) merupakan kelainan vaskular yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas (Sastrawinata S, 2012 ; Kemenkes RI, 2014). Sebagian besar preeklampsi atau eklampsi terjadi antara 20 minggu kehamilan dan 48 jam post partum. Beberapa kasus terjadi antara 48 jam post partum hingga empat minggu post partum (Zhang, 2015).

Penyebab kejadian PEB pada ibu post partum disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Berdasarkan penelitian Redman, et.al. (2019) di Pittsburgh, Pennsylvania, faktor risiko tersebut secara signifikan lebih mungkin dari ras kulit hitam non-Hispanik (31,4%), obesitas (39,7%), dan melahirkan dengan sesar (40,5%). Adapun menurut penelitian Bigelow, et.al. (2014) di Mount Sinai Hospital, New York, faktor risiko preeklampsi pada ibu post partum diantaranya usia ≥ 40 tahun, etnis latin, obesitas (pada kehamilan akhir IMT ≥ 30) serta kehamilan dengan komplikasi diabetes mellitus. Preeklampsi post partum lebih umum terjadi pada ibu dengan usia lebih tua, multipara dan dengan status sosial ekonomi rendah (Vilchez, 2016 ). Hasil penelitian diatas berbeda dengan Manonmani di Coimbatore Medical College Hospital, India (2017), yang mengemukakan bahwa insiden preeklampsi dan post partum hipertensi lebih tinggi pada kelompok usia 21-30 tahun.

(3)

3

PEB dapat menyebabkan komplikasi terhadap janin dan ibu. Komplikasi terhadap ibu dapat menyebabkan kematian (Ekasari, T., dkk., 2019), penurunan kontraktilitas jantung ibu yang menjadi tanda awal penyakit jantung (Timokhina, et.al., 2019), eklampsi, edema paru, stroke, tromboemboli (Vilchez, 2016), cacat permanen (Manonmani, 2017), sindrom HELLP, abrupsio plasenta, dan komplikasi maternal lainnya (Wantania, et.al., 2017).

Risiko ini dapat bertahan selama 4 minggu pasca persalinan. Oleh karena itu, observasi ketat berupa pemantauan tanda-tanda vital, tanda dan gejala hipertensi post partum dan preeklampsi serta pendidikan kepada pasien agar meningkatkan

kewaspadaan dilakukan selama periode tersebut (Manonmani, 2017). Adapun komplikasi PEB terhadap janin dapat mengakibatkan berat badan lahir rendah (BBLR), Intrauterine Growth Restriction (IUGR), prematuritas, dismaturitas dan Intrauterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam kandungan (Mallisa dan Towidjojo, 2014).

Dampak yang timbul jika ibu post partum dengan PEB menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2013, salah satunya pada proses pemberian ASI. Beberapa masalah berikut dapat mengganggu proses menyusui/pemberian ASI pada ibu dengan PEB. Pertama, bayi yang lahir potensial mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim (IUGR – Intra Uterine Growth Restriction) sehingga bayi lahir dengan berat lahir rendah atau seringkali bayi lahir prematur.

Kedua ibu biasanya mendapatkan obat-obatan yang mungkin akan mengganggu produksi ASI atau beberapa zak aktif mungkin dikeluarkan melalui ASI. Ketiga,

(4)

4

pada proses kelahiran sebagian ibu dilakukan operasi caesar sehingga ibu akan menjadi pasien pasca operasi dengan segala risiko dan masalahnya. Keempat, ibu dengan PEB memerlukan perawatan intensif/isolasi sehingga seringkali dipisahkan dari bayinya.

Dampak lain yang akan timbul pada ibu post partum dengan PEB adalah pemberian terapi anti hipertensi yang akan meningkatkan risiko perdarahan dan mengganggu kontraktilitas uterus seperti obat nifedipine. Pemberian nifedipine pada ibu post partum dengan PEB adalah untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat namun nifedipine merupakan golongan obat kelas tokolitik antagonis reseptor oksitosin sehingga menghambat kontraksi uterus. Selain itu, pemberian terapi MgSO4 pun menjadi tokolitik yang akan menghambat kontraksi miometrium (Institute of Obstetricians & Gynaecologists, 2015).

Sehingga, apabila kontraksi uterus terhambat maka akan meningkatkan risiko perdarahan. Banyaknya dampak atau komplikasi yag disebabkan oleh PEB, maka kondisi ini perlu penanganan yang cepat dan tepat di fasilitas kesehatan.

Salah satu fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan pada pasien PEB adalah Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung. Upaya yang dilakukan rumah sakit untuk meminimalisir komplikasi maupun dampak dari PEB, pada umumnya dimulai dengan perawatan ante partum yang berpusat pada penstabilan dan persiapan kelahiran. Standard Operating Procedure (SOP) penanganan PEB di RSKIA adalah dengan melakukan perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan ibu dengan kehamilan >37 minggu atau

(5)

5

apabila adanya gejala impending eklampsi, secara laboratorik adanya sindrom HELLP (hemolysis elevated liver enzymes dan thrombocytopenia) ataupun keadaan janin apabila ditemukan adanya tanda-tanda gawat janin atau adanya tanda-tanda PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat) yang disertai hipoksia.

Dilakukan pengobatan medisinal dengan memberikan infus larutan ringer laktat dan juga pemberian MgSO4. Apabila telah terdiagnosa PEB usia kehamilan 34- 37 minggu dilakukan perawatan konservatif selama 2 hari dengan tujuan untuk pematangan paru janin, selanjutnya kehamilan ibu di terminasi dengan operasi caesar. Pada ibu dengan kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 34 minggu bila telah ditemukan tanda dan gejala PEB maka diberikan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah nya seperti pemberian obat methyldopa 3x500mg per oral. Selanjutnya ibu disarankan kontrol seminggu sekali untuk pemantauan tekanan darahnya ke puskesamas, RSKIA Kota Bandung atau ke fasilitas kesehatan lainnya.

Insiden kejadian PEB di RSKIA tidak hanya terjadi pada ibu hamil dan saat persalinan, tetapi terjadi pula pada ibu post partum. Saat ini, di RSKIA banyak terdapat ibu post partum dengan diagnosa PEB. Berdasarkan data dari rekam medis, jumlah ibu post partum dengan diagnosa PEB tahun 2017 adalah sebanyak 424 orang, tahun 2018 ibu post partum dengan PEB terjadi peningkatan yaitu sebanyak 527 orang. Sedangkan periode bulan Januari - Juni 2019 ibu post partum dengan diagnosa PEB adalah 176 orang. Data lain yang diperoleh pada periode Mei-Juli 2019, terdapat ibu post partum yang pada

(6)

6

kehamilannya tidak terdapat diagnosa PEB namun setelah melahirkan menjadi terdapat PEB bahkan harus dilakukan perawatan di ruang ICU adalah sebanyak 2 orang. Adapun ibu yang sudah pulang ke rumah dan kembali dilakukan perawatan di RSKIA karena PEB adalah 1 orang.

Berdasarkan hal tersebut di atas, serta belum adanya penelitian sebelumnya yang berfokus pada faktor risiko kejadian PEB pada ibu post partum maka peneliti merasa tertarik untuk mengambil judul : “Gambaran

Faktor Risiko Kejadian Preeklampsi Berat pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Di Indonesia, PEB merupakan penyebab kematian ibu dengan presentase kasus yang masih tergolong tinggi yaitu berkisar 15-25%. PEB juga dapat menimbulkan komplikasi lain yang berbahaya bagi ibu dan janin. Bagi ibu, komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh PEB diantaranya eklampsi, sindrom HELLP, edema paru, abrupsio plasenta, dan komplikasi maternal lainnya.

Berdasarkan jenjang fasilitas pelayanan kesehatan, komplikasi dari PEB merupakan penyebab utama kematian maternal di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan tingkat II. Salah satu rumah sakit yang menjadi rujukan di tingkat kota Bandung adalah RSKIA Kota Bandung. Sebagai rumah sakit rujukan, kasus PEB di RSKIA cukup banyak. Angka kejadian PEB di RSKIA Kota Bandung dalam 2 tahun terakhir (2017-2018) masih tergolong tinggi

(7)

7

bahkan terus meningkat, maka rumusan masalah penelitian ini berdasarkan uraian latar belakang di atas adalah apa saja gambaran faktor risiko kejadian preeklampsi berat pada ibu post partum di RSKIA Kota Bandung pada tahun 2019?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum adalah tujuan yang melingkupi semua tujuan penelitian.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran faktor risiko kejadian preeklampsi berat (PEB) pada ibu post partum di RSKIA Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus merupakan tujuan yang mengandung hal-hal yang lebih terperinci yang ingin dicapai dalam sebuah penelitian. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko PEB pada ibu post partum yaitu riwayat preeklampsi, paritas, umur ibu, kehamilan ganda, riwayat hipertensi, pekerjaan, pendidikan, jumlah kunjungan ANC dan riwayat penggunaan KB.

(8)

8 D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu mengidentifikasi gambaran faktor risiko kejadian preeklampsi berat (PEB) pada ibu post partum di RSKIA Kota Bandung.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dalam hal memberikan informasi mengenai kejadian preeklampsi berat. Selain itu, dapat menjadi upaya preventif berupa penyuluhan kesehatan dalam bidang keperawatan pada ibu hamil pada saat prenatal care serta penatalaksanaan yang tepat pada ibu post partum dengan diagnosa PEB sehingga dapat mengurangi atau meminimalkan efek buruk dari PEB-nya.

b. Bagi Rumah Sakit

Bagi rumah sakit, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberi masukan kepada pihak manajemen rumah sakit mengenai faktor risiko yang berhubungan dengan preeklampsi berat pada ibu post partum sehingga dapat memberikan informasi kepada ibu hamil dan khususnya ibu post partum berupa penyuluhan kesehatan mengenai PEB dan penatalaksanaannya. Selain itu, rumah sakit dapat membantu masyarakat untuk melakukan pencegahan dan kewaspadaan pada saat hamil, proses melahirkan serta pasca melahirkan apabila berada dalam faktor risiko tersebut. Dengan demikian, hal tersebut akan

(9)

9

mengurangi angka kematian ibu (AKI) yang salah satu penyebabnya adalah preeklampsi berat.

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan data dasar mengenai faktor risiko PEB pada ibu post partum atau sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan PEB.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dirancang sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN: Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA: Bab ini berisi landasan teoretis, hasil penelitian yang relevan dan kerangka pemikiran. BAB III METODE PENELITIAN: Bab ini menjelaskan mengenai cara atau langkah konkret dari penelitian, seperti alasan pemilihan lokasi, cara pengumpulan data, pengolahan dan analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN : Bab ini menguraikan gambaran umum unit observasi serta menguraikan analisis dan pembahasan hasil penelitian. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN : Dalam bab ini dikemukakan secara singkat kesimpulan, mencakup jawaban yang diperoleh dari interpretasi data yang merupakan jawaban terhadap permasalahan penelitian, serta berisi saran singkat berdasarkan pada kelemahan pada proses penelitian serta berisi pemecahan masalah yang bisa dilakukan.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

sepuluh besar penyakit yang ada, dimana Penyakit Telinga dan Prosesus Mastoid merupakan penyakit yang banyak ditemukan di Rumah Sakit, Sedangkan pada tahun 2013

BOGOR 2006.. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perikanan mini purse seine Berbasisi Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku

Dilihat melalui persentase NPL (Non Performing Loan) tahun ke tahun PT Bina Artha Ventura cabang Cicurug dikatakan tidak sehat. Dari beberapa penyebab terjadinya pembiayaan

Menendang bola merupakan suatu usaha untuk memindahkan bola dari seuatu tempat ke tempat lain menggunakan kaki atau menggunakan bagian kaki. Menendang bola

KETUA WAKIL KETUA ANGGOTA I ANGGOTA II ANGGOTA III ANGGOTA IV ANGGOTA V ANGGOTA VI ANGGOTA VII KADIT LPBH KADITAMA BINBANGKUM SEKRETARIS JENDERAL 12

Subject: Re: mirror can show the real you... Message: hey...m back already in sing..and u knw wht my sch sucks la..masa m here already went to sch for 2days and my fucked up sch

Jika anda tidak akan menggunakan dispenser untuk jangka waktu yang panjang, silakan cabut kabel listrik dan kuras dispenser4. Kuras air dari semua kran, kemudian lepaskan

Pembangunan lokal di Desa Sei Lendir melibatkan unsur-unsur inovasi sosial seperti proses pendekatan partisipatif ekonomi sosial, penciptaan struktur kelembagaan