• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dari al-qur an, hadits, ijma dan qiyas. Hal ini bisa jadi karena waris merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dari al-qur an, hadits, ijma dan qiyas. Hal ini bisa jadi karena waris merupakan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembagian harta waris telah diatur dan dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut ilmu fara’id. Bidang ini cukup unik karena masuk dalam wilayah ibadah mu’amalah namun penjelasan mengenai waris cukup rinci yang bersumber dari al-Qur‟an, hadits, ijma’ dan qiyas. Hal ini bisa jadi karena waris merupakan persoalan krusial, berpotensi menjadi sumber konflik antar ahli waris hingga harus diselesaikan di pengadilan.1 Bahkan dapat menjadi alasan menghilangkan nyawa seseorang.2

Berbeda dengan hukum waris BW (hukum perdata) yang memberikan kemungkinan untuk tidak menerima hak waris dan kemungkinan untuk memilih ahli waris yang dikehendaki pewaris, karena dalam ketentuan waris BW diserahkan kepada masing-masing pihak sesuai kehendak pewaris, jika pewaris tidak menghendaki untuk membagikan warisan kepada ahli warisnya maka tidak menjadi masalah bahkan sengketa, sedangkan dalam waris Islam pewaris tidak dapat menambah atau mengurangi daftar ahli waris. Ketentuan ini disebut dengan asas ijbari.3

1 Seperti kasus sengketa waris yang diajukan ke Pengadilan Agama Banyumas, namun karena tidak puas dengan putusan PA, akhirnya membawa kasus tersebut ke Pengadilan Negeri banyumas. https://radarbanyumas.co.id/sengketa-warisan-berujung-di-pengadilan/

2 Salah satu kasus waris berujung maut terjadi pada tahun 2016 menimpa seorang mahasiswi https://www.liputan6.com/news/read/2826140/cerita-di-balik-rebutan-warisan- berujung-tewasnya-mahasiswi-umj. Kasus lain dapat dilihat pada

https://radarbone.id/2021/02/sengketa-tanah-berujung-maut-amir-tebas-ipar/.

3 Op. Cit.Addys Aldizar, Faturraman, Hukum Waris

(2)

Adapun unsur macam ijbari pada berapa bagian bisa dilihat pada kata اضورفم yang artinya telah ditentukan. Secara terminologi di dalam keilmuan fikih mempunyai makna yaitu Allah mewajibkan kepada hamabaNya. Asas ijbari ada dua macam, pertama terkait dengan cara peralihan dan kedua terkait dengan jumlah atau bagian warisan. Ijbari pada cara peralihan, maksudnya harta pewaris (orang yang meninggal) secara otomatis beralih kepada ahli waris yang telah ditentukan oleh Allah sebagaimana tercantum dalam al-Qur‟an dan hadits, serta penyegeraan pembagian warisan yang tidak dapat ditunda, tanpa bergantung terhadap kehendak pewaris maupun ahli warisnya4.

Sedangkan ijbari pada aspek jumlah warisan, maksudnya besaran harta yang menjadi bagian ahli waris tidak dapat ditentukan oleh pewaris tapi mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam nas (al-Qur‟an dan al-hadits), yang telah ditentukan jumlah bagiannya serta harus dilaksanakan dengan mengikat serta memaksa5.

Kemudian dari sisi pewaris, mengandung makna bahwa sebelum meninggal dia tidak bisa menolak pemeliharaan harta tersebut, sehingga keinginan pewaris terhadap hartanya dibatasi oleh ketetapan Allah. Oleh sebab itu sebelum pewaris tersebut meninggal tidak perlu memikirkan atau merencanakan sesuatu terhadap hartanya, sebab pada saat meninggalnya pewaris tersebut secara otomatis harta warisnya beralih pada ahli warisnya. Kemudian dari segi peralihan harta, yang

4 Syarifuddin, A. (2015). Hukum Kewarisan Islam. Prenada Media. Hal 21

5 Naskuri (2017) „Pembagian Harta Warisan Disaat Pewaris Masih Hidup Telaah Pasal 187 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI‟, 15(1), p. 51.

(3)

mana harta waris akan beralih kepemilikan saat pewaris meninggal, maka dari itu istilah yang dipakai dalam Islam adalah peralihan bukan pengalihan akibat usaha seseorang.6

Meskipun merupakan hak ijbari, namun dalam pelaksanannya, pembagian waris tetap melalui prosedur tertentu seperti melaksanakan wasiat, hutang termasuk biaya perwatan jenazah. Terkait dengan pelaksanan hak ijbari ini, Sebagian ulama cenderung mengatakan bahwa tidak dibolehkan menunda pelaksanan pembagian waris. Hal ini didasarkan pada prinsip harta dalam Islam yang tidak membenarkan status harta tidak bertuan. Untuk itu seyogianya harta waris hendaknya segera dibagikan setelah pewaris meninggal7. Penundaan pembagian waris pada hakikatnya menunda hak ahli waris untuk mendapatkan haknya. Hal ini dapat menjadi bencana keluarga di kemudian hari serta dapat berpotensi menimbulkan perpecahan hubungan kekeluargaan.8

Secara eksplisit asas ijbari tidak mengutamakan harus dibagikannya harta warisan setelah pewaris meninggal dunia saat itu juga, namun pada makna implisit dari “memaksa untuk segera dibagikan” memiliki tujuan apabila terjadi penahanan harta waris, maka dapat terjadi secara materi harta peninggalan yang dibiarkan lama-kelamaan akan menjadi terbengkalai dan rusak yang menyebabkan nilai harganya berkurang, sehingga harta benda yang nantinya akan didapatkan dan diterima oleh masing-masing ahli waris, nilainya bisa berkurang tidak seperti

6 Abdul Ghofur Anshari, Filsafat Hukum Kewarisan Isam . (Yogyakarta:UII Press, 2005)

7 Sarwat,A. , “10 Penyimpangan Pembagian Waris di Indonesia”. Jakarta Selatan: Lentera Islam, 2018.

8 Herawati, A. (2020). “Urgensi Penyegeraan Pelaksanaan Warisan”, dalam Jurnal Ash- Shahabah, 6(2), 183-191.

(4)

jumlah awal jika langsung dibagikan, atau jika harta peninggalan itu dipakai dan digunakan oleh salah seorang ahli waris, sedangkan ahli waris yang lainnya tidak mengetahui berapa banyak bagian yang didaptkan, maka hal tersebut dapat menjadi suatu kesempatan menggunakan harta saudara. Sebagaimana pada QS.

Al-Baqarah ayat 188 bahwa, menunda pembagian harta waris bisa mempengaruhi psikologi seseorang (ahli waris), seperti tergiur untuk menguasasi dan mempergunakan harta benda bagian ahli waris lainnya.9

Hukum waris termasuk juga termasuk sarana pokok dalam peralihan kepemilikan harta benda, dalam syariat Islam tidak memperbolehkan adanya sebuah harta benda yang tidak ada pemiliknya. Maka dari itu, pembagian harta peninggalan terhadap ahli waris harus segera dilakukan, dikarenakan penundaan harta waris banyak menyebabkan hal-hal yang bersifat negatif serta keburukan yang bisa ditimbulkan saat menunda-nunda pembagian harta waris, seperti terputusnya silahturahmi antara ahli waris. Sebagaimana juga diutarakan Sarwat dalam “10 Penyimpangan Pembagian Warisan di Indonesia”, bahwa menunda- nunda pembagian warisan adalah perbuatan yang tidak tepat. Sebagian ulama juga berpendapat bahwa menunda pembagian harta waris dapat menyebabkan putusnya tali silahturahmi antar keluarga masing-masing ahli waris.10

Ketentuan pengaturan hukum kewarisan juga terdapat pada Kompilasi Hukum Islam, sebagaimana dalam Pasal 175 yang menjelaskan terkait suatu hal yang harus dilakukan oleh ahli waris kepada pewaris yakni mengurusi serta

9 Rasjid, Sulaiman, fiqh Islam, Bandung: PT Sinar Baru Algensindo,2000.

10 Baits, Ammi Nur ,Pengantar Ilmu Waris, Jogjakarta: Pustaka Muamalah Jogja,1441.

(5)

menuntaskan hingga pemakaman jenazah selesai, menyelesaikan urusan hutang- piutang dan biaya pengurusan jenazah, menyelesaikan wasiat pewarisnya, membagi harta warisan dengan para ahli warisnya. Maka, setelah melakukan kewajiban yang menyangkut mayit (pewaris) baru kemudian melaksanakan pembagian harta warisan kepada masing-masing ahli waris.11

Pada kenyataannya, apa yang tertulis (law in book) seringkali tidak sama dengan apa yang diterapkan dalam masyarakat (law in action). Beberapa studi telah mengkaji mengenai dampak negatif dari penundaan pembagian waris, diantaranya studi yang dilakukan oleh Mihfa Wahyuni dan Asni Zubair yang menemukan bahwa menunda pembagian warisan berdampak pada ketidakharmonisan keluarga. Di sisi lain, Muhammad Abduh dan Muna Nurul Ulpiyah yang mengkaji tradisi penundaan pembagian harta waris di Kota Tasikmalaya memberikan temuan bahwa meski Islam menganjurkan agar pembagian harta waris disegerakan, namun menunda pembagian yang berlaku di masyarakat dapat dikategorikan sebagai ‘urf shahih dan dibolehkan12.

Melihat tradisi yang ada di Kecamatan Kedungpring yaitu menunda-nunda pembagian harta warisan kiranya dapat dipertanyakan implementasi dari asas ijbari, yang sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut dah jauh, supaya dapat

mengetahui proses dan tahapan penundaan pembagian warisan, serta konflik yang ditimbulkan akibat penundaan tersebut. Maka terhadap problematika ini, penulis

11 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada,2005)

12Suwardi Lubis, Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995).

(6)

akan menganalisis pembagian warisan yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat adat di Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana gambaran antara pelaksanaan tradisi pembagian waris masyarakat Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan dengan asas ijbari dalam fikih mawaris?

2) Apa konflik yang muncul dari penundaan pembagian waris?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran antara pelaksanaan tradisi waris masyarakat Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan dengan asas ijbari dalam fikih mawaris.

2. Untuk mengetahui konflik yang muncul dari penundaan pembagian waris.

D. Manfaat/ Kontribusi Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat pada aspek-aspek sebagai berikut:

1. Manfaat Keilmuan

a. Menjadikan referensi untuk para akademisi yang ingin meneliti mengenai asas ijbari dan tradisi pembagian warisan pada masyarakat yang lebih mendalam.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat untuk para tokoh agama yaitu sebagai acuan untuk mendakwahkan kepada masyarakat, mengenai pembagain waris yang benar dan tepat sesuai hukum yang berlaku.

(7)

b. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi acuan bagi stake holder atau pimpinan adat dalam masalah pembagian waris di masyarakat, khusunya di Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan.

E. Penelitian Terdahulu

Untuk mendapatkan ilustrasi bahwa penelitian ini merupakan asli dan bukan plagiasi maka berikut adalah beberapa penelitian yang telah ditemukan oleh peneliti antara lain yaitu:

Pertama, Absyar Surwansyah, SH, yang telah menulis tesis berjudul “Suatu

Kajian Tentang Hukum Waris Adat Masyarakat Bangko Jambi”. Menjelaskan terkait pembagian waris adat terpengaruh dengan sistem kekerabatan yang mana ahli warisnya adalah berjenis kelamin perempuan semuanya, sistem yang dianut merupakan kombinasi antara sistem kewarisan individual dan kolektif.13

Kedua,Aep Saifullah, skripsi berjudul “Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan

Adat Sunda Dengan Hukum Kewarisan Islam”. Membahas tentang perbedaan dan persamaan sistem hukum waris dalam adat Sunda dan dalam Hukum Islam.

Analisis yang digunakan bersarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.14

Ketigat, Habriawan Cakrawaldi, yang menulis jurnal berjudul “Pelaksanaan

Pembagaian Harta Warisan Menurut Adat Kaili Ledo Di Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi”, menjelaskan tentang masyarakat adat kaili

13 Absyar Surwasyah. 2005. Suatu Kajian Tentang Hukum Waris Adat Masyarakat Bangko Jambi. Universitas Diponegoro. Semarang.

14 Aep, S. (2007) “Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda Dengan Hukum Kewarisan Islam”, UIN Jakarta.

(8)

menerapkan pembagian waris dengan sistem kekerabatan prinsip keturunan parental sehingga pembagiannya menurut garis bapak dan ibu.15

Keempat, Naskur, jurnal berjudul “Pembagian Harta Warisan Disaat Pewaris

Masih Hidup Telaah Pasal 187 Ayat (1) KHI”. Membahas tentang pewaris yang meninggal merupakan syarat mutlak pelaksanaan pembagian harta waris, juga memahami pembagian harta warisan dapat dilakukan sebelum pewaris meninggal dunia dari sudut pandang Hukum Islam.16

Kelima, Ahmad Hadi Thoriq Mustaqim Allandany, yang telah menulis skripsi

berjudul “Tinjauan `Ufr Terhadap Pembagian Waris Dalam Keluarga Beda Agama (Studi Kasus Di Dusun Sodong Desa Gelangkulon Kecamatan Sampung Kabupaten Ponorogo)”, menjelaskan pembagian waris terhadap keluarga yang berbeda agama, dilihat dari perspektif al-urf al-shahih yang mana diperbolehkan apabila jika pewarisnya non muslim maka ahli warisnya harus muslim.17

Keenam, Muhammad Alif Muzakki, yang telah menulis skripsi dengan judul

“Studi Anlasis Terhadap Penerapan Asas Ijbari Dalam Penyelesaian Sengketa Waris Di Pengadilan Agama Kabupaten Nganjuk (Perkara No:

375/Pdt.G/2005/PA.NGJ)”, membahas tentang kebolehan dasar hukum hakim dalam menerapkan asas ijbari dalam penyelesaian sengketa pada harta warisan

15 Habriawan. Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Menurut Adat Kaili Ledo Di Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi. Hal 4.

16 Naskur. 2017. “Pembagian Harta Warisan Disaat Pewaris Masih Hidup Telaah Pasal 187 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI)”. Vol.15, No.1.

17 Ahmad Hadi Thoriq Mustaqim Allandany. 2019. Tinjauan `Ufr Terhadap Pembagian Waris Dalam Keluarga Beda Agama (Studi Kasus Di Dusun Sodong Desa Gelangkulon Kecamatan Sampung Kabupaten Ponorogo). Fakultas Syariah. Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri. Ponorogo.

(9)

yang terjadi di kota Nganjuk, berlandaskan KHI serta An-Nisa‟ ayat 7.18 Untuk memudahkan memahami ke aslian dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, berikut lampiran tabel persamaan dan berbedaanya.

No Nama Penulis Persamaan Perbedaan

1 Absyar Surwansyah, SH,:

“Suatu Kajian Tentang Hukum Waris Adat

Masyarakat Bangko Jambi”.

Membahas kajian kewarisan dalam lingkup masyarakat adat

Prespektif hukum positif, metode penelitianya berbeda serta tempat dan lokasinya berbeda.

2 Aep Saifullah,: “Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda Dengan Hukum Kewarisan Islam”.

Membahas tradisi waris dalam masyarakat.

Membahas perbandingan antara kewarisan dalam sistem hukum adat Sunda dengan Hukum Islam, berdasarkan aspek sosiologis dan filosofis.

3 Habriawan Cakrawaldi,:

“Pelaksanaan Pembagaian Harta Warisan Menurut Adat Kaili Ledo Di Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi”.

Membahas tentang pelaksanaan tradisi kewarisan.

Pembagian harta waris menggunakan sistem

kekerabatan, unsur yang dibahas adalah pembagian hartanya, lokasi penelitian berbeda.

4 Naskur,: “Pembagian Harta Warisan Disaat Pewaris Masih Hidup Telaah Pasal 187 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI)”.

Membahas tentang harta kewarisan.

Aspek yang dibahas spesifik pada harta waris yang dibagikan ketika pewarisnya masih hidup, prespektif berdasarkan KHI.

5 Ahmad Hadi Thoriq Mustaqim Allandany,:

“Tinjauan `Ufr Terhadap Pembagian Waris Dalam Keluarga Beda Agama (Studi Kasus Dusun Sodong Desa Gelangkulon Kecamatan Sampung, Ponorogo)”.

Membahas permasalahan pembagian waris kepada ahli waris.

Unsur yang dibahas pembagaian harta waris terhadap kelurga beda agama, titik kritisnya perbedaan agama, lokasi penelitian berbeda.

6 Muhammad Alif Muzakki,:

“Studi Anlasis Terhadap Penerapan Asas Ijbari dalam Penyelesaian Sengketa Waris Di Pengadilan Agama Kabupaten Nganjuk (Perkara No:

375/Pdt.G/2005/PA.NGJ)”.

Membahas sengketa penahanan

pembagian kewarisan menggunakan penerapan asas ijbari

Lokasi penelitian berbeda, lebih spesifik membahas putusan hakim.

18 Iska Asrawati. 2021. Pelaksanaan Pembagian Waris Anak Angkat Dalam Adat Semendo Perspektif `Urf (Studi Di Kecamatan Semendo Darat Tengah, Kabupaten Muara Enim).

Fakultas Syari‟ah. Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri. Bengkulu.

(10)

Berdasarkan tabel persamaan dan perbedaan dari penelitian diatas menunjukkan bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh penulis benar-benar belum dilakukan sebelumnya, karena terdapat pembaharuan berupa analisis dari terimplementasikannya asas ijbari atau tidak dalam suatu penerapan tradisi warisan di Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan dan penyebab dari beberapa konflik kewarisan yang muncul, apakah berhubungan dengan asas ijbari atau tidak, sebab pada penelitian terdahulu belum ada yang membahas tentang dampak yang ditimbulkan akibat tidak diterapkannya asas ijbari dan peran dari

asas ijbari itu sendiri.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai untuk penelitian ini adalah empiris, yaitu penelitian yang memfokuskan pada analisis dan deskriptif dari implementasi asas ijbari dalam fikih mawaris terhadap pembagian warisan pada masyarakat di Kecamatan Kedungpring yang sesuai dengan bagaimana sebuah norma hidup dalam masyarakatnya diaplikasikan, berupaya memahami fenomena yang kompleks dengan jalan menganalisisnya dalam keseluruhan konteks19. Secara terperinci, penelitian ini akan meninjau bagaimana implementasi dari asas ijbari dalam fikih mawaris terhadap penerapan pembagian warisan pada masyarakat adat di Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan20.

19 Abdi & Budi. 2020. Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian Pendidikan IPA. Natural Science: Jurnal Penelitian Bidang IPA dan Pendidikan IPA, Vol. 6, No.

1, Hal 4.

20 Muhaimin. 2020. Metode Penelitian Hukum. Mataram. Mataram University Press. Hal 29.

(11)

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif, yang mengambil latar belakang disiplin dari sosiologi, menurut Lexy J. Moleong (1989) yakni mamahami fenomena sosial melalui gambaran holistic. Dalam penelitian ini berupa kebiasasaan atau tradisi praktik hukum kewarisan yang dilakukan suatu kelompok masyarakat, kemudian setelah mendapatkan data tersebut, maka akan dianalisis dengan mendeskripsikan dan mengidentifikasi fenomena kebiasaan pembagian kewarisan pada kelompok masyarakat, dengan menemukan kategori dan kondisi yang mempengaruhi mereka untuk melakukan tradisi tersebut, serta untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian. Dengan mendasar pada konteks teori yang relevan seperti yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam.

3. Sumber Data

Pengelompokan sumber data terdiri dari data primer, sekunder dan tersier.

Berikut adalah penjelasan sesuai dengan jenis-jenisnya:

a. Data Primer

Data primer yaitu sebuah data yang secara langsung diambil oleh peneliti pada sumber data utama, yaitu masyarakat. Pada penelitian empiris, sumber data utamanya adalah responden, informan dan narasumber.

b. Data Sekunder

Data sekunder sebagai data yang tidak secara langsung didapatkan oleh peneliti, merupakan sumber data penunjang dalam memahami

(12)

konteks pada variabel penelitian. Seperti perundang-undangan, jurnal- jurnal, telaah buku, literature hukum dan lain sebagainya21.

c. Data Tersier

Sedangkan data tersier adalah penjelasan terhadap data sekunder yang didapatan baik dalam buku-buku tentang penafsiran hukum, kamus hukum dan lain sebagainya. Secara praktis peneliti akan melaksanakan teknik pengumpulan data tersier melalu studi pustaka, yakni telaah laporan dan dokumen tertulis lainnya yang berkaitan dengan variabel penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan pengelompokan sumber data yang terdiri dari data primer, sekunder, dan tersier. Peneliti nantinya akan membedakan pengumpulan data sesuai dengan jenis-jenisnya sebagai berikut:

1. Observasi

Peneliti akan melakukan pengamatan seacara langsung di lokasi tempat penelitian agar mendapatkan gambaran secara cermat orang-orang yang melakukan kebiasaan pembagian kewarisan tersebut, supaya dapat memahami pola objek yang akan di ivestigasi dan bisa menyiapkan desain-desain penelitian yang akan dilakukan22.

2. Wawancara

21 Faisal Tambi. 2018. Studi Komprasi Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Adat. Vol. VI, No. 9. Hal 45-46.

22 Krismiyarsi. Kajian Terhadap Pendekatan Ilmu Hukum Normatif Dan Ilmu Hukum Emprik sebagai Dua sisi Pendekatan Yang Saling Mengisi. Hal. 116-117.

(13)

Peneliti juga akan melakukan proses tanya jawab antara peneliti dengan narasumber, mengenai prihal waris yang telah diterapkan turun-temurun oleh para narasumber. Narasumber yang akan dipilih oleh peneliti tentunya akan diuji kredibilitasnya, serta telah menjadi pelaku perbuatan hukum waris adat di lokasi setempat, guna untuk mendapatkan data yang akurat dan maksimal.

3. Dokumentasi

Semua proses pengumpulan data yang telah dilakukan oleh peneliti, akan diabadikan melalui catatan dan gambar sebagai sumber data, dan karena data tersebut termasuk data deskriptif, maka nantinya akan ditelaah dari segi-segi subjektif yang hasilnya juga dapat dianalisis dan diaamti secara induktif 23.

5. Teknik Analisis Data

Setelah mendapatkan data-data dari para informan itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam tindakan dan fenomena, sumber data dari para informan,tertulis,foto. Kemudian data akan dianalisis secara deskriptif dengan mengidentifikasi data hasil wawancara dan catatan pengamatan berlandaskan teori ijbari. Adapun tahapanya adalah sebagai berikut:

a. Penyajian Data

Hal pertama yang dilakukan pertama kali adalah analisis domain, terhadap data yang diperoleh dari pengamatan wawancara dan

23 Djama‟an. Satori & Aan Komariah. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:

Alfabeta.

(14)

pengamatan deskriptif yang terdapat dalam catatan lapangan berdasarkan latar penelitian. Kemudian setelah selesai analisis domain maka dapat memperoleh tema dan pola-pola yang dideskriptifkan dengan contoh-contoh, termasuk kutipan-kutipan dan raungkuman dari dokumen analisis verbal.

b. Reduksi Data

Pada tahapan ini merupakan upaya untuk mendapatkan makna yang lebih luas dan mendalam pada hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relavan dan invormasi akurat yang diperoleh dari lapangan.

c. Verifikasi

Pada tahapan ini akan mendeskripsikan hasil data berdasarkan realitas pada masyarakat, kemudian menganalisisnya dengan relevansi dan efektivitas dari asas ijbari dalam fikih mawaris24. Sehingga jika seluruh data dan teori tersebut digabungkan, maka hasil dari penelitian ini adalah hasil analisis data yang diperoleh dari kejadian secara langsung25.

24 Jonaedi Efendi. 2018. Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Berbasis Nilai-Nilai Hukum dan Rasa Keadilan yang Hidup dalam Masyarakat. Prenadamedia Group. Hal 154.

25 Kusumohamidjojo, Budiono. 2019. Teori Hukum Dilema antara Hukum dan Kekuasaan. Bandung: Yrama Widya.

(15)

6. Teknik Validitas Data

Untuk memastikan bahwa penelitian ini benar-benar ilmiah, maka diperlukan sebuah teknik, menurut Lexy J. Moleong (1989) untuk membuktikan kebasahan data yang harus memenuhi beberapa hal, yaitu mendemonstrasikan nilai yang benar, menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan dan memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan-temuan serta keputusan-keputusan.

Sehingga diperlukan teknik pemeriksaan keabsahan data, sedangkan teknik keabsahan data terdiri dari banyak jenis antara lain kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas serta konfirmabilitas. Namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah kredibilitas dari para informan yang terdiri dari ketekunan pengamatan, triangulasi dan kecukupan referensial.

Ketekunan pengamatan yaitu mencari interpretasi suatu proses analisis yang konstan ataupun tentatif, dengan menemukan usaha pada pembatasan berbagai pengaruh yang memungkinkan, dalam hal ini penulis menguraikan faktor kontekstual serta pengaruh yang dapat terjadi pada penelitian yang akhirnya bisa mempengaruhi fenomena yang akan diteliti.

Triangulasi yang akan digunakan penulis merupakan salah satu bagian dari pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan penggunakan sumber, penyelidikan, teori dan metode yang berhubungan dengan penelitian, dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan pendapat seseorang dari kalangan

(16)

pendidikan rendah, menengan dan tinggi, mengajukan berbagai variasi pertanyaan.

Terakhir yaitu kecukupan refrensial yang berguna untuk memastikan bahwa penelitian dilakukan berdasarkan kebutuhan data yang ingin diperoleh penulis, seperti perekam suara dan dokumentasi foto pada saat penelitian dilakukan di lapangan.

G. Sistematika Penulisan

Hasil peneilitan ini nantinya akan ditulis berdasarkan sistematikan penulisan sebagai berikut:

Bab pertama pendahuluan, menjelaskan terkait latar belakang, rumusan masalah, tinjauan penelitian, manfaat/ kontribusi penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika penulisan. Pada bab kedua dipaparkan kajian teoritik yang berisi teori asas ijbari dalam fikih mawaris, fungsi dan macam- macam dari asas ijbari serta suatu adat yang dapat dijadikan hukum. Kemudian pada bab ketiga terdapat pembahasan dan analisis mengenai implementasi asas ijbari dalam tradisi waris di masyarakat kecamatan Kedungpring, kabupaten Lamongan. Serta pada bab keempat memuat kesimpulan dan saran dari penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dengan judul “Sumber Dana Pada Perkembangan Giro Wadi’ah Di Bank Syariah Mandiri cabang Pekalongan” oleh Ristanto dengan hasil penelitian menunjukan

Berdasarkan hasil observasi awal peneliti, Pondok Pesantren Tahfizh Amanah Umat ini pada dua tahun pertama program Tahfiznya tidak berjalan dengan baik sesuai harapan, hal

Dari paparan di atas maka diketahui bahwa pembunuh dalam pembunuhan karena udzur mendapat penilaian yang berbeda dari mazhab Hanafi dan mazhab Syafi‟i mengenai

Idealnya pembelajaran sejarah kebudayaan Islam bertujuan untuk mengembangkan potensi berfikir kritis secara kronologis dan memiliki pengetahuan mengenai masa lampau

Untuk mencapai hal tersebut, pemikiran Ibnu Sirin dan Ibnu Hajar al-Asqalani tentang mimpi al-Qur’an dan as-Sunnah, perlu di bahas lebih mendalam sesuai dengan rumusan masalah

Jadi, maksud peneliti dari judul di atas adalah mengadakan pengujian keaslian terhadap hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya

“Dengan diterapkan metode qiraati, hasil belajar siswa kelas IV SDN pada materi membaca Al-Qur‟an dengan metode qiraati di SDN

1) Triagulasi sumberdata, dimaksudkan bahwa penulis dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan mekanisme operasional PT. Mitra Permata Mandiri pada MLM haji dan