• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia memiliki ayam lokal yang sering dikenal dengan Ayam kampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia memiliki ayam lokal yang sering dikenal dengan Ayam kampung"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Kampung

Indonesia memiliki ayam lokal yang sering dikenal dengan Ayam kampung serta dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Ayam kampung (Gallus domesticus) merupakan ayam yang berkembang dalam lingkungan daerah setempat di

mana ayam tersebut hidup (Moenek dan Oematan, 2017). Peran penting ayam kampung dalam masyarakat yaitu dapat meningkatkan gizi serta pendapatan.

Pemeliharaan ayam kampung tergolong mudah dan tidak rumit, karena ayam kampung mampu beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit yang lebih besar jika dibandingkan dengan ayam jenis lainnya. Kelebihan lain dari ayam kampung adalah dapat digunakan sebagai sumber protein hewani yang disukai masyarakat dan perbandingan harga telur yang lebih mahal daripada harga telur ayam ras (Mahardika et al., 2013). Selain itu menurut Suryo et al., (2019) Daging ayam kampung sangat diminati masyarakat karena rasanya yang enak dan rendah lemak, sehingga permintaan pasar akan ayam kampung terus meningkat.

Waktu ke waktu ayam kampung atau buras mengalami perubahan sesuai dengan derajat kapasitas pertumbuhannya. Sehingga mengakibatkan kerugian, khususnya ketika ayam buras tersebut dipelihara pada lingkungan bersuhu tinggi dan lembab di kawasan tropis ini yang memiliki fluktuasi suhu dan kelembaban harian cukup tinggi (Sarjana et al., 2010). Ayam kampung adalah hewan ternak endemik Indonesia yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Pemeliharaan ayam kampung tergolong mudah, tidak memerlukan modal besar, dan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan. Ayam kampung memiliki kelebihan yaitu daging maupun

(2)

telurnya memiliki cita rasa yang lebih disukai daripada ayam ras. Kekurangan ayam kampung ialah pertumbuhannya yang lambat, tingkat produksi rendah, mempunyai sifat mengeram, lambat dewasa kelamin, dan mutu genetik rendah. Tingginya permintaan produk ayam kampung bisa mengancam populasi bila tidak diimbangi dengan pelestarian (Wiyanti et al., 2013).

Tingkat produktivitas dan pertumbuhan bobot pada ayam kampung saat ini dikategorikan rendah. Sehingga untuk mencapai pertumbuhan bobot dengan ukuran konsumsi (sekitar 1kg), memerlukan waktu hingga 6 bulan. Tingkat produktivitas bertelur ayam kampung dengan sistem umbaran lebih rendah jika dibandingkan dengan pemeliharaan secara semi-intensif atau intensif. Rata-rata produktivitas bertelur ayam kampung sistem umbaran 30% atau sekitar 110 butir/ekor/tahun (Krista dan Harianto, 2013). Menurut Udjianto (2016) bobot badan ayam kampung berkisar 1.200-1.600 gram per ekor dengan bobot telur sekitar 35-45 gram per butir. Pemberian pakan maksimum 85 gram.

2.1.1. Ayam Wareng

Indonesia memiliki banyak daerah dengan berbagai ikon kota masing-masing.

Termasuk dengan ayam Wareng yang merupakan ikon kota Tangerang. Ayam Wareng biasa dikenal juga sebagai ayam Rusia, dikarenakan pada tahun 1980 telur ayam ini dibawakan dari Rusia dan kemudian berkembangbiak di kota tangerang (Mahendra et al., 2014). Ciri spesifik ayam Wareng yaitu warna kulit, ukuran tubuh yang lebih kecil dari ayam Kampung dan berbentuk ramping, shank, paruh putih atau kuning. Memiliki tingkah laku yang penakut tetapi lincah, leher kecil, kaki panjang ramping. Warna bulu hitam, putih dan blorok bintik putih. Keunggulan dari

(3)

ayam Wareng adalah produksi telur cukup bagus yaitu sebesar 150 butir/ekor/tahun, akan tetapi bobot telur ayam Wareng terlalu kecil hanya sebesar 1.2 kg dan betinanya sebesar 0.9 kg (Ramadhan, 2019).

2.1.2. Ayam Ranupani

Ayam Ranu Pani pada mulanya merupakan ayam Kampung yang dipelihara di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tepatnya di Desa Ranu pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa timur. Dijelaskan oleh Batoro et al., (2006) peternakan di daerah Ranu pani berada jauh dari perkampungan warga yang bertujuan untuk dapat mengatasi dampak yang ditimbulkan. Menurut Susilorini et al., (2015) Ayam yang dipelihara di kawasan Ranu Pani memiliki adaptasi lingkungan yang sangat baik, mengingat kawasan tersebut memiliki suhu yang relatif lebih dingin dibandingkan beberapa kota yang ada di Jawa Timur.

2.1.3. Ayam Lokal Putih

Ayam Lokal Putih pada umumnya lebih dikenal sebagai ayam Kedu Putih.

Ayam ini disebut lokal putih dikarenakan memiliki bulu yang putih dan juga merupakan ayam lokal atau kampung. Karakteristik yang dimiliki ayam Kedu Putih dewasa yaitu memiliki lingkar dada 37,14±2,29 cm dengan kisaran lingkar dada 34 cm sampai dengan 43 cm (Untari et al., 2013). Ciri fisik ayam Lokal Putih yaitu memiliki warna tubuh yang putih kecuali jengger, kulit dan lidah yang berwarna kemerahan. Bobot badan jantan berkisar antara 1,7 – 2,5 kg/ekor dan betina berkisar 1,2 – 1,5 kg/ekor (Krista & Harianto, 2010).

2.1.4. Ayam Lurik

(4)

Persebaran ayam Lurik di Indonesia merupakan hasil persilangan antara ayam Arab jantan dengan ayam Hyfa betina. Ayam Lurik memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ayam petelur dengan produksi telur 200 – 250 butir pertahun (Depison, 2006). Menurut Sujono, (1996) ayam Lurik memiliki ciri tubuh yang ramping dan relatif lebih kecil, bentuk jengger tunggal dan warna yang kecenderungan coklat kekuningan. Penampilan yang diturunkan pada ayam Lurik merupakan turunan dari ayam Arab yang memiliki penampilan seperti ayam hias, memiliki gerak yang gesit, warna bulu yang keperak-perakan (Kholis dan Sitanggang, 2003).

2.2 Fisiologis Sistem Pencernaan Unggas

Ternak unggas memiliki saluran pencernaan yang lebih sederhana yang terdiri dari rongga mulut, esophagus, tembolok, proventriculus, gizzard, usus halus, caeca, usus besar serta kloaka. Sistem pencernaan adalah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan serta organ-organ pelengkap yang mempunyai peran dalam proses pencernaan bahan pakan yang dikonsumsi dan dapat diserap oleh dinding saluran pencernaan. (Hamzah, 2013). Menurut Rasyaf (2008) alat pencernaan ayam dapat menentukan efisiensi makanan yang dimakan oleh ayam yang berkaitan dengan kesehatan ayam, pertumbuhan ayam dan keperluan tubuh. Alat pencernaan ayam akan bekerja dengan baik bila tubuh ayam dalam kondisi sehat. Saluran pencernaan juga terdapat kelenjar pencernaan yang terletak di dalam hati, pankreas dan kelenjar empedu. Hati ternak unggas berfungsi mensekresi getah atau cairan empedu untuk disalurkan ke dalam duodenum melalui dua kelenjar. Getah empedu memiliki fungsi untuk menetralkan asam klorida (HCl) yang telah dihasilkan oleh lambung/stomach

(5)

dan membentuk sabun yang larut dalam air agar dapat diabsorpsi. Cairan empedu yang tersimpan di dalam kelenjar empedu membentuk sebuah kantong, sehingga disebut kantong empedu (gall bladder). Di dalam cariran empedu terdapat 2 asam empedu, yaitu asam taurokholat dan asam glikokholat. Asam empedu ini berfungsi memfasilitasi pencernaan ternak, mengaktifkan enzim lipase pancreas dan membantu absorpsi asam lemak, kolestrol dan vitamin yang larut dalam lemak. Sedangkan pankreas berfungsi untuk mensekresi cairan yang ada di dalam pankreas, khususnya enzim yang akan mencerna dengan baik karbohidrat/pati, lemak dan protein (Widodo, 2018).

2.2.1. Paruh

Paruh terdiri atas jaringan tanduk yang disebut kreatin dan didalam paruh dilengkapi dengan lidah yang memiliki fungsi sebagai pendorong pakan ke esophagus. Unggas hanya memiliki paruh bukan mulut yang dilengkapi dengan gigi, sehingga tidak ada proses memecah pakan yang dikonsumsi menggunakan gigi, tetapi paruh hanya berfungsi untuk mengambil pakan. Proses penelanan dibantu dengan air minum dan sekresi saliva dari kelenjar ludah. Pada bagian depan lidah unggas tidak terdapat alat perasa. Saliva pada ayam hanya berfungsi sebagai lubrikan dalam membantu proses deglutasi pakan (Widodo, 2018). Setelah pakan masuk kedalam paruh, lidah akan mendorong pakan masuk ke dalam esofagus (Harianda, 2017).

2.2.2. Esofagus

Oesofagus adalah saluran memanjang seperti tabung yang berfugsi sebagai jalan makanan dari mulut hingga permulaan tembolok dan perbatasan faring sampai pada bagian krainal dan proventrikulus bagian kaudal. Panjang oesifagus antara 20

(6)

sampai 25 cm dan mempunyai berat antara 5 sampai 7,5 gram, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran oesofagus ayam seperti jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pakan, jenis kelamin dan umur (Widyanto, 2013). Sistem pencernaan pada unggas memiliki perbedaan dengan sistem pencernaan ternak mamalia atau ternak ruminansia, unggas tidak mempunyai gigi untuk melumat makanan. Unggas menimbun makanan yang dimakannya di dalam saluran pencernaan yang disebut dengan tembolok (Ariska, 2012).

2.2.3. Proventrikulus

Proventrikulus atau ampela memiliki fungsi utama untuk menghancurkan makanan dan menggiling makanan kasar, dengan bantuan grit (batu kecil dan pasir) sampai menjadi bentuk pasta yang dapat masuk ke dalam usus halus. Sebagian besar pencernaan terjadi di dalam usus halus dan terjadi pemecahan zat-zat pakan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga hasil pemecahannya disalurkan ke dalam aliran darah melalui gerakan peristaltik. Di dalam usus halus terjadi penyerapan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh unggas (Ariska, 2012).

2.2.4. Usus Halus

Proses pencernaan secara kimiawi terjadi di dalam usus halus. Usus halus merupakan organ utama yang berperan sebagai absorpsi dan pencernaan yang mempnyai peranan penting dalam transfer nutrisi. usus halus merupakan saluran yang berkelok-kelok dan memiliki lipatan yang disebut vili-vili atau jonjot usus. usus halus pada unggas secara anatomi juga terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan ileum. Di tengah bagian deodenum ada lekukan berbentuk “U”, terdapat pankreas.Vili-vili pada usus halus ayam kampung memiliki jumlah yang lebih sedikit

(7)

dan berukuran lebih pendek dibandingkan dengan ayam broiler (Arisman, 2017).

Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan karbohidrat, lemak dan protein secara efekif. Dalam proses pencernaan unggas itulah senyawa yang kompleks dicerna menjadi secara sederhana, sehingga bisa diserap oleh unggas. Absorpsi zat makanan hasil pencernaan enzimatis diserap oleh usus melalui vili-vili usus dan setiap vili-vili mengandung pembuluh limpa dan kapiler dan juga tersusun atas mikro- vili sehingga luas peermukaan penyerapan menjadi semakin tinggi (Widodo, 2018).

2.2.5. Usus Besar

large intestine (Usus besar) terdapat beberapa bagian, yaitu sekum (caecum),

kolon (colon) dan rektum (rectum) dengan cloaca sebagai saluran terakhir yang berfungsi sebagai tempat keluar feses dan urin. Sekum (caeca) pada ayam memiliki jumlah sepasang yang berfungsi untuk absorpsi air dan elektrolit. Sekum juga terdapat mikroflora yang bertugas mencerna secara fermentatif dari serat kasar digesta yang tidak tercerna di dalam usus halus. Pada saluran kolon yang pendek pada unggas dan tidak banyak memiliki peran dalam absorpsi zat makanan (Widodo, 2018). Menurut Fadilah (2005) usus besar ayam memiliki panjang 10 cm dan berfungsi sebagai penambah kandungan air dalam sel tubuh dan memberikan keseimbangan air dalam tubuh ayam. Pada bagian ujung usus besar terdapat kloaka yang merupakan pertemuan dari muara saluran pencernaan dan saluran reproduksi bagian luar yang disebut vent atau tempat keluarya ekskreta (Sudjarwo et al., 2019).

2.3 Kebutuhan Gizi Ayam Kampung

Pakan merupakan faktor terpenting yang berdampak pada pertumbuhan, oleh karena itu pakan yang digunakan harus memenuhi kebutuhan secara kuantitatif dan

(8)

kualitatif, pakan berkualitas harus mengandung zat-zat nutrisi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan umur dan tujuan pemeliharaan. Pakan yang sesuai dengan kandungan zat-zat nutrisi yang seimbang akan memberikan hasil yang optimal (Resnawati dan Bintang, 2014). Manipulasi pakan dalam upaya untuk meningkatkan produksi, baik telur dan daging selalu dikaitkan dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan(Fanani et al., 2017). Kebutuhan pakan untuk ayam bergantung pada strain, umur, besar ayam, aktivitas, suhu lingkungan, kecepatan tumbuh, kesehatan dan imbangan zat pakan (Fitro et al., 2015)

Kandungan protein dan energi merupakan komponen utama penyusun pakan (Wati et al., 2018). Protein adalah senyawa biokimia kompleks yang terdiri atas polimer asam-asam amino dengan ikatan-ikatan peptida. Asam amino memiliki kandungan hidrogen, karbon, nitrogen, oksigen, dan sebagian belerang. Sedangkan energi merupakan kalori (heat)yang digunakan sebagai bahan bakar dan sangat dibutuhkan dalam seluruh proses metabolisme dan fungsi-fungsi tubuh ternak. Ransum pakan memiliki energi yang dapat digunakan untuk tubuh ayam dan berasal dari pencernaan (perombakan) pati (karbohidrat), protein ransum, dan lemak (Iskandar, 2012).

Tingkat protein dan energi pakan akan berpengaruh terhadap konsumsi pakan.

Pakan yang mengandung protein dan energi yang relatif sama menyebabkan konsumsi pakannya sama. Setiap kenaikan energi pakan akan menurunkan konsumsi pakan dengan demikian kandungan protein pakan harus meningkat (Astuti, 2012).

Menurunnya kandungan energi dan protein dalam ransum akan menyebabkan semakin rendahnya protein yang dapat dicerna dan menurunnya retensi protein, sehingga

(9)

menurunkan pertumbuhan (Ariesta et al., 2015). Tahapan pertumbuhan ayam turut dipengaruhi oleh kandungan energi rasio dalam ransum. Apabila kandungan energinya rendah maka ayam akan makan lebih banyak begitupun sebaliknya (Silondae dan Polakitan, 2018).

Kadar energi ransum berkaitan erat dengan kadar protein sehingga cara yang paling mudah dalam menentukan kadar optimum energi adalah menghitung kebutuan energi berdasarkan imbangan energi dengan protein ransum. Imbangan energi dengan protein ransum untuk ayam lokal cukup luas, berkisar antara 14-20 kkal ME: 1 g protein, dengan rata-rata 17:1 (Resnawati, 2010). Unggas yang kekurangan protein akan mengakibatkan pertumbuhannya melambat. Protein yang tinggi akan membuat konsumsi ransum meningkat dan akan mempengaruhi pertumbuhan unggas (Fadhlurrahman et al., 2019)

2.4 Jumlah Eritrosit

Eritrosit merupakan korpuskel kecil pemberi warna merah darah . Eritrosit tidak memiliki nukleus dan tersusun atas hemoglobin, yaitu protein yang berperan dalam transport oksigen (Soesilawati, 2020). Hemoglobin yang terkandung dalam eritrosit berperan sebagai alat transportasi oksigen dari paru-paru ke sel dan membawa karbondioksida dari sel ke paru-paru (Ulupi dan Ihwantoro, 2014). Menurut Allo (2018) jumlah standart eritrosit pada ayam kampung berkisar 2,0-3,2 x 106/mm3.

Eritrosit unggas berbeda dengan eritrosit pada mamalia, eritrosit atau sel darah merah pada mamalia berbentuk cakram bikonkaf, dengan tebal bagian tepi 1,5µ dan menipis dibagian pusatnya (Thrall et al., 2012). Eritrosit unggas yang matang pada umumnya lebih besar daripada eritrosit mamalia, tetapi lebih kecil dibandingkan

(10)

dengan reptilian. Eritrosit unggas ukurannya bervariasi tergantung pada spesiesnya, tetapi pada umumnya berkisar antara 10,77 x 6,1 µm sampai dengan 15,8 x 10,2 µm.

Eritrosit unggas yang matang berbentuk ellips dengan posisi nukleus ditengah. Butir- butir kromatinnya mengumpul dan meningkat kepadatannya seiring umur (Bijanti et al., 2010).

Profil eritrosit secara umum dapat menjadi tolak ukur ketercukupan nutrisi pada ternak. Untuk menunjang metabolisme diperlukan peran eritrosit untuk mengedarkan oksigen ke seluruh sel di dalam tubuh. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi profil eritrosit, salah satunya adalah faktor pakan (Lukito et al., 2019).

Hal ini sebanding dengan Abdullah et al., (2018) Eritrosit merupakan indkator tercukupinya nutrien dan nilai gizi yang didapat ayam melalui pakan yang dikonsumsi.

protein darah yang berada di dalam sel darah merah (Johari et al., 2008). Protein inilah yang membuat darah berwarna merah.

2.5 Kadar Hemoglobin

Dalam kadar yang normal hemoglobin mempunyai banyak fungsi bagi tubuh.

Oleh karena itu, kadar normal hemoglobin harus selalu dijaga. Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh kadar oksigen dan jumlah eritrosit, sehingga ada kecenderungan jika jumlah eritrosit rendah, maka kadar hemoglobin akan rendah dan jika oksigen dalam darah rendah, maka tubuh terangsang meningkatkan produksi eritrosit dan hemoglobin (Lutfiana et al., 2015). Kadar standart hemoglobin berkisar antara 7,3-10,9 g/dl (Allo, 2018). Menurut Rosita et al., (2015) hemoglobin merupakan pigmen darah yang akan mengalami peningkatan metabolisme dan pelepasan seiring dengan metabolisme tubuh. Biosintesis hemoglobin dimulai di dalam eritrosit dan berlangsung terus

(11)

menerus mengikuti tahap-tahap selanjutnya dalam perkembangan eritrosit. Selama nukleus masih ada di dalam eritrosit, pembentukan hemoglobin akan terus berlangsung. Hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan meningkat apabila hewan berada dalam kondisistres ataupun kondisinyaman karena dilepaskannya katekolamin (epineprin/norepineprin).

Menurut Alfian et al., (2017) hemoglobin adalah pigmen eritrosit berisi darah yang tersusun atas protein konjugasi dan protein sederhana. Protein hemoglobin adalah globulin berupa sel, dan warna merah adalah hemo yang berupa atom besi. Ismail (2019) menambahkan sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit dalam sumsum tulang. Menurut Muhammad et al., (2020) asam amino adalah salah satu pembentuk hemoglobin.

Sehingga semakin banyak asam amino semakin cepat sintesa hemoglobin sehingga dapat meningkatkan hemoglobin.

2.6 Nilai Hematokrit

Hematokrit adalah persentase eritrosit di dalam plasma. Nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan, waktu pemeriksaan nilai hematokrit, perdarahan, dan usia (Utari et al., 2018). Nilai hematokrit normal sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Jika jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin berubah persentase jumlah hematokrit juga ikut berubah (Rosita et al., 2015). Menurut Anggara et al., (2013) nilai hematokrit bisa meningkat karena konsumsi protein perlakuan yang sudah mencukupi bahkan lebih tinggi dari rata rata kebutuhan protein akan menigkatkan pembentukan eritrosit, jumlah eritrosit yang tinggi akan menigkatkan nilai hematokrit.

(12)

Nilai hematokrit adalah konsentrasi yang dinyatakan dalam persen eritrosit dalam 100 mL darah lengkap. Nilai hemaokrit akan meningkat (hemokonsentrasi) karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan volume plasma darah, misalnya pada kasus DBD. Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun (hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau peningkatan kadar plasma darah, seperti pada anemia (Mayang et al., 2019). Kadar standart hematokrit berkisar antara 24-43%

(Mangkoewidjojo dan Smith (1988); Allo, 2018). Menurut Alfian et al (2017) Nilai hematokrit berkaitan erat dengan jumlah eritrosit/sel darah merah dalam tubuh. Selain itu perbedaan nilai hematokrit ini juga dapat diakibatkan oleh nutrisi, jumlah air yang diminum dan suhu lingkungan.

2.7 Hipotesis

Adapun hipotesis yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Penggunaan ransum pakan dengan kandungan protein yang berbeda diduga berpengaruh terhadap jumlah eritrosit ayam kampung periode grower awal.

2. Penggunaan ransum pakan dengan kandungan protein yang berbeda diduga berpengaruh terhadap nilai hematokrit ayam kampung periode grower awal.

3. Penggunaan ransum pakan dengan kandungan protein yang berbeda diduga berpengaruh terhadap kadar hemoglobin ayam kampung periode grower awal.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modus yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang dalam melakukan pencucian uang di bank adalah melalui kerja sama modal

Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari kata guidance dan counseling dalam bahasa Inggris. Kalau istilah bimbingan dalam bahasa Indonesia akan muncul dua

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan berbagai variabel, diantaranya adalah hubungan antara status gizi dengan

sebaliknya jika semakin rendah indeksnya, maka dominansi akan semakin menyebar pada lebih banyak jenis. Sumber:

Didalam penerapan sistem AKIP, setiap instansi pemerintah yang melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka menjalankan pemerintahan, pelaksanaan

[r]

Madidihang (Thunnus albacares) adalah salah satu hasil tangkapan penting bagi nelayan di Samudra Hindia.Penelitian inibertujuan untuk mengetahui aspek biologi reproduksi

Hal ini terdapat kesenjangan antara hadist tersebut dengan realisasinya, dan karena terdapat pro dan kontra mengenai kebolehannya, maka penulis ingin