• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INFEKSI CACING PARASIT DENGAN PRODUKTIVITAS DOMBA MUDA DI PETERNAKAN LINGKAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR FAQIH ADJI PAMBUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN INFEKSI CACING PARASIT DENGAN PRODUKTIVITAS DOMBA MUDA DI PETERNAKAN LINGKAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR FAQIH ADJI PAMBUDI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INFEKSI CACING PARASIT DENGAN PRODUKTIVITAS DOMBA MUDA DI PETERNAKAN LINGKAR KAMPUS

IPB DRAMAGA BOGOR

FAQIH ADJI PAMBUDI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Infeksi Cacing Parasit dengan Produkvifitas Domba Muda di Peternakan Lingkar Kampus IPB Dramaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Faqih Adji Pambudi NIM D14110046

(4)
(5)

ABSTRAK

FAQIH ADJI PAMBUDI. Hubungan Infeksi Cacing Parasit dengan Produktivitas Domba Muda di Peternakan Lingkar Kampus IPB Dramaga Bogor. Dibimbing oleh SRI RAHAYU dan YUSUF RIDWAN.

Helminthosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit dan menjadi salah satu kendala dalam meningkatkan produktivitas ternak. Infeksi ini dapat menyebabkan penurunan produksi hingga mengakibatkan kematian pada domba. Infeksi cacing parasit sulit dideteksi dan diketahui secara langsung dengan penglihatan manusia. Domba yang terinfeksi umumnya tidak menunjukkan adanya gejala sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing dengan tingkat produktivitas ternak domba diukur dari pertambahan bobot badan, lingkar dada, dan lingkar perut. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dengan menggunakan domba umur I0 (umur kurang dari 1 tahun) sebanyak 7 ekor di Desa Cibanteng, dan 7 ekor di Desa Cikarawang. Total telur cacing tiap gram tinja (TTGT) dihitung dengan metode Mc Master. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji t, kemudian dilanjutkan uji koefisien korelasi Pearson (r). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P < 0.05) infeksi cacing parasit antara Desa Cibanteng dan Cikarawang, yaitu jumlah TTGT pada Desa Cibanteng lebih tinggi dibandingkan dengan Cikarawang. Hasil perhitungan koefisien korelasi pearson menunjukkan hubungan nyata (P < 0.05) antara TTGT dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada Desa Cibanteng -0.343 yang berarti kenaikan jumlah TTGT akan mengakibatkan penurunan nilai PBBH dengan nilai korelasi yang lemah.

Kata kunci : domba muda, infeksi cacing parasit, produktivitas

ABSTRACT

FAQIH ADJI PAMBUDI. Correlation of Helmint Infection with Sheep Performances at the Farm Circumferences Campus IPB Dramaga Bogor.

Supervised by SRI RAHAYU and YUSUF RIDWAN.

Helminthosis is a disease caused by helminth infection and one of obstacles found in terms of increasing animal production. The infection can cause reduce the production or even death in sheep. Helminth infection are difficult to detect or known directly with human vision, and sheep that infected commonly show no symptoms. The purpose of this research was to investigate the relationship between helminth infection and the level of productivity of sheep measured by daily weight gain, chest circumference and abdominal circumference. This research was conducted for six weeks using sheep I0 (less than one year aged) 7 sheep in Cibanteng village and 7 sheep in Cikarawang village. The number of eggs worm per gram (EPG) of fecess was calculated using Mc Master method.

The data was collected and analyzed by T test, then pearson coefficient correlation

(6)

(r) test. The result showed that the number of EPG in Cibanteng village was higher than Cikarawang village significantly (P<0.05). The result of pearson coefficient correlation calculation showed weak correlation (P<0.05) between EPG with daily weight gain in Cibanteng village -0.343 (11.76%) which mean increase in the amount of EPG will result a decrease in the value of daily weight gain.

Key words : productivity, worms parasite infection, young sheep

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

HUBUNGAN INFEKSI CACING PARASIT DENGAN PRODUKTIVITAS DOMBA MUDA DI PETERNAKAN LINGKAR KAMPUS IPB

DRAMAGA BOGOR

FAQIH ADJI PAMBUDI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Hubungan Infeksi Cacing Parasit dengan Produktivitas Domba Muda di Peternakan Lingkar Kampus IPB Dramaga Bogor.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sri Rahayu, MSi, dan Bapak Dr drh Yusuf Ridwan, MSi selaku dosen pembimbing, Bapak Dr Agr Asep Gunawan, SPt MSc dan Ibu Dr Ir Lilis Khotijah, MSi selaku dosen penguji sidang serta Bapak Dr Ir Salundik, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen beserta staff IPTP dan teknisi laboratorium Helminthologi FKH Bapak Sulaeman atas ilmu yang telah diberikan. Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada ayah (Ahmad Tasirin), ibu (Sri Hastarini), adik (Faiz Kurnia Pambudi) dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para peternak dan staff Desa yang telah mengizinkan kami untuk melakukan penelitian. Serta ucapan terimakasih saya sampaikan kepada teman satu kelompok penelitian RUMCIL yaitu Imam T, Denny AF, Hartanto DP, Dwiki Nur C, Alvian N, Putut SN, Ai Anis N dan Farah NR yang telah bekerja sama selama penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada teman teman yaitu Riadi FM, Ferdian IA, Wafi FA, Rio OS, dan M Pramujo, Andika Sunyoto SBU serta teman-teman IPTP 48 yang turut memberikan doa dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juli 2016

Faqih Adji Pambudi

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Lokasi danWaktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 3

Pengambilan Data Populasi Ternak 3

Penelitian di Lapangan 3

Pengambilan Sampel Tinja 3

Pengukuran Performa Domba 3

Pemeriksaan Jumlah TTGT 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 5

Jumlah Telur Cacing tiap Gram Tinja 6

Performa Produksi Domba 8

Hubungan Antara Jumlah Telur Cacing Tiap Gram Tinja (TTGT) dengan Pertambahan Bobot Badan Harian, Lingkar Dada dan Lingkar

Perut 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP 16

(14)

DAFTAR TABEL

1 Rataan jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT) pada Desa

Cibanteng dan Cikarawang 7

2 Rataan performa produksi domba di Desa Cibanteng dan

Cikarawang 9

3 Koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (r2) jumlah TTGT dengan pertambahan bobot badan harian dan ukuran tubuh

berdasarkan Desa 10

4 Kebutuhan Nutrisi Domba 11

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk telur cacing nematoda yang menginfeksi domba di Desa

Cibanteng dan Cikarawang 6

2 Grafik rataan jumlah telur cacing selama 6 minggu 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan uji T antar peubah di Desa Cibanteng dan Cikarawang 14 2 Perhitungan korelasi antara TTGT dengan peubah lainnya di Desa

Cibanteng dan Cikarawang 15

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit yang disebabkan parasit merupakan salah satu kendala yang dijumpai dalam upaya peningkatan produksi ternak. Berdasarkan statistik peternakan (2004), kematian ternak muda yang disebabkan oleh penyakit lebih tinggi daripada kematian oleh kecelakaan atau sebab lainnya. Kematian karena parasit saluran pencernaan merupakan kematian kedua terbesar setelah kematian saat lahir dan penyapihan.

Upaya pengendalian parasit di lapangan masih mengalami banyak hambatan. Salah satunya adalah sistem peternakan yang masih bersifat ekstensif.

Usaha beternak domba di Indonesia umumnya berupa peternakan berskala kecil dengan teknologi yang sederhana. Umumnya peternak mengambil rumput lapang yang berasal dari ladang, kebun atau padang rumput. Sebagian peternak yang menggembalakan dombanya langsung di padang rumput. Penggunaan padang rumput secara terus menerus, penggembalaan domba pada pagi hari, dan tindakan petani yang memupuk hijauan dengan kotoran ternak yang belum diproses dengan baik menyebabkan hijauan yang dimakan oleh ternak terkontaminasi parasit (Rahayu et al. 2005). Akibatnya, ternak domba yang memakan hijauan tersebut dapat terinfeksi parasit dan menimbulkan penyakit.

Salah satu parasit yang menyerang ternak domba adalah cacing parasit yang menimbulkan kecacingan atau helminthosis. Infeksi cacing parasit yang sering ditemukan pada domba dan kambing adalah nematodosis (Beriajaya dan Suhardono 1997). Nematodosis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Nematoda atau cacing gilig (Levine 1994). kecacingan yang disebabkan nematoda saluran pencernaan dapat menghambat produktivitas karena mengakibatkan penurunan bobot badan sebesar 38% dan angka kematian sampai 17%, terutama pada ternak muda yang terjadi karena hewan banyak kehilangan darah (Beriajaya 1997). Umumnya infeksi cacing yang kronis dapat berlangsung sepanjang tahun.

Ternak yang terinfeksi klinis menunjukkan gejala dengan pertumbuhan lambat, badan menjadi kurus, lemah, pucat pada selaput lendir mata, pembengkakan dibawah dagu dan diare (Rahayu et al. 2005).

Ketahanan terhadap infeksi cacing berkaitan dengan pengalaman akibat infeksi, umur, genetik dan lingkungan. Symons (1989) menyatakan bahwa umur berkaitan dengan derajat infeksi cacing. Ternak muda lebih rentan terinfeksi parasit dibanding ternak dewasa karena belum memiliki kekebalan terhadap infeksi parasit. Ternak dewasa secara alami telah memiliki ketahanan terhadap cacing parasit karena sekurang-kurangnya pernah terinfeksi dan mampu bertahan terhadap infeksi tersebut.

Desa-Desa lingkar kampus IPB termasuk dalam Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Dramaga. Populasi domba di Kecamatan Ciampea sebanyak 4 469 ekor dan populasi domba di Kecamatan Dramaga sebanyak 2 785 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan 2015). Data tersebut menunjukkan bahwa Desa lingkar kampus memiliki potensi sebagai daerah peternakan domba, diantaranya adalah Desa Cibanteng dan Desa Cikarawang. Jarak Desa yang cukup dekat dengan kampus memungkinkan Desa tersebut menerapkan GFP (Good Farming Practice). Adanya program Jumat Keliling (Jumling) yang diadakan oleh

(16)

2

Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) IPB yang melakukan penyuluhan pertanian ke Desa lingkar kampus IPB Dramaga Bogor sehingga para peternak lebih mengerti tatacara GFP, walaupun demikian infeksi cacing masih dapat terjadi, oleh karena itu perlu diadakan penelitian tentang hubungan infeksi cacing parasit dengan produktivitas domba muda di peternakan lingkar kampus IPB Dramaga Bogor.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing parasit dengan tingkat produktivitas ternak domba diukur dari pertambahan bobot badan harian, lingkar dada dan lingkar perut di Desa lingkar kampus IPB Dramaga, khususnya di Desa Cibanteng dan Cikarawang.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh infeksi cacing terhadap produktifitas domba muda di Desa lingkar kampus IPB Dramaga Bogor.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea dan Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga. Pemeriksaan dilakukan tinja untuk mengetahui infeksi cacing dilakukan di Laboratorium Helminthologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai dari bulan November 2014 sampai dengan Maret 2015.

Bahan

Ternak domba yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis domba ekor tipis sebanyak 14 ekor dengan umur kurang dari 1 tahun (I0). Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tinja domba segar, larutan gula garam jenuh (campuran garam dan gula), dan plastik sampel.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, gelas ukur, mikroskop, saringan, timbangan gantung, kamar hitung Mc Master, gelas plastik, sendok, pita ukur, pipet, termos es dan alat tulis.

(17)

3 Prosedur

Pengambilan Data Populasi Ternak

Pengambilan data populasi ternak dilaksanakan untuk mendapatkan data populasi ternak domba yang berada di Desa-Desa sekitar lingkar kampus IPB.

Data ini diperoleh dari UPT Peternakan Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Dramaga.

Penelitian di Lapangan

Penelitian di lapangan dilaksanakan setelah mendapatkan data populasi ternak, yang selanjutnya ditentukan peternakan yang memiliki ternak I0 (umur kurang dari 1 tahun) yang dijadikan obyek penelitian dengan mengambil data primer yaitu bobot badan, pertambahan bobot badan harian (PBBH), lingkar dada,dan lingkar perut.

Pengambilan Sampel Tinja

Sampel tinja domba diambil dengan cara langsung dari rektum domba, sampel tinja yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik yang telah diberi label, lalu sampel tersebut dimasukkan ke dalam coolbox berisi es. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium dan disimpan di dalam refrigerator di laboratorium sampai dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode Mc Master untuk mengetahui jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT).

Pengukuran Performa Domba

1. Bobot badan (kg) ditimbang seminggu sekali pada pagi hari sebelum diberi pakan dengan menggunakan timbangan gantung kapasitas 100 kg dalam keadaan tenang.

2. Lingkar dada (cm) diukur melingkar rongga dada di belakang sendi tulang bahu (os scapula) menggunakan pita ukur.

3. Lingkar perut (cm) diukur melingkar di tengah-tengah perut dengan menggunakan pita ukur.

4. Pertambahan bobot badan harian (gram) dihitung dengan cara bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal lalu dibagi selama 7 hari.

Pemeriksaan Jumlah TTGT

Pemeriksaan sampel tinja di laboratorium untuk mengetahui infeksi cacing dilaksanakan setelah didapatkan sampel tinja domba dengan menghitung jumlah telur cacing per gram tinja. Metode yang digunakan untuk menghitung telur cacing tiap gram tinja adalah metode Mc Master dengan prosedur sebagai berikut:

1. Sampel tinja yang diperoleh ditimbang sebanyak 2 g pada gelas plastik;

2. Gelas ukur diisi dengan larutan gula garam jenuh sebanyak 58 mL kemudian campurkan ke dalam gelas plastik berisi 2 g tinja tersebut;

3. Siapkan 1 gelas plastik kosong dengan saringan diatasnya, pindahkan isi gelas campuran larutan garam dan tinja ke atas saringan sambil digerus menggunakan sendok;

4. Homogenkan dengan cara memindahkan dari gelas satu ke gelas lainnya, kemudian diisikan ke dalam 2 ruangan kamar hitung Mc Master

(18)

4

menggunakan pipet, kemudian didiamkan selama 5 menit dan diamati menggunakan mikroskop;

5. Semua telur cacing yang ditemukan dalam kedua ruangan dihitung;

6. Jumlah telur cacing dari kedua ruangan tersebut kemudian dikalikan 100 untuk mendapatkan jumlah telur cacing tiap gram tinja.

Perhitungan jumlah telur dalam tiap gram tinja (TTGT):

TTGT = n/bt x Vtotal/Vhitung

Keterangan :

n : Jumlah telur cacing yang ditemukan dalam kamar hitung bt : Berat tinja (gram)

Vtotal : Volume total larutan pengapung ditambah volume tinja

Vhitung : Volume campuran yang dimasukkan ke dalam kamar hitung (ml) (0.3 mL)

Analisis Data

Data jumlah telur cacing yang sudah didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan uji T untuk mengetahui perbedaan jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT) antar Desa Cibanteng dan Cikarawang. Model matematika menurut Walpole (1995) yaitu :

𝑡 =(𝑥̅̅̅ − 𝑥1 ̅̅̅) − (𝜇2 1− 𝜇2)

√𝑆12

𝑛1 + √𝑆22 𝑛2

Keterangan:

Data jumlah TTGT, PBBH dan ukuran tubuh (lingkar dada dan lingkar perut) dianalisis menggunakan uji koefisien korelasi pearson (r) untuk mengukur keeratan hubungan TTGT dengan PBBH dan ukuran tubuh. Hasan (2003) menyatakan keeratan hubungan dinyatakan tidak terdapat korelasi apabila nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0, keeratan hubungan dinyatakan sangat rendah/lemah sekali apabila nilai koefisien korelasi Pearson diantara 0 sampai 0.20, keeratan hubungan dinyatakan rendah apabila nilai koefisien korelasi Pearson diantara 0.20 sampai 0.40, keeratan hubungan dinyatakan cukup apabila nilai koefisien korelasi Pearson diantara 0.40 sampai 0.70, keeratan hubungan dinyatakan sangat tinggi/kuat sekali apabila nilai koefisien korelasi pearson diantara 0.70 sampai 1, keeratan hubungan dinyatakan sempurna apabila nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 1. Menurut Hasan (2003) nilai korelasi pearson (r) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

x1 = rataaan sampel di Desa Cibanteng s1 = simpangan baku di Desa Cibanteng x2 = rataan sampel di Desa Cikarawang s2 = simpangan baku di Desa Cikarawang µ1 = rataan populasi di Desa Cibanteng n1 = jumlah sampel di Desa Cibanteng µ2 = rataan populasi di Desa Cikarawang n2 = jumlah sampel di Desa Cikarawang

(19)

5

 

 

2

1 1

2

1 1

2

1 1

1

2 n

i i n

i i n

i

n

i i i

n

i

i n

i i n

i i i

y y

n x x

n

y x y x n r

Selanjutnya hasil nilai korelasi dilakukan uji statistik untuk mengetahui tingkat keeratan korelasi tersebut secara statistik dengan rumus uji t (Hasan 2003) sebagai berikut:

1n-22

t r

r

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Desa Cikarawang merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Secara geografis Desa Cikarawang berbatasan langsung dengan Sungai Cisadane di sebelah utara, Sungai Ciapus di sebelah selatan, Kelurahan Situ Gede di sebelah barat, dan Kota Bogor di sebelah timur.

Luas Wilayah Desa Cikarawang adalah 226.56 ha dan secara umum berupa daratan dan persawahan yang berada pada ketinggian antara 193 mdpl dengan suhu rata-rata 25 oC-30 oC dan kelembaban 86.5%. Populasi domba pada tahun 2015 di Desa Cikarawang yaitu 350 ekor yang terdiri dari domba dewasa 131 ekor, domba muda 134 ekor dan domba anak 85 ekor.

Desa Cibanteng berada berada pada ketinggian 300 mdpl termasuk ke dalam kecamatan Ciampea dengan suhu rata-rata 26 oC-35 oC mempunyai populasi domba pada data tahun 2015 sebanyak 479 ekor terdiri dari domba dewasa 170 ekor, domba muda 148 ekor dan domba anak 161 ekor (LPPM-IPB 2015).

Peternak domba di Desa Cibanteng dan Desa Cikarawang umumnya merupakan lulusan pendidikan sekolah dasar hampir di setiap kelompok skala pemilikan ternak. Sangat sedikit peternak yang melanjutkan pendidikan formal ke sekolah lanjutan tingkat atas atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peternak di Desa Cibanteng dan Cikarawang umumnya memelihara domba dengan cara dikandangkan. Kegiatan pemeliharaan domba yang dilakukan peternak domba di Desa Cibanteng dan Desa Cikarawang antara lain mencari pakan berupa hijauan, memberi pakan, membersihkan kandang, memandikan, serta mencukur bulu domba. Pemilikan ternak domba di Desa Cibanteng yaitu 7.79 ± 3.31 ekor pada kategori peternak skala I, dan 20.50 ± 3.70 ekor pada kategori peternak skala II.

Sedangkan kepemilikan ternak di Desa Cikarawang yaitu 7.43 ± 3.01 ekor kategori peternak skala I, dan 26.33 ± 1.53 ekor untuk kategori peternak skala II.

(Nurlatifah 2015).

(20)

6

Jumlah Telur Cacing tiap Gram Tinja

Infeksi cacing pada domba dapat diketahui dengan cara menghitung total telur cacing tiap gram tinja (TTGT). Berdasarkan hasil pemeriksaan TTGT dengan menggunakan metode Mc Master, ditemukan 2 jenis telur cacing yang termasuk dalam kelas nematoda yang menginfeksi domba-domba di Desa lingkar kampus IPB, yakni didominasi oleh kelompok strongil, selain itu ditemukan jenis cacing lain yaitu Trichuris sp. Telur strongil dan Trichuris dapat dilihat pada Gambar 1.

1. Strongil 2. Trichuris sp

Gambar 1 Bentuk telur cacing nematoda yang menginfeksi domba domba di Desa Cibanteng dan Cikarawang.

Menurut Soulsby (1982) dan Bowman (2009) cacing yang tergolong strongil yang dapat menginfeksi ruminasia besar, ruminansia kecil, babi dan kuda.

Kelompok cacing strongil yang diketahui dapat menginfeksi domba adalah Haemonchus sp, Trichostrongylus sp, Oesophagostomum sp, Nematodirus sp, Bunostomum sp, Cooperia sp, Chabertia sp, dan Ostertagia sp. (Hungerford 2005), sedangkan jenis cacing Trichuris yang sering menyerang ternak domba adalah Trichuris ovis. Jenis telur cacing yang ditemukan pada penelitian ini sama dengan beberapa jenis telur yang ditemukan oleh Yuse (2014) dan Hanafiah et al.

(2002).

Data rataan jumlah TTGT setiap minggu selama enam minggu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik rataan jumlah telur cacing selama 6 minggu

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00

1 2 3 4 5 6

Telur cacing tiap gram tinja

Minggu ke

Desa Cibanteng Desa Cikarawang

(21)

7 Nematoda saluran pencernaan berkembang biak dengan cara bertelur yang dihasilkan oleh cacing betina. Telur yang dihasilkan oleh cacing betina keluar bersama dengan tinja. Telur cacing menetas menjadi larva stadium pertama (L1), kemudian berkembang ke stadium kedua (L2) dengan membentuk selubung larva (kutikula) sebagai perlindungan. Larva L2 berkembang menjadi L3 dengan membentuk selubung lagi dari kutikula sebelumnya. L3 mempunyai dua lapis selubung (kutikula) yang merupakan tahap larva infektif. Domba terinfeksi Strongil melalui rumput yang mengandung L3. Larva L3 di dalam saluran pencernaan berkembang menjadi stadium keempat (L4), kemudian berkembang menjadi cacing dewasa yang tinggal di saluran pencernaan (L5). Periode perkembangan larva ini berlangsung sekitar 3 minggu (Hansen dan Perry 1990).

Siklus hidup Trichuris tidak membutuhkan inang perantara. Ternak dapat terinfeksi apabila termakan pakan yang mengandung telur Trichuris. Telur menetas dan mengeluarkan larva di anterior dari usus halus dan larva stadium ke dua keluar melewati ujung yang bertudung. Larva tersebut menembus mukosa usus halus dan masuk ke dalam dasar liberkuhn dimana mereka melingkar dan bersembunyi untuk 2 – 8 hari serta membentuk liang-liang pada sel-sel kripta dari liberkuhn di mukosa usus. Setelah itu larva berpindah ke sekum dan kolon untuk tumbuh menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa melekat kuat pada mukosa sekum dan kolon dengan ujung cambuknya di bagian anterior tubuh. Lapisan sekum dan kolon sampai batas lapisan otot merupakan wilayah perlekatan cacing. Cacing ini tidak bermigrasi ke daerah lain dan hanya berada di saluran pencernaan. Cacing dewasa akan hidup pada sekum dan kolon, kemudian cacing betina dewasa menghasilkan telur yang akan dikeluarkan melalui feses domba dan akan menginfeksi inang lainnya (Bowman 2009).

Peningkatan jumlah TTGT yang signifikan pada minggu ke 5 di Desa Cibanteng diduga berkaitan dengan curah hujan yang cukup tinggi pada minggu tersebut, curah hujan yang tinggi dapat membantu penyebaran larva infektif yang terkandung didalam pakan yang akan diberikan kepada ternak. Faktor lain ternak terinfeksi cacing yaitu berkaitan dengan ketahanan ternak tersebut terhadap infeksi penyakit, selain itu faktor lingkungan dan manajemen juga berpengaruh terhadap derajat infeksi pada ternak domba. Tabel 1 ini memperlihatkan perbedaan jumlah telur cacing antara Desa Cibanteng dan Cikarawang.

Tabel 1 Rataan jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT) pada Desa Cibanteng dan Cikarawang

Desa Pengamatan minggu

Rataan umum

Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6

Cb 757.14 1 000.00 1 114.29 857.14 2 085.71 1 957.14 1 295.24 ± 576.95a Ck 214.29 242.86 728.57 257.14 442.86 371.43 376.19 ± 193.29b Keterangan : angka yang disertai huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama berarti

berbeda nyata (P<0.05), Cb = Desa Cibanteng dan Ck = Desa Cikarawang

Jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT) pada domba di Desa Cibanteng dan Cikarawang terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05). Domba di Desa Cibanteng memiliki jumlah TTGT yang lebih tinggi yaitu 1 295.24 ± 576.95 dibandingkan dengan domba di Desa Cikarawang yaitu sebanyak 376.19 ±

(22)

8

193.29. Tarazona (I987) mengelompokkan tingkatan infeksi menjadi infeksi ringan apabila dijumpai telur cacing strongil sebanyak 50-500 telur tiap gram tinja (TTGT) bersifat sedang apabila dijumpai telur cacing 500-2 000 TTGT dan dikategorikan infeksi berat apabila ditemukan telur cacing sebanyak >2 000 TTGT. Berdasarkan pengelompokkan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa Desa Cibanteng memiliki tingkat infeksi cacing sedang, sedangkan Desa Cikarawang memiliki tingkat infeksi rendah.

Tingkat infeksi pada saluran pencernaan berkaitan dengan banyaknya rumput yang terkontaminasi larva infektif yang termakan oleh domba. Perbedaan jumlah TTGT pada Desa Cibanteng dan Cikarawang kemungkinan disebabkan oleh hal tersebut. Berdasarkan wawancara dengan peternak setempat diketahui bahwa peternak di Desa Cibanteng mengambil rumput pada pagi hari, sedangkan di Desa Cikarawang mengambil rumput pada siang hari. Kusumamihardja (1982) menyatakan bahwa larva cacing akan naik ke ujung-ujung rumput pada pagi hari dan akan kembali turun bagian bawah rumput bila matahari sudah menyinari rumput. Berdasarkan pengalaman, peternak di Desa Cikarawang sudah mengerti bahwa menggembala ternak sebaiknya dilakukan pada siang hari yaitu kira-kira jam 10.00 WIB. Hal ini untuk menghindari akumulasi larva infektif yang terdapat pada rumput.

Rahayu et al. (2005) menambahkan bahwa semakin banyak domba yang memakan rumput yang terkontaminasi oleh larva infektif maka semakin tinggi domba tersebut terinfeksi cacing. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Levine (1994) bahwa tinggi rendahnya infeksi cacing nematoda saluran pencernaan berkaitan dengan tinggi rendahnya larva yang ikut termakan saat domba merumput.

Performa Produksi Domba

Performa produksi domba menjadi indikator penting dalam keberhasilan suatu peternakan. Performa domba berupa pertambahan bobot badan harian (PBBH), lingkar dada, dan lingkar perut dapat menentukan apakah domba tersebut mempunyai produksi yang tinggi atau tidak. Hasil pengamatan PBBH lingkar dada dan lingkar perut pada domba-domba di Desa Cibanteng dan Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 2.

(23)

9 Tabel 2 Rataan performa produksi domba pada Desa Cibanteng dan Cikarawang

Peubah Desa Pengamatan minggu

Rataan Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6

Bobot badan (kg)

Cb 14.00 13.93 14.36 14.76 15.20 15.43 14.61 ± 0.62B Ck 21.00 22.29 22.13 22.59 23.26 23.77 22.50 ± 0.96A PBBH

(g ekor-1 hari-1)

Cb -10.20 61.22 57.14 63.27 32.65 - 40.82 ± 31.05a Ck 183.67 -22.45 65.31 95.92 73.47 - 79.18 ± 73.74a Lingkar

dada (cm)

Cb 56.26 55.59 56.50 56.86 57.21 57.79 56.70 ± 0.77B Ck 68.36 68.00 69.29 69.66 69.74 70.13 69.20 ± 0.84A Lingkar

perut (cm)

Cb 68.29 73.30 68.16 68.01 69.21 70.86 69.64 ± 2.08B Ck 81.51 82.79 84.29 84.49 84.23 84.30 83.60 ± 1.20A Keterangan : angka yang disertai huruf kecil yang sama pada baris yang sama berarti tidak

berbeda nyata (P>0.05), angka yang disertai huruf besar yang berbeda pada baris yang sama berarti sangat berbeda nyata (P<0.01), Cb = Desa Cibanteng dan Ck

= Desa Cikarawang.

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) berhubungan dengan pertumbuhan domba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBBH domba pada Desa Cibanteng lebih rendah dibandingkan dengan domba pada Desa Cikarawang, Hal ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi cacing. Tingginya nilai TTGT pada Desa Cibanteng yaitu 1 295.24 ± 576.95 diduga sebagai penyebab rendahnya PBBH pada Desa tersebut yaitu 40.82 ± 31.05 g ekor-1 hari-1 dibandingkan dengan nilai TTGT pada Desa Cikarawang yaitu 376.19 ± 193.29 yang menghasilkan PBBH lebih tinggi daripada Desa Cibanteng yaitu 79.18 ± 73.74 g ekor-1 hari-1. Sykes et al. (1992) menyatakan bahwa pengaruh dari infeksi cacing dapat mempengaruhi pertumbuhan ternak domba, terutama domba anak.

Pertumbuhan domba anak menjadi terganggu karena domba yang terinfeksi mengalami kehilangan darah sehingga domba penelitian menjadi kurus, lemah dan mengalami penurunan nafsu makan. Akibatnya, penyerapan makanan dapat berkurang 15%-20% (Rahayu et al. 2005).

Ukuran tubuh ternak dapat berpengaruh secara linier terhadap konformasi ternak. Lingkar perut dan lingkar dada merupakan salah satu parameter tubuh yang berkorelasi terhadap pendugaan bobot badan. Korelasi positif antara lingkar dada dengan tingkat pertumbuhan lepas sapih menandakan bahwa seleksi pada lingkar dada menjadi petunjuk kecepatan pertumbuhan ternak yang berakibat pula pada peningkatan tinggi pundak dan ukuran kerangka (Fourie et al. 2004).

Lingkar perut mempunyai hubungan erat dengan bobot badan, ini dikarenakan bahwa ± 90% isi perut dan dada dapat menentukan perbedaan antara gemuk dan kurus sehingga berpengaruh terhadap bobot badan. Isroll (2001) menyatakan bahwa lingkar dada mempunyai sumbangan yang besar dalam menentukan bobot badan sebesar 82.6% berdasarkan persamaan regresi linier.

Domba-domba di sekitar lingkar kampus IPB memiliki ukuran lingkar dada yang cukup tinggi yaitu 56.70 ± 0.77 cm pada Desa Cibanteng, dan 69.20 ± 0.84 cm pada Desa Cikarawang, sedangkan lingkar perut didapatkan hasil 69.64 ±

(24)

10

2.08 cm pada Desa Cibanteng dan 83.60 ± 1.20 cm pada Desa Cikarawang.

Berdasarkan hasil uji t rataan lingkar dada dan lingkar perut pada Desa Cibanteng dan Desa Cikarawang sangat berbeda nyata (P< 0.05). Hal ini bisa dilihat berdasarkan bobot badan domba tersebut, bobot badan domba di Desa Cibanteng lebih kecil dibandingkan dengan Desa Cikarawang, oleh karena itu ukuran tubuh menyesuaikan dengan bobot badan, terutama lingkar dada dan lingkar perut (Nurcahya 2015). Hal ini sesuai dengan pernyataan Afolayan et al. (2006) yang menyatakan bahwa bobot badan memiliki korelasi yang sangat tinggi terhadap morfometrik tubuh, terutama pada panjang badan, tinggi badan, dan lingkar dada.

Malewa (2009) menambahkan bahwa hal tersebut merupakan perwujudan dari proses pertumbuhan yang terjadi pada hewan tersebut, karena untuk menjaga keseimbangan biologis maka setiap pertumbuhan komponen tubuh akan diikuti dengan meningkatkan ukuran tubuh lainnya.

Hubungan Antara Jumlah Telur Cacing Tiap Gram Tinja (TTGT) dengan Pertambahan Bobot Badan Harian, Lingkar Dada dan Lingkar Perut

Tingginya tingkat infeksi cacing dapat mempengaruhi produktivitas ternak domba seperti pertambahan bobot badan harian, lingkar dada dan lingkar perut.

Hubungan antara jumlah TTGT dengan pertambahan bobot badan harian, lingkar dada dan lingkar perut dapat diukur dengan menghitung nilai koefisien korelasinya, seperti dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (r2) jumlah TTGT dengan pertambahan bobot badan harian dan ukuran tubuh berdasarkan Desa

Peubah Desa

Cibanteng Cikarawang

TTGT dengan PBBH -0.343* (11.76%) -0.054 (0.29%) TTGT dengan Lingkar dada -0.249 (6.20%) 0.071 (0.50%) TTGT dengan Lingkar perut -0.121 (1.46%) 0.415* (17.22%)

Keterangan * = berkorelasi nyata

Hasil perhitungan koefisien korelasi Pearson (r) dan koefisien determinasi (r2) menunjukkan keeratan hubungan yang sangat lemah antara TTGT dengan PBBH pada Desa Cikarawang -0.054 (0.29%), TTGT dengan lingkar dada pada Desa Cikarawang 0.071 (0.50%), dan TTGT dengan lingkar perut pada Desa Cibanteng -0.121 (1.46%). Keeratan hubungan yang lemah antara TTGT dengan PBBH di Desa Cibanteng -0.343 (11.76%), dan TTGT dengan lingkar dada pada Desa Cibanteng -0.249 (6.20%), serta hubungan yang cukup erat yaitu antara TTGT dengan lingkar perut pada Desa Cikarawang yaitu 0.415 (17.22%).

Hasil uji hipotesa menunjukkan nilai (P<0.05) berkorelasi nyata antara peubah TTGT dengan PBBH di Desa Cibanteng yaitu sebesar -0.343 (11.76%) dan peubah TTGT dengan lingkar perut pada Desa Cikarawang yaitu 0.415 (17.22%).

Peubah lain hanya menunjukkan nilai (P>0.05) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan diantara peubah-peubah tersebut. Nilai korelasi yang didapat antara TTGT dengan PBBH di Desa Cibanteng adalah negatif yaitu - 0.343 dengan koefisien determinasi rendah yaitu (11.76%) yang berarti peningkatan jumlah TTGT dapat menurunkan nilai PBBH pada domba. Hal ini

(25)

11 sesuai dengan pendapat Sykes et al. (1992) bahwa infeksi cacing dapat mempengaruhi pertumbuhan ternak domba, domba yang terinfeksi cacing pertumbuhannya akan terganggu karena mengalami kehilangan darah sehingga domba penelitian menjadi kurus, lemah dan mengalami penurunan nafsu makan.

Akibatnya, penyerapan makanan dapat berkurang 15%-20% (Rahayu et al. 2005).

Nilai korelasi yang positif antara TTGT dengan lingkar perut pada Desa Cikarawang disebabkan oleh tingginya PBBH pada Desa tersebut. Malewa (2009) menyatakan proses pertumbuhan yang terjadi pada hewan tersebut akan diikuti oleh pertumbuhan-pertumbuhan tubuh lainnya, karena untuk menjaga keseimbangan biologis maka setiap pertumbuhan komponen tubuh akan diikuti dengan meningkatkan ukuran tubuh lainnya. Selain itu juga disebabkan oleh derajat infeksi cacing yang rendah yaitu hanya 376.19 ± 193.29 telur cacing tiap gram tinja, Sesuai dengan penelitian Tarazona (1987) yang membuat tafsiran jumlah TTGT terhadap infeksi nematoda saluran pencernaan yaitu jumlah TTGT 50-500 termasuk infeksi ringan, sehingga infeksi cacing belum menyebabkan gangguan pertumbuhan.

Nilai PBBH yang rendah, pertumbuhan lingkar dada dan lingkar perut yang lambat ini selain dari penyakit dapat juga disebabkan oleh faktor lain salah satunya pemberian pakan dan kandungan nutrisinya. Kebutuhan nutrisi domba berdasarkan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kebutuhan nutrisi domba Bobot

Badan

PBBH (gr)

Protein (gr)

ME (M.kal)

TDN

(gr) Ca (gr) P (gr) Vit. A

15 150 72 5.6 370 2.9 1.9 500

20 150 75 6.9 456 2.9 1.9 670

25 150 77 8.2 542 3 2.1 830

30 150 80 9.5 628 4.2 2.2 1 000

35 150 83 10.7 707 4.3 2.3 1 670

40 100 78 10.1 668 3.4 2.1 1 330

Sumber: Siregar (1994)

Domba-domba di sekitar lingkar kampus IPB hanya diberikan pakan berupa hijauan secara ad libitum. Pemberian hijaun saja belum cukup dikarenakan kandungan nutrisinya yang masih rendah dan hanya mampu memenuhi kebutuhan metabolisme basal saja. Rumput lapang memiliki kandungan zat makanan BK 19.65% (Metkono et al. 2011), PK 6% sampai 8% (Kushartono dan Iriani 2004), dan TDN 57.1% (Wahyuni 2008). Selain dari pakan cekaman lingkungan juga mendukung pada terhambatnya laju pertumbuhan domba yaitu akan terjadinya perubahan pola konsumsi pakan dan pembagian zat makanan untuk kebutuhan pokok dan produksi.

(26)

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Domba-domba muda di Desa Cibanteng dan Cikarawang pada umumnya terinfeksi nematoda saluran pencernaan kelompok Strongil dan Trichuris sp.

Jumlah TTGT yang terdapat pada Desa Cibanteng lebih tinggi dibandingkan Desa Cikarawang. Infeksi cacing dengan pertambahan bobot badan harian, lingkar dada dan lingkar perut pada domba memiliki keeratan korelasi yang lemah. Jumlah TTGT berpengaruh terhadap PBBH di Desa Cibanteng.

Saran

Penyuluhan atau program kerja sama dengan peternakan rakyat perlu dilakukan oleh UPT tentang manajemen sanitasi, pemberian pakan serta pemberian obat cacing di kedua Desa. Pengambilan rumput sebaiknya dilakukan pada siang hari, pemberian hijauan yang terkontaminasi larva invektif dapat mengakibatkan ternak domba terinfeksi cacing dan menurunkan produktivitas domba tersebut. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui besar tidaknya kontaminasi larva infektif pada pakan-pakan hijauan yang diberikan peternak domba di Desa lingkar kampus IPB Dramaga Bogor.

DAFTAR PUSTAKA

Afolayan RA, Adeyinka IAA, Lakpini CAM. 2006. The estimation of live weight from body measurements in yanksa sheep. Czech (CZE): J Anim Sci.

51:343-348.

Beriajaya, Suhardono. 1997. Penanggulangan nematodiasis pada ruminansia kecil secara terpadu antara manajemen, nutrisi dan obat cacing.

Prosiding Inovasi Teknologi Pertanian. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Teknologi Pertanian.

Bowman DD, Georgi JR. 2009. Georgis Parasitology for Veterinarians. Ed ke-9.

St Louis (USA): Saunders. An Imprint of Elsevier Science

Dinas Peternakan dan Perikanan. 2015. Populasi Ternak Kecil di Kabupaten Bogor Tahun 2015. Bogor (ID): Unit Pelaksanaan Teknis Pusat Kesehatan Hewan dan Ikan IV Kabupaten Bogor.

Fourie PJ , Neser FWC, Olivier JJ, Westhuizen V D. 2002. Relationship between production performance, visual appraisal and body measurement of young dorper rams. http://www.sasas.co.za. [diunduh Desember 2014]

Hanafiah M, Winaruddin, Rusli. 2002. Studi infeksi nematoda gastrointestinal pada kambing dan domba di rumah potong hewan Banda Aceh. J Sain Vet. 20 (1):14-18.

(27)

13 Hansen J, Perry B. 1990. The epidemiology, diagnosis and control of gastro-

intestinalparasites of ruminants in Africa. Nairobi, Kenya (KE):

International Laboratory for Research on Animal Diseases

Hasan MI. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Ed ke-2.

Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Hungerford TG. 2005. Diseases of Livestock. Sydney (AUS): McGraw-Hill Book, Company.

Isroll. 2001. Evaluasi terhadap pendugaan bobot badan domba priangan berdasarkan ukuran tubuh. J Ilmiah SAINTKES. 90-94.

Kushartono B, Iriani N. 2004. Inventarisasi keanekaragaman pakan hijauan guna mendukung sumber pakan ruminansia. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Kusumamihardja S. 1982. Pengaruh musim umur dan waktu pengembalaan pada derajat infeksi nematoda saluran pencernaan domba di Bogor. [disertasi].

Bogor(ID): Program Pasca Sarjana, IPB.

Levine D N. 1994. Parasitologi Veteriner. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

[LPPM-IPB] Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat–Institut Pertanian Bogor. 2015. Selayang Pandang Desa-Desa Lingkar Kampus.

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Malewa A. 2009. Penaksiran bobot badan berdasarkan lingkar dada dan panjang badan domba donggala. Palu (ID): Agroland Journal.

Metkono OAF, Kardaya D, Sudrajat D. 2011. Performa domba lokal yang diberi ransum rumput lapang dan ampas tahu yang dipelihara secara tradisional.

Bogor (ID): J Pertanian. 2(2):88-94.

Nurlatifah AA. 2015. Profil peternakan domba rakyat di Desa Cibanteng dan Desa Cikarawang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nurcahya D. 2015. Evaluasi produktivitas domba di peternakan rakyat dua Desa lingkar kampus IPB Dramaga Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahayu S, Duldjaman M, Daspulastri A. 2005. Hubungan antara jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT) dengan bobot tubuh dan ukuran tubuh domba yang digembalakan. [Laporan Penelitian]. Bogor (ID):

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Siregar SB. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Jakarta (ID). Penebar swadaya.

Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals, Ed ke-7. London (UK): ELBS and Bailliere Tindall.

Symons LEA. 1989. Pathophysiology of endoparasitic infection (compare with ectoparasitic infestation and microbal infection). Sidney (AUS):

Academic Press

Sykes AR, Mc Farlene RG, Familton AS. 1992. Parasites, immunity and anthelmintic resistence. Dalam : Speedy A W. (Ed). Progress in sheep and goat research. Oxford (UK): CAB International.

Tarazona JM. 1987. A Methode for inter-pretation of parasite egg count of faeces of sheep. Veterinary Parasitology. PubMed NCBI.

(28)

14

Wahyuni DS. 2008. Fermentabilitas dan degradabilitas in vitro serta produksi biomassa mikroba ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat dan suplemen kaya nutrien [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Yuse AN. 2014. Infeksi nematoda saluran pencernaan pada kambing kacang yang dipelihara secara semi intensif dengan pemberian pakan tambahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan Uji T antar peubah di Desa Cibanteng dan Cikarawang

Two-Sample T-Test and CI: TTGT CIBA, TTGT CIKA Two-sample T for TTGT CIBA vs TTGT CIKA

N Mean StDev SE Mean TTGT CIBA 6 1 295 577 236 TTGT CIKA 6 376 193 79

Difference = mu (TTGT CIBA) - mu (TTGT CIKA) Estimate for difference: 919

95% CI for difference: (311, 1 527)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3.70 P-Value = 0.010 DF = 6

Two-Sample T-Test and CI: PBBH CIBA, PBBH CIKA Two-sample T for PBBH CIBA vs PBBH CIKA

SE

N Mean StDev Mean PBBH CIBA 5 40.8 31.1 14 PBBH CIKA 5 79.2 73.7 33

Difference = mu (PBBH CIBA) - mu (PBBH CIKA) Estimate for difference: -38.4

95% CI for difference: (-130.4, 53.6)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.07 P-Value = 0.333 DF = 5

(29)

15 Two-Sample T-Test and CI: LD CIBA, LD CIKA

Two-sample T for LD CIBA vs LD CIKA N Mean StDev SE Mean

LD CIBA 6 56.700 0.768 0.31 LD CIKA 6 69.195 0.839 0.34

Difference = mu (LD CIBA) - mu (LD CIKA) Estimate for difference: -12.495

95% CI for difference: (-13.546, -11.445)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -26.91 P-Value = 0.000 DF = 9

Two-Sample T-Test and CI: LD CIBA, LD CIKA Two-sample T for LD CIBA vs LD CIKA

N Mean StDev SE Mean LD CIBA 6 56.700 0.768 0.31 LD CIKA 6 69.195 0.839 0.34

Difference = mu (LD CIBA) - mu (LD CIKA) Estimate for difference: -12.495

99% CI for difference: (-14.004, -10.986)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -26.91 P-Value = 0.000 DF = 9

Two-Sample T-Test and CI: LP CIBA, LP CIKA Two-sample T for LP CIBA vs LP CIKA

N Mean StDev SE Mean LP CIBA 6 69.64 2.08 0.85 LP CIKA 6 83.60 1.20 0.49

Difference = mu (LP CIBA) - mu (LP CIKA) Estimate for difference: -13.962

95% CI for difference: (-16.282, -11.642)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -14.23 P-Value = 0.000 DF = 7

Lampiran 2 Perhitungan korelasi antara TTGT dengan peubah peubah lainnya di Desa Cibanteng dan Cikarawang

Correlations: TTGT cb, PBBH cb

Pearson correlation of TTGT cb and PBBH cb = -0.343 P-Value = 0.035

(30)

16

Correlations: TTGT ck, PBBH ck

Pearson correlation of TTGT ck and PBBH ck = -0.054 P-Value = 0.746

Correlations: TTGT cb, LD cb

Pearson correlation of TTGT cb and LD cb = -0.249 P-Value = 0.131

Correlations: TTGT ck, LD ck

Pearson correlation of TTGT ck and LD ck = 0.071 P-Value = 0.671

Correlations: TTGT ck, LP ck

Pearson correlation of TTGT ck and LP ck = 0.415 P-Value = 0.009

Correlations: LP cb, TTGT cb_1

Pearson correlation of LP cb and TTGT cb_1 = -0.121 P-Value = 0.483

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 November 1993 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak Ahmad Tasirin dan Ibu Sri Hastarini. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Depok Jawa Barat.

Penulis lulus seleksi masuk IPB pada tahun 2011 melalui jalur Ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi, diantaranya sebagai anggota divisi keprofesian HIMAPROTER masa bakti 2013/2014. Penulis juga pernah menjadi Anggota Kepanitiaan Seminar Nasional Autentikasi Halal di JCC IPB, Ketua penanggung jawab cabang bulu tangkis pada Dekan Cup 2013, Ketua Humas dan Publikasi pada acara Malam Apresiasi 2014, Panitia Konsumsi pada acara MPF 49 serta menjadi PJK pada acara Makrab 49 dan MPF 51.

Referensi

Dokumen terkait

 Siswa dapat menyalin huruf, kata, dan kalimat dari buku atau papan tulis dengan benar..  Siswa dapat melengkapi kalimat yang

Dikarenakan sesuatu hal, dengan ini kami sampaikan adanya perubahan lokasi PLPG Gelombang 1 Tahun 2017 sebagai berikut. Demikian pemberitahuan kami, atas perhatian dan

- OTONOMI DAERAH, PEMERINTAHAN UMUM, ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH, PERANGKAT DAERAH, KEPEGAWAIAN DAN

Untuk mendeteksi sinyal yang telah melewati suatu kanal multipath yaitu dengan cara menggunakan equalizer dalam domain frekuensi, equalizer dalam domain frekuensi

The learning process should have creative ideas, students will gain more experience and knowledge, which will help them develop their pedagogical abilities.. Expressing one's opinion:

Nilai konstanta dari hasil penelitian menunjukkan nilai yang positif yaitu sebesar 1508,456, dapat diartikan bahwa jika tidak ada pengaruh dari variabel bebas seperti

Dari hasil analisis GC-MS ketiga jenis minyak atsiri dari tiga jenis tumbuhan Rutaceae yang dilaporkan di atas, jelas terlihat bahwa ketiganya memiliki komponen kimiayangjauh

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional yang akan memberikan Hubungan Pemberian Permainan Edukatif dengan

Aliran Seragam adalah aliran yang terjadi apabila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran, suatu aliran seragan dapat bersifat tunak atau tidak tunak,

Peningkatan produksi cabai besar tahun 2013 tersebut terjadi di Kabupaten Sleman sebesar 1,33 ribu ton, Kabupaten Bantul sebesar 95 ton sedangkan Kabupaten Kulonprogo

Titik potong dengan sumbu X, jelas y-nya / yang dibelakang harus 0, jadi pilihan E jelas salah... Persamaan grafik fungsi kuadrat dibawah ini

CORY EKA BUDIARTI (105017000453), ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle untuk Meningkatkan Kemampuan komunikasi Matematik Siswa”. Skripsi

“Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian jumlah pegawai,

Sedangkan pada konsentrasi 1,5% tampak warna jauh lebih pudar atau pucat dan konsentrasi yang terakhir yaitu 2% tampak pada kerusakan dinding sel jamur semakin banyak

Deskripsi : Ular berukuran sedang dengan bentuk tubuh yang ramping, tubuhnya berwarna merah atau merah kecoklatan dengan bintik-bintik hitam pada bagian dorsal, kepala

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belum semua pendidik paham dengan makna evaluasi portfolio , demikian pula dengan cara melakukannya, pendidik belum tahu cara

Matlab memberikan cara yang mudah untuk menyatakan jenis matriks semacam ini yaitu dengan menggunakan fungsi sparse.. Buatlah vektor kolom A dan vektor baris

Pemerintah Kabupaten Karangasem menanyakan penyajian piutang yang berasal dari pungutan pajak Bahan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau galian golongan C yang tidak

Taat kepada orang tuadan guru Peserta didik dapat membuat produk berupa poster tentang ajakan taat kepada orang tua dan guru. Buatlah poster tentang ajakan taat kepada orang

karya sastra dari aspek unsur intrinsik - Mengonversi. karya sastra dari segi unsur

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana representasi kesuksesan bisnis dalam iklan media Bisnis Indonesia versi buah durian isi pisang di media billboard

berjudul “Pengaruh pemberian vitamin E terhadap kadar SGPT dan SGOT serum darah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang dipapar timbal per- oral” disusun

lama rawat inap pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta..

Pengelolaan hutan mangrove melalui pendekatan sosial dengan sistem tumpangsari pola empang parit merupakan alternatif pelestarian ekosistem mangrove untuk tetap