• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Status Hara P dan K Pada Lahan Pertanian Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Status Hara P dan K Pada Lahan Pertanian Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

dan respons dipasangkan atau dikondisikan maka akan membentuk tingkah laku baru terhadap rangsang yang dikondisikan (http://id.wikipedia.org/wiki/Respons diakses pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 16:21 WIB).

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa respon itu diawali dari adanya suatu rangsangan yang diterima oleh panca indera. Kemudian diikuti oleh reaksi yang diwujudkan dalam tindakan atau bentuk perilaku terhadap rangsangan yang diterima tersebut.

2.1.2 Proses Terjadinya Respon

Beberapa gejala terjadinya respon yaitu dimulai dari pengamatan sampai berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus kesadaran.

2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya.

3. Bayangan editik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga

menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan.

(2)

sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian (http://a-research.upi.edu/ diakses pada 20 Oktober 2015 pukul 15:20 WIB).

2.1.3 Indikator Respon

Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap dan partisipasi. Persepsi menurut Mc Mahon adalah proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensorik information). Sedangkan menurut Morgan, King, dn Robinson menunjukkan

bagaiman kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar kita dengan kata lain persepsi dapat juga dididefinisikan sebagai gejala suatu yang dialami manusia. Berdasarkan uraian diatas, William James mengatakan persepsi terbentuk atas data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indera kita. Diperoleh dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita lihat (Adi, 1994 : 105).

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Salah satu definisi menyatakan bahwa persepsi merupakan proses yang kompleks dimana orang memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan respons terhadap suatu rangsangan ke dalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Bennet, Hoffman, dan Prakash menyatakan bahwa persepsi merupakan aktivitas aktif yang melibatkan pembelajaran, pembaruan cara pandang, dan pengaruh timbal balik dalam pengamatan (Severin dan Tankard, 2008 : 83 & 84).

(3)

ke otak di mana ia dikodekan serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari. Ada yang mengatakan bahwa persepsi merupakan stimulus yang ditangkap oleh pancaindera individu, lalu diorganisasikan dan kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari dan mengerti apa yang diindera itu. Ada yang dengan singkat mengatakan persepsi adalah memberikan makna pada stimulus inderawi. Jadi, persepsi merupakan suatu proses (Maramis, 2006 :15-16).

Sikap pada dasarnya adalah tendensi kita terhadap sesuatu. Sikap adalah rasa suka/tidak suka kita atas sesuatu. Sikap penting sekali karena ia memengaruhi tindakan. Perilaku seseorang juga sering ditentukan oleh sikap mereka. Konsep lain yang terkait erat dengan sikap adalah keyakinan, atau pernyataan-pernyataan yang dianggap benar oleh seseorang (Severin & Tankard, 2008 : 177).

Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “attitude” adalah evaluasi terhadap objek, isu atau orang. Sikap didasarkan pada informasi afektif, behavioral, dan kognitifnya.

1. Affective component (komponen afektif) terdiri dari emosi dan perasaan seseorang terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif atau negatif. 2. Behavioral component (komponen behavioural) adalah cara orang bertindak

dalam merespons stimulus.

3. Cognitive component (komponen kognitif) terdiri dari pemikiran seseorang tentanf objek tertentu, seperti fakta, pengetahuan dan keyakinan ( Taylor dkk, 2009 : 165).

(4)

pekerjaan atau profesinya sendiri. Partisipasi juga merupakan proses anggota masyarakat sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut memengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung memengaruhi kehidupan mereka (Theodorson dan Sumarto dalam Sulaeman, 2012 : 76).

Terdapat kondisi-kondisi yang mendukung dan menghambat partisipasi. Adapun kondisi-kondisi yang mendukung partisipasi adalah :

1. Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting.

2. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. 3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.

4. Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya.

5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. (Ife dan Tesoriero dalam

Sulaeman, 2012 : 77).

2.2 Jaminan Sosial

(5)

Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, menyatakan bahwa jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jaminan sosial berfungsi untuk melindungi kondisi kesejahteraan warga negara, khususnya warga negara yang miskin dan tidak mampu. Hal ini dikarenakan kerentanan terhadap kondisi yang dapat menjauhkan mereka dari konsep sejahtera. Jaminan sosial juga akan membantu warga negara untuk dapat menikmati kehidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwasanya suatu jaminan sosial sangat penting dalam mewujudkan kondisi kesejahteraan sosial suatu bangsa.

Jaminan sosial merupakan suatu sistem atau skema pemberian tunjangan yang menyangkut pemeliharaan penghasilan (income maintenance). Sebagai pelayanan sosial publik, jaminan sosial merupakan perangkat negara yang didesain untuk menjamin bahwa setiap orang sekurang-kurangnya memiliki pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jaminan sosial merupakan sektor kunci dari sistem negara kesejahteraan berdasarkan prinsip bahwa negara harus berusaha dan mampu menjamin adanya jaring pengaman pendapatan (financial safety net) atau pemeliharaan pendapatan (income maintenance) bagi mereka yang tidak memiliki sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Suharto, 2008 : 15-16).

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

(6)

a. BPJS Ketenagakerjaan; dan b. BPJS Kesehatan

2.3.1 Prinsip Penyelenggaraan

Berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip :

a. Kegotongroyongan; b. Nirlaba;

c. Keterbukaan; d. Kehati-hatian; e. Akuntabilitas; f. Portabilitas;

g. Kepesertaan bersifat wajib; h. Dana amanat; dan

i. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.

2.3.2 Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Berdasarkan Undang-Undang No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, adapun tugas dari BPJS sebagai berikut :

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;

b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; c. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;

(7)

e. Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;

f. Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.

2.4 BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.

2.4.1 Sejarah Singkat BPJS Kesehatan

Pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi tergolong penyakit berat menuntut stabilisasi yang rutin seperti hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga. Sehingga munculah istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap kekayaan yang dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.

(8)

kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen. Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasa datang semakin bertambah. Lansia ini sendiri sangat rentan terhadap penyakit-penyakit yang menurunkan produktivitas dan berbagai dampak lainnya. Apabila tidak ada yang menjamin hal ini, maka akan menjadi masalah yang besar.

Jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat sejak lama sudah dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pelaksanaan jaminan sosial ini kemudian berubah-ubah sistem pelaksanaannya, namun tetap pada tujuan awal yaitu menjamin kesehatan seluruh masyarakat. Selain itu, masih terbatasnya akses kepesertaan bagi seluruh masyarakat juga mempengaruhi perubahan pada pelaksanaan program jaminan kesehatan. Akses pelayanan kesehatan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia secara adil dan merata. Berikut ini alur pelaksanaan jaminan kesehatan di Indonesia :

1. Pada tahun 1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.

(9)

ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

3. Pada tahun 1991, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.

4. Pada tahun 1992, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

5. Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengarahkan Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN).

6. Pada tahun 2005, PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN). Dasar Penyelenggaraan :

a. UUD 1945

b. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan

(10)

d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005,

Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :

a. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.

b. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.

c. Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

d. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.

e. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.

f. Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.

7. Pada tahun 2014, mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (www.bpjs-kesehatan.go.id diakses pada tanggal 20 Januari 2015 pukul 21:15 WIB).

2.4.2 Landasan Hukum

Landasan Hukum BPJS Kesehatan : 1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

(11)

2.4.3 Visi dan Misi BPJS Kesehatan

2.4.3.1 Visi BPJS Kesehatan

Visi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah “Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya”.

2.4.3.2 Misi BPJS Kesehatan

Misi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional.

2. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan.

3. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program.

4. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata

(12)

5. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS Kesehatan.

6. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.

2.4.4 Kepesertaan JKN BPJS Kesehatan

Peserta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi :

a. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar pemerintah.

b. Peserta program JKN terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan.

c. Peserta PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. d. Peserta Non PBI Jaminan kesehatan adalah Pekerja Penerima Upah dan

anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

Pesera Non PBIJaminan Kesehatan, terdiri dari : 1. Peserta Penerima Upah dan anggota keluarganya

a) Pegawai Negeri Sipil; b) Anggota TNI;

c) Anggota Polri; d) Pejabat Negara;

(13)

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

2. Pekerja bukan Penerima Upah dan Anggota keluarganya. a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya a) Investor;

b) Pemberi Kerja;

c) Penerima Pensiun, terdiri dari :

1. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

2. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;

3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun;

5. Penerima pensiun lain; dan

6. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun.

d) Veteran;

e) Perintis Kemerdekaan;

(14)

g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran (Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan). 3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya

Pengertian Peserta BPJS kesehatan mandiri adalah mereka yang membayar premi atau iuran sendiri, bukan atas tanggungan perusahaan atau pemerintah bagi warga miskin. Peserta ini merupakan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI), tergolong ke dalam Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya. Peserta BPJS Kesehatan mandiri ini dibagi dalam tiga katagori, yakni:

a. Kelas I dengan premi yang harus dibayar Rp59.500/orang/bulan; b. Kelas II dengan premi yang harus dibayar Rp.42.500/orang/bulan; c. Kelas III dengan premi yang harus dibayar Rp.25.500/orang/bulan.

2.5 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

2.5.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

(15)

dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Penyelenggaraan JKN mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu:

a. Dana amanat dan nirlaba dengan manfaat untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.

c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas. d. Efisien, transparan dan akuntabel.

Adapun tujuan dan sasaran dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini adalah :

1. Tujuan Umum

Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. 2. Sasaran

(16)

2.5.2 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan

Adapun manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan sebagai berikut :

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:

a. Administrasi pelayanan

b. Pelayanan promotif dan preventif

c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:

a. Rawat jalan, meliputi: 1. Administrasi pelayanan

2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis

3. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis 4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

5. Pelayanan alat kesehatan implant

6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis 7. Rehabilitasi medis

(17)

9. Pelayanan kedokteran forensik

10. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan b. Rawat Inap yang meliputi:

1. Perawatan inap di ruang non intensif 2. Perawatan inap di ruang intensif

c. Akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. Manfaat ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan, dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter.

2.6 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

2.6.1 Ketentuan Umum

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, adapun yang menjadi ketentuan umum dalam tatalaksana pelayanan kesehatan adalah :

1. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi:

(18)

b) Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik dan dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan sebagai rujukan dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama, untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis, dan/atau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi tanpa menginap di ruang perawatan; dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan/atau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi, yang dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan dimana peserta atau anggota keluarganya dirawat inap di ruang perawatan paling singkat 1 (satu) hari,

c) Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan/atau kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan, dan

d) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.

2. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan.

3. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telah melakukan

(19)

4. Pelayanan kesehatan dalam program Jaminan kesehatan Nasional (JKN) diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.

5. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

6. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang merujuk.

7. Program Rujuk Balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis (diabetes mellitus, hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy, skizofren, stroke, dan Sindroma Lupus Eritematosus) wajib dilakukan bila

kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat keterangan rujuk balik yang dibuat dokter spesialis/sub spesialis.

8. Rujukan partial dapat dilakukan antar fasilitas kesehatan dan biayanya ditanggung oleh fasilitas kesehatan yang merujuk.

(20)

10. Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bila pasien berkeinginan menjadi peserta Jaminan kesehatan Nasional (JKN) dapat diberi kesempatan untuk melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum.

11. Pada daerah yang tidak terdapat fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat (ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat dengan pertimbangan BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan) dan peserta memerlukan pelayanan kesehatan, maka peserta diberikan kompensasi oleh BPJS Kesehatan. Pemberian kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

12. Dalam hal tidak terdapat dokter spesialis pada suatu daerah dimungkinkan untuk mendatangkan dokter spesialis di FKRTL dengan persyaratan teknis dan administratif yaitu :

a) Diketahui oleh Dinas Kesehatan dan BPJS setempat. b) Transportasi tidak bisa ditagihkan.

c) Menggunakan pola pembayaran INA-CBGs sesuai dengan kelas FKRTL dokter.

Pelayanan kesehatan bagi peserta penderita penyakit HIV dan AIDS, Tuberculosis (TB), malaria serta kusta dan korban narkotika yang memerlukan

(21)

kesehatan tingkat lanjutan tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA-CBGs, sedangkan obatnya menggunakan obat program. Obat program disediakan oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jenis obat, fasilitas kesehatan yang melayani program tersebut, mekanisme distribusi obat, diatur sesuai dengan ketentuan masing-masing program.

2.6.2 Prosedur Pelayanan

Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut :

1. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

a) Setiap peserta harus terdaftar pada FKTP yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memperoleh pelayanan.

b) Menunjukan nomor identitas peserta JKN.

c) Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP.

d) Jika diperlukan sesuai indikasi medis peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di FKTP atau dirujuk ke FKRTL.

2. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)

a) Peserta datang ke Rumah Sakit dengan menunjukkan nomor identitas peserta JKN dan surat rujukan, kecuali kasus gawat darurat, tanpa surat rujukan. b) Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan

pelayanan.

c) Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap sesuai dengan indikasi medis.

(22)

kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL (tanpa harus ke FKTP terlebih dahulu) dengan membawa surat keterangan dari dokter tersebut.

e) Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan rujuk balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP membawa surat rujuk balik dari dokter spesialis/subspesialis.

f) Apabila dokter spesialis/subspesialis tidak memberikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada poin (d) dan (e), maka pada kunjungan berikutnya pasien harus melalui FKTP.

g) Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri (sebagai bagian dari jejaring FKTP untuk pelayanan rehabilitasi medik dasar) atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

h) Pelayanan rehabilitasi medik di FKRTL dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.

i) Dalam hal rumah sakit belum memiliki dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik, maka kewenangan klinis dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik dapat diberikan kepada dokter yang selama ini sudah ditugaskan sebagai koordinator pada bagian/ departemen/ instalasi rehabilitasi medik rumah sakit, dengan kewenangan terbatas sesuai kewenangan klinis dan rekomendasi surat penugasan klinis yang diberikan oleh komite medik rumah sakit kepada direktur/kepala rumah sakit.

(23)

3. Pelayanan Kegawatdaruratan (Emergency):

a) Pada keadaan kegawatdaruratan (emergency), seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) baik fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau belum bekerja sama, wajib memberikan pelayanan penanganan pertama kepada peserta JKN.

b) Fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan menarik biaya kepada peserta.

c) Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus segera merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.

2.7 Pelayanan Kesehatan

2.7.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Levey dan Loomba dalam Azwar, 1996 : 35). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 30, fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas:

a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat.

(24)

dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) (Notoatmodjo, 2003 : 91).

2.7.2 Manfaat Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 53, manfaat pelayanan kesehatan yaitu :

a. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.

2.7.3 Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Ada 3 (tiga) macam strata pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)

(25)

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit Tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)

Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga superspesialis. Contohnya di Indonesia Rumah Sakit Tipe A dan B (Notoatmodjo, 2003 : 89).

2.7.4 Syarat-syarat Pelayanan Kesehatan

Ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien.

Berikut syarat-syarat pelayanan kesehatan dalam rangka memuaskan pasien : a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Avaiable)

Karena kepuasan mempunyai hubungan yang erat dengan mutu pelayanan, maka sering disebutkan bahwa suatu pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.

b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)

(26)

Pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu dan atau pun kebutuhan pelayanan kesehatan.

d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable)

Suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.

e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (Accesible)

Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai. Hal ini tentu tidak akan memuaskan. Maka pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.

f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable)

Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan memuaskan pasien. Disarankan perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan itu. Maka suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.

g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient)

Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat diselenggarakan secara efisien.

h. Mutu pelayanan Kesehatan (Quality)

(27)

disebut sebagai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan aman (Azwar, 1996 : 33-36).

2.7.5 Indikator Pelayanan Kesehatan

Indikator pelayanan kesehatan yang bermutu lazimnya dibedakan atas dua macam, yakni :

1. Indikator yang Menunjuk pada Penerapan Aspek Medis Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek medis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tersebut sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang memuaskan klien. Contoh indikator pelayanan aspek medis pelayanan kesehatan yang bermutu adalah :

a. Kesembuhan penyakit yang diderita, makin tinggi angka kesembuhan terebut makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

b. Efek samping yang dialami, makin rendah angka efek samping tersebut, makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

c. Kematian klien, makin rendah angka kematian tersebut, makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

d. Kepuasan klien, makin tinggi angka kepuasan klien terhadap pelayanan medis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.

2. Indikator yang Menunjuk pada Penampilan Aspek Nonmedis Pelayanan Kesehatan

(28)

a. Pengetahuan klien, makin tinggi tingkat pengetahuan klien akan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.

b. Kemantapan klien, makin tinggi tingkat kemantapan klien terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.

c. Kepuasan klien, makin tinggi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan nonmedis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan (Azwar 1996 : 54-55).

2.8Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan RSUD Batubara

Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di Rumah Sakit, yaitu : 1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), meliputi:

a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis atau umum.

b. Rehabilitasi medik

c. Penunjang diagnosik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik. d. Tindakan medis kecil atau sedang.

e. Pemeriksaan pengobatan gigi tingkat lanjutan.

f. Pemberian obat yang mengacu pada formalin rumah sakit. g. Pelayanan darah.

h. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit. 2 .Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yang meliputi:

a. Akomodasi rawat inap pada kelas III.

(29)

e. Operasi sedang dan besar. f. Pelayanan rehabilitasi medis.

g. Pemberian obat mengacu formalium rumah sakit. h. Pelayanan darah.

i. Persalinan dengan resiko tinggi.

2.9 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

2.9.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu institusi yang terintegrasi dalam pelayanan medis dan pelayanan sosial, yang berfungsi untuk melayani masyarakat umum dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh baik secara kuratif maupun preventif. Dimana pelayanannya meliputi lingkungan rumah dan keluarga pasien, selain itu rumah sakit juga berfungsi sebagai pusat pelatihan tenaga medis dan juga pusat penelitian biososial. (World Health Organization, WHO) (2008). Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat, ruang operasi,.

(30)

guna memenuhi kebutuhan serta tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu (Aditama, 2003).

Ada beberapa Jenis dari Rumah Sakit, Yaitu : 1. Rumah Sakit Umum

2. Rumah Sakit Terspesialisasi

3. Rumah Sakit Penelitian/ Pendidikan 4. Rumah Sakit Lembaga/ Perusahaan

2.9.2 Tugas Rumah Sakit

Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar, 2004).

2.9.3 Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan.

(31)

1. Pelayanan Penderita

Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis, pelayanan farmasi, dan pelayanan keperawatan. Pelayanan penderita melibatkan pemeriksaan dan diagnosa, pengobatan penyakit atau luka, pencegahan, rehabilitasi, perawatan dan pemulihan kesehatan.

2. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan sebagai suatu fungsi rumah sakit terdiri atas 2 bentuk utama: a. Pendidikan dan/atau pelatihan profesi kesehatan.

Yang mencakup dokter, apoteker, perawat, personel rekam medik, ahli gizi, teknisi sinar-X, laboran dan administrator rumah sakit.

b. Pendidikan dan/atau pelatihan penderita.

Merupakan fungsi rumah sakit yang sangat penting dalam suatu lingkup yang jarang disadari oleh masyarakat. Hal ini mencakup:

c. Pendidikan khusus dalam bidang rehabilitasi, psikiatri sosial dan fisik.

Pendidikan khusus dalam perawatan kesehatan, misalnya: mendidik penderita diabetes, atau penderita kelainan jantung untuk merawat penyakitnya.

d. Pendidikan tentang obat untuk meningkatkan kepatuhan, mencegah penyalahgunaan obat dan salah penggunaan obat, dan untuk meningkatkan hasil terapi yang optimal dengan penggunaan obat yang sesuai dan tepat.

3. Penelitian

Rumah sakit melakukan penelitian sebagai suatu fungsi dengan maksud utama, yaitu:

(32)

b. Ditujukan pada tujuan dasar dari pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi penderita. Misalnya: pengembangan dan penyempurnaan prosedur pembedahan yang baru.

4. Kesehatan Masyarakat

Tujuan utama dari fungsi rumah sakit sebagai sarana kesehatan masyarakat adalah membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan dan meningkatkan kesehatan umum penduduk. Apoteker rumah sakit mempunyai peluang memberi kontribusi pada fungsi ini dengan mengadakan brosur informasi kesehatan, pelayanan pada penderita rawat jalan dengan memberi konseling tentang penggunaan obat yang aman dan tindakan pencegahan keracunan.

2.9.4 Rumah Sakit Umum Daerah

Rumah Sakit Umum Daerah merupakan Rumah Sakit Umum yang melayani hamper seluruh penyakit umum, biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama yang berlokasi di Daerah Kabupaten/Kota hamper seluruh wilayah Indonesia.

Rumah Sakit Umum Daerah biasanya merupakan fasilitas yang ,mudah ditemui di suatu Negara dengan kapsitas inap sangat besar untuk perawatan intensif atau jangka panjang. Rumah Sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, Ruang bersalin, labolatorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bias

saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya

(33)

2.10 Kesejahteraan Sosial

Sebagai suatu sistem pelayanan sosial, Walter A. Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standard hidup yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka secara penuh, serta untuuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat ( Wibhawa dkk, 2010 : 24).

Zastrow membedakan istilah kesejahteraan sosial sebagai suatu institusi dan sebagai suatu disiplin keilmuan. Berdasarkan rumusan dari The National Association of Social Workers, sebagai suatu institusi, maka kesejahteraan sosial adalah suatu

sistem berkala nasional dari program-program, tunjangan atau dukungan-dukungan, dan pelayanan-pelayanan, yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhan meliputi kebutuhan-kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang bersifat fundamental dalam upaya pemeliharaan masyarakat. Kesejahteraan sosial sebagai suatu disiplin keilmuan merupakan kajian tentang badan-badan atau lembaga-lembaga, program-program, personil, dan kebijakan-kebijakan yang berfokus pada pelaksanaan pelayanan-pelayanan sosial bagi individu-individu, kelompok-kelompok dan komunitas.

(34)

kondisi, dengan kondisi mana manusia, baik individu, kelompok maupun komunitas mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehingga dapat mencapai dan menikmati hidup layak sebagai makhluk yang memiliki harkat dan martabat (Siagian dan Suriadi, 2012 :107-108).

2.11 Kerangka Pemikiran

Kesehatan merupakan satu hal yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek kehidupan manusia, terutama kemiskinan. Masyarakat miskin pada umumnya sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang menganggu kesehatan tubuhnya, sehingga sudah selayaknya setiap masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun pada kenyataannya, pelayanan kesehatan yang ada saat ini belum mampu menjangkau seluruh masyarakat, hanya sebagian masyarakat yang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satunya kurangnya kemampuan secara ekonomi diakibatkan biaya kesehatan yang tergolong mahal.

Pemerintah telah membuat kebijakan terkait dengan akses pelayanan kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014 sesuai dengan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS Kesehatan merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

(35)

pelayanan RJTL dan RITL, akan memberikan respon tersendiri kepada peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Batubara. Peneliti ingin mengetahui bagaimana respon peserta BPJS Kesehatan Mandiri terhadap pelayanan kesehatan di RSUD Batubara Kabupaten Batubara.

Bagan 2.10. Alur Pemikiran

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Batubara

Kab. Batubara

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Oleh BPJS Kesehatan

Pelayanan Kesehatan :

1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) 2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)

Respon Peserta BPJS Kesehatan Mandiri meliputi:

1. Persepsi 2. Sikap 3. Partisipasi

(36)

2.12 Definisi Konsep dan Definisi Operasional

2.12.1 Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian. Secara sederhana definisi di sini di artikan sebagai ”batasan arti”. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti (Siagian, 2011 : 138).

Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui respon peserta BPJS Kesehatan Mandiri terhadap Pelayanan Kesehatan oleh RSUD Batubara, oleh karena itu untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dirumuskan dan didefinisikan istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan pengamatan.

Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, dibatasi sebagai berikut:

1. Respon adalah tanggapan, tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena.

2. BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.

3. Peserta BPJS Kesehatan Mandiri adalah Peserta Bukan Penerima Bantuan

(37)

4. Program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan merupakan salah satu program pemerintah untuk mendukung upaya memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia.

5. Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh Fasilitas Kesehatan yang ditujukan bagi individu, kelompok atau masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan pada tingkatan pelayanan kesehatan:

a. Tingkat pertama yaitu ditujukan bagi masyararakat yang sakit ringan dan pelayanannya dapat diperoleh di Puskesmas,

b. Tingkat kedua yaitu ditujukan bagi masyarakat yang memerlukan perawatan inap dan pelayanannya diperoleh dari Rumah Sakit Tipe C dan D ketiga.

c. Tingkat ketiga yaitu ditujukan bagi masyarakat yang sudah tidak dapat ditangani pelayanan kesehatan sekunder dan pelayanannya diperoleh di Rumah Sakit Tipe A dan B.

(38)

2.12.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Definisi operasional merupakan suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat diukur sehingga terjadi transformasi dari unsur konseptual ke dunia nyata (Siagian, 2011 : 141). Perumusan definisi operasional bertujuan memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan.

Memberikan kemudahan dalam memahami variable dalam penelitian ini, maka dapat diukur melalui indikator-indikator atas dasar respon peserta BPJS Kesehatan Mandiri terhadap pelayanan kesehatan oleh RSUD Batubara kepada pasien rawat jalan dan rawat inap, meliputi :

1. Persepsi peserta BPJS Kesehatan Mandiri yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman peserta tentang pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di RSUD Batubara.

2. Sikap peserta BPJS Kesehatan Mandiri yang meliputi penilaian dan penerimaan / penolakan yang berhubungan dengan suka atau tidak sukanya peserta terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di RSUD Batubara, dapat diukur dari :

a. Aspek Medis Pelayanan Kesehatan

1) Angka kesembuhan penyakit yang diderita; 2) Efek samping yang dialami;

3) Angka kematian pasien;

4) Angka kepuasan klien terhadap pelayanan medis. b. Aspek Non Medis Pelayanan Kesehatan

(39)

2) Tingkat kemantapan klien terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan;

3) Tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan nonmedis yang diselenggarakan.

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan mata kuliah untuk memenuhi jumlah kredit yang akan diambil pada setiap awal semester dilakukan oleh mahasiswa yang bersangkutan dengan persetujuan Dosen

Pada penelitian Subardiah (2009), disebutkan bahwa responden dengan pengalaman dirawat menunjukkan tidak adanya perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok

8 Peningkatan Kompetensi Dosen Dalam Melakukan Kolaborasi Riset dan Publikasi Melalui Program World Class Professor. Ari Widodo Universitas Pendidikan

[r]

JABATAN PERKHIDMATAN VETERINAR KEMENTERIAN PERTANIAN DAN INDUSTRI. ASAS

Pelaksanaan perjanjian safe deposit box antara bank dengan nasabah, dapat dikatakan bahwa nasabah melakukan dua kegiatan yaitu di satu sisi nasabah melakukan perjanjian

ةيموكحلا ةيملاسلإا اجيتلاس ةعماج ٕٓٔٛ.. بٔإ ةذاتسلأا ةفلأ بٌاكلايسوس تَتسجالدا ةسيئر مسق سيردت ةغللا ةيبرعلا ةعمابج اجيتلاس ةيملاسلإا ةيموكلحا ِ. اجيتلاس ةعمابج ؿكدلا

Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut