TINJAUAN PUSTAKA
Survei Tanah
Survei tanah dapat didefinisikan sebagai penelitian tanah di lapangan dan
di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis, disertai dengan
mendeskripsikan, mengklafikasikan, dan memetakan tanah dengan
metode-metode tertentu terhadap suatu daerah (areal) tertentu yang ditunjang oleh
informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (Rayes, 2007).
Tujuan survei adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan
mengelompokkan tanah-tanah yang sama atau hampir sama sifatnya ke dalam
satuan peta tanah yang sama serta melakukan interpretasi kesesuaian lahan dari
masing-masing satuan peta tanah tersebut untuk penggunaan-penggunaan lahan
tertentu. Sifat dari masing-masing satuan peta tanah secara singkat dicantumkan
dalam legenda, sedangkan uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survei
tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Survei dan pemetaan tanah dilakukan untuk mengetahui penyebaran
jenis-jenis tanah dan menentukan potensinya untuk bermacam-macam penggunaannya.
Potensi tanah ditentukan dengan melakukan interpretasi kemampuan ( kesesuaian)
lahan dari masing-masing satuan peta tanah berdasar atas sifat-sifat tanah yang
dimiliki dan keadaan lingkungannya. Satuan peta tanah merupakan satuan wilayah
yang mempunyai jenis tanah dan faktor lingkungan yang sama
Interpretasi terhadap hasil survei tanah bagi pengembang sampai saat ini
meliputi:
1. Pendugaan potensi produksi jenis-jenis tanaman utama pada setiap tipe tanah
di bawah tingkat pengelolaan tertentu.
2. Kebutuhan masukan (input) bagi setiap jenis tanaman, yakni sebesar input
yang perlu bagi setiap level produksi yang diinginkan atau setiap tipe tanah
tertentu.
3. Kemungkinan perubahan perilaku setiap tipe tanah akibat irigasi.
4. Kemungkinan pembuatan drainase buatan.
5. Pendugaan respon terhadap penggunaan pupuk dan kapur yang banyak
mengkonsumsi oleh sifat-sifat tanah yang permanen berdasarkan tingkat
kesuburan yang ditunjukkan oleh uji tanah.
(Hakim, dkk, 1986).
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses untuk menilai kesesuaian komoditas
pertanian pada tingkat manejemen tertentu di suatu wilayah pengembangan. Oleh
karenanya diperlukan data kualitas dan karakteristik lahan dalam bentuk tabular
dan spasial (peta). Data sumber daya lahan menakup kualitas dan karakteristik
lahan, meliputi data iklim, tanah, dan topografi. Data sumber daya lahan yang
diperlukan untuk evaluasi lahan harus rinci dan akurat, minimal tersedia pada
tingkat semi detail skala 1:50.000. Namun peta ideal adalah tingkat detail skala
1:10.000, karena langsung dapat diaplikasikan di lapag oleh petani
Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan potensi lahan untuk
macam-macam alternatif penggunaannya. Evaluasi lahan melibatkan pelaksanaan survei
atau penelitian bentuk bentang alam, sifat dan distribusi tanah, macam dan
distribusi vegetasi, dan aspek-aspek lahan yang lain agar dapat mengidentifikasi
dan membuat perbandingan dari macam-macam penggunaan lahan yang
dikembangkan. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek dan
kualitas fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial
ekonominya. Tergantung pada tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa
klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2009).
Tujuan evaluasi lahan (land evaluation and land assessment) adalah menentukan nilai potensi suatu lahan untuk tujuan tertentu. Usaha ini dapat
dilakukan dengan melakukan usaha klasifikasi teknis suatu daerah
(Hardjowigeno, 2003).
Menurut Djaenudin, dkk (2003) kegiatan utama dalam mengevaluasi lahan
adalah sebagai berikut:
1. Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain
penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang
akan digunakan mengevaluasi, daerah penelitian serta intensitas dan skala
survei.
2. Deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan
persyratan-persyratan yang diperlukan.
3. Memandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini
lahan serta informasi-informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan
dianalisis secara bersama-sama.
4. Hasil dari empat butit tersebut adalah klasifikasi kesesuaian lahan.
5. Penyajian dari hasil-hasil evaluasi lahan.
Kelas kesesuaian lahan pada prinsipnya ditetapkan dengan mencocokkan
(matching) antara data kualitas / karakteristik lahan dari setiap satuan peta dengan kriteria kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas yang dievaluasi.
Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh kualitas dan atau karakteristik lahan yang
merupakan faktor pembatas yang paling sulit dan atau tidak dapat diatasi atau
diperbaiki (Djaenudin, 2008).
Menurut Ritung, dkk (2007) kelas kesesuaian lahan digolongkan atas
kelas-kelas kesesuaian, yaitu sebagai berikut:
– Kelas S1 (sangat sesuai), lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor
pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas
lahan secara nyata.
– Kelas S2 (cukup sesuai), lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembats ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
– Kelas S3 (sesuai marginal), lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,
dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhada produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang
tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (investasi)
pemerintah atau pihak swasta.
– Kelas N (tidak sesuai), lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat
berat dan/atau suli diatasi.
Kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan
potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat
biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan
masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan
(Djaenudin, dkk, 2003).
Karakterisitik Lahan
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi,
penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi.
Karakteristik lahan yang digunakan adalah : temperatur udara, curah hujan,
lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar,
kedalaman tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, pH, H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan,
batuan di permukaan dan singkapan batuan (Djaenudin, dkk, 2003).
1. Temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan
2. Curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan yang dinyatakan
dalam mm.
3. Lamanya masa kering : merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam
setahun dengan jumlah curah hujan < 60 mm.
4. Kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan
dinyatakan dalam %.
5. Drainase : merupakan laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara
dalam tanah.
6. Tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan
ukuran < 2 mm.
7. Bahan kasar : menyatakan volume dalam persen dan adanya bahan kasar
dengan ukuran > 2 mm.
8. Kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat
dipakai dalam perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi.
9. KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat.
10.Kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.
11. Reaksi tanah : nilai pH tanah; pada lahan kering yang dinyatakan dengan data
laboratorium, sedangkan pada lahan basah diukur di lapangan.
12. C-organik : kandungan karbon organik tanah dinyatakan dalam %.
13. Salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya
hantar listrik, dinyatakan dalam dS/m.
15. Kedalaman sulfidik : dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah
sampai batas atas lapisan sulfidik, dinyatakan dalam cm.
16. Lereng : menyatakan kemiringan lereng diukur dalam %.
17. Bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi
lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun.
18. Genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun.
19. Batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan
tanah/lapisan olah.
20. Singkapan batuan : volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah.
Sifat Fisik Tanah
Tekstur tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan kandungan partikel-partikel tanah
primer berupa fisik liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah. Partikel-partikel
primer itu mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda dan dapat
digolongkan kedalam tiga fraksi tersebut. Ada yang berdiameter besar sehingga
dengan mudah dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi ada pula yang
sedemikian luasnya, seperti koloidal, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang (Foth, 1994).
Pengelompokkan kelas tekstur yang digunakan adalah:
– Agak halus (ah): lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat
berdebu.
– Sedang (s): lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu.
– Agak kasar (ak): lempung berpasir.
– Kasar (k): pasir, pasir berlempung.
– Sangat halus (sh): liat.
(Djaenudin, dkk, 2003).
Drainase tanah
Drainase tanah menunjukkan kescepatan meresapnya air dari tanah atau
keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Tujuan utama
drainase pada pertanian dan kehutanan adalah menurunkan dataran air untuk
meningkatkan kedalaman perakaran. Drainase menurunkan kandungan air pada
musim semi, yang menyebabkan tanah menjadi hangat dan lebih cepat
(Foth, 1994).
Kelas drainase tanah yang dibedakan dalam tujuh kelas, yaitu:
– Cepat, tanah yang mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat
tinggi dan daya menaha air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk
tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah yang
berwarna tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium sera warna gley
(reduksi).
– Agak cepat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya
menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warba
gley (reduksi).
– Baik, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air
sedang, lembab, tetapi tidak cukup basah. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan
atau naungan serta warna gley reduksi) pada lapisan sampai > 100 cm.
– Agak baik, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak
rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah
demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan
atau mangan sera warna gley (reduksi) pada lapisan > 50 cm.
– Agak terhambat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan
daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke
permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil
tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan atau naungan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan > 25 cm.
– Terhambat, tanah mempunyai kondukstivitas hidrolik rendah dan daya
menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang
cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah
dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat dketahui di lapangan,
yaitu tanah mempunyai warna gey (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan
– Sangat terhambat, tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan
daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang
untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok
untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen
sampai pada lapisan permukaan.
(Djaenudin, dkk, 2003).
Kedalaman tanah
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat
ditembus akar tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar,
serta dalamnnya akar-akar tersebut dapa menembus tanah dan dapat menembus
tanah dan bia tidak dijumpai akar tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan
berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2003).
Kedalam tanah dibedakan menjadi sebagai berikut:
– Sangat dangkal: < 20 cm
– Dangkal: 20-50 cm
– Sedang: 5-75 cm
– Dalam: > 75 cm
Bahaya banjir
Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan
pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Djaenudin, dkk (2003) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut:
f0 = tidak ada banjir di dalam periode satu tahun
f1 = ringan yaitu periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak.
f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir.
f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir.
f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir.
Bahan kasar
Bahan kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap
lapisan tanah, dibedakan menjadi:
sedikit : < 15 %
sedang : 15 - 35 %
banyak : 35 - 60 %
sangat banyak : > 60 %
(Djaenudin, dkk, 2003)
Bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksikan berdasarkan kondisi lapangan,
adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun,
dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon
A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung
bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat bahaya erosi tersebut adalah sebagai
berikut:
– Sangat ringan (sr): < 0,15
– Ringan (r): 0,15-0,9
– Sedang (s): 0,9-1,8
– Berat (b): 1,8-4,8)
– Sangat berat (sb): > 4,8
(Djaenudin, dkk, 2003).
Sifat Kimia Tanah
pH tanah
pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran
total asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu seperti tanah liat
berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih
besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir (Mukhlis, 2007).
Kelas kemasaman tanah (pH) tanah, sebagai berikut:
– Sangat masam: < 4,5
– Masam: 4,5-5,5
– Agak masam: 5,6-6,5
– Netral: 6,6-7,5
– Alkalis: > 8,5
(Djaenudin, dkk, 2003).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Fraksi koloid membawa muatan positif maupun negatif. Walaupun
demikian, muatan negatif jauh lebih besar ukurannya dan lebih penting bagi
pertumbuhan tanaman pada kebanyakan tanah. Kapasitas pertukaran kation
(cation exchange capacity = CEC) merupakan ekspresi jumlah tapak penyerapan kation per satuan bobot tanah. Kapasitas ini didefinisikan sebagi jumlah
keseluruhan kation terserap yang dipertukarkan, yang dinyatakan miliekuivalen
per 100 gram tanah kering oven (Damanik, dkk, 2011).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan ukuran kemampuan suatu koloid
unutuk mengadsorbsi dan mempertukarkan kation. KTK ini dapat diefenisikan
pula sebagai ukuran kuantitas kation, yang segera dapat dipertukarkan dan yang
menetralkan muatan negatif tanah. Jadi penetapan KTK merupakan pengukran
jumlah total muatan negatif per unit berat bahan (Foth, 1994).
Kelas Kapasitas Kation (KTK) tanah (me/100 gr), sebagai berikut:
– Sangat rendah: <5
– Rendah: 5-16
– Sedang: 17-24
– Tinggi: 25-40
– Sangat tinggi: >40
Kejenuhan basa
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-katio
basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat
dalam kompleks jerapan tanah. julah maksimum kation yang dapat dijerap tanah
menunjukkan bearnya nilai kapasitas tukar kation (Mukhlis, dkk, 2011).
Kation-kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman.
Di samping itu, basa-basa ummnya mudah tercuci sehingga dengan kejenuhan
basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami
pencucian dan merupakan tanah yang subur (Damanik, dkk, 2011). Kelas Kejenuhan Basa (KB) tanah (%), sebagai berikut:
– Sangat rendah: <20
– Rendah: 20-35
– Sedang: 36-50
– Tinggi: 51-70
– Sangat tinggi: >70
(Mukhlis, 2007)
C-organik tanah
Komponen organik tanah adalah residu tumbuhan dan hewan di dalam
tanah pada berbagai tingkat dekomposisi. Komponen organik tanah dibedakan
atar organisme hidup (biomassa) dan organisme yang telah mati. Organisme yang
mati diklasikfikasikan atas bahan non humik dan humik. Bahan non humik
merupakan senyawa yang dibebaskan proses dekomposisi tanaman, seperti
berberat molekul rendah. Sedangkan bahan humik adalah bentukan alami,
biogenik, senyawa heterogen, tak terhumifikasi, bahannya tak teridentifikasi dan
berberat molekul cukup tinggi, amorfus sebagian aromatik (Mukhlis, dkk, 2011). Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak
besar hanya sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar
sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat tanah dan akibatnya juga
terhadap pertumbuhan tanaman adalah memperbaiki struktur tanah, sumber unsur
hara N, P, S, dan unsur mikro lainnya, meningkatkan KTK, sumber energi bagi
mikroorganisme tanah (Hardjowigeno, 2003).
Kelas C-Organik tanah (%), sebagai berikut:
– Sangat rendah: <1,00
– Rendah: 1,00-2,00
– Sedang: 2,01-3,00
– Tinggi: 3,01-5,00
– Sangat tinggi: >5,00
(Mukhlis, 2007)
Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
Yang paling baik, untuk budidaya bawang merah adalah daerah yang
beriklim kering yang cerah dengan suhu udara panas. Tempatnya yang terbuka,
tidak berkabut dan angin sepoi-sepoi. Daerah yang cukup mendapat sinar
matahari juga sangat diutamakan, dan lebih baik jika lama penyinaran matahari
lebih dari 12 jam. Perlu diingat, pada tempat-tempat yang terlindung dapat
menyebabkan pembentukan umbinya kurang baik dan berukuran kecil
(Wibowo, 2007).
Bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi,
yakni pada ketinggian antara 0 – 900 m di atas permukaan air laut. Tanaman
bawang merah sangat bagus dan memberikan hasil optimum, baik kualitas
maupun kuantitas, apabila ditanam di daerah dengan ketinggian sampai dengan
250 m di atas permukaan laut. Bawang merah yang ditanam di ketinggian
800 – 900 m di atas permukaan laut hasilnya kurang baik. Selain umur panennya
lebih panjang, umbi yang dihasilkan pun kecil-kecil. Curah hujan yang sesuai
untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah 300 – 2500 mm per tahun,
dengan intensitas sinar matahari penuh (Samadi dan Cahyono, 2005).
Tanaman ini memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, drainase / aerase baik, mengandung bahan organik, dan reaksi tanah
tidak masam (pH tanah : 5,6 - 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman
bawang merah adalah tanah aluvial atau kombinasinya dengan tanah humus
(Rahayu dan Berlian, 1999).
Adapun data karakteristik kesesuaian lahan untuk tanaman
Tabel 1. Karakteristik Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Karakteristik Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Kecamatan Muara merupakan kecamatan yang terkecil di Kabupaten
Tapanuli Utara yaitu seluas 79,75 km2 atau 2,10 % dari luas lahan Kabupaten
Tapanuli Utara. Kecamatan Muara memiliki letak geografis yaitu
02º15’-02º22’ LU dan 98º49’-98º58’ BT. Berdasarkan informasi terakhir
kecamatan Muara memiliki total luas lahan panen bawang merah sebesar 56 ha
dengan produksi 366,80 ton dengan rata-rata produksi 65,50 Kw/ha (BPS, 2011).
Adapun peta administrasi Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.