• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,

meningkatkan, memperbaiki atau memperluas (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis

dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber

daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara

efien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai

manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung

lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata

membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/dan prasarana, barang

dan jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat,

baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya (Sirojuzilam dan

Mahalli, 2011).

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan

dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai

suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan

administratif dimana itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan

(2)

Riyadi (2000) mengemukakan beberapa pemikiran yang dapat

dikembangkan untuk strategi pengembangan wilayah di masa mendatang, antara

lain adalah :

a. Alokasi sumber daya yang lebih seimbang

Berbagai deregulasi di sektor riil dan moneter telah dilakukan Pemerintah

dalam rangka efisiensi di segala bidang. Namun dari berbagai studi yang

dilakukan ternyata upaya tersebut masih cenderung menguntungkan Jawa dan

kawasan-kawasan cepat berkembang lainnya. Seperti misalnya penambahan

infrastruktur besar-besaran dan pengembangan pertanian di wilayah padat

penduduk seperti Jawa telah menarik investasi modal swasta, serta terjadinya

peningkatan kemampuan teknologi dan manajemen hanya di

kawasan-kawasan tersebut. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah telah membuka

kewenangan yang semakin besar bagi pemerintah daerah dalam

merencanakan dan menggunakan sumber-sumber keuangannya. Untuk itu,

perlu dilakukan reformasi fiskal yang mendukung alokasi sumber daya yang

lebih baik terutama ke kawasan-kawasan yang belum berkembang, termasuk

diantaranya reformasi di bidang perpajakan. Deregulasi sektor riil juga perlu

memperhatikan perkembangan kemampuan daerah.

b. Peningkatan sumber daya manusia di daerah

Pengembangan selama ini telah menurunkan angka buta huruf, meningkatkan

taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat di daerah. Namun demikian,

kualitas manusia di kawasan-kawasan tertinggal umumnya masih di bawah

(3)

telah meningkatkan standar kualitas manusia Indonesia sampai pada taraf

tertentu, pada masa mendatang perlu diikuti oleh pendekatan pembangunan

yang lebih memperhatikan kondisi dan aspirasi wilayah, bukan oleh

pendekatan yang bersifat uniform. Strategi pembangunan manusia di masa

mendatang harus mampu mengidentifikasikan jenis pendidikan dan pelatihan

yang dapat menempatkan tenaga kerja dan lulusan terdidik dalam pasar

peluang kerja yang senantiasa menuntut adanya peningkatan keahlian.

c. Pengembangan kelembagaan dan aparat daerah

Struktur kelembagaan dan aparat pemerintah daerah selama ini

mencerminkan sistem pemerintah berjenjang. Walaupun Provinsi dan

Kabupaten juga berfungsi sebagai daerah otonom, yang mempunyai

kewenangan dalam mengatur daerahnya sendiri, namun dalam berbagai

implementasi pelaksanaan pembangunan selama ini daerah lebih kepada

“menunggu” petunjuk dari Pusat. Proses pengambilan keputusan yang

demikian, kemudian berkembang menjadikan aparat daerah lebih melayani

Pusat daripada melayani masyarakat daerahnya. Dalam era demokratisasi

yang semakin berkembang seperti sekarang ini, yang di tunjang oleh berbagai

peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi yang lebih lengkap,

pemerintah daerah di tuntut untuk lebih mampu melaksanakan kewenangan

yang semakin besar dalam menata pembangunan daerahnya. Semakin

lengkapnya perangkap peraturan dan perundang-undangan mengenai

penataan ruang di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat menjadi acuan

(4)

daya alam, manusia dan buatan) secara optimal, serta mengembangkan

konsep pembangunan yang berkelanjutan.

d. Pelayanan masyarakat yang efisien

Untuk kepentingan stabilitas ekonomi dan politik selama ini pemerintah

memegang kendali yang lebih besar terhadap sumber-sumber penerimaan dan

berbagai kebijaksanaan pelayanan masyarakat. Hal ini dilakukan mengingat

kebutuhan dasar masih sangat kurang, resiko investasi masih sangat besar,

dan tingkat pendidikan rata-rata manusia di daerah masih rendah. Dengan

semakin meningkatnya kemampuan kelembagaan dan kualitas aparat di

daerah, sudah masanya sekarang untuk memperbesar kewenangan daerah

dalam menata pembangunan di daerah. Keterlibatan pihak swasta sebagai

mitra kerja sekaligus sebagai pelaku pembangunan perlu di perbesar, sejalan

dengan kewenangan daerah yang semakin besar dalam merencanakan dan

melaksanakan pembangunan daerahnya. Hal ini ditujukan agar pelayanan

kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.

Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya

perlu di topang oleh enam pilar/aspek, yaitu : aspek biogeofisik, aspek ekonomi,

aspek sosial, aspek kelembagaan, aspek lokasi dan aspek lingkungan. Diagram

dari ke enam pilar tersebut terlihat pada gambar 2.1. berikut ini. Melalui diagram

ini, dapat dilakukan analisis dari berbagai aspek berkaitan dengan pengembangan

(5)

Gambar 2.1. Enam Pilar Pengembangan Wilayah

Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam dan di

sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik, pertahanan dan keamanan

(hankam) yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia. Aspek

kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada di dalam pengelolaan

suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan

perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah, serta lembaga-lembaga sosial dan ekonomi yang ada di

wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang

satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi,

pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai

bagaimana proses produksi mengambil input yang berasal dari sumber daya alam,

apakah merusak atau tidak (Budiharsono, 2005).

Aspek Sosial Aspek

Biogeofisik

Aspek Kelembagaan

Aspek Lokasi Pengembangan

Wilayah

Aspek Lingkungan Aspek

(6)

Pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dilihat

dari aspek ekonomi dan aspek lokasi. Dari aspek ekonomi, meliputi : penyerapan

tenaga kerja, perkembangan Tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat

dengan melihat bagaimana peningkatan pembangunan ekonominya. Dari aspek

lokasi dilihat sejauh mana faktor lokasi dapat mendorong pembangunan wilayah,

berkaitan dengan pembangunan yang terjadi di wilayah tersebut.

2.2. Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi dibutuhkan dan merupakan sumber utama

peningkatan standar hidup (standard of living) penduduk yang jumlahnya terus

meningkat. Dengan kata lain, kemampuan ekonomi suatu negara untuk

meningkatkan standar hidup penduduknya adalah sangat bergantung dan

ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi jangka panjangnya (long rate of

economic growth) (Nanga, 2005).

Aspek pertumbuhan ekonomi daerah menjadi faktor penting untuk

menentukan besarnya transfer pusat kepada daerah. Terkait dengan pertumbuhan,

daerah-daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi,

seharusnya mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih kecil, namun

demikian meskipun konvergensi antar daerah mampu teratasi, kinerja pemerintah

daerah bisa jadi berbeda. Daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan lebih

baik, relatif mempunyai tingkat kesiapan yang lebih baik pula untuk menghadapi

desentralisasi. Pengalaman dan kapabilitas dalam pengelolaan keuangan menjadi

modal dasar yang kuat untuk meningkatkan kemandirian daerah dalam era

(7)

Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan fiskal produksi barang

dan jasa yang berlaku di suatu negara seperti pertambahan dan jumlah produksi

barang dan industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah,

pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal,

dengan demikian pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kuantitatif yang

menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu tahun tertentu

dengan tahun sebelumnya (Sukirno, 2011).

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional

yang melibatkan kepada perubahan yang besar baik terhadap perubahan struktur

ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan,

mengurangi ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan

ekonomi (Todaro, 2003 dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).

Secara umum pembangunan ekonomi didefenisikan sebagai suatu proses

yang menyebabkan GNP (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat

meningkat dalam periode waktu yang panjang. Oleh sebab itu, pembangunan

ekonomi memiliki tiga sifat penting, yaitu : suatu proses yang berarti terjadinya

perubahan terus menerus, adanya usaha untuk menarik pendapatan perkapita

masyarakat dan kenaikan pendapatan perkapita masyarakat yang terjadi dalam

jangka panjang (Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).

Sirojuzilam dan Mahalli (2011) mengemukakan pembangunan ekonomi di

pandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita dan lajunya pembangunan

ekonomi ditujukan dengan menggunakan pertambahan PDB (Produk Domestik

Bruto) untuk tingkat nasional dan PDRB untuk tingkat wilayah atau regional.

(8)

PDRB, maka ini mengalami perubahan terhadap pendapatan perkapita. Oleh

sebab itu, pertambahan PDRB tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi

masyarakat karena terdapat kemungkinan timbulnya keadaan tersebut maka

pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi harus dibedakan.

Indikator keberhasilan pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan

ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi pendapatan

penduduk maupun antar wilayah. Pola pertumbuhan ekonomi regional/wilayah

berbeda dengan apa yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Faktor-faktor yang mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi,

aglomerasi, migrasi dan arus lalu lintas modal antar wilayah. Adapun beberapa

teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang lazim di kenal (Sirozujilam dan

Mahalli, 2011), antara lain :

1. Export Base-Models, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah

ditentukan oleh eksploitasi pemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis

ekspor daerah yang bersangkutan.

2. Neo-Classic, menyatakan bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan

ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja dan teknologi.

3. Cumulative Causation Models, menyatakan bahwa peningkatan pemerataan

pembangunan antar daerah tidak hanya dapat diserahkan pada kekuatan pasar

(market mechasinm), tetapi perlu adanya campur tangan untuk daerah-daerah

yang relatif masih terbelakang.

4. Core Periphery Models, menekankan analisa pada hubungan yang erat dan

saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dengan desa

(9)

5. Growth Pole, menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak

terjadi di segala tata ruang, akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat

tertentu dengan variabel-variabel yang berbeda intensitasnya. Salah satu cara

untuk menggalakkan kegiatan pembangunan dari suatu daerah tertentu

melalui pemanfaatan “agglomeration economics” sebagai faktor pendorong

utama.

2.3. Penataan Ruang

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan antara yang satu dengan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan

kaidah penataan ruang sehingga diharapkan (i) dapat mewujudkan pemanfaatan

ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung

pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (ii) tidak terjadi pemborosan

pemanfaatan ruang; dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas

ruang (Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007).

Menurut Rustiadi, dkk (2004) penataan ruang pada dasarnya merupakan

perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan

melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka

penataan ruang merupakan bagian dari proses pembangunan. Penataan ruang

mempunyai tiga urgensi, yaitu :

a. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya (prinsip produktifitas dan efisiensi).

b. Alat dan wujud distribusi sumber daya (prinsip pemerataan, keberimbangan

(10)

c. Keberlanjutan (prinsip Sustainaibility).

Perencanaan tata ruang yang di muat dalam Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana

umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang di susun

berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi

mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata

ruang di susun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan

kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok

dan sub blok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan

sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan

peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang

persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan di susun

untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci

tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi

yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam

pengendalian pemanfaatan ruang ssehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan

sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

2.4. Pembangunan Kawasan Industri

Di berbagai negara yang industrinya telah maju, ternyata industri

merupakan penyelamat dalam masalah pengganguran. Industri biasanya menjadi

penyumbang paling besar dalam menciptakan kesempatan kerja. Walaupun

peranannya sangat tergantung kepada sifat atau jenis teknologi yang digunakan.

(11)

inti rumah tangga, maka peranannya akan banyak menyerap tenaga kerja. Namun

sebaliknya apabila teknologi yang digunakan padat modal akan sedikit menyerap

tenaga kerja. Selain hal tersebut, lokasi pengembangan industri sangat

berpengaruh apabila berlokasi di kota-kota besar atau di pedesaan, dalam

menciptakan lapangan kerja bagi penduduk (Mubyarto, 1988).

Kawasan Industri adalah suatu tempat pemusatan kegiatan industri yang

dilengkapi dengan prasrana dan sarana yang disediakan dan dikelola oleh

perusahaan kawasan industri. Hal ini berbeda dengan Zona Industri yang juga

merupakan pemusatan kegiatan industri tetapi tanpa dilengkapi dengan prasarana

dan sarana yang memadai (Kwanda, 2000).

Pengembangan suatu kawasan Industri selain di isi oleh pembangunan

sektor industri, juga diikuti oleh pembangunan sektor lain, baik dalam

penggunaan sumber daya alam, seperti : energi, air dan lahan, maka penanganan

tata ruang antar berbagai sektor ke arah penyusunan rencana pengembangan

wilayah terpadu perlu dilakukan (Simandjorang, 2010).

Di Indonesia, pada awalnya kawasan industri hanya dikembangkan oleh

Pemerintah melalui BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sebagai reaksi terhadap

meningkatnya jumlah industri dengan dampak polusi lingkungan yang

diakibatkannya, keterbatasan infrastruktur dan masalah perkembangan kawasan

permukiman yang berdekatan dengan lokasi industri, maka Pemerintah melalui

Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 53 tanggal 27 Oktober 1989, mengijinkan

(12)

Menurut Sukirno (1985) menarik tidaknya sesuatu daerah sebagai pusat

pertumbuhan dan sebagai pusat industrialisasi yang baru tergantung kepada

faktor-faktor berikut : keadaan prasarana, keadaan pasar dan keadaan beberapa

jenis eksternal ekonomi yang tersedia. Dengan adanya prasarana yang baik

sesuatu industri dapat dengan mudah berhubungan dengan berbagai tempat di

daerah itu, dengan daerah lain dan ke luar negeri; menghemat ongkos

pengangkutan dalam pengangkutan bahan mentah dan hasil produksinya; dan

memungkinkan mengurangi jumlah investasi modalnya. Oleh sebab itu,

prasarana yang baik mempertinggi industri-industri yang akan ditumbuhkan.

Penciptaan kawasan perindustrian ditujukan untuk pembangunan industri

di daerah guna mempertinggi daya tarik dari daerah tersebut dengan harapan akan

diperoleh manfaat sebagai berikut : menghemat pengeluaran pemerintah untuk

menciptakan prasarana; untuk menciptakan efisiensi yang lebih tinggi dalam

kegiatan industri-industri; menciptakan perkembangan daerah yang lebih cepat

dan memaksimumkan peranan pembangunan daerah dalam keseluruhan

pembangunan ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor yang lebih penting

lagi yang mendorong usaha menciptakan kawasan perindustrian adalah besarnya

keuntungan potensial yang akan diperoleh berbagai industri apabila fasilitas yang

demikian disediakan kepada mereka. Oleh sebab itu, pengembangan kawasan

perindustrian terutama dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak perangsang

kepada para penanam modal, langkah tersebut akan mengurangi masalah mereka

untuk menciptakan atau mendapatkan tempat bangunan dan dapat mengurangi

biaya yang diperlukan untuk mendirikan industrinya karena bangunan perusahaan

(13)

2.5. Tenaga Kerja

Badan Pusat Statistik (BPS) mendefenisikan bekerja adalah melakukan

pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan

atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus

menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang

membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi).

Tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk dalam usia kerja

(working-age population). Sedangkan pengertian tenaga kerja yang di muat dalam

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu setiap orang

laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di

dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat.

Menurut Dumairy (1997) yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah

penduduk yang mempunyai umur di dalam batas usia kerja. Tujuan dari

pemilihan batas umur tersebut, supaya defenisi yang diberikan sedapat mungkin

menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Setiap negara memilih batas umur

yang berbeda karena situasi tenaga kerja pada masing-masing negara juga

berbeda, sehingga batasan usia kerja antar negara menjadi tidak sama. Di

Indonesia, batas umur minimal untuk tenaga kerja yaitu 15 tahun tanpa batas

maksimal.

Pemilihan umur 15 tahun sebagai batas umur minimal adalah berdasarkan

kenyataan penduduk umur 15 tahun di Indonesia sudah bekerja atau mencari

kerja terutama di desa-desa. Demikian juga Indonesia tidak menetapkan batasan

(14)

sebagian kecil penduduk yang menerima tunjangan hari tua, yaitu pegawai negeri

dan sebagian pegawai swasta. Bagi golongan ini pun, pendapatan yang diterima

tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga mereka yang telah mencapai

umur pensiun masih tetap bekerja untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga

mereka tetap digolongkan sebagai tenaga kerja (Simanjuntak, 1998).

Menurut Todaro (2000), pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan

angkatan kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif

yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar

berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang

lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal

tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang

cepat, benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari

pembangunan ekonominya.

2.6. Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat

Pendapatan diartikan sebagai hasil kerja atau usaha baik dalam bentuk

uang maupun barang. Salah satu bentuk pendapatan adalah upah atau gaji, yang

berarti uang yang di bayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar

tenaga kerja yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu (Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995).

Maryatmo dan Susilo (1996) mengemukakan bahwa pendapatan

merupakan jumlah seluruh uang yang diterima oleh keluarga atau seseorang

selama jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Pendapatan masyarakat

(15)

tertentu baik itu dari hasil produksi pertanian maupun dari hasil industri dan

perdagangan serta sektor-sektor lainnya.

Jenis-jenis sumber pendapatan dapat berasal dari : (a) usaha sendiri

(wiraswasta, misalnya : berdagang, mengerjakan sawah); (b) bekerja pada orang

lain, misalnya bekerja di kantor atau perusahaan sebagai pegawai dan karyawan

(baik swasta maupun pemerintah); (c) hasil dari milik, misalnya mempunyai

sawah yang disewakan, rumah yang disewakan, uang yang dipinjamkan dengan

bunga tertentu (Gilarso, 1992).

Menurut Richardson (2001) model pendapatan interregional merupakan

perubahan pendapatan regional berasal dari beberapa sumber yang mungkin,

tidak lagi semata-mata berasal dari perubahan ekspor yang ditentukan secara

eksogen. Sumber-sumber ini, meliputi : (a) perubahan pengeluaran-pengeluaran

otonom regional (misalnya : investasi, pengeluaran pemerintah); (b) perubahan

tingkat pendapatan suatu daerah (atau daerah-daerah lain) di dalam sistem yang

bersangkutan yang akan terlihat dalam perubahan ekspor daerah; (c) berubahnya

salah satu diantara parameter-parameter model (hasrat konsumsi marginal,

koefisien perdagangan irregional atau tingkat pajak marginal).

Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan indikator untuk mengukur

kesejahteraan, yaitu : kependudukan; pendidikan; kesehatan; ketenagakerjaan;

fertilitas dan keluarga berencana; perumahan dan lingkungan; konsumsi dan

pengeluaran rumah tangga. Sedangkan Jhinggan (1999) mengemukakan dalam

melihat indikator kesejahteraan masyarakat menggunakan ukuran distribusi

pendapatan; komposisi output; selera; biaya nyata dan perubahan tertentu yang

(16)

2.7. Tempat Usaha

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1995 pasal 6 tentang

Usaha Kecil dan Koperasi, pemerintah menumbuhkan iklim usaha kecil melalui

penetapan peraturan perundangan dan kebijaksanaan meliputi aspek, antara lain :

pendanaan, prasarana, informasi, kemitraan, perijinan usaha, dan perlindungan

dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif menumbuhkan iklim

usaha sebagaimana dimaksud.

Di dalam perekonomian daerah, usaha kecil menengah merupakan sektor

usaha yang memiliki peran cukup tinggi, terutama dalam penyediaan lapangan

kerja. Namun demikian, perkembangan usaha kecil menengah akhir-akhir ini

cukup memprihatinkan terlebih lagi dengan masuknya berbagai produk impor

yang merupakan hasil usaha menengah luar negeri. Kondisi demikian, akan

memperlemah posisi sektor usaha kecil di pasar Indonesia. Semakin melemahnya

posisi sektor usaha kecil di pasar, dalam jangka panjang akan berdampak pada

turunnya taraf hidup masyarakat serta bertambahnya pengangguran. Oleh karena

itu, diperlukan upaya-upaya yang mengarah pada pengembangan sektor usaha

kecil dalam rangka memperbaiki mutu produk atau jasa sehingga mampu

bersaing di pasar. Upaya untuk memperbaiki mutu produk diperlukan pengelola

usaha (manajemen) dengan baik, meliputi aspek permodalan, produksi,

pemasaran, sumber daya manusia dan pembukuan (Wie, 1993).

Wie (1993) dalam Kuncoro dan Widjajanto (2001) mengemukakan bahwa

pengembangan industri kecil adalah cara yang dinilai besar peranannya dalam

pengembangan industri manufaktur. Pengembangan industri berskala kecil akan

(17)

digunakan adalah teknologi padat karya, sehingga dengan demikian selain dapat

memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, yang pada akhirnya dapat

mendorong pembangunan daerah dan kawasan pedesaan.

Pengembangan industri kecil harus menfokuskan sub sektor-sub sektor

yang menjadi andalan dan sektor yang menjadi unggulan. Wie (1993) dalam

Kuncoro dan Widjajanto (2001) mengartikan potensi sektor andalan sebagai

potensi dari sektor yang dimiliki secara dominan tanpa mempertimbangkan

kemampuan daya saing sektor tersebut dalam perekonomian, sedangkan potensi

subsektor unggulan adalah potensi subsektor andalan yang memiliki kemampuan

daya saing (competitive advantage).

2.8. Penelitian Terdahulu

Simandjorang (1999), melakukan penelitian dengan judul Pembangunan

Kawasan Industri Kuala Tanjung dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Di

Daerah Sekitanya, dengan menitikberatkan penelitian pada diversifikasi

pekerjaan dan pendapatan serta pelayanan sosial pada masyarakat sekitarnya

terhadap pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung

berpengaruh positif terhadap jumlah dan jenis pekerjaan; kondisi jaringan jalan

dan sarana angkutan; pendidikan masyarakat; kesehatan masyarakat.

Alwin (2003), melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh

Kawasan Industri Medan (KIM) Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi

Masyarakat Sekitar (Studi Kasus : Kelurahan Mabar dan Titi Papan Kecamatan

(18)

masyarakat terhadap keberadaan KIM dan pengaruh KIM terhadap pendapatan

masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap

keberadaan KIM pada umumnya bernilai positif, yaitu : tidak terjadi polusi udara,

air, kebisingan dan gangguan terhadap tanaman pertanian; pendapatan

masyarakat pada umumnya meningkat dengan keberadaan KIM, tingkat

pendidikan dan jenis pekerjaan masyarakat berpengaruh secara signifikan

terhadap keberadaan KIM sedangkan jumlah dan lamanya tinggal di sekitar KIM

tidak berpengaruh terhadap keberadaan KIM.

Pangaribuan (2010), melakukan penelitian dengan judul Peranan Kawasan

Industri Dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Wilayah Di Desa Tanjung

Morawa B Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Peranan Kawasan Industri Terhadap Sosial Ekonomi Wilayah di Desa Tanjung

Morawa B Kecamatan Tanjung Morawa sangat berpengaruh terhadap masyarakat

dimana dengan adanya kawasan industri membuka lapangan kerja baru di pabrik

yang mana dapat menyerap ribuan tenaga kerja (buruh). Selain itu dengan

bertambahnya lapangan kerja, maka pendapatan masyarakat meningkat disertai

juga dengan peningkatan SDM-nya. Masyarakat akan memperoleh pekerjaan dan

pelatihan serta peningkatan pengetahuan dengan bekerja di pabrik-pabrik

(19)

2.9. Kerangka Pemikiran

Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan

terhadap penyerapan tenaga kerja, perkembangan Tempat-tempat usaha dan

pendapatan masyarakat guna mendukung pengembangan wilayah Nagori Sei

Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun.

Bagan kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Nagori Sei Mangkei

Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun

Perkembangan Tempat-tempat Usaha Penyerapan

Tenaga Kerja

Pendapatan Masyarakat

Pengembangan Wilayah Pembangunan Kawasan

(20)

2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini

adalah :

1. Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan terhadap

penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Bosar Maligas.

2. Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan terhadap

perkembangan Tempat-tempat usaha di Kecamatan Bosar Maligas.

3. Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan terhadap

Gambar

Gambar 2.1. Enam Pilar Pengembangan Wilayah
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

In the second experiment, apparent and true total tract retentions (ATTR and TTTR) for nitrogen and amino acids were determined for diets (150 g crude protein kg ÿ 1 ) containing SBM

Komputasi Citra Suara Digital Komputasi Citra Suara Digital Analisis dan Desain Sistem Informasi Jaringan Saraf Tiruan.. Hurriyatul Hurriyatul Aryo Pinandito

[r]

Satu satu anak membaca Iqra Guru membimbingnya Buku kerja, kartu kata, gambar Buku kerja, kartu angka Buku Iqra Unjuk kerja Unjuk kerja Observasi Ketelitian motorik

(1) Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban

4.2 Mempraktikkan variasi dan kombinasi pola gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif yang dilandasi konsep gerak dalam berbagai permainan dan atau olahraga

Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah suatu Peraturan Perundang-undangan memerlukan suatu kajian

[r]