• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan sistem pertanian vertikultur 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan sistem pertanian vertikultur 1"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PERTANIAN VERTIKULTUR

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh : Kelompok 3

1. Randrianantenaina Aime (121510501201)

2. Avief Ainul Rizal (121510501188)

3. Mahendra Setyoko (121510501192)

4. Ahmad Suprayogi (121510501195)

5. Feri Fadli (121510501197)

6. Rizda Amilia Hardiyanti (121510501198) 7. Muhammad Efendi A. R. (121510501199) 8. Ainul Gufron Tamami (121510501200)

9. Muhammad Erfan (121510501202)

10.Reni Fidianingsih (121510501203)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI LABORATURIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

2014

BAB 1 PENDAHULUAN

(2)

Pada masa sekarang ini, luas lahan yang dapat dimanfaatkan entah untuk pembangunan entah untuk lahan pertanian semakin sempit sebab meningkatnya jumlah penduduk yang semakin bertambah. Apalagi, lahan-lahan yang hanya sisah tersedia pun sekarang ini masih beralih fungsi yaitu digunakan untuk bangunan pabrik, perumahan, perkantoran dan lain sebagainya. Hal ini sangat berdampak besar terhadap dunia pertanian terutama pada hasil produksinya yang justru menurun akibat ketidaktersedianya lahan tersebut. Dengan demikian maka dibutuhkan alternative-alternatif untuk mengatasi permasalahan lahan tersebut. Salah satu alternative yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan system pertanian vertikultur.

Istilah vertikultur ini terdiri atas dua kata yang berasal dari Bahasa inggris yaitu kata vertical yang berarti lurus dan culture yang berarti budidaya sehingga bila dapat diartikan bahwa vertikultur adalah system budidaya pertanian yang dilakukan secara bertingkat ataupun vertical, baik indoor maupun outdoor. System budidaya ini merupakan konsep penghijauan yang sangat cocok pada daerah yang sempit terutama di daerah perkotaan dimana lahan yang terbatas pun dapat dimanfaatkan secara maksimal. Misalkan, pada system pertanian konvensional, lahan 1 m2 hanya dapat ditanam tanaman sekitar 5 batang, sementara pada system vertikultur, jumlah tanaman yang dapat ditanami bias sampai 4 kali lipat. System vertikultur ini tidak hanya memberi manfaat pada luas lahan saja, tetapi juga bila dipandang dari segi estetikanya, tanaman-tanaman yang diterapkan dengan system ini sangat memberi nilai keindahan lingkungan sekitar.

(3)

deras juga dapat dicega oleh atap plastic yang digunakan, tanaman dapat dipindah-pindah sesuai dengan keinginan pekebun karena terletak dalam suatu wadah.

Wadah vertikultur mempunyai model, ukuran dan bahan yang bermacam-macam namun pada umumnya yang sering digunakan ialah wadah yang berbentuk segi tiga, persgi panjang, bentuk anak tangga. Bahan yang digunakan biasanya berupa pipa paralon, bamboo, kaleng bekas ataupun karung beras. Salah satu persyaratan vertikultur adalah mudah dipindahkan dan kuat. Tanaman yang akan dibudidayakan secara vertikultur sebaiknya memiliki nilai ekonomis yang tinggi, berakar pendek dan berumur pendek. Jenis tanaman yang sering dibudidayakan secara vertikultur adalah tanaman sayur-sayuran seperti kangkung, pakcoy, selada, kemangi, tomat, mentimun, pare, dan lain sebagainya.

1.2. Tujuan

Mahasiswa mampu dan terampil dalam menyikapi permasalahan lahan kritis dengan membudidayakan tanaman secara vertikultur.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

(4)

vertikal pula. Media tanam ditampung dalam kaleng kaleng, ralon pvc, riul, maupun papan kayu dapat dipergunakan sebagai alternatif tempat media tanam. Di Indonesia, sistem pertanian vertikal baru dikembangkan sejak tahun I 987, sehingga apa yang dijelaskan ini sebagian besar sudah dilakukan pada kurun waktu itu. Kolom verikal paling sederhana dapat dibuat dari mulsa hitam perak dengan kerangka bamboo (Wartapa et al, 2010).

Sistem tanam vertikultur sangat cocok diterapkan, khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Vertikultur dapat pula diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum, atau bahkan pada pemukiman di daerah padat yang tidak punya halaman sama sekali. Dengan metode vertikultur ini, kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Usaha tani secara komersial dapat dilakukan secara vertikultur, apalagi kalau sekedar untuk memenuhi kebutuhan sendiri akan sayuran atau buah-buahan semusim. Jenis tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara vertikultur adalah jenis tanaman semusim yang tingginya tidak melebihi satu meter seperti cabai, tomat, terong, kubis, sawi, selederi, daun bawang (Noverita, 2009).

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya produksi cabai adalah ketersediaan lahan budidaya. Faktor pertambahan penduduk yang pesat disertai dengan kemajuan teknologi dan industri pada akhirnya akan menggeser fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan industri. Dengan kegiatan bertani secara vertikultur, lahan yang sempit seperti halnya pekarangan rumah dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok tanam. Pemanfaatan teknologi budidaya cabai dengan menggunakan vertikultur, diharapkan kebutuhan akan cabai dapat selalu terpenuhi, khususnya skala rumah tangga. (Roziq et al. 2013)

(5)

kerja; menghilangkan stress atau mengurangi beban pikiran. Kekurangan sistern vertikultur adalah sebagai berikut: rawan terhadap serangan jarnur; investasi awal yang dibutuhkan cukup tinggi, terutarna untuk mernbuat bangunan; apabila menggunakan atap plastik, harus dilak pcnyiraman tiap hari; perlu tangga at au alat khusus yang dapat dinaiki perneliharaan dan pcrnanenan di lantai atas (Rasapto, 2010).

Dalam pertanaman vertikultur sangat pen-ting diperhatikan jarak tanam antar pot dalam satu tiang. Jarak antar pot akan mempengaruhi intersepsi cahaya matahari ke daun tanaman. Berkurangnya sinar matahari pada daun tana-man dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pengaturan jarak antar pot sehingga daun tanaman yang tumbuh tidak saling tumpang tindih (Desiliyarni et al. 2005).

Vertikultur dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan bahan-bahan dan peralatan yang ada di sekitar kita. Di samping itu, mudah dalam penyiapan dan pemeliharaannya sehingga dapat dilakukan oleh setiap orang yang benarbenar ingin rnenekuninya, Menurut Nitisapto (1993), beberapa rancangan wadah media tanam yang sudah cukup banyak dicoba dan menunjukkan tingkat keberbasilan yang tinggi, adalah sebagai berikut: Kolom wadah media tanam disusun secara verrtikal, Kolom wadah media disusun secara horizontal, Wadah media digantung, Pot susun (Sutarminingsih, 2003).

(6)

mengendalikan kualitas udara dan mendaur ulang nutrisi lebih dari 8 -9 budidaya tanaman pada masing-masing lantai (Banerjee, 2014).

Hasil studi menunjukkan penanaman di ruang vertikal 10 meter persegi per lantai kondominium dengan jumlah lantai empat. Penanaman di vertikal bisa menghemat ruang daripada tanaman horisontal. Irigasi tetes dan sistem penyiraman tidak berbeda nyata hasil pertumbuhan tanaman yang diteliti baik terhadap ukuran dan tinggi batang tanaman. Perbandingan hasil tanam per unit areal dengan jumlah air yang digunakan penyiraman itu yang menjadi faktor utama. Produktivitas tanaman pada kedua sistem irigasi siram dan tetes terlihat kurang daripada menanam dengan irigasi normal. Karena penanaman dengan irigasi yang biasa digunakan pupuk kimia dan biasanya ditanam di dataran. Tapi tanaman ini ditanam di kondominium di mana tanaman menerima sinar matahari tidak sempurna. Kondominium menerima sinar matahari hanya dalam waktu singkat pada pagi dan sore hari ketika matahari bersinar diagonal ke kondominium saja. Sementara tanam vertikal penelitian ini tidak menggunakan pupuk kimia, tetapi digunakan air limbah dari kolam ikan bukan pupuk ikan yang diberi pakan dengan kotoran ayam. Hal itu membuat tanaman tidak sepenuhnya menerima nutrisi setara dengan tanaman yang diberikan pupuk secara langsung. Keuntungan dari sistem ini adalah tidak terdapat residu kimia pada tanaman dan sayuran yang ditanam. Penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif penanaman bagi masyarakat perkotaan dan juga mengurangi biaya tanam (Keeratiurai, 2013).

(7)

layanan pintar yang ada memiliki keterbatasan dan kekurangan sebagai berikut: (1) kebanyakan sistem layanan pintar yang ada tergantung pada sistem tertentu. Jadi, dalam rangka untuk memperpanjang, memperbaiki atau menghapus layanan, itu harus ditangani oleh pengembang asli. (2) Dan mereka masih kurang handal karena adanya beberapa faktor lingkungan atau faktor kontrol untuk pertumbuhan tanaman. (3) Dan juga mereka selalu membutuhkan intervensi manusia tentang berbagai situasi yang luar biasa selama layanan (Kim et al. 2013).

Pertanian berkelanjutan adalah praktek yang memenuhi kebutuhan pada saat ini dan dalam jangka panjang dengan makanan, serat, dan kebutuhan lain yang terkait masyarakat sekaligus memaksimalkan keuntungan bersih melalui konservasi sumber daya untuk mempertahankan layanan ekosistem lain dan fungsinya, dan pembangunan manusia dalam jangka panjang. Tampaknya pertanian berkelanjutan lebih dari pergeseran praktek pertanian; melainkan harus fokus pada meningkatkan kesadaran. Pengetahuan dan informasi terkait, keterampilan, teknologi, dan sikap akan memainkan peran penting dalam pertanian berkelanjutan. Akibatnya, sistem pertanian berkelanjutan adalah sistem informasi-intensif karena input telah digantikan oleh keterampilan, tenaga kerja, dan manajemen. Misalnya, bagi petani yang mempraktekkan pertanian berkelanjutan untuk menjadi sukses dalam mengelola lahan pertanian mereka, harus ada jaringan informasi terus menerus, teknologi baru, dan inovasi yang tersedia untuk mereka. Layanan penyuluhan dapat memainkan peran penting dalam menyediakan jaringan informasi ini tentang pendidikan pertanian berkelanjutan. Dengan demikian, peran penyuluhan sangat penting untuk mendukung pertanian berkelanjutan (Allahyari, 2009).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

(8)

Praktikum Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan dengan judul “ Sistem Pertanian Vertikultur” dilaksanakan tanggal 12 September 2014 jam 15.00-selesai di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Dasar, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

1. Benih tanaman kangkung 2. Nutrisi

3. Plastik bening 4. Tanah

5. Kompos 6. Pasir 3.2.2 Alat 1. Cangkul 2. Timba 3. Handsprayer

3.3 Cara Kerja

1. Menyiapkan bangunan vertikultur dari bahan bahan yang telah disediakan 2. Mengisi bangunan yang telah dibuat dengan campuran media yang telah ada. Kemudian memberi nutrisi sebelum bibit ditanam

3. Menanam benih langsung ke dalam bangunan vertikultur dengan membuat lubang kecil terlebih dahulu, kemudian menutup dengan media tanam yang digunakan

4. Melakukan pengamatan secara teratur

5. Mengamati pertumbuhan tanaman sesuai parameter pengamatan.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

(9)

Kelompok Perlakuan Hari ke- (cm)

3 6 9 12 15 18 21

1 0 ml/l 0 5.63 6.13 6.17 6.23 6.17 10.7

2 1 ml/l 0 5.6 6.33 6.4 6.47 6.4 11

3 2 ml/l 0 5.93 6.83 6.9 7 7 11.5

4 3 ml/l 0 4.63 5.07 5.13 5.17 5.13 9.16

4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran Rata-rata Jumlah Daun Kelompok Perlakuan Hari

ke-3 6 9 12 15 18 21

1 0 ml/l 0 4.67 7.00 7.00 7.00 7.00 9.3 2 1 ml/l 0 4.67 5.00 5.00 5.00 5.00 7.3

3 2 ml/l 0 5.30 5.33 6.33 6.33 6.33 8

4 3 ml/l 0 4.33 3.33 4.33 4.33 4.33 6

4.1.3 Tabel Hasil Pengukuran Rata-rata Panjang Daun

Kelompok Perlakuan Hari ke- (cm)3 6 9 12 15 18 21 1 0 ml/l 0 2.33 2.67 2.67 7.00 2.67 4.7 2 1 ml/l 0 2.37 2.57 3.00 5.00 3.00 4.03

3 2 ml/l 0 2.30 2.87 3 6.33 3.00 4.8

4 3 ml/l 0 2.27 2.67 2.67 4.33 2.67 3.16

4.1.4 Tabel Hasil Pengukuran Rata-rata Lebar Daun Kelompok Perlakuan Hari ke- (cm)

3 6 9 12 15 18 21

1 0 ml/l 0 0.27 0.37 0.37 0.40 0.37 1.36 2 1 ml/l 0 0.33 0.32 0.37 0.40 0.37 0.9 3 2 ml/l 0 0.30 0.33 0.33 3.33 0.33 1.13

4 3 ml/l 0 0.33 0.4 0.40 0.43 0.40 0.46

4.1.5 Tabel Hasil Pengukuran Berat Basah dan Rerata Panjang Akar Kelompok Perlakuan Berat Basah (g) Panjang Akar (cm)

(10)

2 1 ml/l 1.16 2.11

3 2 ml/l 1.63 1.83

4 3 ml/l 1.06 1.66

4.2. Pembahasan

Pada praktikum ini, dilakukan penanaman kangkung secara vertikulture dengan model tegak. Tanaman kangkung ini diberi pupuk daun dengan berbagai perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan 1 0ml/l atau kontrol, perlakuan 2 1ml/l, perlakuan 2ml/l dan perlakuan 4 yaitu 3ml/l. Setelah penanaman kangkung tersebut maka dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan serta perkembangan tanaman dimana parameter pengamatan meliputi pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar daun dan berat basah serta panjang akar. Pengamatan dilakukan setiap 3hari sekali sampai hari ke-21 kecuali untuk berat basah serta panjang akar yang dilakukan pada akhir pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut maka didapatkan hasil sebagaimana dicantumkan di atas dalam bentuk table. Data-data dari masing-masing parameter pengamatan telah dirata-ratakan sehingga didapatkan juga data dibawah ini (Grafik 1) dalam bentuk grafik sebagaimana tercantum dibawah ini:

(11)

Dari grafik tersebut, dapat dikatakan bahwa tanaman kangkung tidak belum mengalami pertumbuhan pada hari ke-3. Hal ini disebabkan oleh pemberian pupuk yang belum dilakukan pada waktu itu. Namun pada hari ke-6, tanaman sudah mulai bertumbuh yang ditandai dengan tinggi tanaman pada perlakuan 1 yaitu 5.63cm, perlakuan yaitu 2 5.6cm , perlakuan 3 yaitu 5.93cm dan pada perlakuan 4 tinggi tanaman mencapai 4.63cm. Mulai hari ke-6 sampai dengan hari ke 18, tidak terdapat perbedaan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dikarenakan oleh tingkat keperawatan tanaman yang kurang sehingga banyak tanaman yang mengalami kekeringan akibat tidak disiram ataupun tidak adanya upaya penyulaman. Namun, pada hari ke-21, tinggi tanaman mengalami kenaikkan yang cukup besar karena pada perlakuan 1, tanaman mencapai tinggi 10.7cm, perlakuan 2 mencapai 11cm, perlakuan 3 mencapai 11.5cm dan pada perlakuan 4 tinggi tanaman mencapai 9.16cm. Menurut grafik tersebut, tanaman yang paling tinggi didapatkan pada perlakuan 3 dengan pemberian pupuk daun 2ml/l.

Selanjutnya, hasil rata-rata data pada jumlah daun yang didapatkan selama 21 hari dapat dilihat pada grafik sebagai berikut (Grafik 2):

Grafik 2: Grafik Jumlah Daun

(12)

pada hari ke-6, karena tanaman sudah mengalami pertumbuhan sehingga daun-daunnya sudah muncul pula dimana pada masing-masing perlakuan menghasilkan rerata daun yang hamper sama yaitu berkisar Antara 4.5 sampai 5.5 daun. Kemudian, pada hari ke-9, daun tanaman terus meningkat jumlahnya dimana pada perlakuan 1 didapatkan rerata jumlah daun sebanyak 7, pada perlakuan 2 rerata daun sebanyak 5, pada perlakuan 3 rerata daun sebanyak 5.33. Kecuali pada perlakuan 4 yang mengalami penurunan jumlah daun yaitu dari rerata 4.33 pada hari ke-6 hingga 3.33 pada hari ke-9. Hal ini disebabkan oleh factor sulaman yaitu tanaman pada perlakuan ini banyak yang disulam karena sebagian besar mengalami kekeringan akibat kekurangan tingkat keperawatan. Mulai hari ke-9 sampai dengan hari ke-18, jumlah daun tidak mengalami kenaikkan sama sekali. Namun pada hari ke-21, jumlah daun pada masing-masing perlakuan naik semua dimana pada perlakuan 1 yang didapatkan hasil rerata jumlah daun yang paling banyak yaitu 0.3, pada perlakuan 2 rerata daun yaitu 7.3, pada perlakuan 3, hasil rarata daun mencapai 8, dan pada perlakuan 4 yang didapatkan hasil rerata jumlah daun yang paling rendah yaitu 6.

Kemudian, hasil rata-rata data pada panjang daun yang didapatkan selama 21 hari dapat dilihat pada grafik sebagai berikut (Grafik 3):

(13)

Dari data yang berupa grafik di atas, maka dapat diketahui perubahan panjang daun selama 21-hari dimana pada hari ke-3, tanaman belum mempunyai daun sebab tanaman belum mengalami pertumbuhan. Namun, pada hari ke-6, tanaman sudah terdapat daun, sehingga dilakukan pengukuran terhadap panjang daun tersebut sehingg didapatkan data sebagai berikut, pada hari ke-6 sampai dengan hari ke-12, panjang daun tidak mengalami perubahan yang sigifikan dimana pada perlakuan 1, rerata panjang daun berkisar antara 2.33-2.67, pada perlakuan 2, rerata panjang daun berkisar antara 2.37-3, pada perlakuan 3, rerata panjang daun berkisar antara 2.3-3 dan pada perlakuan 4, rerata panjang daun berkisar antara 2.27-2.67. Namun pada hari ke-15, panjang daun mengalami perubahan yang cukup besar dimana pada perlakuan 1 rerata daun mencapai 7cm, pada perlakuan 2 rerata daun mencapai 5cm, pada perlakuan 3 rerata daun mencapai 6.33cm dan pada perlakuan 4 rerata daun mencapai 4.33cm. Pada hari ke-18, panjang daun mengalami penurunan lagi akibat dari uapaya sulaman yang dilakukan. Penurunan tersebut mencapai setangah panjang daun yang didapatkan sebelumnya. Setelah itu, panjang daun terus meningkat kembali dimana pada perlakuan 3 didapatkan hasil yang paling baik dengan panjang daun 4.8cm sedangkan panjang daun yang paling pendek terdapat pada perlakuan 4 yaitu 3.16cm.

(14)

Dari grafik tersebut, didapatkan data yang sama dengan data-data sebelumnya hasil pengukuran pada hari ke-3. Pada hari ke-6 lebar daun sudah dapat diukur sebab tanaman sudah memiliki daun, dimana pada perlakuan 1 didapatkan hasil rerata lebar daun 0.27cm, pada perlakuan 2 hasil rerata daun mencapai 0.33, pada perlakuan 3 hasil rerata daun mencapai 0.3 dan pada perlakuan 4 hasil rerata daun mencapai 0.33cm. kemudian, lebar daun mengalami peningkatan secara terus menerus hingga hari ke 21 dimana pada perlakuan 1 yang didapatkan hasil terbaik dengan lebar daun 0.73cm, sedangkan yang lebar daun yang paling pendek didapatkan pada perlakuan 3 yaitu 0.39cm. Pada perlakuan lain yaitu perlakuan 2 lebar daun mencapai 0.5cm dan pada perlakuan 4, lebar daun mencapai 0.46cm.

(15)

Grafik 4: Grafik berat basah dan panjang akar

Berdasarkan grafik di atas maka dapat dikatakan bahwa, masing-masing perlakuan mempunyai berat bawah serta panjang akar yang berbeda dimana pada perlakuan 1 didapatkan berat basah 1.26g dengan panjang akar 2.58 cm, pada perlakuan 2 didapatkan berat basah 1.16g dengan panjang akar 2.11 cm, pada perlakuan 3 didapatkan berat basah 1.63g dengan panjang akar 1.83 cm dan pada perlakuan 4 didapatkan berat basah 1.06g dengan panjang akar 1.66 cm. Dari hasil rerata berat basah tersebut, maka dapat diketahui bahwa tanaman yang memiliki berat basah paling banyak yaitu tanaman pada perlakuan 3 sedangkan yang paling rendah yaitu pada perlakuan 4. Untuk panjang akar, ditemukan hasil rerata yang paling banyak pada perlakuan 1 dan yang paling rendah pada perlakuan 4.

(16)

dosis pupuk yang diberikan melebihi ambang batas maka tanaman tersebut akan mengalami keracunan sehingga pertumbuhannya akan terganggu dan bahkan mati seperti yang dialami tanaman pada perlakuan 4. Begitu pula bila dosis pemupukan kurang, tanaman tidak dapat bertumbuh secara optimal sebab kurang nutrisi sehingga proses metabolism tanamannya pun akan terhambat. Begitulah yang terjadi pada tanaman-tanaman pada perlakuan 1 dan perlakuan 2.

Vertikultur merupakan cara bertanam secara vertical yaitu wadah-wadah yang berisi media tanam disusun secara vertical. Dengan menerapkan sistem pananaman secara vertikultur maka permasalahn lahan teruatama bagi masyarakat di kota dapat teratasi karena sistem vertikultur sangat efisien lahan. Namun tidak semua tanaman dapat dibudidayakan secara vertikultur karena luas wadahnya yang cukup terbatas. Dengan demikian, tanaman-tanaman yang dapat dibudidayakan secara vertical yaitu tanaman yang memiliki perakaran yang tidak terlalu keras, dan bobot yang tidak terlalu berat, tanaman yang berumur pendek. Pada umumnya, tanaman yang dibudidayakan dengan sistem ini merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi seperti golongan tanaman hortikultura yaitu kangkung yang dijadikan sebagai bahan tanam pada praktikum ini, selada, kalian, pak-choy, tomat, mentimun dan lain-sebagainya. Manfaat dari penggunaan sistem budidaya secara vertikultur selain efisien lahan, juga t

Secara umum, wadah-wadah media tanam dalam sistem upaya keperawatan tidak terlalu sulit sperti bertanam dengan sistem konvensional, hasil produksi lebih bermutu dan lebih bersih, hemat pupuk dan pestisida, mempunyai nilai estetik yang tinggi bila terwat secara teratur. Meskipun banyak kelebihan dari sistem vertikultur, namun terdapat juga beberapa kelemahan dari sistem ini yaitu investasi awal cukup tinggi, tanaman rawan akan serangan jamur, penyiraman harus teratur dan memerlukan peralatan tambahan seperti pipa, tangga bila model susunan media terlalu tinggi, jenis tanaman yang dapat dibudidayakan terbatas.

(17)

1. Model tegak

Model ini biasanya terbuat dari bambu ataupun besi yang berbentuk silindris. Bamboo atau besi tersebut diberdirikan dan pada sisi kiri-kanannya terdapat lubang-lubang yang berfungsi sebagai lubang tanam. Berikut ini adalah gambar yang menyerupai model vertikultur tegak (Gambar 1):

Gambar 1: model vertikultur tegak

2. Model Vertikultur Rak

Model ini biasanya terbuat dari pipa yang besar, bamboo ataupun besi yang berbentuk setengah silindris. Berbeda dengan model tegak, model ini diletakkan secara horizontal. Bila dipandang, model ini berupa seperti anak tangga. Berikut ini adalah gambar yang menyerupai model vertikultur rak (Gambar 2):

(18)

Pada model ini, wadah media tanam digantungkan. Wadah ini dapat berupa polybag, botol dan lain sebagainya. Berikut ini adalah gambar yang menyerupai model vertikultur gantung (Gambar 3):

Gambar 3: Model vertikultur gantung

Walaupun, bertanam secara vertikultur hamper sama dengan bertanam di lahan, namun demikian banyak factor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya sebab dapat mempengaruhi pertumbuhan serta hasil produksi tanaman. Factor-faktor tersebut yaitu bentuk bangunan vertikultur, monitoring, unsur hara dan lain sebagainya.

a) Bentuk bangunan dari vertikultur: hal ini sangat penting dalam budidaya secara vertikultur karena bentuk bangunan harus disesuaikan dengan morfologi tanaman yang ditanam sehingga tanaman yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik. ketidaksesuaian bangunan dengan morfologi tanaman akan berdampak negative terhadap pertumbuhan serta hasil produksi. Dengan demikian, bentuk bangunan harus dirancang terlebih dahulu sebelum melaksanakan usaha budidaya vertikultur.

(19)

terlalu tinggi pada media tanam. Penyakit juga muda menyebar sebab tanaman pada sistem vertikultur sangat berdekatan.

c) Unsur hara: hal ini sangat mendukung pertumbuhan tanaman karena unsur hara sebagai nutrisi sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam proses metabolismenya. Entah unsur hara makro entah unsur hara mikro, harus disesuaikan dengan dengan kebutuhan tanaman dosis yang digunakan. Begitupula dengan cara pemberian, ketepatan waktu, jenis pupuk yang digunakan, semua itu harus tepat agar penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat optimal sehingga pertumbuhan juga berlangsung dengan baik.

(20)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

 Perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik yaitu perlakuan 3 sedangkan perlakuan yang paling buruk terdapat pada perlakuan 4

 Perlakuan pupuk daun yang diberikan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kangkung

 Vertikultur merupakan cara bertanam secara vertical

 Banyak model yang dapat digunakan untuk menanam secara vertikultur namun yang paling umum digunakan yaitu model rak, gantung dan tegak

 Perawatan tanaman, model bangunan vertikultur dan unsur hara merupakan factor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada sistem vertikultur

 Dengan penerapan sistem bertanam secara vertikultur maka permasalahan lahan sempit dapat teratasi.

5.2. Saran

Praktikan seharusnya lebih focus dalam hal perawatan tanamn agar petumbuhan tanaman tersebut dapat berlangsung dengan baik sehingga hasil yang didapatkan pada akhir pengamatan juga dapat lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Allahyari, M. S. 2009. Agricultural sustainability: implications for extension systems. Agricultural research 4(9): 781 -786

(21)

Desiliyarni, T., Y. Astuti dan J. Endah. 2005. Vertikultur: teknik bertanam di lahan sempit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Keeratiurai, P. 2013. Comparison of drip and sprinkler irrigation system for the cultivation plants vertically. Agricultural and Biological Science 8(11): 740-744

Kim, T., N. Bae, M. Lee, C. Shin, J. Park and Y. Cho. 2013. A study of an agricultural ontology model for an intelligent service in a vertical farm. Smart home 7(4): 117-126

Noverita, Sv.2009. Pengaruh konsentrasi pupuk pelengkap cair nipka- plus dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman baby kaylan (Brassica oleraceae L. Var. Acephala DC.) Secara vertikultur. Penelitian bidang ilmu pertanian 3(1): 1-10

Rasapto, P.W. 2010. Budidaya sayuran dengan vertikultur. Pusat penelitian dan pengembangan peternakan 1(1): 424-439

Roziq, F., I. R. Sastrahidayat dan S. Djauhari. 2013. Kejadian hama dan penyakit tanaman cabai kecil yang dibudidayakan secara vertikultur di sidoarjo. HPT 1(4):30-37

Sutarminingsih, L. 2003. Pola bertanam secara vertikal, vertikultur. Kanisius. Yogyakarta.

Gambar

Grafik 1: Grafik Tinggi Tanaman Kangkung
Grafik 2: Grafik Jumlah Daun
Grafik 3: Grafik Panjang Daun
Grafik 4: Grafik berat basah dan panjang akar
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan sains dalam berbagai disiplin ilmu pada masa dinasti Umayyah Andalusia menjadi salah satu pemantik kemajuan peradaban

Sementara meninjau ulang pengecualian audit dan tindakan korektif, para anggota komite audit pasak berembuk bersama untuk menentukan apa pelatihan keuangan yang diperlukan,

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektifitas larvasida terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti instar III dengan

Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut jika diterbangkan oleh angin atau dapat juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah /

Objek pada penelitian Hidayat (2008) bersumber pada media cetak yaitu surat kabar Jawa Pos,  sedangkan objek penelitian ini yaitu tuturan kru bus jurusan Solo-Semarang.  Alih

Untuk membuat jadwal yang sebenarnya dilakukan dengan melibatkan proporsi jumlah pelanggan pada tiap interval waktu, yaitu dengan membagi proporsi interval waktu

Pemberian AMP-Mg pada berbagai tingkat dosis pada larv a udang galah tidak berpengaruh terhadap laju perkembangan larva, persentase post larva dan tingkat kelangsungan hidup

Videotron sebagai media yang digunakan Humas Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah memberikan informasi yang benar dan wajar terkait pecapaian pembangunan Kabupaten