• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resiliensi Pasien yang Mengalami Penyakit Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Resiliensi Pasien yang Mengalami Penyakit Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara BAB 1

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk biopsikososiokultural dan spiritual pada hakikatnya

menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik

maupun psikis karena dalam kondisi tersebut manusia dapat melakukan

aktivitasnya secara optimal. Manusia pada kenyataannya selalu dihadapkan

dengan berbagai masalah dalam kehidupan, diantaranya masalah-masalah

kesehatan (Sunaryo, 2014).

Penyakit kronis merupakan masalah kesehatan yang menjadi penyebab utama

kematian di dunia. Hal tersebut diakibatkan oleh proses pengobatan yang sangat

lama sehingga sulit untuk sembuh sempurna (Sarafino, 2006). Data Kementerian

Kesehatan (2012) menjelaskan penyakit kronis telah merenggut kehidupan 35 juta

orang termasuk remaja dan dewasa muda pada tahun 2005. Penyakit kronis

penyebab terbesar kematian di dunia antara lain penyakit kardiovaskular 39%,

diikuti kanker 27%, penyakit pernafasan kronis dan penyakit pencernaan sekitar

30%, serta 4% kematian disebabkan diabetes. Data WHO (2012) juga

menyebutkan sebanyak 61 % kematian disebabkan oleh penyakit kronis di

Indonesia. Penyakit stroke menjadi pembunuh utama dengan persentase mencapai

21,2 %, diikuti penyakit kardiovaskular 8,9 %, diabetes mellitus 6,5 %, penyakit

pernafasan 5,2 %, serta tuberculosis 4,3 %.

Penyakit kronis merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat

(2)

Universitas Sumatera Utara (2010) menjelaskan bahwa penyakit kronis bukan hanya menyerang fisik namun

juga memberikan efek psikososial negatif seperti ketidakpastian dan ancaman

akan kematian sehingga mengarah kepada gangguan psikologis pada penderita.

Penyakit kronis mengakibatkan stres berat dan kecemasan yang tinggi bagi

hampir semua penderita karena kondisi ini akan terus berkembang secara perlahan

selama bertahun-tahun (Taylor, 1995).

Keadaan stres berat penderita penyakit kronis berhubungan dengan berbagai

hal. Goodman (2013) mengatakan bahwa stres yang dialami penderita

berhubungan dengan kualitas hidup serta biaya ekonomi. Data statistik kematian

penduduk di Amerika Serikat, lebih dari 70 % kematian disebabkan oleh penyakit

kronis di Amerika Serikat serta 75 % pendapatannya digunakan untuk biaya

perawatan kesehatan sehingga hal tersebut memicu stressor penderitanya. Tingkat

kecemasan dan stres yang tinggi pada penderita penyakit kronis juga didukung

oleh penelitian Rosyani (2012) pada pasien kanker. Hasil penelitian tersebut

menjelaskan bahwa pasien yang terdiagnosis kanker mengalami distress

emosional. Penderita menganggap penyakit tersebut tidak jelas penyebabnya,

dapat menyerang siapapun, kemungkinan besar tidak dapat disembuhkan dan

berujung hingga kematian.

Penderita penyakit kronis mengalami keputusasaan hingga berisiko ingin

mengakhiri hidupnya. Schairer (2001 dalam Harsanto dkk., 2011) menjelaskan

pada wanita dengan kanker payudara memiliki resiko bunuh diri lebih tinggi 35 %

dibandingkan dengan wanita tanpa kanker payudara. Resiko bunuh diri semakin

(3)

Universitas Sumatera Utara merasakan hal yang sama. Penelitian Amalia, Nadzmir, Azmi (2015) mengatakan

bahwa penderita penyakit ginjal kronis mengalami depresi dengan prevalensinya

mencapai 47%, hal tersebut berhubungan dengan peningkatan mortalitas serta

penurunan kualitas hidup pasien hemodialisis.

Silitonga (2014) juga dalam penelitiannya pada 74 responden pasien kanker di

RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa pasien yang menjalani

kemoterapi mengalami gangguan psikososial dalam menghadapi pengobatannya,

seperti cemas ringan (62,2%), cemas sedang (14,8%) dan cemas berat (2,7%), dan

Tama (2009) menambahkan dari 38 responden pasien kanker serviks sebanyak

21.1% responden mengalami depresi ringan 21,1 %, depresi sedang 13,2 %, dan

depresi berat 13,2 %. Tingkat kecemasan dan depresi pasien kanker tersebut

memberikan gambaran bahwa penyakit yang dialaminya beserta terapi yang

diberikan dapat memberikan masalah psikologis dalam dirinya (Silitonga, 2014).

Masalah-masalah psikologis yang dialami cenderung memicu penderita

penyakit kronis untuk mengatasi masalahnya dengan melakukan proses

penyesuaian diri terhadap kondisinya. Melakukan proses penyesuaian ini, ada

penderita penyakit kronis yang dapat bertahan dan pulih kembali dari keadaan

yang negatif seperti penolakan, kecemasan dan depresi, namun ada juga yang

gagal karena tidak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang ada.

Kondisi tersebut tergantung pada seberapa jauh kemampuan penderita dalam

melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Kondisi ini dikenal dengan

(4)

Universitas Sumatera Utara Penelitian Triwahyuni (2014) yang dilakukan di Rumah Sakit Advent

Bandung menjelaskan bahwa pasien yang menderita penyakit kronis merasa tidak

mampu dalam menghadapi, menjalani, serta menerima penyakit yang diderita

sehingga perlu adanya penyesuaian diri (resiliensi). Resiliensi dilakukan dengan

upaya mendorong pasien untuk tetap berjuang memenuhi kebutuhannya, bahagia

dan berkembang menjadi individu yang lebih kuat, lebih bijak dan lebih

menghargai kehidupan (Grief, 2005 dalam Wijayani 2008).

Resiliensi pasien yang menjalani pengobatan di rumah sakit merupakan suatu

hal yang perlu dikaji untuk mencapai keseimbangan kembali akibat

perubahan-perubahan yang dialaminya. Perasaan yang keputusasaan dan ketidakberdayaan

sering dihadapi penderita karena berbagai pengobatan tidak dapat membantunya

sembuh dari penyakit kronis. Keadaan stres berat juga dapat muncul akibat

ketidaksiapan tubuh menerima perubahan dan tuntutan kehidupan (Sarafino,

2006). Penelitian yang dilakukan Iliescu dan Cotoi (2013) mengatakan bahwa

diagnosa medis serta lingkungan rumah sakit juga dapat mempengaruhi psikis

pasien berupa depresi, cemas, khawatir atau kombinasi antara semuanya jika

individu tidak mampu melakukan resiliensi.

Kegagalan proses resiliensi akan menimbulkan stres berat dalam waktu yang

cukup lama. Respon tubuh dalam menanggapi stres menyebabkan energi yang

dibutuhkan tubuh meningkat. Energi yang dilepaskan akibat stressor tersebut akan

membuat keadaan tegang sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pasien.

Ketidaknyamanan yang berlarut-larut akan menimbulkan keletihan tubuh manusia

(5)

Universitas Sumatera Utara Stres yang berlarut-larut dalam intensitas yang tinggi juga menyebabkan

penyakit fisik dan mental yang akhirnya dapat menurunkan produktifitas kerja dan

buruknya hubungan interpersonal (Rasmun, 2004). Menurut Morton (2012)

perubahan proses metabolik, terpajan anestesia umum, penggunaan pintas

kardiopulmonari, episode hipoksia, dan gangguan tidur merupakan kondisi krisis

yang biasa terjadi pada pasien penyakit kronis. Faktor-faktor tersebut dapat

mengganggu ketajaman mental, menurunkan kemampuan pembelajaran serta

ketidakmampuan mengingat seseorang. Pasien tidak hanya mengalami pengaruh

fisik yang terkait dengan proses penyakit, tetapi juga distress emosional dan

spiritual. Pasien mengungkapkan perasaan putus asa, kehilangan kendali, dan

perasaan takut mati saat menghadapi penyakit serius.

Sukadiyanto (2010) mengemukakan bahwa individu yang mengalami suatu

penyakit serius dalam kondisi kronis akan mengalami ketegangan dalam

hidupnya. Ketegangan tersebut diakibatkan respon yang maladaptif yang

ditunjukkan oleh individu akibat stressor yang muncul. Ketegangan yang muncul

menyebabkan sistem saraf menjadi kurang terkendali. Pusat saraf otak akan

mengaktifkan saraf simpatis sehingga mendorong sekresi hormon adrenalin dan

kortisol yang akhirnya akan memobilisir hormon-hormon lainnya.

Individu yang berada dalam kondisi stres, kondisi fisiologisnya akan

mendorong pelepasan gula dari hati dan pemecahan lemak tubuh dan

bertambahnya kandungan lemak dalam darah. Kondisi tersebut mengakibatkan

tekanan darah meningkat serta darah lebih banyak dialihkan dari sistem

(6)

Universitas Sumatera Utara kembung dan mual. Cohen, Deverts, Miller (2007) menambahkan pengaruh stres

penderita penyakit kronis terhadap fisiologis tubuh. Penelitiannya pada pasien

penyakit jantung bahwa stres yang dialami pasien justru memperburuk

keadaannya. Hasil laboratorium menunjukkan stres berat yang dialaminya

menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot jantung, mengaktifkan

mekanisme inflamasi dan koagulator serta beresiko mengalami CVD

(Cerebrovaskular Disease) atau berhentinya aliran darah ke otak.

Kemampuan resiliensi individu perlu diperhatikan sebab stres yang

berkepanjangan akibat penyakit kronis yang dialaminya akan berdampak pada

depresi, yang selanjutnya juga akan berdampak pada fungsi fisiologis tubuh

(Sukadiyanto,2010). Pasien yang resilien akan mampu bangkit dari trauma akibat

penyakit kronis yang dialaminya. Mereka menganggap bahwa penyakit yang

dialaminya bukanlah titik akhir, melainkan langkah menjadi lebih baik karena

mereka mampu mengambil makna kehidupan dari penyakit yang dia alami.

Kegagalan dalam resiliensi juga akan mempengaruhi kehidupannya dalam

menghadapi penyakit yang dialaminya, seperti gangguan emosional ataupun

psikologis karena kebanyakan orang tidak siap dalam menghadapi penderitaan

(Reivich dan Shatte, 2002).

Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis di RSUP H. Adam

(7)

Universitas Sumatera Utara 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dan berbagai fenomena yang muncul maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana resiliensi pasien yang

mengalami penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi gambaran resliensi pasien yang mengalami penyakit kronis

di RSUP. H. Adam Malik.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pasien

untuk dapat meningkatkan kemampuan resiliensi terhadap penyakit yang

diderita sehingga tidak memberikan respon negatif yang dapat mempengaruhi

derajat kesehatannya.

1.4.2 Pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

perawat untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dalam

meningkatkan kemampuan resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis.

1.4.3 Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan rujukan bagi

Rumah Sakit untuk memberikan perhatian kepada pasien bukan hanya

kebutuhan biologis namun juga kebutuhan psikologis pasien terkait dengan

penyakit kronis yang dialaminya.

(8)

Universitas Sumatera Utara Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi

penelitian selanjutnya mengenai resiliensi pasien yang mengalami penyakit

kronis, misalnya meneliti resiliensi pasien dari masing-masing penyakit

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2012, Perseroan telah memasuki babak yang baru dengan melepas saham dan menjadi perusahaan terbuka, serta mengalihkan tongkat es- tafet kepemimpinan.. Akan

Pembuatan halaman web yang berisi mengenai web site negara Jepang dengan menggunakan Frontpage express 2000 sangat memudahkan pekerjaan penulis,karena tidak dituntut untuk

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: (1)terdapat perbedaan aktivitas antara siswa kelas XI IPA SMAN 2 Sungai Kakap yang diajarkan

Penelitian ini sama-sama membahas tentang pengolahan nilai siswa, tetapi jika dibandingkan dari sistem yang sudah ada terobosan dari penelitian ini adalah guru dapat

Kelurahan Blotongan merupakan instansi pemerintah yang berada di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Kelurahan bertugas melayani publik dalam kegiatan kependudukan mulai dari perubahan

Bila dibandingkan dengan capaian rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat di kecamatan Bulu pada tahun 2013 sebesar 85,8%, angka ketiga desa tersebut juga masih

Kelurahan Blotongan merupakan instansi pemerintah yang berada di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Kelurahan bertugas melayani publik dalam kegiatan kependudukan mulai dari perubahan

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna ( p=0,521>0,05), artinya setelah pemakaian medial arch support selama 4 minggu dan para orang