• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN KELAS II DI SEKOLAH LUAR BIASA RELA BHAKTI I GAMPING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN KELAS II DI SEKOLAH LUAR BIASA RELA BHAKTI I GAMPING."

Copied!
275
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KU BAGI ANAK TUNA

SEKOLAH L

Diajuk untu guna M

PROGRAM JURU

FA UNIVE

SI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDI UNAGRAHITA KATEGORI RINGAN KELAS I AH LUAR BIASA RELA BHAKTI I GAMPING

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan una Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Kharismantiwi Alfiah NIM 11103244020

GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN NIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JULI 2015

(2)

IMPLEMENTASI KU BAGI ANAK TUNA

SEKOLAH L

Diajuk untu guna M

PROGRAM JURU

FA UNIVE

i

SI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDI UNAGRAHITA KATEGORI RINGAN KELAS I AH LUAR BIASA RELA BHAKTI I GAMPING

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan una Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Kharismantiwi Alfiah NIM 11103244020

GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN NIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JULI 2015

(3)
(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 4 Juni 2015 Yang Menyatakan,

(5)
(6)

v MOTTO

“Kemenangan seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri”

(Ibu Kartini)

“Sesungguhnya beserta (sehabis) kesulitan itu ada kemudahan” (Qs. Al-Insyirah, 30: 6)

“Not every child has an equal talent or an equal ability or equal motivation, but children have the equal right to develop their talents, their abilities and their

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Rasa syukur yang mendalam kupanjatkan kehadiratMu Ya Allah. Dengan

ridho-Mu kupersembahkan karyaku ini untuk:

Ayah dan Mama tercinta

(8)

vii

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN KELAS II DI

SEKOLAH LUAR BIASA RELA BHAKTI I GAMPING Oleh

Kharismantiwi Alfiah NIM 11103244020

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bagi siswa tunagrahita kategori ringan kelas II di SLB Rela Bhakti I Gamping dan hambatan yang dialami guru, serta upaya yang dilakukan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini adalah guru, wakil kepala sekolah bagian kurikulum, dan kepala SLB Rela Bhakti I Gamping. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Instrumen utama adalah peneliti dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Data dianalisis melalui reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pemeriksanaan keabsahan data menggunakan peningkatan ketekunan, membercheck, dan triangulasi data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran meliputi silabus dan RPP yang disesuaikan dengan hasil asesmen untuk menentukan indikator pencapaian. Perencanaan belum disertai catatan khusus selama proses pembelajaran yang dapat digunakan sebagai bahan refleksi pada perencanaan selanjutnya. Pelaksanaan pembelajaran ditinjau dari sisi pendekatan tematik yang diterapkan dalam kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi terlihat belum optimal. Perencanaan yang sudah disusun belum dapat dilaksanakan secara keseluruhan karena pembelajaran yang bersifat situasional. Saat proses pembelajaran berlangsung guru membuat keputusan memilih KD yang relevan dengan kondisi situasional siswa. Evaluasi pembelajaran menggunakan dua cara yaitu: evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses dengan pengamatan belum terdapat catatan-catatan pengamatan. Sedangkan, evaluasi hasil diperoleh melalui nilai akhir yang dibandingkan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan dideskripsikan sesuai hasil kemampuan siswa. Hambatan yang dialami guru dalam menerapkan pembelajaran tematik, kondisi siswa saat pembelajaran belum kondusif, minimnya keikutsertaan guru dalam pelatihan-pelatihan, kesulitan memperoleh buku teks khusus tunagrahita kategori ringan. Upaya yang dilakukan menyampaikan materi pembelajaran secara separatif, memberi motivasi dan memberi nasihat pada siswa, mengoptimalkan kemampuan guru, materi dikembangkan sendiri oleh guru.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan selama ini, sehingga Penelitian skripsi yang berjudul “Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bagi Anak Tunagrahita Kategori Ringan Kelas II di Sekolah Luar Biasa Rela Bhakti I Gamping” dapat terselesaikan dengan baik.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan uluran tangan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dalam membantu terselesaikannya skripsi ini, antara lain:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan bagi Peneliti untuk menimba ilmu dari masa awal studi sampai dengan terselesaikannya tugas akhir skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang telah membantu kelancaran dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Mumpuniarti, M. Pd. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukan selama menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

(10)

ix

6. Ibu Sri Purwanti, S. Pd. selaku kepala Sekolah Luar Biasa Rela Bhakti I Gamping yang telah memberikan ijin penelitian dan kemudahan hingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

7. Ibu Retno Hidayati, S. Pd. selaku wakil kepala Sekolah Luar Biasa Rela Bhakti I Gamping yang memberikan ijin dan kemudahan hingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

8. Bapak Sutrisno selaku guru kelas II SDLB/C Sekolah Luar Biasa Rela Bhakti I Gamping yang telah yang membantu Peneliti dalam melakukan penelitian.

9. Seluruh Guru dan karyawan Sekolah Luar Biasa Rela Bhakti I Gamping atas dukungan dan semangatnya kepada Peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.

10.Siswa kelas II SDLB/C SLB Rela Bhakti I Gamping yang telah membantu Peneliti selama penelitian.

11.Kedua Orangtua, Bapak Riyadi, S.H. dan Ibu Sutini serta adik saya Mahendra Maulana yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tak mungkin dapat tergantikan selama masa kuliah hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

12.Sahabat-sahabat Yoesniar, Echa, Nike, Sasya, Arshanty dan Mas Aik yang selalu memberikan motivasi sampai tugas akhir skripsi ini terselesaikan. 13.Teman-teman PLB C angkatan 2011 yang selalu mendukung dan

(11)

x

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu

penyusunan skripsi.

Semoga segala kebaikan semua pihak mendapat balasan pahala dari Allah SWT.

Saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangatlah penulis harapkan. Semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan pihat-pihak yang

bersangkutan.

Yogyakarta, 4 Juni 2015 Peneliti

(12)

xi DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Fokus Penelitian ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Batasan Istilah ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Tunagrahita ... 9

1. Pengertian Tunagrahita Kategori Ringan ... 9

2. Karakteristik Tunagrahita Kategori Ringan ... 11

B. Kajian Tentang KTSP ... 12

1. Konsep Kurikulum ... 12

(13)

xii

3. Konsep KTSP ... 18

4. Tujuan KTSP ... 19

5. Prinsip pengembangan KTSP ... 19

6. Komponen KTSP ... 20

C. Implementasi KTSP bagi Anak Tunagrahita ... 24

1. Implementasi Kurikulum ... 24

2. Implementasi KTSP bagi Anak Tunagrahita Kategori Ringan ... 25

3. Perencanaan Pembelajaran ... 28

a. Asesmen ... 31

b. Tujuan ... 34

c. Menentukan Tema Pembelajaran ... 35

d. Mengembangkan Materi Pembelajaran ... 36

e. Menentukan Metode... 37

f. Penggunaan Media ... 38

g. Menyusun Prosedur/Langkah Pembelajaran ... 38

h. Menentukan Evaluasi Kemajuan ... 38

4. Pelaksanaan Pembelajaran ... 39

a. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran ... 39

b. Pelaksanaan Pembelajaran... 40

5. Evaluasi Pembelajaran ... 45

D. Penelitian yang Relevan ... 48

E. Kerangka Pikir ... 49

F. Pertanyaan Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 54

B. Subyek Penelitian ... 54

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 55

D. Metode Pengumpulan Data ... 56

E. Instrumen Penelitian ... 58

(14)

xiii

G. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Setting Penelitian ... 63

1. Profil Sekolah ... 63

2. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah ... 63

3. Lokasi Penelitian ... 65

4. Struktur Kurikulum SDLB ... 66

B. Hasil Penelitian ... 67

1. Perencanaan Pembelajaran ... 68

2. Pelaksanaan Pembelajaran ... 82

3. Evaluasi Hasil Belajar ... 92

4. Hambatan dalam Implementasi KTSP serta Upaya yang Dilakukan ... 94

C. Pembahasan ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Pedoman Observasi Pelaksanaan Pembelajaran KTSP ... 125

Lampiran 2 Pedoman Observasi Penilaian Pembelajaran Dalam KTSP Berdasarkan Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran .... 129

Lampiran 3 Pedoman Observasi Penilaian Pembelajaran dalam KTSP Berdasarkan Program Pembelajaran Individual (PPI) ... 130

Lampiran 4 Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ... 131

Lampiran 5 Pedoman Wawancara Waka Kurikulum ... 133

Lampiran 6 Pedoman Wawancara Guru tentang Implementasi KTSP Kelas II SDLB/C ... 134

Lampiran 7 Pedoman Dokumentasi ... 140

Lampiran 8 Pedoman Analisis RPP/PPI ... 141

Lampiran 9 Display Data Pelaksanaan Pembelajaran ... 142

Lampiran 10 Hasil Observasi Penilaian Pembelajaran Dalam KTSP Berdasarkan Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran .... 156

Lampiran 11 Hasil Observasi Penilaian Pembelajaran dalam KTSP Berdasarkan Program Pembelajaran Individual (PPI) ... 158

Lampiran 12 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ... 159

Lampiran 13 Hasil Wawancara Waka Kurikulum ... 163

Lampiran 14 Display Data Wawancara Guru kelas II ... 167

Lampiran 15 Hasil Dokumentasi ... 185

Lampiran 16 Silabus ... 186

Lampiran 17 RPP ... 189

Lampiran 18 Membercheck ... 195

Lampiran 19 Hasil Analisis RPP/PPI ... 245

Lampiran 20 Catatan Lapangan ... 246

Lampiran 21 Surat Ijin Penelitian FIP ... 252

Lampiran 22 Surat Rekomendasi Kantor Kesatuan Bangsa ... 253

Lampiran 23 Surat Ijin Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah ... 254

Lampiran 24 Surat Keterangan dari Lokasi Penelitian ... 255

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

manusia berhak memperoleh pendidikan, tak terkecuali adalah Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK). ABK adalah sebutan untuk anak yang mengalami

hambatan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial sehingga memerlukan

pendidikan khusus untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki agar mampu

menyesuaikan diri hidup di masyarakat tanpa bergantung pada orang lain. Hal ini

dikemukakan secara jelas dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 2 (2003: 8) bahwa “warga Negara yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak

memperoleh pendidikan khusus.” Salah satu ABK yang dimaksud adalah anak

tunagrahita kategori ringan.

Tunagrahita kategori ringan adalah istilah bagi individu yang mengalami

keterbatasan intelektual. Hal ini menyebabkan individu mengalami kesulitan

dalam berpikir secara abstrak. Karakteristik anak tunagrahita di antaranya adalah

intelegensi yang kurang berkembang menyebabkan kesulitan dalam berpikir

abstrak. Mumpuniarti (2007: 16) berpendapat anak normal mampu mencapai

tahap operasional konkret pada usia 11 tahun, sedangkan pada anak tunagrahita

dapat dicapai pada usia 15 tahun atau 17 tahun. Tunagrahita memiliki

kemampuan intelektual yang rendah sehingga kemampuan berpikirnya terbatas.

(19)

2

belajarnya. Pembelajaran fungsional sesuai diterapkan untuk anak tunagrahita

kategori ringan.

Pembelajaran fungsional diterapkan untuk melatih kemandirian siswa

tunagrahita. Pembelajaran ini dapat diaplikasikan pada setiap aktivitas. Dalam

proses pembelajaran dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh sumber belajar

yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas tersebut dapat

ditentukan dengan pendekatan model tematik. Hal ini dilakukan karena

pendekatan tematik dapat memberikan pengalaman belajar pada siswa dengan

keterbatasan intelektual.Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (2006: 24)

menyatakan bahwa “pendekatan model tematik diterapkan untuk satuan

pendidikan khusus SDLB, SMPLB, SMALB, C, C1, D1, G.”

Pendidikan memerlukan kurikulum sebagai pedoman dalam pelaksanaan

untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam kurikulum terdapat tujuan, isi, materi,

dan evaluasi yang saling berkaitan sehingga kegiatan pendidikan dapat terlaksana

secara jelas. Kurikulum untuk siswa tunagrahita disusun sesuai dengan potensi

yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.

Kurikulum yang berlaku sekarang adalah kurikulum tingkat satuan

pendidikan (selanjutnya disebut KTSP). KTSP adalah kurikulum berbasis sekolah

yang dalam penerapannya disesuaikan dengan kondisi siswa, keadaan sekolah,

dan masyarakat. KTSP merupakan pengembangan kurikulum lanjutan dan hasil

evaluasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diterapkan pada tingkat

(20)

3

pendidikan yaitu sekolah (Depdiknas, 2008: 13). KTSP merupakan kebijakan

pemerintah yang harus dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan, termasuk

Sekolah Luar Biasa (selanjutnya disebut SLB). Dalam menerapkan KTSP di SLB

dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan siswa.

Siswa tunagrahita memerlukan program kurikulum yang dapat

mengakomodasi kebutuhan belajar sesuai dengan kemampuan siswa sehingga

implemetasi KTSP perlu disesuaikan dengan layanan pendidikan tunagrahita.

Oleh karena itu, perlu kurikulum yang disusun secara individual yang sesuai

dengan keadaan masing-masing siswa. Hal ini sesuai dalam Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (2006: 24)

menyatakan bahwa “Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB, C,

C1, D1, G dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan

siswa dan sifatnya lebih individual”. Kurikulum yang dirancang bagi anak

tunagrahita kategori ringan dapat dimodifikasi sesuai dengan kemampuannya.

Program pembelajaran bagi tunagrahita kategori ringan harus dimodifikasi sesuai

potensi siswa tunagrahita.

Program bagi tunagrahita kategori ringan disebut Program Pendidikan

Individual (selanjutnya adalah PPI). PPI merupakan program yang

diindividualkan sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki anak. PPI

yang dirancang guru dapat mengoptimalkan potensi siswa, karena perencanaan

berdasarkan pada kemampuan individu masing-masing.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala SLB Rela Bhakti I Gamping

(21)

4

diterapkan tetapi belum ada penelitian mengenai implementasi KTSP. KTSP

masih diterapkan pada kelas I, II, III, V, dan VI, tetapi pada kelas I merupakan

kelas awal sebagai tahap percobaan siswa memperoleh layanan pendidikan khusus,

untuk kelas IV sudah menerapkan Kurikulum 2013. Berkaitan dengan

implementasi KTSP diperoleh bahwa siswa-siswa di kelas III, V, dan VI memiliki

hambatan penyerta selain tunagrahita kategori ringan. Oleh karena itu, peneliti

memfokuskan pada siswa yang hanya mengalami tunagrahita kategori ringan

yaitu pada kelas II.

Selanjutnya, wawancara juga dilakukan dengan guru kelas II SDLB/C, pada

tanggal 16 Desember 2014. Berdasarkan hasil wawancara, implementasi KTSP

dalam kegiatan belajar mengajar perlu dilakukan penyesuaian karena perubahan

dari kurikulum yang sentralistik ke desentralistik. Hal yang dimaksudkan adalah

KBK disusun dari pusat, guru dapat langsung menerapkan pedoman kurikulum

yang sudah ditentukan. Sedangkan KTSP, guru dapat menyesuaikan indikator

pencapaian dengan kemampuan masing-masing siswa. Wakil Kepala Sekolah

bagian Kurikulum (Waka Kurikulum) menyatakan bahwa terdapat beberapa

hambatan dalam melakukan penyesuaian kurikulum dengan potensi siswa. Hal ini

disebabkan kesulitan dalam menentukan kebutuhan siswa.

Berkaitan dengan implementasi KTSP pada perencanaan pembelajaran

beberapa informasi diperoleh dari guru kelas II SDLB/C pada tanggal 16

Desember 2014 bahwa perencanaan pembelajaran berupa silabus dan Rencana

Pembelajaran (RPP) disusun sendiri oleh guru kelas II. RPP yang disusun

(22)

5 dengan menentukan tema.

Selain itu, pada tanggal 17 Desember 2014, dilakukan observasi

pelaksanaan pembelajaran di kelas II SDLB/C. Berdasarkan hasil observasi

ditemukan bahwa guru belum melaksanakan pembelajaran berbasis pendekatan

tematik integratif sesuai dengan RPP tematik yang sudah disusun. Pelaksanaan

pembelajaran masih menerapkan per bidang studi dalam penyampaian materi di

kelas. Guru memegang peran utama dalam pelaksanaan pembelajaran, artinya

guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas. Pembelajaran juga belum

memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Siswa cenderung pasif

mendengarkan penyampaian materi secara verbal. Ketika menyampaikan materi

dilakukan secara klasikal sehingga seluruh siswa menerima materi yang

disamaratakan, tetapi dalam pemberian tugas dibedakan sesuai dengan

kemampuan siswa. Menurut guru layanan individual diberikan dengan penugasan

sesuai kemampuan masing-masing siswa. Berkaitan dengan pemahaman guru

dalam pelaksanaan KTSP pada anak tunagrahita kategori ringan, Wakil kepala

sekolah bagian kurikulum Sekolah menyebutkan bahwa kemampuan guru belum

sepenuhnya memahami dan memberikan layanan individual sesuai kebutuhan

siswa. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dari guru yang bersifat pribadi.

Berangkat dari masalah-masalah tersebut disimpulkan bahwa ada indikasi

implementasi KTSP yang dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran di Sekolah

Luar Biasa belum berjalan optimal. Penerapan kurikulum bagi siswa tunagrahita

dirancang secara fungsional sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Pembelajaran

(23)

6

kurikulum hendaknya dapat menerapkan kurikulum yang fungsional bagi anak

tunagrahita secara individual.

Peneliti tertarik melakukan penelitian ini untuk mengetahui dan

mendapatkan gambaran tentang implementasi kurikulum tingkat satuan

pendidikan (KTSP) bagi anak tunagrahita kategori ringan kelas II di SLB Rela

Bhakti I Gamping. Dengan penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan

secara jelas mengenai penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

di SLB kemudian ditinjau dari segi teori. Dengan demikian, hasil penelitian ini

dapat dijadikan sebagai pertimbangan dan langkah selanjutnya untuk

pengembangan kurikulum bagi siswa tunagrahita kategori ringan.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara awal, teridentifikasi beberapa

masalah terkait implementasi KTSP kelas II SDLB di SLB Rela Bhakti I Gamping

yaitu:

1. Guru belum sepenuhnya memahami konsep dan pengembangan KTSP yang

dapat menyesuaikan kebutuhan belajar siswa tunagrahita.

2. Belum maksimalnya pembelajaran tematik integratif di kelas.

3. Ada indikasi implementasi KTSP yang disesuaikan dengan karakteristik

tunagrahita kategori ringan belum optimal.

C.Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah

penelitian yaitu tentang adanya indikasi implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

(24)

7

Bhakti I Gamping belum berjalan optimal. Penelitian ini dilaksanakan karena

implementasi KTSP di Sekolah Luar Biasa belum banyak diteliti.

D.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bagi

siswa tunagrahita kategori ringan kelas II di SLB Rela Bhakti I Gamping?

2. Apa saja hambatan yang dialami guru dan upaya yang dilakukan dalam

implementasi KTSP bagi siswa tunagrahita kategori ringan kelas II di SLB

Rela Bhakti I Gamping?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan implementasi Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) bagi siswa tunagrahita kategori ringan kelas II di

SLB Rela Bhakti I Gamping.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan hambatan yang dialami guru dan

upaya yang dilakukan dalam implementasi KTSP bagi siswa tunagrahita

kategori ringan kelas II di SLB Rela Bhakti I Gamping.

F.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah khasanah keilmuan

Pendidikan Khusus Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), dalam implementasi

(25)

8 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi kinerja guru dan

pemahaman guru dalam pelaksanaan KTSP bagi siswa tunagrahita kategori

ringan.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur sejauh mana

pemahaman mengenai implementasi KTSP bagi tunagrahita kategori ringan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan referensi pengetahuan dan dasar bagi penelitian

selanjutnya. Terutama dalam mendalami teori tentang kurikulum bagi siswa

tunagrahita kategori ringan.

G.Batasan Istilah

1. Implementasi KTSP bagi tunagrahita kategori ringan adalah

penerapan/pelaksanaan KTSP yang dilakukan oleh guru di kelas meliputi

penyusunan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan hambatan-hambatan

dalam implementasi. KTSP serta upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi

kendala.

2. Anak tunagrahita adalah anak dengan keterbatasan intelektual yang tidak

mampu berpikir abstrak yang berdampak pada kemampuan akademik dan non

(26)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A.Kajian Tentang Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita secara umum adalah kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah (IQ≤70). American Association of Mental Retardation (AAMR) yang sekarang organisasi tersebut telah berganti nama menjadi American Assosiation of Intellectual Developmental Disability (AAIDD) dalam (Smith & Tyler, 2010: 268) mendefinisikan “mental retardation is a disability characterized by significant limitations both in intellectual functioning and in adaptive behavior as expressed in conceptual, social, and practical adaptive skills.This disability originates before age 18”.

Istilah tunagrahita digunakan pada individu yang mengalami dua kriteria keterbatasan yaitu dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif, seperti: pemahaman konsep, sosial, dan keterampilan adaptif. Amin (1995: 11) menegaskan anak yang mengalami keterbatasan intelektual kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak. Sutjihati (2007: 105) menambahkan

kapasitas belajar anak tunagrahita yang tidak dapat berpikir secara abstrak tersebut berdampak pada kemampuan belajar dan membaca, menulis, dan menghitung (calistung), termasuk tunagrahita kategori ringan. Berdasarkan

(27)

10

dengan keterbatasan tersebut menyebabkan kemampuan belajarnya mengalami kesulitan. Tunagrahita dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tunagrahita kategori

ringan, sedang, dan berat. Tunagrahita kategori ringan memiliki tingkat intelegensi tertinggi dibandingkan dengan kategori tunagrahita lainnya. Tingkat intelegensi anak tunagrahita kategori ringan adalah 55-70 sedangkan tunagrahita kategori sedang berada pada 35-40 hingga 50-55 dan kategori berat berada pada 20-25 hingga 30-40 atau berada dibawah 20 atau 25 (Mumpuniarti, 2007: 14).

Tunagrahita kategori ringan masih mampu didik dalam bidang akademik secara fungsional sehingga bermakna bagi kehidupannya; tunagrahita kategori sedang masih dapat dilatih untuk menanamkan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari (binadiri); tunagrahita kategori berat hanya mampu rawat karena keterbatasannya dalam mengurus diri sendiri, sehingga sering disebut idiot (Sutjihati, 2007: 106-108). Tunagrahita kategori ringan yang termasuk dalam klasifikasi tersebut adalah individu yang masih dapat dididik dengan pembelajaran akademik fungsional dikemas dalam materi yang sederhana. ‘Mild intellectual disabilities has learning difficulties, is able to work, can maintain good social relationships, contributes to society’ menurut AAIDD (dalam Smith & Tyler, 2010: 270). Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa tunagrahita kategori ringan mengalami kesulitan dalam belajar, tetapi masih mampu melakukan pekerjaan, dapat menyesuaikan diri pada lingkungan sosial dan dapat bergaul dalam masyarakat.

(28)

11

dikatakan juga bahwa tunagrahita kategori ringan adalah individu yang mengalami keterbatasan dalam kemampuan intelektual dan perilaku adaptif,

tetapi masih memiliki potensi dalam kemampuan akademik sederhana. 2. Karakteristik Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita mengalami keterbatasan proses kemampuan intelektual dan keterampilan adaptif. Karakteristik ini yang menyebabkan anak tunagrahita berbeda dengan anak seusianya. Sebagaimana yang diungkapkan Mumpuniarti (2007: 16) anak tunagrahita mengalami ketertinggalan dua atau lima tingkatan di bidang kognitif dibandingkan dengan anak normal yang seusia. Karakteristik tertentu pada anak tunagrahita meliputi: masalah pada kognitif, masalah pada perilaku adaptif, serta kebutuhan untuk memperoleh dukungan untuk dapat hidup mandiri. Sesuai dengan pendapat Smith & Tyler (2010: 271) the three defining characteristics are: problems with cognition; problem with adative behavior; and a need for supports to sustain independence.

Karakteristik anak tunagrahita diantaranya adalah intelegensi yang kurang berkembang menyebabkan kesulitan dalam berpikir abstrak. Mumpuniarti (2007: 16) berpendapat perkembangan anak tunagrahita yang lebih lambat dari anak normal karena MA (Mental Age) tidak berkembang sesuai dengan CA-nya (Chronological Age), sehingga ini yang menyebabkan keterbelakangan mental anak. Sutjihati Soemantri (2007: 106-107) menyebutkan karakteristik anak tunagrahita kategori ringan diantaranya: a) Masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.

(29)

12 bimbingan yang baik.

c) Tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara mandiri, tidak mampu

membelanjakan uangnya, tidak dapat merencanakan masa depan, serta sering berbuat kesalahan.

d) Secara fisik tidak berbeda dari anak normal pada umumnya.

e) Masih ada kemungkinan dapat bersekolah di sekolah anak berkesulitan belajar dengan mendapatkan bimbingan dari guru khusus pada kelas khusus. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunagrahita kategori ringan memiliki kemampuan intelektual yang rendah sehingga kemampuan berpikirnya rendah. Namun, siswa tunagrahita kategori ringan masih memiliki potensi yang dapat dioptimalkan.

B.Kajian Tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 1. Konsep Kurikulum

Kurikulum di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Perubahan kurikulum dilakukan agar mampu menghasilkan lulusan (output) yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

(30)

13

Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran

serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (2003: 6). Dengan adanya kurikulum, proses pembelajaran menjadi terarah dan teratur untuk dapat mencapai tujuan pendidikan.

Kurikulum bagi pendidikan khusus disesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa. Kurikulum yang ditetapkan pemerintah sebagai kebijakan dengan memperhatikan kebutuhan siswa sesungguhnya. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (2003; 18) “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik emosional mental sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”

(31)

14

penting, yaitu perencanaan pembelajaran serta bagaimana perencanaan itu diimplementasikan menjadi pengalaman belajar siswa dalam rangka

pencapaian tujuan yang diharapkan.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan kurikulum bukan hanya seperangkat dokumen saja, tetapi segala bentuk aktivitas yang dikemas dalam program pendidikan yang dirancang dan dilaksanakan terhadap siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.

Menurut Nasution (2005: 8-9) berbagai tafsiran kurikulum dapat ditinjau dari segi lain, diantaranya sebagai berikut:

1) Kurikulum dapat dipandang sebagai produk, merupakan hasil dari para pengembang kurikulum yang dituangkan dalam bentuk dokumen kurikulum dan bersifat idea.

2) Kurikulum dipandang sebagai program, dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran tetapi dapat juga dengan berbagai macam kegiatan yang mempengaruhi perkembangan individu, misal: pertandingan, pramuka, dsb. 3) Kurikulum dipandang sebagai hal-hal yang dipelajari siswa, yakni tentang

pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diberikan kepada siswa. 4) Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Pandangan kurikulum ini sebagai

(32)

15

Penerapan kurikulum dalam pembelajaran dikelola oleh pendidik. Karena kurikulum yang direncanakan merupakan pemikiran dari para pengembang

kurikulum. Menurut Nasution (2005: 8) kurikulum yang bersifat idea karena mengandung harapan/cita-cita pendidikan.

Pendapat Wina Sanjaya (2010: 22)mengenai pengertian kurikulum dapat dipahami dua hal menjadi yaitu;

(1)Kurikulum sebagai suatu rencana atau program tertulis yaitu kurikulum ideal (ideal curriculum) yang menggambarkan suatu cita-cita untuk mencapai tujuan pendidikan.

(2)Kurikulum pada aspek pengalaman belajar siswa, yang pada hakikatnya adalah kurikulum aktual. Kurikulum aktual adalah kurikulum yang riil terjadi di dalam kelas. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kurikulum aktual diterapkan di antaranya:

a) Kelengkapan sarana prasarana yang tersedia di sekolah.

b) Kapasitas kemampuan guru dalam menerapkan program kurikulum dalam pembelajaran.

c) Kebijakan sekolah.

Dengan keterbatasan tersebut maka guru dapat menerapkan kurikulum sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum aktual yang benar-benar dapat diterapkan pada siswa perlu dilakukan modifikasi.

(33)

16

dapat melatih kreativitasnya. Dalam proses pembelajaran juga terdapat kegiatan lain yang tidak termuat dalam dokumen kurikulum. Ini yang disebut

kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Menurut Wina Sanjaya (2010: 26) kurikulum tersembunyi memiliki dua makna, yakni:

a) Kurikulum tersembunyi dipandang sebagai tujuan yang tidak tertulis, tetapi pencapaiannya perlu dipertimbangkan guru agar kualitas pembelajaran lebih bermakna. Khairun Nisa (2009: 78) menambahkan kurikulum tersembunyi dalam mencapai pembelajaran yang bermakna yaitu tingkah laku, sikap, cara bicara, dan perlakuan guru terhadap siswa yang mengandung pesan moral.

b) Kurikulum tersembunyi juga dapat diartikan sebagai gejala sesuatu yang terjadi tanpa direncanakan terlebih dahulu yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Kurikulum tersembunyi merupakan hasil dari suatu proses pendidikanyang tidak terencana. Penerapan kurikulum tersembunyi dalam aktivitas pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran nyata sesuai kondisi di kelas serta mampu meningkatkan kreativitas guru.

2. Paradigma Pembelajaran dalam KTSP

(34)

17

behavioristik, belajar pada hakekatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau

hubungan antara Stimulus dan Respons (dalam Wina Sanjaya, 2010: 237). Pembelajaran yang menggunakan teori behavioristik diilustrasikan, stimulus diberikan guru secara aktif dan siswa yang merespon. Dalam teori ini siswa sebagai individu yang pasif. Pendekatan teori belajar behavioristik menganggap bahwa perilaku yang dapat diukur dan dapat diamati merupakan hasil belajar individu (Benny, 2009: 154). Belajar merupakan hasil perubahan perilaku setelah memperoleh pengalaman. Pengalaman belajar dapat diketahui melalui perilaku yang dapat diamati bukan dengan proses mental. Proses mental adalah pikiran, perasaan, dan motif yang dialami tetapi tidak dapat dilihat oleh orang lain (Santrock, 2010: 266). Meskipun tidak dapat diamati, tetapi merupakan sesuatu yang nyata.

(35)

18

gestalt bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara keseluruhan kemudian menata

kembali dalam struktur yang lebih sederhana (dalam Sugihartono, dkk., 2007: 107). Oleh karenan itu, guru bertugas mengatur lingkungan belajar mengajar sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri serta memperoleh pengalaman langsung.

3. Konsep KTSP

Kurikulum yang berlaku kini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK ditetapkan oleh pusat, sedangkan dalam KTSP diserahkan dan disusun oleh satuan pendidikan yang bersangkutan dan tetap berpedoman pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditetapkan.

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan (Arifin, 2012: 184). Menurut Joko Susilo (2012: 97) KTSP diolah dari standar isi dan standar kompetensi lulusan yang berarti menekankan pada kompetensi. Sedangkan menurut Mulyasa (2011: 21) KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan.

(36)

19

kebutuhan yang bersangkutan karena lebih mengetahui secara mendalam kondisi daerah setempat dan kebutuhan belajar siswa sehingga dapat

mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Artinya dokumen KTSP dikembangkan sendiri oleh Satuan Pendidikan.

4. Tujuan KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki tujuan dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan. Tujuan KTSP, meliputi:

(a)Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum dengan mendayagunakan sumber daya yang ada di lingkungan dan sekolah;

(b)Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan secara bersama-sama dalam rangka peningkatan mutu pendidikan;

(c)Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan dalam mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik (Mulyasa, 2011: 22).

5. Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip:

a) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya;

b) Beragam dan terpadu;

c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan; d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan;

(37)

20

g) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006).

Pengembangan KTSP memfokuskan pada kompetensi tertentu, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang utuh dan terpadu, serta dapat diterapkankan pada siswa sebagai wujud dari hasil belajar. Penerapan kurikulum dilakukan guru dengan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, sehingga menjadi tolok ukur dalam penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari (Mulyasa, 2010: 146).

6. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Secara umum pelaksanaan KTSP meliputi lima komponen yaitu sebagai berikut.

(a)Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan

Visi, misi, dan tujuan pendidikan merupakan hal mutlak dalam sebuah organisasi atau lembaga. Sebuah organisasi (lembaga sekolah) memiliki tujuan yang akan dicapai. Dengan adanya visi dan misi yang jelas sehingga tujuan pada suatu lembaga dapat tercapai. Menurut Morrisey (dalam Mulyasa, 2011: 176) menyatakan bahwa “visi adalah hal yang mewakili dari yang telah diyakini sebagai bentuk organisasi selanjutnya dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilik, dan stakeholder lainnya.”

Menurut Mulyasa (2011: 177) dalam mengembangkan visi di sekolah

harus mampu memanfaatkan kekuatan yang sesuai dengan kegiatan internal sekolah. Kekuatan tersebut disebutkan sebagai berikut:

(38)

21

2) Kekuatan yang berhubungan dengan klien pendidikan, yaitu latar belakang sosial, aspirasi keuangan, sumber-sumber masyarakat, dan karakteristik lingkungan.

Visi dan misi selalu berdampingan karena keduanya berkaitan erat dengan tujuan. Visi lebih bersifat abstrak karena merupakan buah pikir (ide). Sedangkan, misi merupakan perwujudan dari visi yang telah dirumuskan. Misi menggunakan kata-kata operasional dalam penjabarannya sehingga mudah untuk dimaknai dan dilaksanakan. Dengan adanya visi dan misi yang jelas dari suatu lembaga Sekolah setiap warga sekolah yang bersangkutan juga dapat membantu mewujudkan visi dan misi sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan satuan pendidikan adalah segala sesuatu yang menjadi acuan dalam mengembangkan KTSP di satuan pendidikan yang bersangkutan (Mulyasa, 2011: 178). Tujuan pendidikan satuan pendidikan berupaya untuk meningkatkan potensi siswa sebagai anggota masyarakat serta mampu mengadakan hubungan sosial dengan masyarakat dan alam sekitar, maka untuk mencapai hal itu, tujuan pendidikan satuan pendidikan berpedoman pada tujuan pendidikan nasional (Oemar Hamalik, 2009: 178). Menurut Herbert Spencer (dalam Nasution, 2009:17) tujuan pendidikan dalam lima bagian berkenaan dengan:

(39)

22

(2)Usaha mencari nafkah, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja.

(3)Mengurus dan menjaga keluarga, bertanggung jawab atas pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga.

(4)Pemeliharaan hubungan dengan masyarakat dan Negara.

(5)Penggunaan waktu senggang untuk menikmati kegiatan yang menyenangkan.

Bagian-bagian tersebut merupakan kebutuhan manusia sejak lahir hingga dewasa. Dalam pendidikan, tujuan yang dicapai harus secara konkrit dan jelas, sehingga kegiatan pendidikan mampu memenuhi kebutuhan siswa ketika dewasa sehingga menjadi generasi yang survive pada masa yang akan datang.

(b)Struktur Muatan KTSP

Struktur muatan dalam panduan KTSP (BSNP, 2006: 9-13) memuat hal-hal sebagai berikut.

1) Mata Pelajaran 2) Muatan Lokal

3) Kegiatan Pengembangan Diri 4) Pengaturan Beban Belajar

5) Kenaikan kelas, Penjurusan, dan Kelulusan 6) Pendidikan Kecakapan Hidup

7) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global (c)Kalender Pendidikan

(40)

23

tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur” (2006: 44). Mulyasa (2013: 25) menambahkan hari libur dapat

berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu, dan jeda antar semester.

(d)Silabus

Silabus merupakan penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian Kompetensi untuk penilaian (Martiyono, (tanpa tahun): 217). Mulyasa (2011: 209) menyatakan bahwa Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) menyiapkan kurikulum dan silabus, sehingga tugas guru menjabarkan, menganalisis, dan menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik siswa dan kondisi sekolah. Meskipun, bagi sekolah yang mampu dapat menyusun silabus secara mandiri diperkenankan dan tetap berpedoman pada SKKD.

(41)

24

Kunandar (2007: 250) menjabarkan komponen-komponen silabus, sebagai berikut.

1) Standar Kompetensi Mata Pelajaran 2) Kompetensi Dasar

3) Hasil belajar

4) Indikator Hasil Belajar 5) Materi Pokok

6) Kegiatan Pembelajaran 7) Alokasi Waktu

8) Adanya penilaian

9) Sarana dan sumber belajar

Komponen-komponen tersebut dapat disajikan dalam format tabel horizontal atau vertikal baik dalam bentuk naratif atau matrik disesuaikan dengan masing-masing ketentuan satuan pendidikan.

(e)Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP adalah rancangan yang berisi prosedur dan pengorganisasian pembelajaran (Martiyono, tanpa tahun: 229). Sedangkan menurut Mulyasa (2011: 212) rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Dalam PP Nomor 1 tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus menyatakan bahwa RPP disusun setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.

C.Implementasi KTSP bagi Anak Tunagrahita Kategori Ringan 1. Implementasi Kurikulum

(42)

25

konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis mampu memberikan dampak berupa perubahan dalam pengetahuan, keterampilan,

maupun nilai dan sikap.” ‘Oxford Advance Learner’ Dictionary (dalam Susilo, 2008: 74) menyatakan implementasi adalah ‘put somethimg into effect’, maksudnya adalah penerapan yang mampu memberikan dampak.

Implementasi kurikulum menurut Joko Susilo (2012: 175) adalah operasional kurikulum dalam bentuk tertulis menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran dalam pendidikan. Menurut Oemar Hamalik (2009: 238) implementasi kurikulum adalah pelaksanaan program kurikulum yang dikembangkan terlebih dulu kemudian dilaksanakan di sekolah, sambil dilakukan penyesuaian dengan keadaan lapangan dan karakteristik siswa, baik kemampuan kognitifnya, psikis dan fisiknya.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa implementasi kurikulum adalah penerapan/pelaksaan program kurikulum berupa aktivitas dan pengelolaan sekolah dan kelas yang telah dikembangkan dan menyesuaikan dengan situasi sekolah dan kemampuan siswa.

2. Implementasi KTSP bagi Anak Tunagrahita Kategori Ringan

(43)

26

umumnya. Smith and Tyler menegaskan (2010: 284) “most students with intellectual disabilities do not fully access the general education curriculum.”

Kebanyakan siswa dengan ketidakmampuan berpikir tidak dapat secara utuh menjangkau kurikulum pendidikan secara umum. Dengan demikian, penerapan KTSP di SLB lebih ditekankan pada kebutuhan belajar anak dan potensi yang dimiliki anak.

Anak tunagrahita tidak dapat mencapai tujuan pendidikan menggunakan kurikulum regular, maka kurikulum fungsional lebih tepat. Menurut pendapat Rusch (dalam Smith & Tyler, 2010: 288) ”….. functional curriculum, a curriculum that focuses on skills used in daily life before and after graduation.” Maksud pemaparan tersebut kurikulum fungsional adalah kurikulum yang berfokus pada kecakapan hidup sehari-hari yang dapat digunakan sejak mulai hingga lulus dari pendidikan. Pendapat ini sejalan dengan yang ditegaskan Kurikulum Pendidikan Luar Biasa dalam Endang R. & Zaenal A. (2005: 40) kurikulum bagi anak yang memiliki keterbatasan intelektual bertujuan memberi bekal kemampuan yang berupa perluasan serta peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh dan bermanfaat bagi siswa agar mampu hidup mandiri disesuaikan dengan karakteristiknya.

(44)

27

Implementasi kurikulum di sekolah bagi tunagrahita kategori ringan memerlukan tahapan yang tepat agar penerapan tersebut berhasil dan mampu

menyesuaikan dengan karakteristik siswa.

Implementasi kurikulum bagi tunagrahita kategori ringan nampak dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru, maka pemahaman dan kompetensi guru memiliki peran penting. Dalam mengembangkan indikator pencapaian kompetensi sesuai kekhususan siswa dilakukan secara berkelompok oleh guru-guru. Namun, dalam pelaksanaannya indikator pencapaian kompetensi menyesuaikan dengan kondisi masing-masing siswa tunagrahita kategori ringan. Bartleman et al. (2010:1) menyatakan desain pembelajaran untuk siswa tunagrahita memerlukan kualitas pengajaran yang berkaitan dengan hasil assessmen, tujuan IEP (Individualized Education Program) atau PPI (Program Pembelajaran Individual), dan perencanaan pendidikan yang diberikan pada penyandang tunagrahita.

Menurut pendapat Kunandar (2007: 235) implementasi kurikulum mencakup tiga kegiatan pokok, yakni perencanaan/pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Senada dengan pendapat Oemar Hamalik (2009: 249) menyebutkan tahapan implementasi kurikulum meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

(45)

28 3. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah kegiatan merencanakan semua

komponen pembelajaran, terutama dalam rencana pelaksanaan pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, terarah, dan jelas (Martiyono: (tanpa tahun, 23). Perencanaan pembelajaran dalam kurikulum KTSP adalah langkah-langkah yang disusun untuk memudahkan guru dalam menerapkan pembelajaran bagi siswa, sesuai dengan SKKD yang ditetapkan.

Dalam Permendiknas Nomor 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, dan Tunalaras disebutkan bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Perencanaan pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Kunandar menambahkan (2007: 243) guru diharapkan mampu memberikan stimulus atau ransangan dalam pengalaman belajar yang bermakna untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal sehingga pengembangan silabus dan rencana pembelajaran yang diberikan tepat sesuai karakteristik siswa. Oleh karena itu, materi pengembangan silabus dan RPP penting dikuasai oleh guru.

(46)

29

ketentuan dari sisi kurikulum. Berikut adalah prinsip penyusunan RPP dalam Permendiknas Nomor 1 Tahun 2008, meliputi: identitas mata pelajaran/tema

pembelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta sumber belajar. Kunandar (2007: 263) berpendapat RPP hendaknya bersifat luwes (fleksibel) dan dapat memberikan kemungkinan bagi guru untuk menyesuaikan dengan pembelajaran yang sesungguhnya.

(47)

30

kemampuannya serta dapat memungkinkan siswa untuk memaksimalkan potensinya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa PPI adalah

program yang dirancang oleh guru sesuai dengan kebutuhan belajar siswa sehingga program yang diberikan secara tepat dan mampu mengoptimalkan potensi anak.

PPI adalah program yang dirancang menyesuaikan dengan hasil asesmen. PPI lebih tepat digunakan pada anak tunagrahita kategori ringan karena kebutuhan belajarnya bisa terpenuhi. Menurut Endang R. & Zaenal A., 2005: 35) masalah dan hambatan belajar tunagrahita yang kompleks membawa konsekuensi kepada kompetensi guru di dalam menyusun rencana pembelajaran yang mampu mengakomodasi kebutuhan anak tunagrahita. Apabila dalam mengakomodasi kebutuhan tunagrahita mengalami kegagalan dapat dipastikan pada tahap selanjutnya akan menemui masalah.

Program pembelajaran bagi anak tunagrahita dikembangkan dari dua sisi, yaitu: dari sisi kurikulum dan kebutuhan anak. Rancangan PPI dapat disusun dengan dua cara, yaitu:

1) Penyusunan PPI berdasarkan analisis kurikulum dengan hasil asesmen. 2) Penyusunan PPI berdasarkan hasil asesmen, analisis kurikulum hanya

sebagai rujukan formal (Endang R. & Zaenal A., 2005: 145).

(48)

31

kemampuan yang dimiliki anak; tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek; rincian layanan yang memuat pendidikan khusus dan layanan yang

terkait dengan kebutuhan anak; keterangan waktu dimulainya program, waktu selesai, serta evaluasi; setiap tujuan terdapat kriteria ketercapaian.

Menurut Kitano dan Kirby (dalam Endang R. & Zaenal A., 2005: 48) prosedur ideal untuk menentukan program pembelajaran individual yaitu :

1) Pembentukan tim PPI

2) Menilai kebutuhan khusus anak

3) Merancang metode dan prosedur pembelajaran 4) Menentukan evaluasi kemajuan anak

PPI merupakan bentuk perencanaan pembelajaran oleh guru yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar agar lebih terarah. Selain itu, bagi siswa tunagrahita kategori ringan diberikan pembelajaran yang menekankan pada tema-tema tertentu sehingga kegiatan belajar menjadi bermakna dan utuh.

Perencanaan pembelajaran individual bagi anak tunagrahita kategori ringan meliputi: asesmen, merumuskan tujuan pembelajaran, penentuan tema, menentukan materi pembelajaran, menentukan metode, media, dan prosedur, serta menentukan evaluasi pembelajaran.

(a)Asesmen

Program pembelajaran anak tunagrahita kategori ringan berorientasi

pada kebutuhan setiap individu. Anak tunagrahita kategori ringan memiliki karakteristik yang berbeda meskipun anak tunagrahita memiliki MA (Mental Age) atau usia mental yang sama (Endang R. & Zaenal A.,

(49)

32

pembelajaran yang dirancang secara individual. Untuk dapat merancang PPI, guru dituntut memiliki kompetensi mampu mengidentifikasi

kemampuan dan kebutuhan belajar siswa. Menurut Rochyadi (2005: 61) untuk memperoleh data dan informasi tentang kebutuhan dari masalah yang dihadapi anak, guru dapat melakukannya melalui kegiatan yang disebut asesmen.

(50)

33

bidang menolong diri, dan bidang perilaku (Endang R. & Zaenal A., 2005: 68).

Untuk menggali informasi/data mengenai empat bidang tersebut dilakukan dengan cara observasi, wawancara, tes. Menurut Mary A. Falvey (dalam Endang R. & Zainal A., 2005: 65) metode pengumpulan informasi/data siswa harus mempertimbangkan tiga hal penting berikut ini.

1) Kapan asesmen dilakukan?

Asesmen dilakukan secara terus-menerus untuk menentukan program pembelajaran yang sesuai dan fungsional bagi anak. dengan demikian, asesmen dapat memfasilitasi anak dalam belajar dan keterampilan sehingga hasilnya bersifat fungsional.

2) Dimana asesmen dilakukan?

Asesmen hendaknya dilakukan dalam situasi yang alamiah, (seperti; di rumah, di dalam kelas, di halaman sekolah, di dalam atau di luar kantin, di asrama, dsb). Hal ini dapat melihat perilaku anak secara alami.

3) Bagaimana asesmen dilakukan?

(51)

34

dengan setting lingkungan yang alamiah membantu guru untuk melihat keterampilan dan kemampuan anak karena perilaku muncul

tanpa ada manipulasi dari guru. Wawancara dapat dilakukan guru kepada orang yang paling dekat dengan anak yaitu orang tua/wali siswa. Sedangkan dokumentasi dapat data riwayat kesehatan, dsb. Data/informasi mengenai siswa hendaknya didapatkan secara akurat agar potensi yang akan dikembangkan, sesuai kebutuhan belajar anak. Dengan demikian asesmen diperlukan untuk menentukan pembelajaran yang tepat bagi anak tunagrahita kategori ringan. Hasil asesmen dapat menjadi acuan bagi guru untuk menentukan kebutuhan belajar siswa. (b)Tujuan

Dalam PPI dikenal dengan tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang merupakan tujuan yang akan dilaksanakan dalam waktu yang relatif lama dapat selama satu semester atau satu tahun. Sedangkan tujuan jangka pendek merupakan tujuan yang akan dilaksanakan dalam waktu relatif singkat. Dalam merumuskan tujuan jangka pendek guru juga menggunakan pernyataan-pernyataan yang jelas mengenai perilaku untuk mengukur derajat keberhasilan pembelajaran (Endang R & Zaenal A., 2005: 54-55). Dalam merumuskan tujuan hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

(52)

35

(2) Memprioritaskan untuk dapat mencapai kemampuan yang praktis dan fungsional.

(3) Tujuan yang dirumuskan sesuai dengan usia kronologis siswa. (4) Tujuan dirumuskan dengan menggunakan kata-kata operasional. (5) Komponen ABCD (Audience, Behavior, Condition, dan Degree)

menjadi pedoman dalam merumuskan tujuan. (Mumpuniarti, 2007: 75).

(c)Menentukan Tema Pembelajaran

Tema merupakan konsep yang menjadi pengikat untuk menyatukan bahasan dalam materi belajar dari beberapa mata pelajaran (Deni, 2014: 101). Pendapat ini didukung oleh Trianto (2013: 154) yang menyatakan bahwa tema merupakan alat untuk pemersatu materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran yang saling terkait sehingga dalam pembelajaran yang dilaksanakan mengandung materi-materi yang bermakna. Pembelajaran yang bermakna bagi siswa mampu memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Abd. Kadir dan Hanun Asrohah (2014: 67) tema diramu dari kompetensi dasar dan indikator dari beberapa mata pelajaran yang dijabarkan dalam konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ingin dikembangkan dan didasarkan atas situasi dan kondisi kelas, guru, sekolah, dan lingkungan.

(53)

36

pengetahuan awal (Trianto, 2013: 154). Pendapat tersebut ditegaskan oleh Deni Kurniawan (2014: 103) yang menyebutkan penentuan tema dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu:

(1)Merujuk pada kompetensi dasar (KD) kemudian tentukan tema

(2))menentukan tema kemudian disesuaikan dengan kompetensi dasar (KD) Tema menjadi hal yang penting dalam perencanaan pembelajaran bagi siswa tunagrahita dengan mempertimbangkan antara kompetensi dasar dalam kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa.

Dengan demikian, antara tujuan yang ingin dicapai dengan kebutuhan belajar siswa dapat tercapai. Trianto (2013: 154) menambahkan materi yang tidak dapat dipadukan tidak perlu dipaksakan, sehingga tidak menyusahkan guru dalam menyusun dan menerapkannya. (d)Mengembangkan Materi Pembelajaran

(54)

37

pembelajaran yang disajikan bersifat fungsional. Dengan mengembangkan materi pembelajaran, maka guru dapat menentukan

metode dan media yang relevan. (e)Menentukan Metode

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan menyampaikan materi kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Abdul Majid, 2013: 193). Metode yang digunakan guru berpengaruh pada kelangsungan kegiatan belajar mengajar. Metode bagi anak tunagrahita yang memiliki keterbatasan dalam bidang akademik maupun non akademik.

Siswa dengan keunikan khusus memerlukan rencana yang lebih terperinci, seperti analisis tugas dan rencana individu (Jacobsen, Eggen, Kauchack, 2009: 164). Metode pembelajaran bagi siswa hambatan mental lebih tepat menggunakan analisa tugas (task analysis).

(55)

38

diketahui oleh guru dan dapat diupayakan dengan pengulangan dalam pembelajaran hingga siswa dapat menyelesaikan tugasnya.

(f)Penggunaan Media

Penggunaan dan pemilihan media juga memiliki peran penting dalam pembelajaran. Media merupakan alat yang digunakan sebagai pengantar pesan-pesan pembelajaran dari guru kepada siswa (Azhar Arsyad, 2011: 4). Media yang menarik mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginanan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsang kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa (Hamalik dalam Azhar Arshad, 2011: 15).

(g)Menyusun Prosedur/langkah pembelajaran

Proses pembelajaran dimungkinkan dapat mengelompokkan anak berdasarkan karakteristik materi yang akan dibelajarkan secara kooperatif. Meskipun dalam pelaksanaannya dapat dimungkinkan siswa yang heterogen, tetap dikelola secara individual. Dalam pembelajaran sangat dimungkinkan strategi pembelajaran akan berubah sesuai dengan kondisi anak, sehingga kreativitas guru sangat penting (Endang R. & Zaenal Alimin, 2005: 55).

(h)Menentukan Evaluasi Kemajuan

(56)

39

belajar dilaksanakan dari dua sisi yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilaksanakan saat proses pembelajaran berlangsung dan

evaluasi hasil dilakukan setelah pemberian materi tuntas diselesaikan. 4. Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi guru, siswa, dan sumber belajar dalam lingkungan belajar. Pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila adanya perubahan tingkah laku siswa. Guru memiliki peran penting dalam pembelajaran yaitu mengondisikan lingkungan belajar agar terjadi perubahan perilaku (Kunandar, 2007: 287).

Dalam Permendiknas Nomor 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus telah diatur mengenai syarat pelaksanaan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran. Berikut adalah uraiannya.

1. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran a. Rombong Belajar

Jumlah maksimal siswa setiap rombongan belajar adalah: SDLB : 5 siswa

SMPLB : 8 siswa SMALB : 8 siswa b. Beban Kerja Guru

Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan, melaksanakan, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih siswa, serta melaksanakan tugas tambahan.

c. Buku teks pelajaran

1) Buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh sekolah dipilih melalui musyawarah guru dan komite sekolah.

2) Buku teks pelajaran dipilih dan dimodifikasi sesuai taraf kemampuan membaca siswa dan satuan pendidikan.

3) Guru menggunakan buku panduan, buku pengayaan, buku referensi, dan pengalaman langsung serta sumber belajar lainnya.

4) Guru membiasakan siswa menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain.

d. Pengelolaan kelas

(57)

40

2) Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan jelas;

3) Tutur kata guru santun dan dapat dimengerti;

4) Guru menjadwalkan waktu untuk melakukan asesmen serta menyusun dan melaksanakan Program Pembelajaran Individual (PPI);

5) Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar sesuai daya tangkap siswa;

6) Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan keputusan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran melalui program bina diri;

7) Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung;

8) Guru menghargai pendapat siswa;

9) Guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;

10) Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan dalam PPI.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan inti implementasi kurikulum. Karena melalui hal ini pesan-pesan (SK-KD) kurikulum dilaksanakan (Mulyasa, 2013: 180). Pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal, yakni pembukaan, pembentukan kompetensi, dan penutup (Mulyasa, 2013: 181). Pendapat ini senada dengan pendapat Kunandar (2007: 345) terdapat tiga tahapan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan pendahuluan/awal/pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/tindak lanjut.

Dalam Permendiknas Nomor 1 tahun 2008 menyebutkan bahwa pelaksanaan pembelajaran meliputi; kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan

(58)

41 a. Kegiatan Pendahuluan/ Pembukaan

Pembukaan adalah kegiatan awal pembelajaran. Dalam kegiatan ini

guru menciptakan suasana pembelajaran agar siswa siap secara mental dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kesiapan siswa menentukan kegiatan selanjutnya dalam proses pembelajaran. Apabila siswa belum siap menerima materi yang akan disampaikan guru, siswa akan kesulitan menerima materi belajar. Menurut Hosnan (2014: 142) kegiatan pendahuluan memiliki tujuan untuk menciptakan suasana awal belajar yang efektif dan menyenangkan bagi siswa sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.

Dalam kegiatan awal guru melakukan apersepsi yaitu dengan mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipahami sebelumnya serta memberikan komentar pada jawaban siswa (Kunandar, 2007: 345). Dalam Permendiknas Nomor 1 tahun 2008, kegiatan pendahuluan bagi siswa tunagrahita kategori ringan adalah sebagai berikut.

1. Guru mengawali kegiatan belajar mengajar dengan menyapa dan memberi salam kemudian berdoa bersama.

(59)

42

3. Melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan

dipelajari.

4. Guru mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang siswa miliki.

5. Menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari sesuai kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi siswa. 6. Menyampaikan cakupan materi dan kegiatan berdasarkan layanan individual yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.

Kegiatan pendahuluan merupakan hal yang penting sebagai langkah awal agar aktivitas pembelajaran inti berlangsung efektif. Guru juga dapat mengetahui tahapan kemampuan pengetahuan siswa sehingga dapat memulai pembelajaran sesuai kemampuan awal.

b. Menyampaikan Materi/Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan kegiatan untuk pembentukan kompetensi siswa (Mulyasa, 2011: 256). Pembelajaran yang menyenangkan dan menarik akan membantu dalam proses pembentukan kompetensi. Pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila siswa terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosial (2013: 183).

(60)

43

menggunakan pendekatan tematik. Dengan pembelajaran tematik, siswa dapat belajar secara keseluruhan (holistik). Oleh karena itu, guru

memegang peranan penting dalam menentukan metode dan strategi yang tepat dan bervariasi dalam penyampaian materi.

Dalam Permendiknas Nomor 1 tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus bahwa kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan agar siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Proses kegiatan inti menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran, meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfimasi. Adapun penjelasan kegiatannya adalah sebagai berikut.

1) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

a) Memberikan kesempatan untuk memperoleh pengalaman langsung yang bersifat multi sensorik.

b) Menggunakan pendekatan yang mengutamakan pendekatan bermain sambil belajar atau lainnya secara bervariasi dan menyenangkan dengan menggunakan media yang menarik.

c) Memfasilitasi interaksi antar siswa dengan siswa, guru, lingkungan, atau sumber lain.

d) Melibatkan siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran agar berpartisipasi secara aktif.

(61)

44 dan dalam setiap kegiatan. 2) Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

a) Menyusun analisis tugas sesuai dengan kondisi dan potensi siswa baik akademik maupun non akademik.

b) Membiasakan siswa dalam kegiatan yang fungsional seperti membaca, menulis, dan menghitung sederhana sebagai kebiasaan hidup sehari-hari.

c) Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok.

d) Memfasilitasi siswa untuk mengikuti pameran, lomba, pagelaran, dan festival untuk menunjukkan produk yang dihasilkan.

e) Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.

3) Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

a) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam terhadap keberhasilan siswa.

b) Memberikan pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar dengan narasumber dan fasilitator.

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitain Implementasi KTSP bagi
Tabel 2. Kegiatan Penelitian
tabel asesmen,
Gambar 1. Ruang kelas II SDLB terdapat 3 buah kursi dan 3 buah meja siswa, 1 meja guru dan kursi guru, papan tulis, dan papan penyekat antar pembeda kelas
+3

Referensi

Dokumen terkait