• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULISKAN KEMBALI CERITA ANAK MELALUI METODE DISKUSI SISWA KELAS VI SD NEGERI BANJARHARJO NGEMPLAK SLEMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULISKAN KEMBALI CERITA ANAK MELALUI METODE DISKUSI SISWA KELAS VI SD NEGERI BANJARHARJO NGEMPLAK SLEMAN."

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia tidak lepas dari bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa sebagai sarana komunikasi dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berhubungan dan berinteraksi antar sesamanya. Dengan bahasa, seseorang dapat menyampaikan ide, pikiran, perasaan, atau informasi kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Sehinggga setiap orang harus menguasai bahasa.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD tahun 2006 menyebutkan bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik, serta merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

(2)

2

menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Wan Anwar (melalui Anshori dan Sumiyadi, 2009: 308) menyebutkan kompetensi sastra siswa diharapkan turut membentuk kepribadian, watak atau karakter yang kritis, kreatif dan peka terhadap kenyataan-kenyataan sosial di tempat mereka hidup. Pembelajaran sastra di SD difokuskan pada apresiasi dan ekspresi. Selain itu siswa juga memperoleh kompetensi bersastra yaitu menyusun ringkasan, menceritakan ulang, memilih tokoh, memerankan adegan peristiwa tertentu, menyusun peta cerita, dan menyusun peristiwa dalam bentuk dialog.

Pembelajaran sastra di SD masih kurang mendapat perhatian. Penelitian A. Chaedar Alwasih (melalui Anshori dan Sumiyadi, 2009: 314), menyebutkan bahwa di sekolah-sekolah, sastra hanya diajarkan sebanyak 23,6%. Pembelajaran lebih ditekankan pada aspek pengetahuan (kognitif), bukan afektif. Titik berat pembelajaran sastra pada aspek pengetahuan (hafalan) tersebut sudah dikeluhkan banyak pihak sejak tahun 1995. Sampai sekarang kondisi belum berubah meski kurikulum telah berganti-ganti dengan perumusan tujuan pembelajaran sastra yang ideal.

(3)

3

diungkapkan oleh berbagai peneliti dalam bidang bahasa diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Paul T. Rankin (dalam Slamet dan Amir, 1996: 5) bahwa pada umumnya setiap hari orang menghabiskan waktunya untuk mendengarkan/ menyimak (42%), berbicara (30%), membaca (16%), dan menulis/ mengarang (9%). Demikian halnya penelitian yang dilakukan Donald E. Bird (dalam Slamet dan Amir, 1996: 5) melaporkan bahwa aktivitas mahasiswa terbagi menjadi: menyimak (42%), berbicara (25%), membaca (15%), dan menulis (18%).

Melihat hasil penelitian, keterampilan membaca dan menulis masih kurang mendapatkan tempat dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih senang menghabiskan waktu untuk mengobrol dari pada membaca dan menulis. Pelly & Efendi (dalam Haryadi dan Zamzani, 1996: 75) mengatakan bahwa pembelajaran membaca dan menulis yang dulu merupakan pelajaran dan latihan pokok, kini kurang mendapat perhatian, baik dari para siswa maupun para guru. Pembelajaran menulis tidak ditangani sebagaimana mestinya. Hal ini mengakibatkan keterampilan menulis para siswa tidak memadai. Badudu (dalam Haryadi dan Zamzani, 1996: 75) berpendapat bahwa rendahnya mutu kemampuan menulis siswa disebabkan oleh kenyataan bahwa pengajaran mengarang dianaktirikan. Sehingga tidak dapat dipungkiri jika keterampilan menulis siswa rendah.

(4)

4

cerita anak, hanya saja masih menemui beberapa kesulitan, di antaranya pemilihan diksi, masih munculnya bahasa ibu, struktur kalimat belum tepat, serta kesalahan ejaaan dan tata tulis. Berdasarkan observasi di SD Negeri Banjarharjo, peneliti menemukan masih rendahnya keterampilan menuliskan kembali cerita anak. Rata-rata nilai masih rendah yaitu 59, belum mencapai nilai ketuntasan minimal yaitu 70. Proses belajar mengajar aspek menuliskan kembali cerita anak dikatakan kurang berhasil.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pengajar bahasa Indonesia kelas VI SD Negeri Banjarharjo. Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa lebih banyak diajarkan dengan cara-cara cepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda, isian singkat, dan uraian sederhana, sehingga pada saat siswa diberikan kesempatan untuk menulis dalam bentuk karangan atau menulis cerita, hasil tulisan masih jauh dari kriteria penulisan yang benar.

Faktor lain yang menyebabkan siswa belum mendapatkan nilai yang maksimal, diantaranya pembelajaran bahasa Indonesia di SD Negeri Banjarharjo kurang memperhatikan keterampilan menulis. Ketika standar kompetensi menulis dituangkan dalam pembelajaran, siswa ditugasi menulis cerita dengan tema bebas. Guru belum menjelaskan langah-langkah menulis karangan. Siswa cenderung memenuhi lembar kerja dengan kalimat yang strukturnya masih salah. Pemilihan kata, penggunaan tanda baca, dan ejaan yang benar belum tercermin dari tulisan yang dihasilkan.

(5)

5

Dengan demikian, siswa tidak pernah mengetahui kesalahan dalam menulis. Sehingga hasil tulisan siswa tidak memuaskan.

Tujuan pembelajaran sastra yang utama adalah memberikan pengalaman bersastra kepada siswa. Salah satu pengalaman sastra yaitu siswa dapat menuliskan kembali cerita anak dengan bahasa mereka sendiri. Tujuan itu memerlukan persiapan yang berisi langkah-langkah sistematis yang mengantarkan siswa sampai pada suasana pengalaman bersastra. Salah satu upaya yang dapat meningkatkan keterampilan menuliskan kembali cerita anak adalah dengan pemilihan metode yang tepat. Peneliti menggunakan metode diskusi didasarkan pada beberapa alasan. Smith (dalam Rofi’uddin dan Zuhdi, 1998: 98) menyatakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktivitas membaca dan kegemaran membaca.

Metode diskusi mengintegrasikan aspek keterampilan berbahasa secara sistematis. Diskusi mendukung keterarahan siswa dalam bersastra karena pembelajaran sastra (cerita anak) pada hakekatnya menuntut pelibatan empat keterampilan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut pada penggunaannya selalu saling berkaitan, sebagai usaha pemahaman kepada siswa. Keterlibatan semua aspek keterampilan berbahasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pemaknaan cerita. Pemisahan di antara keterampilan tersebut berhubungan dengan kekuranglengkapan pemaknaan teks.

(6)

6

menyangkut kosa kata, struktur kalimat, serta unsur instrinsik. Diskusi berisi pembicaraan teks cerita ditinjau dari berbagai sudut. Pada saat berdiskusi, siswa melakukan kegiatan berbicara. Dalam proses diskusi muncul keberagaman hasil pengalaman. Abdul Rozak (melalui Anshori dan Sumiyadi, 2009:297) diskusi merupakan bagian yang penting sebagai usaha pemahaman menyeluruh cerita, teks sastra yang dibaca. Diskusi sebagai alat dan sarana pemahaman teks sastra. Diskusi menjadikan anak lebih mudah memahami makna teks cerita yang dibacanya. Pemahaman teks cerita yang dibaca menjadi bekal bagi siswa dalam menuliskan kembali cerita yang dibacanya. Metode diskusi diterapkan dalam pembelajaran sastra terkandung tahapan yang mengharuskan siswa mengikuti kegiatan bersastra dalam setiap langkah pembelajaran yang diikutinya.

(7)

7 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran sastra di SD yang masih kurang mendapat perhatian dan hanya menekankan aspek pengetahuan (kognitif).

2. Keterampilan membaca dan menulis masih kurang mendapatkan tempat dalam kehidupan sehari-hari.

3. Rendahnya keterampilan menuliskan kembali cerita anak siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo terlihat dari rata-rata nilai yaitu 59 yang belum mencapai KKM yang ditentukan yaitu 70.

4. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD Negeri Banjarharjo masih berorientasi pada pencapaian hasil Ulangan Akhir Semester.

5. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD Negeri Banjarharjo kurang memperhatikan keterampilan menulis. Guru menugaskan siswa menulis cerita bebas tanpa membimbing dan memberi arahan langkah-langkah menulis cerita yang benar.

6. Penilaian hasil tulisan siswa belum dilaksanakan dengan benar. Guru belum mengajak mendiskusikan kelebihan dan kekurangan hasil tulisan siswa.

(8)

8 C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada masalah rendahnya keterampilan menuliskan kembali cerita anak pada siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo Ngemplak Sleman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

Bagaimanakah penerapan metode diskusi dalam meningkatkan keterampilan menuliskan kembali cerita anak pada siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo Ngemplak?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penerapan metode diskusi sehingga dapat meningkatkan keterampilan menuliskan kembali cerita anak pada siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo Ngemplak.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru SD

Sebagai bahan pertimbangan guru SD untuk menggunakan diskusi dalam upaya meningkatkan keterampilan menuliskan kembali cerita anak.

2. Bagi Siswa

(9)

9

b. Siswa dapat termotivasi untuk menulis lebih baik tanpa ada paksaan. c. Siswa akan lebih mencintai karya sastra.

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan positif terhadap kualitas pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya keterampilan menuliskan kembali cerita anak melalui diskusi.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan wawasan pada peneliti selanjutnya bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi dapat meningkatkan keterampilan menuliskan kembali cerita anak.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Keterampilan Menuliskan Kembali Cerita Anak

Keterampilan menuliskan kembali cerita anak adalah kecakapan dalam pengekspresian kembali ide, gagasan, dan perasaan melalui lambang-lambang grafis berupa karangan tentang gambaran kehidupan dengan anak sebagai pusat perhatian. Unsur-unsur menulis cerita anak terdiri dari unsur kebahasaan dan non kebahasaan. Unsur kebahasaan antara lain yaitu pemahaman isi teks, ketepatan organisasi isi teks, ketepatan diksi, ketepatan struktur kalimat, dan ejaan dan tata tulis. Sedangkan unsur non kebahasaan meliputi tokoh, alur, latar, sudut pandang, tema, dan isi pesan. 2. Metode Diskusi

(10)

10

(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keterampilan Menulis 1. Pengertian Menulis

Tarigan (2008: 22) mengemukakan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan lambang-lambang grafis tersebut.

Akhadiyah (dalam Ahmad Rofi’udin, 1998: 262) mengatakan menulis dapat diartikan sebagai aktivitas pengekspresian ide, gagasan atau perasaan ke dalam lambang-lambang kebahasaan (bahasa tulis). Menulis juga dapat dideskripsikan sebagai proses penemuan dan penggalian ide-ide untuk diekspresikan dan proses ini dipengaruhi oleh pengetahuan dasar yang dimilikinya, Murray (dalam Ahmad Rofi’udin, 1998: 263).

Berdasarkan pengertian menulis yang telah disampaikan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian menulis adalah pengekspresian ide, gagasan, dan perasaan melalui lambang-lambang grafis yang dapat dipahami oleh seseorang.

2. Tujuan Menulis

Hugo Hartig (dalam Tarigan, 2008: 25) merangkumkan tujuan menulis adalah sebagai berikut.

a. Tujuan penugasan

(12)

12 b. Tujuan altruistik

Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya.

c. Tujuan persuasif

Penulis bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

d. Tujuan informasional

Penulis bertujuan memberi informasi atau keterangan kepada para pembaca.

e. Tujuan pernyataan diri

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan diri sang pengarang kepada pembaca.

f. Tujuan kreatif

Tulisan ini bertujuan untuk mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian. Tujuan ini melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik yang ideal, seni idaman.

g. Tujuan pemecahan masalah

Dalam tulisan ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

Secara ringkas Tarigan (2008: 24) mengemukakan tujuan menulis adalah: 1) memberitahukan atau mengajar,

2) meyakinkan atau mendesak,

3) menghibur atau menyenangkan, dan

4) mengutarakan perasaan dan emosi yang berapi-api.

Berdasarkan teori di atas, tujuan menulis pada penelitian ini yaitu 1) penugasan karena siswa menuliskan kembali cerita anak bukan kemauan sendiri melainkan tugas dari guru, 2) altruistik yaitu menghibur dan menyenangkan pembaca, dan 3) mengutarakan perasaan.

3. Manfaat Menulis

Menurut Tarigan (2008: 22) manfaat menulis adalah sebagai berikut. a. Alat komunikasi tidak langsung.

(13)

13

c. Merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah yang dihadapi.

d. Membantu menjelaskan pikiran-pikiran kita. 4. Ciri-ciri Tulisan yang Baik

Adelstein & Pival (Tarigan, 2008:6) mengemukakan ciri-ciri tulisan yang baik antara lain sebagai berikut.

1. Mencerminkan kemampuan penulis mempergunakan nada yang serasi. 2. Mencerminkan kemampuan penulis menyusun bahan-bahan yang tersedia

menjadi suatu keseluruhan yang utuh.

3. Mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis dengan jelas dan tidak samar-samar.

4. Mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis secara meyakinkan. 5. Mencerminkan kemampuan penulis untuk mengkritik naskah tulisannya

yang pertama serta memperbaikinnya.

6. Mencerminkan kebanggaan penulis dalam naskah atau manuskrip.

Secara singkat mc. Mahan & Day (dalam Tarigan,2008: 7) merumuskan ciri-ciri tulisan yang baik antara lain:

1) jujur, jangan coba memalsukan gagasan atau ide, 2) jelas, jangan membingungkan para pembaca, 3) singkat, jangan memboroskan waktu pembaca, dan 4) usahakan keanekaragaman.

5. Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Menulis

Elina Syarif (2009: 13) menyatakan bahwa prestasi menulis pada prinsipnya dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal. a. Faktor internal

1) Faktor psikologis

(14)

14

menulis. Seseorang akan mencoba dan terus mencoba untuk menulis karena di dorong kebutuhan.

2) Faktor teknis

Faktor teknis terdiri dari penguasaan akan konsep dan penerapan teknik menulis. Konsep berkaitan dengan teori-teori menulis. Keterbatasan konsep yang dimiliki akan berpengaruh pada hasil tulisan. Kemampuan penerapan konsep dipengaruhi oleh banyak sedikit bahan yang akan ditulis dan pengetahuan cara menuliskan bahan yang diperolehnya. Seorang siswa yang belum menguasai konsep, teknik, dan tidak memahami langkah-langkah menulis, maka akan menghasilkan tulisan yang kurang memuaskan.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal diantaranya belum tersedianya fasilitas pendukung berupa keterbatasan sarana untuk menulis seperti alat tulis dan buku bacaan.

6. Langkah-langkah Menulis

Menulis merupakan suatu proses menuangkan pikiran, gagasan, pendapat tentang sesuatu, tanggapan terhadap pernyataan keinginan, atau pengungkapan perasaan melalui bahasa secara tertulis. Rofi’udin & Zuhdi (1998: 159) menyebutkan menulis sebagai suatu proses, terjadi melalui tahapan-tahapan. 1. Tahapan Pramenulis

(15)

15

merencanakan pengorganisasiannya, mengidentifikasi pembaca yang dituju dan tujuan penulisan.

2. Tahapan Penulisan Draf

Dalam tahap ini, penulis menuliskan gagasan, pikiran, perasaan dalam bentuk tulisan begitu saja dalam draf kasar. Tulisan berupa pokok-pokok pikiran, informasi data, dan organisasi penulisan.

3. Tahapan Revisi

Tahap revisi dilakukan melalui kegiatan : menambah informasi, mempertajam perumusan, merubah urutan pikiran, membuang informasi yang tidak relevan, menggabungkan pikiran-pikiran, dan lain sebagainya. 4. Tahapan Editing

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu: a) membaca seluruh tulisan,

b) memperbaiki pilihan kata yang kurang tepat, c) memperbaiki salah ketik,

d) memperbaiki teknik penomoran, dan e) memperbaiki ejaan dan tanda baca. 5. Tahapan Publikasi

Publikasi tulisan dapat dilakukan melalui mengirimkannya ke penerbit, redaksi masalah dan sebagainya.

(16)

16 a. Perencanaan (planning)

Perencanaan merupakan serangkaian strategi yang dirancang untuk menemukan dan menghasilkan informasi ketika proses menulis berjalan. Perencanaan merupakan kegiatan berfikir, yaitu merencanakan apa yang ingin dikatakan, dan memindahkan pikiran pada selembar kertas dalam wujud tulisan.

b. Penyusunan draf (drafting)

Drafting adalah prosedur untuk menghasilkan sebuah sketsa pendahuluan. Drafting dilakukan untuk mengorganisasikan dan mengembangkan lebih lanjut sebuah tulisan. Selain itu juga melakukan pemilihan topik dan menyusun informasi tentang topik ke dalam bagian-bagian yang bermakna dan menemukan hubungan di antara bagian-bagian-bagian-bagian. c. Revisi (revising)

Revisi merupakan prosedur untuk mengoreksi tulisan yang dibuat. Pada tahap ini penulis meninjau kembali tulisan dan menetapkan tindakan yang tampak paling produktif yaitu penciptaan kembali nuansa tulisan dan penyempurnaan unsur-unsur kecil dalam tulisan seperti memperbaiki kalimat, frase dan kata-kata.

Berdasarkan langkah-langkah menulis yang telah disampaikan oleh beberapa ahli di atas, pembelajaran menuliskan kembali cerita anak pada penelitian ini mengikuti langkah-langkah menulis dengan memadukan dua teori tersebut yang disesuaikan dengan kondisi.

(17)

17

Tahapan ini dirancang untuk menemukan dan menghasilkan informasi. Kegiatan yang dilakukan siswa untuk memperoleh informasi adalah membaca teks cerita anak. Siswa membaca teks cerita dengan teknik membaca nyaring secara bergiliran. Siswa yang lain menyimak cerita. Pada saat membaca dan menyimak, siswa mulai berfikir tentang pokok-pokok pikiran yang akan ia ceritakan kembali dalam wujud tulisan.

2. Tahapan Penulisan Draf

Siswa mulai menuliskan kembali cerita anak dalam wujud draf kasar. Mereka menuliskan semua gagasan dan pikiran dalam wujud kalimat. Setelah itu siswa mengorganisasikan kalimat-kalimat menjadi paragraf yang padu.

3. Tahapan Revisi

Pada tahapan ini, siswa dapat menambahkan kalimat jika dirasa masih perlu ada tambahan.

4. Tahapan Editing

Siswa pada tahapan ini membaca kembali teks cerita yang ditulis, memperbaiki struktur kalimat, pemilihan kata (diksi), ejaan, dan tanda baca.

5. Tahapan Publikasi

Publikasi dilakukan melalui membaca nyaring hasil tulisan dan memajang hasil tulisan siswa ada mading kelas.

7. Cerita Anak

(18)

18

yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka. Cerita anak adalah karangan yang menuturkan gambaran kehidupan, perbuatan, pengalaman, atau penderitaan, kejadian baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka dengan anak sebagai fokus perhatian. Dalam cerita anak, anak adalah subjek yang menjadi fokus perhatian, dan itu haruslah tercermin secara konkret dalam cerita. Tokoh anak tidak saja menjadi pusat perhatian, tetapi juga menjadi pusat pengisahan. Karakteristik cerita anak didukung dan dicerminkan oleh unsur-unsur yang membangunnya, baik yang tergolong unsur isi maupun unsur bentuk. Kedua unsur tersebut harus berjalinan untuk menghadirkan sebuah cerita yang mengambil pusat perhatian dan pengisahan dari kacamata anak.

8. Karakteristik Cerita Anak a. Bahasa

Bahasa teks cerita berciri konotatif atau kiasan dilihat dari aspek semantis yang dikandungnnya. Dari segi ragam bahasanya, bahasa teks cerita bersifat informal.

b. Struktur teks

Teks cerita mengandung unsur-unsur sebagai berikut. 1. Karakter atau Tokoh

(19)

19

sebagai kumpulan kualitas mental, emosional, dan sosial yang membedakan seseorang dengan orang lain. Usaha untuk mengenali watak tokoh dilakukan dengan membaca apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Tokoh dalam cerita anak tidaklah selalu manusia, dapat berupa hewan atau objek lain yang merupakan bentuk personifikasi manusia. 2. Alur

Alur cerita mengacu pada rangkaian peristiwa dalam cerita yang membentuk kesatuan cerita utuh, yang bisa bersifat kronologis, bisa pula tidak kronologis. Alur berhubungan dengan berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta cara menyelesaikan kisah.

Alur cerita anak-anak biasanya amat sederhana. Alur progresif banyak digunakan. Alur ini menyampaikan cerita secara linear, artinya peristiwa-peristiwa diceritakan berdasarkan urutan waktu terjadinya.

3. Latar (Setting)

(20)

20 4. Sudut Pandang (Point Of View)

Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 2005: 269) mengemukakan bahawa sudut pandang merupakan cara yang dipergunakan pengarang sebagai sarana menampilkan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah teks fiksi kepada pembaca. Sudut pandang pada hakekatnya adalah sebuah cara yang secara sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengungkapkan cerita dan gagasannya.

Sudut pandang terdiri dari gaya dia dan gaya aku. Gaya dia dipilih apabila ia menghendaki berada di luar cerita. Sementara gaya aku dipilih apabila pengarang ingin memberi gambaran kepada pembaca seolah-olah peristiwa itu dialami sendiri oleh pengarangnya.

5. Tema

Lukens (dalam Burhan Nurgiantoro, 2005: 260) menjelaskan tema sebagai gagasan yang mengikat cerita, mengikat beragai unsur intrinsik yang membangun cerita sehingga tampil sebagai sebuah kesatupaduan yang harmonis. Tema berkaitan dengan masalah kebenaran tentang kehidupan sebagaimana diyakini penulis.

c. Isi pesan

(21)

21 d. Strategi penangkapan isi teks

Pada saat membaca teks sastra diperlukan strategi yang berbeda dengan teks non sastra. Hal ini disebabkan bahasa sastra yang bersifat konotatif, yang berarti pesan disajikan pengarang secara terselubung.

Pada penelitian ini karakateristik cerita anak yang dipelajari ditekankan pada aspek struktur teks (tokoh, alur, lattar, sudut pandang, tema) dan isi pesan.

9. Keterampilan Menuliskan Kembali Cerita Anak

Dalam KBBI (2002: 1180) disebutkan keterampilan adalah kecakapan untuk memaknai bahasa dalam menulis, membaca, atau berbicara. Keterampilan menuliskan kembali cerita anak adalah kecakapan dalam pengekspresian kembali ide, gagasan, dan perasaan melalui lambang-lambang grafis berupa karangan tentang gambaran perbuatan dengan anak sebagai pusat perhatian.

Aktivitas menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai pembelajar setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Kegiatan menulis melibatkan aspek penggunaan tanda baca, penggunaan diksi dan kosa kata, penataan kalimat, pengembangan paragraf, pengolahan gagasan, serta pengembangan model karangan.

(22)

22

Menulis merupakan kegiatan kebahasaan yang bersifat produktif, namun tugas-tugas itu berangkat dari kegiatan reseptif dan baru kemudian diungkapkan kembali sesuai pemahaman dan tanggapan peserta didik.

Menuliskan kembali bacaan yang telah dibaca merupakan strategi efektif untuk mengevaluasi pemahaman. Siswa ditugasi menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri tentang apa yang mereka pahami. Menceritakan kembali bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan memahami bacaan.

Menurut Nurgiyantoro (2010: 317) menceritakan kembali cerita yang dibaca dimaksudkan untuk mengukur kompetensi pemahaman isi dan informasi yang terkandung dalam cerita yang disampaikan. Kegiatan ini cukup bermakna karena dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

10.Penilaian Menuliskan Kembali Cerita Anak

(23)

23

Penilaian menuliskan kembali bertujuan mengukur kompetensi pemahaman isi cerita, sehingga siswa harus benar-benar memahami isi cerita. Berdasarkan pemahamannya, kemudian siswa menuliskan kembali. Siswa bebas memilih bahasa, namun gagasan yang dituliskan harus sesuai dengan isi cerita. Penilaian dilakukan melalui penyekoran, sehingga diperlukan rubrik. Burhan Nurgiantoro (2010: 391) aspek yang penyekoran terdiri dari 2 komponen yaitu ketepatan isi dan bahasa, yang jika dirinci meliputi: 1) pemahaman isi teks, 2) ketepatan organisasi isi teks, 3) ketepatan diksi, 4) ketepatan struktur kalimat, dan 5) ejaan dan tata tulis.

Berdasarkan teori yang dikemukakan ahli di atas, pada penelitian ini penilaian dilakukan dengan mengembangkan aspek-aspek penyekoran menjadi rubrik penilaian menuliskan kembali cerita anak (lampiran 4 halaman 98). B. Metode Diskusi

1. Pengertian Metode Diskusi

Metode adalah a way in achieving something. Metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan sebuah perencanaan untuk mencapai tujuan (Wina Sanjaya, 2009:187). Suwarna (2002: 57) mengatakan metode adalah tingkat yang menerapkan teori-teori pada tingkat pendekatan. Metode mengacu pada langkah-langkah secara prosedural dalam kegiatan belajar mengajar bahasa mulai dari merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengevaluasi pembelajaran.

(24)

24

dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi jika semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Brihart (dalam Haryadi dan Zamzani, 1996: 69) mengemukakan bahwa diskusi adalah pembicaraan antara dua orang atau beberapa orang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan bersama mengenai suatu masalah.

Djamarah dan Zain (2002:99) mengungkapkan metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Di dalam diskusi proses belajar mengajar terjadi, dimana interaksi antar siswa yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi dan memecahkan masalah, dapat terjadi semuanya aktif.

Berdasarkan pengertian metode diskusi yang telah disampaikan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa metode diskusi adalah cara atau langkah-langkah dalam kegiatan belajar mengajar dengan jalan guru mengajukan suatu masalah dan pembelajar mencari pemecahannya dengan jalan saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah. 2. Langkah-langkah Diskusi

Roestiyah (2008: 19) menyebutkan ada enam langkah agar diskusi kelompok dapat lebih berhasil, yaitu sebagai berikut.

a. Menjelaskan tugas kepada siswa

(25)

25

d. Setiap kelompok memilih seorang pencatat yang akan membuat laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut.

e. Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung, bila perlu memberi saran

f. Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja kelompok.

Rothlein (dalam Rofi’uddin dan Zuhdi, 1998: 101) diskusi hendaknya mengandung hal-hal berikut.

a. Diskusi mengenai bacaan yang telah dibaca oleh murid. Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang ada dalam bacaan, pengarang atau jenis karya sastra.

b. Pertanyaan-pertanyaan untuk mengevaluasi pemahaman murid mengenai bacaan yang dibaca. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang tertuju pada hal-hal tertentu sehingga murid yang bersangkutan terlibat dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi. Apabila murid tersebut mengalami kesulitan, ajukan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk memerlukan remediasi. c. Membaca nyaring bagian bacaan yang dipilih sendiri oleh murid. Bacaan

yang dipilih itu mungkin bagian yang paling disenangi, bagian yang membuat terkejut, bagian yang menyebabkan tertawa, dsb.

d. Diskusi mengenai tugas-tugas yang telah diselesaikan atau yang sedang dikerjakan.

e. Saran untuk kegiatan membaca selanjutnya dan petunjuk mengenai pengembangan keterampilan.

Tahap-tahap pemakaian metode diskusi menurut Moedjiono dan Dimyati (1991: 59) adalah sebagai berikut.

(26)

26

2) Membuat rancangan garis besar diskusi yang akan dilaksanakan. 3) Menentukan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.

4) Mengorganisasikan para siswa dan formasi kelas dengan jenis diskusinya.

5) Menyiapkan kerangka diskusi secara terperinci. b. Tahap selama pertemuan

1) Guru menjelaskan tentang tujuan diskusi, topik diskusi, dan kegiatan diskusi yang akan dilakukan.

2) Siswa melaksanakan kegiatan diskusi sesuai dengan jenis yang digunakan.

3) Pelaporan dan penyimpulan hasil diskusi oleh siswa bersama guru. 4) Pencatatan hasil diskusi oleh siswa

c. Tahap setelah pertemuan

1) Membuat catatan tentang gagasan-gagasan yang belum ditanggapi dan kesulitan yang timbul selama diskusi.

2) Mengevaluasi diskusi dari berbagai dimensi dan mengumpulkan evaluasi dari para siswa serta lembaran komentar.

Abdul Rozak (melalui Anshori dan Sumiyadi, 2009 : 298) menjelaskan langkah-langkah diskusi adalah sebagai berikut.

1. Mempercakapkan teks yang akan dibaca

Pada tahap ini guru mempercakapkan tentang cerita yang dibaca. Guru mengajukan beberapa pertanyaan arahan untuk mengetahui pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki murid tentang berbagai hal yang berhubungan dengan teks sastra yang akan dibaca murid.

2. Membaca teks sastra

(27)

27

3. Berdiskusi tentang topik yang telah ditentukan

Diskusi ditingkat SD bercorak tanya jawab. Keterampilan guru dalam menjadikan diskusi di kelas menjadi bagian inti. Diskusi dikhususkan pada topik yang telah ditentukan. Guru bertanya dan siswa menjawab. Setiap siswa menyampaikan responnya. Akan sangat beragam jawaban yang muncul dari pertanyaan yang sama. Guru berfungsi sebagai moderator, fasilitator yang mengatur arus pembicaraan dalam diskusi. Pelaksanaan diskusi didasarkan pada kolaboratif yang menekankan pada kerja sama. Aktivitas guru yang terus meningkat memberikan semangat kepada siswa. Pada saat berdiskusi siswa dimonitor dengan lembar observasi yang berfungsi sebagai nilai penampilan murid dalam berdiskusi. Penilaian ditekankan pada perilaku positif dan negatif.

4. Bentuk pengalaman bersastra

(28)

28

Untuk memperjelas langkah-langkah diskusi disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut.

Gambar 1. Langkah-langkah Diskusi (Melalui Anshori dan Sumiyadi, 2009:299)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, langkah-langkah diskusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Persiapan Diskusi

a. Menentukan topik diskusi dan mengumpulkan informasi melalui teks cerita anak.

b. Mengorganisasikan siswa dan formasi kelas dengan jenis diskusinya. c. Menjelaskan teknik dan aturan diskusi yang digunakan.

2. Pelaksanaan Diskusi

a. Menyampaikan pengarah diskusi yang berupa lembar kerja atau masalah yang harus didiskusikan.

b. Melakukan diskusi bersama kelompok.

c. Wakil kelompok menyampaikan hasil diskusi. Pengetahuan

sebelumnya

Murid Teks

Pengetahuan sebelumnya

Respon

Tulis/lisan Diskusi Lingkungan Pembelajaran

Kolaboratif

Asesmen kinerja

Tugas Rubrik

(29)

29

d. Kelompok lain memberikan tanggapan. 3. Penutup

Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan hasil diskusi. 3. Teknik-teknik Diskusi

Metode diskusi dikembangkan melalui teknik diskusi. Sudjana, dkk. (2001: 13) teknik merupakan keterampilan dan seni (kiat) untuk melaksanakan langkah-langkah yang sistematik dalam melakukan suatu kegiatan ilmiah yang lebih luas atau metode. Teknik adalah langkah-langkah yang ditempuh dalam metode untuk mengelola kegiatan pembelajaran. Teknik merupakan prosedur pelaksanaan pembelajaran (Abdul Majid, 2011: 160). Elizabert E. Barkley, dkk.(2012: 155) menjelaskan teknik-teknik diskusi sebagai berikut.

a. Think Pair Share (Bertukar Pikiran secara Berpasangan)

Dalam teknik sederhana dan cepat ini, pengajar membuat dan mengajukan sebuah pertanyaan, memberi waktu selama beberapa menit untuk memikirkan tanggapan yang akan diberikan, kemudian meminta siswa membentuk pasangan dengan teman mereka.

Komponen “Think” (berpikir) mengharuskan siswa untuk berhenti dan menata pikiran mereka. Komponen “Pair” (pasangan) dan “Share”

(berbagi) mendorong siswa untuk membandingkan dan membedakan pemahaman mereka dengan orang lain.

Prosedur teknik Think Pair Share adalah sebagai berikut.

(30)

30

2) Minta siswa membentuk pasangan dengan siswa yang ada di sebelah mereka.

3) Minta siswa A untuk membahas tanggapannya bersama dengan siswa B, kemudian siswa B membahas gagasanya bersama siswa A. Mintalah pasangan membuat tanggapan bersama yang dibangun dari gagasan satu sama lain.

Hasil kesepakatan pasangan digunakan pada diskusi kelas. b. Round Robin (Merespon Bergiliran)

Round Robin adalah teknik brainstorming di mana siswa mengajukan gagasan namun tanpa mengelaborasi, menjelaskan, mengevaluasi, atau mempertanyakan gagasan tersebut. Setiap kelompok secara bergiliran merespons pertanyaan dengan sebuah kata, frase, atau pernyataan sendiri. Pemberian respons diatur dengan memulai dari satu siswa ke siswa lainnya sampai semua memiliki kesempatan berbicara.

Teknik ini efektif diterapkan terutama untuk memancing banyak gagasan karena mengharuskan semua siswa berpartisipasi. Tujuan dari sesi branstorming adalah menciptakan daftar gagasan yang ekstensif.

c. Buzz Group (Kelompok Desas-Desus)

(31)

31

Teknik ini efektif untuk menggali informasi dan gagasan dalam waktu singkat. Dengan membagi seluruh kelas menjadi kelompok-kelompok kecil, akan lebih banyak siswa yang mendapat kesempatan untuk mengekspresikan pikiran mereka.

Prosedur teknik Buzz Group adalah sebagai berikut.

1) Bentuk beberapa kelompok, tampilkan pengarah diskusi (lembar kerja) dan informasi batas waktu.

2) Minta anggota kelompok bertukar pikiran untuk menjawab pengarah tersebut (lembar kerja).

3) Lakukan pengecekan secara periodik untuk melihat apakah kelompok-kelompok masih terlibat aktif dan fokus pada topik yang diberikan. 4) Minta siswa kembali pada diskusi kelas.

d. Talking Chips (Keping Bicara)

Siswa berpartisipasi dalam sebuah kelompok diskusi, menyerahkan sebuah tanda setiap kali mereka berbicara. Tujuan dari teknik ini adalah menjamin partisipasi yang penuh dan seimbang dari semua peserta. Teknik ini mendorong siswa yang pendiam untuk berbicara dan yang suka berbicara untuk berefleksi.

e. Three Step Interview (Wawancara Tiga Tahap)

Dalam Three Step Interview, siswa membentuk pasangan dan secara bergantian mewawancarai satu sma lain kemudian melaporkan apa yang sudah mereka pelajari pada kelompok pasangan lain.

Tiga tahap kegiatan Three Step Interview adalah:

(32)

32

2) tahap 2 : siswa B mewawancarai siswa A

3) tahap 3 : siswa A dan B masing-masing merangkum respons mitra mereka untuk siswa C dan D, demikian juga sebaliknya.

Three Step Interview memberi kesempatan untuk membangun jaringan dan meningkatkan keterampilan komunikasi.

f. Critical Debate (Debat Kritis)

Dalam Critical Debate, siswa memilih sisi dari sebuah persoalan yang berlawanan dengan pandangan-pandangan mereka sendiri. Siswa kemudian membentuk tim dan berdiskusi, mempresentasikan, serta mempertahankan pendapat mereka tentang persoalan tersebut melawan tim lawan. Debat menghadapkan kelas pada analisis yang terfokus, mendalam, dan berbagai perspektif mengenai sebuah persoalan.

Debat dapat meningkatkan motivasi, mengembangkan keterampilan riset, dan mendorong berpikir kritis, serta mengembangkan kepiawaian berkomunikasi.

Pada penelitian ini metode diskusi akan dikembangkan melalui teknik-teknik diskusi. Teknik-teknik-teknik diskusi yang akan digunakan yaitu Think Pair Share, Round Robin, Buzz Group. Teknik diskusi tersebut diiplementasikan dalam pembelajaran menulis cerita anak.

4. Manfaat Diskusi Cerita Anak

(33)

33 a. Kompetensi sastra

Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan memperoleh pengalaman bersastra dalam hal apresiasi dan ekspresi. Selain itu siswa juga memperoleh kompetensi bersastra yaitu: 1) menyusun ringkasan, 2) menceritakan ulang, 3) memilih tokoh, 4) memerankan adegan peristiwa tertentu, 4) menyusun peta cerita, dan 5) menyusun peristiwa dalam bentuk dialog.

b. Penciptaan peristiwa

Berdasarkan cerita yang dibacanya, siswa dapat mencipta berbagai peristiwa. Ragam peristiwa muncul berdasarka imajinasi mereka masing-masing. Kemampuan mencipta peristiwa ini diperoleh siswa setelah membaca teks dan mendiskusikan.

c. Kreativitas murid

Kreativitas siswa dapat dilihat pada saat respon peran. Pemberian kesempatan menyampaikan respon (menceritakan kembali ) menjadi modal bagi siswa untuk mengungkapkan apa yang seharusnya diungkapkan menurut keinginan mereka. Para siswa menyiapkan segalanya dengan kesungguhan dan spontanitas. Spontanitas menjadi bukti bahwa siswa dapat melakukan kegiatan yang cukup baik dalam waktu yang relatif cepat. Ketersambungan antara teks dengan skema siswa berlangsung dengan cepat.

d. Keterampilan berbahasa

(34)

34

tercakup kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Saat berdiskusi, siswa melakukan kegiatan berbicara dan mendengarkan pada saat dibacakan hasil cerita. Para siswa melakukan kegiatan menulis pada saat menyampaikan respon tulis yaitu berupa penugasan menuliskan kembali cerita yang telah dibaca. Kegiatan keterampilan berbahasa terjadi melalui metode diskusi.

e. Pengetahuan sastra

Dengan berdiskusi mata pikiran siswa dapat terlatih. Pada saat pertama membaca teks cerita, siswa tidak menampakkan kemampuan memilih bagian-bagian tertentu yang termuat dalam teks cerita. Arahan dan bimbingan guru menuntun mereka menemukan struktur cerita yang berupa peristiwa yang saling berhubungan. Peristiwa sebagai inti cerita merupakan bagian yang penting, karena dari peristiwa dapat teralirkan ke arah yang diinginkan. Jadi para siswa memanfaatkan pengetahuan tentang unsur intrinsik pada saat berekspresi menuliskan kembali cerita.

Melalui penelitian longitudinal selama empat tahun, Mills (dalam Rofi’uddin dan Zuhdi, 1998: 98) melaporkan temuan bahwa anak kelas 4 yang

(35)

35

5. Alasan Penggunaan Cerita Anak sebagai Materi Diskusi

Cerita anak merupakan salah satu ragam sastra yang dipelajari pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VI pada semester 1. Alasan penggunaan cerita anak sesuai dengan tujuan dan manfaat mempelajari sastra. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD tahun 2006 dijelaskan pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Selain itu bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahun dan kemampuan berbahasa.

Wan Anwar (melalui Anshori dan Sumyadi, 2009: 308) menyebutkan kompetensi sastra siswa diharapkan turut membentuk kepribadian, watak atau karakter yang kritis, kreatif dan peka terhadap kenyataan-kenyataan sosial di tempat mereka hidup. Aspek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan melalui membaca teks cerita ialah daya nalar, kepekaan emosi, daya imajinasi, perluasan wawasan dan daya kreasi.

(36)

36

imajinasi ditumbuhkembangkan melalui kegiatan berfikir asosiatif, yakni mengasosiasikan peristiwa yang disuguhkan dalam teks cerita yang dibacanya. Daya kreasi ditumbuhkembangkan melalui kegiatan berfikir divergen, rekreatif, dan kreatif saat membaca dan pasca membaca teks sastra. Kegiatan berfikir divergen adalah kegiatan berfikir alternatif yang merupakan jawaban dari pertanyaan terbuka, sehingga anak mempunyai keberanian dan kemampuan mengemukakan pendapat rasa ketakutan berbuat salah. Kegiatan berpikir rekreatif ialah kegiatan berpikir untuk menghasilkan ide-ide baru. Perluasan wawasan disebabkan aktivitas belajar sastra. Bahan ajar sastra dipakai untuk memperluas wawasan siswa tentang masalah kehidupan dan kemanusiaan, kebahasaan siswa, baik yang menyangkut kosa kata, unsur intrinsik teks sastra.

6. Kelebihan Metode Diskusi

Suwarna (2002: 83) teknik diskusi memiliki kelebihan:

a. merangsang kreativitas pembelajar dalam membentuk ide dan gagasan dalam memecahkan masalah,

b. membiasakan pembelajar untuk bertukar pikiran dengan teman, c. cakrawala berpikir pembelajar menjadi lebih luas,

d. perhatian pembelajar lebih tercurah pada pembelajaran,

e. melatih pembelajar untuk menarik simpulan dari beberapa pendapat, f. memupuk keberanian dan percaya diri pada pembelajar, dan

g. mengembangkan sikap kerja sama, saling mengharagai, toleransi, dan demokratis.

Djamarah dan Zain (2002:99) mengungkapkan kebaikan metode diskusi yaitu:

a. merangsang kreativitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan-prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah,

b. mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain, c. memperluas wawasan, dan

(37)

37

Barkley, dkk. (2012: 155) menjelaskan kelebihan teknik-teknik diskusi adalah sebagai berikut.

a. Think Pair Share

Teknik ini dapat mendorong siswa untuk membandingkan dan membedakan pemahaman mereka dengan orang lain, dan untuk melatih terlebih dahulu tanggapan mereka dalam situasi rendah sebelum mengutarakannya ke hadapan umum bersama seluruh kelas. Sehingga akan meningkatkan kesediaan dan kesiapan untuk berbicara dalam kelompok yang lebih besar.

b. Round Robin

Teknik ini menjamin partisipasi yang setara di antara semua anggota kelompok.

c. Buzz Group

Teknik Buzz Group efektif menggali informasi dan gagasan dalam waktu singkat. Dengan membagi seluruh kelas menjadi kelompok-kelompok kecil, akan lebih banyak siswa yang mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran mereka.

C. Pembelajaran Menuliskan Kembali Cerita Anak dengan Metode Diskusi Pembelajaran menuliskan kembali memadukan langkah-langkah diskusi dengan tahapan-tahapan menulis dengan cerita anak sebagai materi pembelajaran.

a. Pramenulis

(38)

38

cerita anak. Hal ini dilakukan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang cerita anak.

Siswa diberi kesempatan membaca teks cerita dengan teknik membaca nyaring. Siswa yang tidak mendapat giliran melakukan kegiatan menyimak. Dengan membaca, siswa dapat memahami isi cerita.

Setelah selesai membaca, siswa diminta menjawab pertanyaan berdasar teks cerita melalui teknik Round Robin. Pertanyaan-pertanyaan untuk mengevaluasi pemahaman murid mengenai bacaan yang dibaca. Siswa diminta membaca secara nyaring bagian cerita yang paling ia sukai.

Kemudian siswa berdiskusi dengan guru sebagai mediator. Siswa mendiskusikan pokok-pokok pikiran pada tiap paragraf melalui teknik

Think Pair Share. Selama diskusi guru melakukan pengamatan. Guru menjelaskan langkah-langkah menulis cerita anak. Siswa memperhatika penjelasan guru.

b. Tahapan Penulisan Draf

Pada tahap ini siswa diminta menampilkan pengalaman bersastra setelah mengikuti diskusi. Siswa menuliskan teks cerita anak setelah melakukan kegiatan membaca dan diskusi dalam bentuk draf kasar. Siswa menuliskan semua apa yang ada dalam pikirannya.

c. Tahapan Revisi

(39)

39 d. Tahapan Editing

Siswa kembali pada kelompok diskusi. Siswa membaca kembali teks cerita yang telah dihasilkan. Kemudian mereka mendiskusikan struktur kalimat, pemilihan kata (diksi), ejaan, dan tanda baca melalui teknik Think Pair Share. Pada saat diskusi ini, dilakukan pengamatan keaktifan siswa. Setelah berdiskusi dengan teman, siswa secara individu melakukan editing berdasarkan hasil diskusi dengan teman.

e. Tahapan Publikasi

Siswa membacakan hasil teks cerita anak. Teks cerita yang terpilih akan dipublikasikan melalui mading kelas.

D. Kerangka Pikir

Tujuan pembelajaran sastra dalam kompetensi dasar, yaitu siswa mampu mengapresiasi dan mengekspresikan sastra. Cerita anak merupakan ragam sastra yang dipelajari pada siswa kelas VI semester 1. Salah satu bentuk apresiasi sastra yaitu siswa dapat menuliskan kembali cerita yang telah dibaca. Menuliskan kembali cerita yang dibaca bertujuan mengukur tingkat pemahaman. Agar mampu menuliskan kembali cerita, siswa harus memiliki pemahaman tentang struktur sebuah cerita.

(40)

40

menggunakan metode yang tepat. Metode pembelajaran yang digunakan peneliti yaitu metode diskusi. Diskusi merupakan bagian penting sebagai usaha pemahaman menyeluruh cerita yang dibacanya. Tompkins dan Mcgee (melalui Anshori dan Sumiyadi, 2009: 333) menyebutkan bahwa apresiasi cerita dengan mengintegrasikan kegiatan membaca, menulis, dan aktivitas wicara mengarahkan siswa pada pemahaman struktur cerita dalam menuliskan kembali cerita.

(41)
[image:41.595.130.504.74.543.2]

41

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, peneliti mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut “Metode diskusi dapat meningkatkan keterampilan menuliskan kembali cerita anak pada siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo Ngemplak Sleman”.

Keterampilan menuliskan kembali cerita anak meningkat (pemahaman isi teks, ketepatan organisasi isi teks, ketepatan diksi, ketepatan struktur kalimat, ejaan dan

tata tulis) Kondisi Pratindakan Keterampilan menulis siswa rendah.

Siswa belum memahami langkah-langkah menulis cerita

Implementasi Tindakan Proses Pembelajaran Keterampilan Menuliskan Kembali Cerita Anak dengan

Metode Diskusi melalui Pengembangan Teknik-teknik Diskusi

Memudahkan siswa berpikir, menemukan gagasan sehingga mudah memahami struktur cerita Siswa bertukar pikiran membahas

unsur intrinsik cerita anak (tokoh, alur, latar, tema) melalui diskusi

dengan teknik Buzz Group

(42)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian tindakan kelas.

Suharsimi Arikunto, dkk. (2008: 3) berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Penelitian ini berjenis penelitian tindakan kolaborasi yaitu dilakukan secara berpasangan antara peneliti dan guru. Pihak yang melakukan tindakan adalah guru, sedangkan peneliti bertindak sebagai pengamat berlangsungnya proses tindakan.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang dikembangkan oleh Arikunto. Desain tersebut terdiri dari empat tahapan yaitu: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Empat tahapan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.

1. Menyusun rencana tindakan (Planning)

(43)

43

Rencana disusun berdasarkan hasil pengamatan awal. Berdasar hasil kesepakatan terhadap pencermatan data awal dan dipadukan dengan ketersediaan sumber daya, disusunlah rencana tindakan oleh peneliti bersama kolaboratornya.

2. Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Tindakan merupakan praktik pelaksanaan rencana. Dalam pelaksanaan, guru harus bekerja sesuai perencanaan, tetapi harus berlaku wajar dan tidak dibuat-buat. Pelaksanaan tindakan tidak secara mutlak dikendalikan rencana. Pada pelaksanaan yang berubah dari rencana karena tuntutan lapangan, perlu dilaporkan.

3. Pengamatan (Observasi)

Observasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengamat. Pengamatan dilakukan pada saat tindakan. Pada saat pengamatan, peneliti mencatat segala hal untuk memperoleh data yang akurat.

4. Refleksi (Reflecting)

(44)

44

[image:44.595.154.504.137.447.2]

Keempat tahapan tesebut untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan sebagai berikut.

Gambar 3. Prosedur Penelitian (Suharsimi Arikunto, 2008:16)

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 16 siswa, dengan rincian subjek 13 siswa putra dan 3 siswa putri.

Objek penelitian ini yaitu peningkatan proses pembelajaran dan keterampilan menuliskan kembali cerita anak dengan menggunakan metode diskusi pada siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo, Ngemplak, Sleman.

Perencanaan

Refleksi

Pengamatan

Pelaksanaan Siklus I

Pecencanaan

Pelaksanaan

Pengamatan

Refleksi Siklus II

(45)

45 D. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Banjarharjo, dengan lokasi di Kragilan, Bimomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Peneliti melaksanakan penelitian di SD Negeri Banjarharjo karena peneliti adalah salah satu tenaga pendidik di sekolah tersebut.

Lokasi SD Negeri Banjarharjo berada di dekat perkampungan penduduk. Depan dan belakang sekolah berupa sawah. Di sebelah timur sekolah ada puskeswan. Lokasi SD tidak terganggu kebisingan kendaraan, karena agak jauh dari jalan raya. SD tersebut mempunyai 6 ruang kelas.

Kelas yang menjadi fokus penelitian ini adalah kelas VI. Ruangan kelas berukuran 7mx6m. Dalam ruangan tersebut terdapat 1 meja guru, 1 kursi guru, 16 meja siswa, 16 kursi siswa, 2 papan tulis, 1 almari buku, gambar-gambar atau media pembelajaran, jam dinding, gambar burung garuda, gambar presiden, dan gambar wakil presiden. Secara umum keadaan ruang kelas tergolong bersih dan barang-barang diletakkan di tempatnya masing-masing. Penelitian dilaksanakan di SD tersebut karena melihat hasil keterampilan menulis siswa yang masih rendah. Dari hasil dilakukan sebelum tindakan, nilai rata-rata keterampilan menulis cerita yaitu 59. Hal tersebut, mendorong peneliti dan guru untuk meningkatkan keterampilan menulis cerita siswa kelas VI.

2. Waktu Penelitian

(46)

46 E. Rencana Tindakan

Pembelajaran pada siklus I dilakukan dalam 2 pertemuan. Berikut uraian rencana tindakan berdasarkan tahapan-tahapan desain penelitian.

1. Tahap Perencanaan

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berisi serangkaian kegiatan pada tindakan siklus I. Kemudian mengonsultasikan RPP kepada dosen dan guru kelas VI.

b. Menyiapkan materi pembelajaran yaitu cerita anak yang akan digunakan pada setiap pertemuan.

c. Menyusun Lembar Kerja yang digunakan sebagai bahan pengarah diskusi.

d. Mempersiapkan instrumen penelitian yaitu lembar observasi dan rubrik penilaian menuliskan kembali cerita anak.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti melaksanakan 2 kali pertemuan. Pada setiap pertemuan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan langkah-langkah menulis yang dikolaborasikan dengan metode diskusi. Langkah-langkah diskusi ada pada kegiatan pembelajaran. Kegiatan evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan.

Langkah-langkah yang dilaksanakan peneliti dalam melakukan pembelajaran menulis dengan metode diskusi yaitu sebagai berikut.

(47)

47

cerita anak. Hal ini dilakukan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang cerita anak dan menentukan topik cerita.

2) Siswa diberi kesempatan membaca teks cerita secara nyaring oleh beberapa siswa. Siswa yang lain menyimak cerita.

3) Siswa diminta menjawab pertanyaan berdasar teks cerita melalui teknik

Buzz Group.

4) Siswa diminta membaca secara nyaring bagian cerita yang paling siswa sukai dengan teknik Round Robin.

5) Siswa menemukan pokok-pokok pikiran tiap paragraf melalui teknik

Think Pair Share. Siswa berdiskusi dengan guru sebagai mediator. Selama diskusi, guru melakukan pengamatan.

6) Wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusi. 7) Siswa dan guru menarik kesimpulan diskusi.

8) Guru menjelaskan langkah-langkah menulis cerita anak. 9) Siswa ditugasi menuliskan kembali cerita anak.

10)Siswa mengumpulkan hasil tulisan.

11)Siswa membaca kembali teks cerita yang telah dihasilkan. Kemudian mereka mendiskusikan struktur kalimat, pemilihan kata (diksi), ejaan, dan tanda baca.

12)Siswa secara individu melakukan editing berdasarkan hasil diskusi dengan teman.

(48)

48 3. Tahap Observasi

Kegiatan observasi dilaksanakan pada saat pelaksanaan tindakan. Peneliti dan guru mengamati kondisi siswa sebelum pembelajaran. Kemudian peneliti dan guru mengamati perilaku siswa selama pembelajaran saat menggunakan metode diskusi. Peniliti mencatat segala hal yang terjadi pada tindakan dan kendala yang ditemui. Kegiatan observasi dilaksanakan untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan tindakan.

4. Tahap Refleksi

Pada tahap refleksi, peneliti mengadakan analisis, pemaknaan, dan penyimpulan terhadap tindakan yang telah dilaksanakan. Peneliti bersama guru berdiskusi dan menganalisis hasil pengamatan, antara lain menilai masing-masing siswa dalam praktik menuliskan kembali cerita anak, mengambil kesimpulan tentang kemampuan siswa setelah dikenai tindakan, dan kendala-kendala yang ditemui. Apabila dalam hasil refleksi tersebut terdapat aspek-aspek yang belum tercapai pada siklus (tidak berhasil), maka peneliti menyusun tindakan yang akan dilakukan.

Pada tahap ini peneliti dapat membandingkan kondisi awal sebelum diadakan tindakan dan kondisi setelah diberikan tindakan. Hasil refleksi pada siklus pertama merupakan tahap awal siklus tindakan kedua.

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

(49)

49

pelbagai proses biologis dan psikhologis. Zainal Arifin (2011: 153) menjelaskan observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objek dan raisonal mengenai berbagai fenomena baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Selanjutnya Burhan Nurgiantoro (2010: 93) menjelaskan observasi merupakan cara untuk mendapatkan informasi dengan cara mengamati objek secara cermat dan terencana. Observasi dibedakan menjadi dua macam yaitu observasi berstruktur dan tidak berstruktur. Pengamatan berstruktur, diatur dan dibatasi dengan kerangka kerja tertentu yang telah disusun secara sistematis. Pencatatan hanya dilakukan terhadap data yang sesuai dengan kerangka kerja. Data penting yang muncul dan tidak terdapat pada kerangka kerja, dapat dituliskan dalam bentuk catatan. Pengamatan tidak berstruktur, membebaskan pengamat dengan kerangka kerja tertentu yang telah disiapkan. Pengamatan ini biasa digunakan pada situasi yang tidak sengaja diciptakan.

(50)

50

oleh peneliti dan guru kelas VI menggunakan lembar observasi untuk menciptakan data yang valid.

2. Catatan lapangan

Catatan lapangan digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru dan siswa pada saat pembelajaran berlangsung, serta mencatat hasil belajar. Catatan lapangan diarahkan pada persoalan yang dianggap menarik untuk memulaianya terkait pelajaran yang baik, perilaku kurang perhatian, dan kecerobohan yang tidak disadari oleh guru.

3. Tes

Tes merupakan instrumen atau prosedur yang sistematis untuk suatu sampel tingkah laku, misalnya untuk menjawab pertanyaan “seberapa baik (tinggi) kinerja seseorang” yang jawabannya berupa angka (Burhan Nurgiantoro, 2010: 7).

Djemari (dalam S. Eko Putro Widoyoko, 2010: 45) mengatakan tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Mansyur, dkk. (2009: 21) menjelaskan tes diartikan juga sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban atau sejumlah pernyataan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seseorang.

(51)

51

melakukan pembelajaran menulis cerita anak dengan metode diskusi. Tes berupa hasil menceritakan kembali cerita anak.

4. Dokumen

Dokumen dapat berupa tulisan, gambar atau karya karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebiasaan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dokumen berupa foto saat pembelajaran berlangsung.

G. Instrumen Penelitian 1. Lembar observasi

Penelitian ini menggunakan observasi berstruktur, dimana peneliti menggunakan pedoman observasi sebagai instrumen untuk mengambil data. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data yang dapat memperlihatkan proses pembelajaran menulis cerita dengan metode diskusi oleh guru dan siswa.

[image:51.595.129.500.579.730.2]

Berdasarkan kajian pustaka, peneliti membuat kisi-kisi lembar observasi sebagai pedoman observasi untuk memperoleh data. Kisi-kisi lembar observasi guru dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru

Indikator No Aspek yang Diamati Menentukan topik

diskusi dan mengumpulkan informasi

1 Guru menyampaikan apersepsi yang mengarah pada topik cerita

2 Guru menjelaskan teknik pembacaan cerita untuk mengumpulkan informasi

Mengorganisasikan siswa dan formasi

(52)

52

Indikator No Aspek yang Diamati kelas dengan jenis

diskusinya.

5 Guru menyampaikan prosedur pelaksanaan diskusi

Pelaksanaan diskusi

6 Guru menyampaikan petunjuk Lembar Kerja (pengarah diskusi)

7 Guru memonitor kerja kelompok dan memberikan bimbingan secara merata 8 Guru memperhatikan aktivitas siswa selama

diskusi

9 Guru memfasilitasi kelompok untuk melakukan presentasi hasil diskusi Penutup

10 Guru membantu siswa menyimpulkan hasil diskusi

[image:52.595.127.501.83.352.2]

Aktivitas siswa juga menjadi bahan pengamatan, dengan kisi-kisi sebagai berikut.

Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Indikator No Aspek yang Diamati

Menentukan topik diskusi dan mengumpulkan informasi

1 Antusias mengikuti apersepsi guru

2 Kesungguhan siswa membaca cerita untuk mengumpulkan informasi

Mengorganisasikan siswa dan formasi kelas dengan jenis

3 Pembagian kelompok secara heterogen 4 Perhatian siswa terhadap penjelasan guru

Pelaksanaan diskusi

5 Kontribusi masing-masing anggota kelompok

6 Kekompakan dan kerja sama siswa dalam kelompok

7 Kemampuan siswa melakukan presentasi 8 Kemampuan menghargai pendapat peserta

kelompok Penutup

9 Kemampuan menyimpulkan hasil diskusi 10 Tanggung jawab siswa dalam

(53)

53

Berdasarkan kisi-kisi lembar observasi aktivitas guru dan siswa, peneliti membuat rubrik rubrik penyekoran lembar observasi aktivitas guru dan siswa (lampiran 5 dan 6 halaman 99-104)

2. Catatan lapangan

Catatan lapangan digunakan untuk mendata, mendeskripsikan kegiatan pembelajaran yang diisi pada saat proses pembelajaran berlangsung termasuk guru dan siswa.

3. Tes menulis cerita anak

Tes dilaksanakan pada kegiatan akhir pada setiap pertemuan. Tes berupa penugasan menceritakan kembali teks cerita anak yang telah dibaca dan didiskusikan secara tertulis.

[image:53.595.134.491.503.600.2]

Penilaian menuliskan kembali cerita anak menggunakan teknik penilaian yang dikembangakan oleh Burhan Nurgiantoro (2010: 392). Rincian tiap-tiap aspek penilaian dalam pembelajaran keterampilan menulis cerita anak terdapat pada tabel berikut.

Tabel 3. Kisi-kisi Penilaian Menuliskan Kembali Cerita Anak

No Indikator Skor

1. Pemahaman isi teks 15-30

3 2. Ketepatan organisasi isi teks 10-25

3. Ketepatan diksi 8-20

4. Ketepatan struktur kalimat 4-15

5. Ejaan dan tata tulis 3-10

(54)

54 H. Uji Validitas Instrumen

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan menggunakan insrumen yang valid dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian menjadi valid.

Sugiyono (2011: 177) untuk menguji validitas instrumen dapat menggunakan pendapat para ahli (judgment experts). Pada penelitian ini instrumen yang telah dikonstruksikan tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, kemudian dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli memberikan pendapat tentang instrumen yang telah disusun, selanjutnya memberikan keputusan instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin diperbaiki total.

I. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini data dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Sugiyono (2011: 207) mengatakan statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

(55)

55

dihitung jumlah skor dari masing-masing aspek pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan metode diskusi.

[image:55.595.134.404.232.309.2]

Aktivitas siswa dikatakan tinggi apabila skor perolehan yang didapatkan lebih besar atau sama dengan 24. Klasifikasi skor aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Klasifikasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa

No Rentang Skor Klasifikasi

1. 24-30 Tinggi

2. 17-23 Sedang

3. 10-16 Rendah

Hasil menulis cerita anak dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut (Burhan Nurgiantoro, 2010: 219).

Keterangan :

Rumus untuk menghitung persentase ketuntasan adalah sebagai berikut.

Keterangan :

P = angka persentase yang dicari

f = frekuensi siswa yang mencapai nilai ketuntasan (≥70) N = banyaknya individu dalam subjek penelitian

(56)

56 J. Indikator Keberhasilan

Sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan, keberhasilan penelitian tindakan ini ditandai adanya perubahan ke arah perbaikan, baik terkait dengan proses dan hasil pembelajaran.

Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan menulis cerita anak pada penelitian ini adalah proses pembelajaran dan hasil tulisan cerita anak. Keberhasilan proses diukur dari peningkatan kualitas proses pembelajaran. Peningkatan kualitas proses pembelajaran ditandai dengan meningkatnya aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran menuliskan kembali cerita anak. Aktivitas tersebut yaitu siswa berpartisipasi dan sungguh-sungguh dalam mengumpulkan informasi. Siswa merasa senang, aktif berkontribusi, dan kerja sama dalam kelompok. Siswa sudah menghargai pendapat teman dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas. Penelitian dikatakan berhasil secara proses jika 75% dari jumlah siswa memperoleh skor ≥24 pada hasil observasi aktivitas selama proses pembelajaran.

(57)

57 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini disajikan hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah yang diajukan. Penelitian tindakan dilakukan dalam 2 siklus yang setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Secara urut sub bab ini membahas tentang: 1) deskripsi kondisi awal keterampilan menuliskan kembali cerita anak, 2) deskripsi hasil tindakan siklus I, 3) deskripsi hasil tindakan siklus II.

1. Deskripsi Kondisi Awal Keterampilan Menuliskan Kembali Cerita Anak

Sebagai langkah awal dalam penelitian, peneliti melakukan tes awal menuliskan kembali cerita anak. Kondisi awal siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan pada setiap siklus.

Tes awal dilakukan saat siswa tersebut masih belajar di kelas V pada saat pelajaran bahasa Indonesia yaitu pada hari Rabu, 3 April 2013. Tes diikuti oleh 16 siswa yang terdiri dari 13 siswa putra dan 3 siswa putri.

Berdasarkan hasil tes awal menuliskan kembali cerita anak diperoleh hasil yaitu ada 3 siswa atau 18,75% memperoleh nilai ≥70 dan sebanyak 13 siswa

(58)
[image:58.595.136.450.88.197.2]

58

Tabel 5. Hasil Tes Awal Menuliskan Kembali Cerita Anak Nilai Frekuensi Persentase (%) Keterangan

79-87 1 6,25 Tuntas

70-78 2 12,50 18,75%

61-69 3 18,75 Tidak Tuntas

52-60 5 31,25 81,25%

43-51 5 31,25

Berdasarkan tabel 5 tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menuliskan kembali cerita anak siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo masih rendah. Untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut, peneliti menerapkan metode diskusi dalam meningkatkan keterampilan menuliskan kembali cerita anak pada siswa kelas VI SD Negeri Banjarharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2013/ 2014.

2. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus I

Tindakan pada siklus I terdiri dari dua pertemuan. Siklus I terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

a. Perencanaan Tindakan Siklus I

Peneliti berkoordinasi dengan guru Bahasa Indonesia kelas VI membuat perencanaan tindakan. Siklus I direncanakan dilakukan dua kali pertemuan. Setiap pertemuan dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Berikut perencanaan yang dilakukan peneliti bersama guru bahasa Indonesia kelas VI.

1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran menuliskan kembali cerita anak.

(59)

59 b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

1) Pertemuan 1

Gambar

Gambar 1. Langkah-langkah Diskusi (Melalui Anshori dan Sumiyadi,
Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir
Gambar 3. Prosedur Penelitian (Suharsimi Arikunto, 2008:16)
Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan proses pembelajaran keterampilan menceritakan kembali cerita anak siswa kelas VII SMP Futuhiyyah Mranggen setelah

Judul PTK : Peningkatan Kemampuan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Anak Melalui Teknik Discovery pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Sukarame Talangpadang Tanggamus

Masalah dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak dengan teknik discovery pada siswa kelas VI SD Negeri

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan keterampilan menyimak cerita anak dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VB SD Negeri 01 Bangunrejo

Penelitian tindakan kelas ini, indikator yang telah dicapai siswa adalah adanya peningkatan keterampilan menyimak cerita anak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan diterapkan-

Berdasarkan hasil jurnal, dan wawancara ternyata pada siklus I dapat disimpulkan bahwa kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran menceritakan kembali cerita