• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL TERHADAP KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL TERHADAP KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN

PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN,

KESEHATAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL

TERHADAP KEMISKINAN PADA

KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Riska Aini

135020101111058

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR

PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL

TERHADAP KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA

TIMUR

Yang disusun oleh :

Nama

: Riska Aini

NIM

: 135020101111058

Fakultas

: Ekonomi dan Bisnis

Jurusan

: S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang

dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 30 November 2020.

Malang, 15 Desember 2020

Dosen Pembimbing,

Atu Bagus Wiguna , S.E., M.E.

NIP. 2016079101181001

(3)

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan, Kesehatan dan Perlindungan Sosial Terhadap Kemiskinan Pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Riska Aini

Fakultas Ekonomi Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: riskaaini058@gmail.com

ABSTRAK

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara di dunia dan harus dihadapi oleh setiap daerah. Jumlah penduduk miskin pada Kabupaten/kota di Jawa Timur mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam mengentaskan kemiskinan terdapat peran pemerintah melalui pengeluaran pemerintah. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Pendekatan kuantitatif sebagai metode penelitian yang digunakan. Estimasi menggunakan model Fixed Effect Model Cross Section SUR dengan program Eviews. Hasil penelitian ini memiliki hasil bahwa pengeluaran pemerintah sektor pendidikan memiliki hubungan negatif, namun tidak signifikan terhadap kemiskinan. Sedangkan, pengeluaran pemerintah sektor kesehatan dan perlindungan sosial memiliki memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.

Kata kunci : kemiskinan, pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, kesehatan dan perlindungan

sosial.

A. PENDAHULUAN

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara di dunia, termasuk negara berkembang seperti Negara Indonesia. Kemiskinan adalah suatu ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan. Dan Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia baik di pedesaan maupun perkotaan mengalami penurunan terhitung hingga tahun 2019. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2019 sebesar 24,79 juta orang dan presentase penduduk miskin berada pada tingkat 9,22 persen. Dari penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia tersebut, penyumbang tertinggi tingkat kemiskinan di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk miskin sebesar 4.112,25 ribu orang. Terlihat pada tabel jumlah penduduk miskin lima tertinggi per Provinsi dibawah ini, Jawa Timur memiliki penduduk miskin tertinggi, yang kemudian diikuti oleh provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan kemudian NTT.

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin Lima Tertinggi Per Provinsi Tahun 2019 Di Indonesia

No Provinsi Jumlah Penduduk Miskin 1. Sumatera Utara 1.282,04 2. Jawa Barat 3.399,16 3. Jawa Tengah 3.743,23

4. Jawa Timur 4.112,25

5. NTT 1.146,32 Sumber : BPS, data diolah.

(4)

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2015 hingga tahun 2019 mengalami penurunan, namun masih berada diatas angka empat juta jiwa penduduk miskin. Angka tersebut tentunya merupakan angka kemiskinan yang cukup tinggi, mengingat jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2019 adalah 39.698,90 ribu jiwa. Menurut UU No. 13 tahun 2011 tentang Fakir Miskin, penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.

Mengingat bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan secara desentralisasi, dimana setiap daerah diberikan hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahan daerahnya sendiri. Kewenangan tersebut tentunya dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Melalui kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan dukungan pendanaan melalui transfer pemerintah pusat diharapkan pemerintah daerah mampu memberikan layanan kepada publik dengan lebih baik lagi (Rizky dan Bandiyono, 2018:12). Diyah dan Priyarsono (2012:149) menyatakan bahwa anggaran merupakan instrument perencanaan pembangunan yang sangat strategis untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Menurut Ekawarna (2009) dalam Diyah dan Priyarsono (2012:149), anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik.

Dalam pengentasan kemiskinan, kewenangan yang diberikan pemerintah diharapkan dapat memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut Priyo Hari Adi (2009) dalam Adi dan Maria (2011:25) perlu diprioritaskan alokasi belanja dalam penyusunan anggaran untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kebijakan anggaran merupakan kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah yang ditujukan untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), besaran komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan layanan publik dapat dilihat pada besaran pengeluaran belanja pemerintah daerah. Berdasarkan UU 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan anggaran pembiayaan.

Dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui program-program pemerintah pada bidang pendidikan, tentunya perlu anggaran belanja untuk pendidikan. Anggaran pada bidang pendidikan oleh pemerintah pusat terdiri dari anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat, anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan Dana Desa, dan juga anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan. Pada periode 2015-2019, anggaran pendidikan mengalami peningkatan, pada tahun 2015 anggaran belanja pendidikan sebesar 390,3 triliun rupiah. Kemudian menurun pada tahun 2016 sebesar 370,8 dan meningkat lagi di tahun 2017 hingga tahun 2019. Yaitu sebesar 406,1 triliun rupiah pada tahun 2017, 431,7 triliun rupiah pada 2018 dan 492,5 triliun rupiah pada tahun 2019. Dimana, pada tahun 2019 anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat adalah sebesar 163,1 triliun rupiah, anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa sebesar 308,4 triliun rupiah, dan belanja anggaran melalui pengeluaran pembiayaan sebesar 21,0 triliun rupiah. Anggaran pendidikan tetap dijaga 20 persen dari APBN, dan diarahkan untuk meningkatkan akses, distribusi, dan kualitas SDM.

Tidak hanya aspek pendidikan saja, namun aspek kesehatan juga sangat diperlukan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Aspek kesehatan merupakan salah satu kunci penggerak pembangunan, dimana sumber daya manusia sebagai subjek sekaligus objek pembangunan. Sumber daya manusia yang memiliki tingkat kesehatan yang baik akan menggambarkan tingkat kualitas hidup sumber daya manusia tersebut. Sebagai salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan, maka aspek kesehatan termasuk dalam salah satu program prioritas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Pelaksanaan program-program pembangunan dalam bidang kesehatan meliputi upaya preventif dan kuratif. Upaya preventif yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk mensosialisasikan pola dan perilaku hidup sehat untuk mencegah datangnya berbagai penyakit. Sementara upaya kuratif yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mencanangkan program pemberian biaya pengobatan gratis melalui jaminan kesehatan, memperbanyak fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang mudah diakses terutama untuk kelompok penduduk

(5)

miskin dan terpencil, serta peningkatan layanan kesehatan masyarakat dalam upaya penanganan gizi buruk.

Dengan adanya aspek pendidikan dan kesehatan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut, tentunya adanya aspek perlindungan sosial juga sangat dibutuhkan bagi masyarakat khususnya penduduk miskin. Menurut Edi Suharto (2015), perlindungan sosial merujuk kepada proses, kebijakan dan investasi yang sebagian besar dikembangkan oleh pemerintah guna merespon resiko ekonomi, politik dan keamanan yang dihadapi oleh penduduk terutama penduduk miskin dan rentan. Perlindungan sosial merupakan kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah untuk menanggulangi adanya ketimpangan perekonomian pada masyarakat dan kemiskinan.

Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kementrian Keuangan Indonesia, belanja pemerintah pusat pada sektor perlindungan sosial dari tahun 2015 sampai tahun 2019 mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, realisasi pengeluaran pemerintah pada sektor perlindungan sosial sebesar 140.012,1 miliar rupiah dan di tahun 2018 sebesar 173.771,6 miliar rupiah. Di tahun 2019, pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial dianggarkan sebesar 200.800,5 miliar rupiah. Adanya peningkatan jumlah realisasi pengeluaran pemerintah tersebut tentunya menggambarkan bahwa terdapat kinerja pemerintah dalam mensejahterakan masyarakatnya melalui program-program perlindungan sosial.

Dengan melihat bebrapa aspek tersebut, maka penulis juga ingin menganalisis dan membahas tentang pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial terhadap kemiskinan. Maka penelitian ini akan diberi judul “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan, Kesehatan dan Perlindungan Sosial Terhadap Kemiskinan Pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2018”.

B. TINJAUAN PUSTAKA Pengeluaran Pemerintah

Berdasarkan UU nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan miliki negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengeluaran pemerintah merupakan anggaran yang digunakan pemerintah dalam membiayai berbagai kegiatan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah sangatlah penting untuk mengatur jalannya perekonomian agar tercipta stabilitas pada sistem perekonomian. Secara umum peranan dan fungsi pemerintah dalam perekonomian modern dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu Fungsi Alokasi, Fungsi Distribusi dan Fungsi Stabilisasi. (1) Fungsi Alokasi adalah peran pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya yang digunakan dalam memproduksi barang yang berasal dari barang swasta atau barang publik. (2) Fungsi Distribusi adalah peran pemerintah dalam melakukan distribusi sumber daya bagi masyarakat guna mensejahterakan masyarakatnya dengan subsidi pemerintah dapat mempengaruhi distribusi pendapatan secara tidak langsung melalui anggaran kebijakan. (3) Fungsi Stabilisasi adalah peran pemerintah yang paling utama sebagai stabilitator perekonomian. Pemerintah dapat menstabilkan keadaan ekonomi agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat dicegah sehingga tercipta perekonomian yang kondusif. (Mangkoesoebroto, 2001).

Teori Pengeluaran Pemerintah

Teori mengenai pengeluaran pemerintah dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu teori makro dan teori mikro (Mangkoesoebroto, 2001). Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama, yaitu pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa, pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai, dan pengeluaran pemerintah untuk transfer payment.

Pada teori mikro, tujuan perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan brang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain.

Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) besarnya pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan adalah besarnya pengeluaran belanja pemerintah untuk pendidikan (termasuk gaji) yang

(6)

dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan. Begitu juga dengan di daerah, alokasi minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan adanya pendidikan, masyarakat akan memperoleh ilmu pengetahuan, kecakapan dan keterampilan. Dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam meningkatan kualitas sumber daya manusia melalui sektor pendidikan, terutama masyarakat yang tergolong dalam kategori penduduk miskin.

Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan

Menurut BPS, pengeluaran pemerintah untuk kesehatan adalah besarnya pengeluaran belanja pemerintah untuk Kesehatan selain gaji yang dialokasikan minimal sebesar 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor kesehatan. Sedangkan alokasi di daerah adalah minimal 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD. Alokasi pembiayaan kesehatan tersebut ditujukan untuk pelayanan kesehatan di bidang pelayanan publik, terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia dan anak terlantar. Maka dari itu, pengeluaran pemerintah sektor kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia.

Pengeluaran Pemerintah Sektor Perlindungan Sosial

Perlindungan sosial merupakan suatu elemen yang penting dalam pengentasan kemiskinan. Perlindungan sosial diperuntukkan bagi seluruh rakyat untuk menjamin agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Program perlindungan sosial di Indonesia memegang peran penting dalam upaya pengentasan kemiskinan serta pembangunan ekonomi. Berdasarkan UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, setiap warga negara harus memperoleh kebutuhan hidup dasar serta layanan sosial melalui rehabilitasi sosial, jaminan sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan sosial.

Pengeluaran pemerintah untuk perlindungan sosial meliputi, (1) jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk perlindungan kesehatan melalui jaminan sosial (PBI) yang berasal dari APBN. (2) Jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk bantuan sosial (Kartu Indonesia Pintar atau KIP, Kartu Perlindungan Sosial atau KPS, Program Keluarga Harapan atau PKH, Rastra/Raskin) yang berasal dari APBN.

Pengeluaran Pemerintah Sebagai Pro Poor Expenditure

Di Indonesia sendiri saat ini memiliki sistem pemerintahan yang desentralisasi. Dalam hal ini pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk merancang program pembangunan daerah yang sesuai dengan kebutuhan tiap daerahnya. Terdapat beberapa pra-syarat supaya pemerintah dalam hal ini daerah untuk mau menerapkan kebijakan Pro Poor Budgeting ini. Pertama, adanya komitmen kuat dan tekad keras pihak-pihak yang secara langsung mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab dalam penanggulangan kemiskinan. Kedua, agenda pembangunan daerah menempatkan upaya dan program penanggulangan kemiskinan pada skala prioritas utama. Ketiga, kemauan untuk jujur dan terbuka dalam mengakui kelemahan dan kegagalan program penanggualangan kemiskinan pada masa sebelumnya, sehingga ada kemauan untuk memperbaikinya dalam kurun waktu sekarang atau untuk masa depan.

Kemiskinan

Menurut Arsyad (dalam Rini, Ayu dan Lilik, 2016:20), kemiskinan terjadi karena anggota masyarakat tidak atau belum berpartisipasi dalm proses perubahan yang disebabkan ketidakmampuan dalam kepemilikan faktor produksi atau kualitas yang kurang memadai. Masyarakat yang tergolong dalam kategori miskin memiliki beberapa ciri (Annur, 2013:414), sebagai berikut:

1. Tidak memiliki akses dalam proses pengambian keputusan yang meyangkut hidup mereka. 2. Tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada.

3. Redahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik pada sektor Kesehatan, Pendidikan, keterampilan yang berdampak pada rendahnya penghasilan.

4. Pemilikan asset fisik seperti asset lingkungan hidup seperti air bersih, sanitasi dan penerangan yang rendah

.

(7)

C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan untuk dianalisis dalam penelitian ini adalah 38 daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan daerah tersebut untuk dianalisis karena Provinsi Jawa Timur sendiri merupakan daerah penyumbang tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Waktu atau periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurun waktu 5 tahun dari tahun 2014 sampai tahun 2018.

Definisi Operasional

Terdapat dua jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Variabel Dependent

(variabel terikat) dan Variabel Independent (variabel bebas). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Dependent (Y)

Tingkat Kemiskinan (Kem) yaitu ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2014 sampai tahun 2018.

2. Variabel Independent (X)

a. Pengeluaran pemerintah sektor pendidikan (X1), adalah pengeluaran untuk pembangunan sarana dan prasarana pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Jawa Timur yang berasal dari pembagian anggaran dari APBN maupun dari PAD Jawa Timur. Yang kemudian dialokaskan kepada seluruh SKPD bidang pendidikan guna meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat Jawa Timur. Yang digunakan adalah data pengeluaran pemerintah sektor pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2014 sampai tahun 2018.

b. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan (X2), yaitu pengeluaran untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah Jawa Timur yang berasal dari APBN maupun PAD Jawa Timur. Yang kemudian dialokasikan kepada seluruh SKPD bidang kesehatan guna meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat Jawa Timur. Yang digunakan adalah data pengeluaran pemerintah sektor kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2014 sampai tahun 2018.

c. Pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial (X3), yaitu pengeluaran untuk pembangunan sarana dan prasarana perlindungan sosial yang dilakukan oleh pemerintah Jawa Timur yang berasal dari APBN maupun PAD Jawa Timur. Yang kemudian dialokasikan kepada seluruh SKPD bidang perlindungan sosial guna meningkatkan tingkat perlindungan sosial masyarakat Jawa Timur. Yang digunakan adalah data pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2014 sampai tahun 2018.

Data dan Cara Pengambilan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud adalah pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah sektor kesehatan, pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2014-2018 yang diperoleh dari DJPK (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan) dan data

(8)

jumlah penduduk miskin pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2014-2018 yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Jawa Timur.

Model Analisis

Untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen pada penelitian ini, maka digunakan alat analisis model regresi data panel dengan persamaan sebagai berikut :

Yit = α - β1X1it - β2X2it - β3X3it + eit

Dimana :

Y = Tingkat Kemiskinan (ribu jiwa)

X1 = Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan (miliar) X2 = Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan (miliar)

X3 = Pengeluaran Pemerintah Sektor Perlindungan Sosial (miliar) α = Konstanta

β1, β2, β3 = Koofisien Regresi i = cross section t = time series

eit = Error atau variabel pengganggu pada i tahun ke t

Estimasi Model Regresi Data Panel

Terdapat tiga pendekatan dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel, (Gujarati, 2004:642) antara lain :

1. Pooled Least Square (PLS) atau Common Effect Model adalah teknik yang hanya menggabungkan data time series dengan data cross section. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun antar waktu. Diasumsikan bahwa perilaku data antar negara sama dalam berbagai kurun waktu. Teknik ini bisa menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model. 2. Fixed Effect Model (FEM) adalah teknik mengestimasi data panel dengan menggunakan

variable dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep (Widarjono, 2005:255). Model FEM ini sering juga disebut dengan Teknik Leas Squares Dummy Variable (LSDV) atau variable dummy kuadrat terkecil. FEM mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu atau cross section bisa jadi diakomodasi dari intersep yang berbeda. Untuk mengestimasi FEM dengan intersep yang berbeda antar individu dapat menggunakan teknik variabel dummy.

3. Random Effect Model (REM) adalah teknik yang digunakan untuk mengatasi ketidakpastian atau kelemahan yang dilakukan ketika menggunakan estimasi FEM melalui teknik variabel dummy (Widarjono, 2005;259). Model ini mengestimasi data panel yang variabel residual diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar subjek. Metode analisis data panel menggunakan model REM ini harus memenuhi persyaratan bahwa jumlah cross section harus lebih besar dibanding jumlah variabel penelitian.

Penentuan Metode Estimasi Regresi Data Panel

Terdapat beberapa teknik yang bisa digunakan untuk penentuan model estimasi regresi data panel, antara lain:

1. Chow Test

Chow test merupakan pengujian yang digunakan untuk menentukan apakah model Common Effect (PLS) atau Fixed Effect yang paling tepat dalam estimasi data panel. Hipotesis yang dibentuk dalam chow test ini adalah sebagai berikut :

H0 : Model Common Effect atau PLS H1 : FEM

(9)

2. Hausman Test

Hausman test adalah pengujian yang membandingkan model fixed effect dengan random effect dalam menentukan model terbaik untuk digunakan sebagai model regresi data panel. Hipotesis yang dibentuk dalam Hausman Test adalah sebagai berikut :

H0 : REM H1 : FEM 3. Test Lagrange Multiplier

Test lagrange multiplier adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui apakah model REM lebih baik dari pada metode common effect atau PLS. Hipotesis yang dibentuk dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :

H0 : Common Effect Model atau PLS H1 : REM

Pengujian Statistik

Dalam melakukan estimasi dan menguji hipotesa dari regresi data panel dilakukan melalui uji T (parsial), uji F (simultan), serta uji koefisien determinasi (R2).

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Autokorelasi muncul karena adanya residual yang tidak bebas antar satu observasi ke observasi lainnya. Hal tersebut disebabkan karena error pada individu cenderung mempengaruhi individu yang sama pada periode selanjutnya. Masalah autokorelasi sering terjadi pada data time series. Autokorelasi dapat diketahui melalui Uji Durbin-Watson (D-W Test). Nilai uji Durbin-Watson dibandingkan dengan nilai tabel Durbin-Watson dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan korelasi positif atau negatif.

2. Uji Heteroskedastisitas merupakan pengujian mengenai varian residual yang berubah dengan berubahnya satu atau lebih variabel bebas. Adanya heteroskeadstisitas menyebabkan estimator OLS tidak menghasilkan estimator yang Beast Linier Unbiased Estimator (BLUE).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Model Regresi Data Panel

Berdasarkan hasil uji chow pada penelitian ini, nilai probability Chi-square adalah 0,0000. Artinya hipotesis H0 ditolak karena kurang dari 0,05 dan model yang terpilih adalah fixed effect model. Berdasarkan hasil uji hausman pada penelitian ini, nilai probability cross-section adalah 0,0030. H0 ditolak karena nilai P-value lebih kecil dari 0,05. Artinya model yang terpilih adalah fixed effect model. Karena pada penelitian ini fixed effect model sudah terpilih dua kali sebagai model terbaik dalam pemilihan model regresi, maka tidak perlu dilakukan uji lagrange-multiplier.

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Autokrelasi

Dengan menggunakan pendekatan fixed effect model, nilai uji Durbin-Watson sebesar 2,605224. Dengan jumlah variabel 3 dan jumlah observasi sebanyak 190. Berdasarkan tabel Durbin-Watson, dengan jumlah variabel dan jumlah observasi tersebut nilai dl = 1.7306 dan du = 1.7947, 4 – dl = 2,2694 dan 4 – du = 2.2053. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi negatif pada penelitian ini, karena nilai uji Durbin-Watson > (4 – dl) atau. 2,605224 > 2,2694.

(10)

Hasil pengujian heteroskedastisitas diatas, nilai probabilitas dari masing-masing variabel > 0,05 dan hipotesis H0 diterima. X1 sebesar 0,7881, X2 sebesar 0,2259 dan X3 sebesar 0,8870. Artinya, dalam penelitian ini tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Dapat disimpulkan bahwa untuk pengujian asumsi klasik pada penelitian ini hanya terjadi gejala autokorelasi. Untuk mengatasi gejala autokorelasi yang terjangkit pada penelitian ini, maka dapat digunakan model cross section SUR.

Hasil Ananlisis

Berdasarkan pemilihan model terbaik pada penelitian ini, maka ditentukan bahwa Fixed Effect Model adalah model paling baik yang terpilih pada penelitian ini. Setelah dilakukan uji asumsi klasik, dapat disimpulkan bahwa terdapat gejala autokorelasi pada penelitian ini, yaitu autokorealsi negatif. Untuk mengatasi gejala autokorelasi tersebut, dilakukan perbaikan uji autokorelasi dengan menggunakan pendekatan cross-section SUR untuk mengestimasi model. Model persamaan regresi tersebut adalah:

Y = 20591,72 – 0,242503 X1 – 1,559394 X2 – 1,288283 X3 + e

Interpretasi dari persamaan diatas adalah sebagai berikut:

1. Nilai konstanta sebesar 20591,72, artinya jika ketiga variabel independent yang diteliti yaitu pengeluaran pemerintah sektor pendidikan (X1), pengeluaran pemerintah sektor kesehatan (X2) dan pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial (X3) dinyatakan dalam bentuk nol, maka kemiskinan (Y) akan bernilai sebesar 20591,72 (dalam ribu). 2. Dari persamaan diatas terlihat bahwa nilai koefisien variabel pengeluaran pemerintah

sektor pendidikan (X1) sebesar -0,2425. Artinya, jika pengeluaran pemerintah sektor pendidikan (X1) meningkat sebesar Rp 1 miliar, maka variabel Y akan menurun sebesar 0,2425 ribu jiwa.

3. Dari hasil regresi diatas didapatkan hasil dari nilai koefisien pengeluaran pemerintah sektor kesehatan (X2) sebesar -1,559394. Artinya jika pengeluaran pemerintah sektor kesehatan (X2) meningkat sebesar Rp 1 miliar, maka variabel Y akan menurun sebesar 1,559394 ribu jiwa.

4. Dari hasil regresi diatas didapatkan hasil dari nilai koefisien pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial (X3) sebesar -1,288283. Artinya jika pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial (X3) meningkat sebesar Rp 1 miliar, maka variabel Y akan menurun sebesar 1,288283 ribu jiwa.

4.3.1 Uji Parsial (Uji t)

Berdasarkan tabel 4.3 tentang hasil regresi data panel diatas, uji signifikansi secara parsial (uji t) dengan tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05 dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Variabel Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan (X1)

Dengan nilai signifikansi probabilitas t-value sebesar 0,4913 > 0,05, artinya secara parsial variabel X1 tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap varaibel Y (kemiskinan). b. Variabel Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan (X2)

Dengan nilai signifikansi probabilitas t-value sebesar 0,0493 < 0,05, artinya secara parsial variabel X2 berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel Y (kemiskinan).

c. Variabel Pengeluaran Pemerintah Sektor Perlindungan Sosial (X3)

Dengan nilai signifikansi probabilitas t-value sebesar 0,0218 < 0,05, artinya secara parsial variabel X3 berpengaruh signifikan negatif terhadapvariabel Y (kemiskinan).

4.3.2 Uji Simultan (Uji F)

Berdasarkan tabel 4.3 tentang hasil regresi data panel, uji signifikansi secara simultan atau uji F dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistik. Nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000000 < 0,05, yang berarti simultan variabel X1, X2 dan X3 berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (kemiskinan).

(11)

4.3.3 Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan tabel 4.3 tentang hasil regresi data panel, nilai R-squared adalah sebesar 0,997804 atau 99,78 %. Artinya variabel X1, X2 dan X3 dapat menjelaskan variabel Y (kemiskinan) sebesar 99,78 %. Sedangkan sisanya yaitu 0,22 % akan dijelaskan oleh variabel diluar model

C.

Pembahasan Hasil Penelitian

Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil regresi diatas, diperoleh hasil koefisien dari variabel pengeluaran pemerintah sektor pendidikan Kabupaten/Kota di Jawa Timur bertanda negatif dengan nilai sebesar -0,242503 dan nilai signifikansi sebesar 0,4913 yang lebih besar dari nilai alpha 0,05. Artinya bahwa variabel pengeluaran pemerintah sektor pendidikan memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan secara statistik terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan Kabupaten/Kota di Jawa Timur tidak menurunkan kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hasil tersebut menunjukkan perbedaan dengan hipotesis awal yang dibuat pada bab sebelumnya dalam penelitian ini, yang menyebutkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri dan Kaluge (2017) yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan di Jawa Timur”. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor pendidikan memiliki dampak negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap ada peningkatan pegeluaran pemerintah pada sektor pendidikan tidak mengurangi kemiskinan yang ada. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ananda, Khusaini dan Wiguna (2017) yang menunjukkan bahwa pengaruh pengeluaran pemerintah sektor pendidikan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.

Sesuai dengan mandatory spending dengan kata lain belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang, pengeluaran pemerintah sektor pendidikan (termasuk gaji) dialokasikan sebesar 20% dari APBD sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 4 dan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat 1. Sesuai dengan kebijakan pro poor expenditure, pendidikan merupakan salah satu bentuk layanan pokok pemerintah yang harus dipenuhi untuk masyarakatnya, khususnya masyarakat miskin. Pendidikan merupakan bentuk investasi bagi sumber daya manusia, yang artinya dengan pendidikan setiap sumber daya manusia dapat meningkatkan taraf kehidupannya. Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan dapat membuat sumber daya manusia memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.

Namun, berdasarkan hasil dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan pada pengeluaran pemerintah sektor pendidikan tidak berpengaruh untuk menurunkan kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran pemeritah pada sektor pendidikan sebagai bentuk layanan pokok kepada masyarakat masih belum tepat sasaran. Artinya masih banyak penduduk miskin yang belum mendapatkan pendidikan secara layak. Karena, besaran alokasi anggaran pengeluaran pemerintah sektor pendidikan berdasarkan

mandatory spending sebesar 20% dari APBD didalamnya sudah termasuk dengan gaji guru. Jadi, besaran anggaran yang dialokasikan tersebut tidak hanya berfokus pada rakyat miskin yang membutuhkan layanan pendidikan saja, namun juga diperuntukan bagi keberlangsungan pembangunan dunia pendidikan melalui program pelatihan guru-guru.

Pengaruh pengeluaran pemerintah sektor pendidikan yang tidak signifikan terhadap kemiskinan tersebut terjadi karena pendidikan sendiri berpengaruh secara tidak langsung atau memberi pengaruh dalam jangka waktu yang panjang terhadap kemiskinan. Dengan pendidikan, masyarakat dapat memperoleh ilmu yang dapat dijadikan sebagi investasi bagi sumber daya manusia untuk keberlanjutan hidupnya. Pendidikan yang tinggi memberikan kesempatan bagi sumber daya manusia untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi. Artinya dengan melalui

(12)

peningkatan sumber daya manusia, barulah kondisi kemiskinan dapat dilihat menurun atau berkurang.

4.4.2 Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan Terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil regresi diatas, diperoleh hasil koefisien dari variabel pengeluaran pemerintah sektor kesehatan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur bertanda negatif dengan nilai koefisien sebesar -1,559394 dan nilai signifikansi sebesar 0,0493 yang lebih kecil dari 0,05. Artinya bahwa variabel pengeluaran pemerintah sektor kesehatan memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan secara statistik terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan pengeluaran pemerintah sektor kesehatan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur, maka akan menurunkan tingkat kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesisi awal yang dibuat pada penelitian ini di bab sebelumnya, yang menyebutkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor kesehatan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Sartiyah (2019), Mardiana, Militina dan Utary (2017) dengan hasil yang menyebutkan bahwa pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan pada pengeluaran pemerintah sektor kesehatan, maka akan mengurangi kemiskinan yang ada. Dan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syamsuri dan Bandiono (2018) yang menyebutkan bahwa belanja kesehatan berpengaruh positif dan siginifikan terhadap kemiskinan.

Seperti halnya pendidikan, kesehatan juga menjadi salah satu investasi bagi sumber daya manusia. Berdasarkan UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, besar anggaran Kesehatan pemerintah daerah Provinsi, Kabuapten/Kota dialokasikan minimal sebesar 10% dari APBD diluar gaji. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kesehatan sumber daya manusia, sehingga sumber daya manusia dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja sehingga pendapatannnya meningkat.

Pengaruh pengeluaran pemerintah sektor kesehatan yang negatif dan signifikan tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan sudah tepat sasaran dan terserap. Artinya pemerintah sudah berupaya mengalokasikan anggaran kesehatan dengan baik agar masyarakat kususnya yang tergolong miskin mendapat pelayanan di bidang kesehatan dengan layak. Namun, faktanya hingga saat ini masih banyak masyarakat yang masih belum bisa mendapatkan pelayanan di bidang kesehatan secara maksimal.

Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan karena kesehatan sendiri merupakan kebutuhan dasar yang digunakan oleh masyarakat banyak.

4.4.3 Pengeluaran Pemerintah Sektor Perlindungan Sosial Terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil regresi diatas, diperoleh hasil dari koefisien dari variabel pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur bertanda negatif dengan nilai koefisien sebesar -1,288283 dan nilai signifikansi sebesar 0,0218 yang lebih kecil dari 0,05. Artinya bahwa variabel pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan secara statistik terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kenaikan pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur, maka akan menurunkan tingkat kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis awal yang dibuat pada penelitian ini di bab sebelumnya, yang menyebutkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syamsuri dan Bandiono (2018) dengan judul penelitian “pengaruh belanja pemerintah daerah berdasarkan fungsi terhadap peningkatan IPM dan pengentasan kemiskinan”. Dengan hasil penelitian yang sama dengan penelitian ini, yaitu belanja perlindungan sosial memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap indek kemiskinan. Namun, hasil dari penelitan ini tentang pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial terhadap kemiskinan berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Surtiyah (2019). Dengan hasil penelitian bahwa pengeluaran

(13)

pemerintah sektor perlindungan sosial memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan.

Hubungan negatif dan signifikan yang dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial terhadap kemiskinan pada penelitian ini, sebanding dengan peran penting perlindungan sosial itu sendiri dalam upaya pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, pemerintah sudah berupayah menciptakan pelayanan perlindungan sosial bagi seluruh masyarakatnya terutama masyarakat yang tergolong miskin. Artinya, upayah pemerintah tersebut dalam meningkatkan pelayanan perlindungan sosial melalui pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial terserap dengan baik.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil dari pembahasan diatas mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah sektor Pendidikan, Kesehatan dan perlindungan sosial terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2014-2018, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah sektor pendidikan memiliki hubungan yang negatif terhadap kemiskinan, namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa timur. Hal ini menjelaskan bahwa dengan terjadinya peningkatan pada pengeluaran pemerintah sektor pendidikan maka tidak mengurangi tingkat kemiskinan yang ada pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

2. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan memiliki hubungan yang negatif dan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hal ini menjelaskan bahwa dengan terjadinya peningkatan pada pengeluaran pemerintah sektor kesehatan akan mengurangi kemiskinan yang ada pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 3. Pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial memiliki hubungan yang negatif dan

berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hal ini menjelaskan bahwa dengan adanya peningkatan pada pengeluaran pemerintah sektor perlindungan sosial, maka akan mengurangi kemiskinan yang ada pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial terhadap kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2014-2018, maka terdapat hal yang disarankan oleh penulis, antara lain:

1. Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan anggaran pada sektor pendidikan yang tepat sasaran melalui program-program prioritas yang berpihak pada masyarakat, agar anggaran pada sektor pendidikan tersebut dapat terserap dengan baik.

2. Pemerintah diharapkan melakukan perbaikan kerjasama baik antar pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan instansi-instansi terkait dalam pelaksanaan program-program yang ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan yang ada.

3. Bagi peneliti berikutnya, sebaiknya mengembangkan penelitian dengan menambahkan variabel independent lain yang diduga dapat mempengaruhi kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, CF., Khusaini, Moh and Wiguna, AB. 2017. Does Government Quality Spending Can Reduce Poverty ? A Case in East Java Province. Global J. Bus. Soc. Sci. Review 5 (1) 53-58. Faculty of Economics and Business, Brawijaya University.

(14)

Annur, RA. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kecamatan Jekulo dan Mejobo Kabupaten Kudus. Economic Development Analysis Journal 2(4) (2013).

Azwar. 2016. Peran Alokatif Pemerintah melalui Pengadaan Barang/Jasa dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Indonesia. Kajian Ekonomi Keuangan. Vol. 20, No. 2.

Badan Pusat Statistik. 2019. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. 2020. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka.

Direktorat Jenderal Anggaran. Informasi Anggaran Pengeluaran Belanja Negara 2019.

Direktorat Jenderal Anggaran. Realisasi Belanja Per Fungsi Pada APBD 2014.

Direktorat Jenderal Anggaran. Realisasi Belanja Per Fungsi Pada APBD 2015.

Direktorat Jenderal Anggaran. Realisasi Belanja Per Fungsi Pada APBD 2016.

Direktorat Jenderal Anggaran. Realisasi Belanja Per Fungsi Pada APBD 2017.

Direktorat Jenderal Anggaran. Realisasi Belanja Per Fungsi Pada APBD 2018.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Provinsi Jawa Timur 2014-2018.

Fithri, Naylal dan David kaluge. 2017. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan Di Jawa Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 15, No. 2. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

Gujarati, Damodar N. 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill. USA. Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi Ketiga. McGraw Hill. USA. Mangkoesoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.

Mardiana, Theresia Militina dan Anis Rachma Utary. 2017. Analisis Pengaruh Pengeluaran pemeritah Daerah Sektor Pendidikan dan Kesehatan Serta Infrastruktur Terhadap Tingkat Pengangguran Serta Tingkat Kemiskinan. INOVASI, Volume 13 (1), 50-60.

Mawardi, Sultan dan Sudarno Sumarto. 2003. Kebijakan Publik yang Memihak Orang Miskin (Fokus: Pro-Poor Budgeting). Makalah disampaikan pada Pelatihan Fasilitator Kabupaten dan Koordinator Regional Prakarsa Pembaruan Tata Pemerintah Daerah. Yogjakarta, 24 Oktober.

Nurwati, Nunung. 2008. Kemiskinan : Model Pengukuran, Permasalahan dan Alternatif Kebijakan. Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No.1, Januari 2008 : 1-11.

Rini, AS dan Lilik Sugiharti. 2016. Faktor-Faktor Penentu Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Rumah Tangga. Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan. Desember 2016; 01(2): 17-33 ISSN 2085-4617.

Suharto, Edi. 2015. Peran Perlindungan Sosial Dalam Mengatasi Kemiskinan di Indonesia: Studi Kasus Program Keluarga Harapan. Sosiohumaniora, Volume 17 No. 1: 22-28.

Supriyanto, RW, dkk, 2014. Perlindungan Sosial di Indonesia: Tantangan Arah Ke Depan. Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat/Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Susanti, EN dan Sartiyah. 2019. Determinan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Dimensi, Vol. 8, No. 2 : 249-265.

Syamsuri, Mhd. Rizki dan Bandiyono, Agus. 2018. Pengaruh Belanja Pemerintah Berdasarkan Fungsi Terhadap Peningkatan IPM dan Pengentasan Kemiskinan (Studi Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh). Jurnal Info Artha Vol.2, No.1, Hal. 11-28.

Widarjono, Agus. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UII.

Widodo, Adi., Waridin dan Johanna Maria K. 2011. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Melaluli Peningkatan Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan, Vol. 1, No. 1.

Word Bank. 2007. Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. The Word Bank, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Fakir Miskin. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat perbedaan sindroma perimenopause, keluhan psikologis, somatovegetatif, dan urogenital yang bermakna pada akseptor kontrasepsi kombinasi, progesteron only, dan

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan Kuliah

Pemesanan bahan bagunan di Toko Bangunan Jaya Bersama masih dilakukan secara manual dimana pembeli harus datang langsung ke toko untuk membeli barang material yang

Protokol ini sangat erat hubungannya dengan protokol SMTP (Simple Mail Transfer Protocol) dimana protokol SMTP berguna untuk mengirim surat elektronik dari

Target pelaksanaan Program Pengabdian kepada Masyarakat yaitu terjadinya peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dan karyawan SD Muhammadiyah Sleman dalam

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menyajikan hasil perawatan ortodontik dengan teknik Begg pada kasus maloklusi Angle klas III dengan hubungan skeletal klas III

H 0 0, Artinya tidak terdapat hubungan antara penyampaian pesan keagamaan Tsani Liziah dengan dimensi ritual (the ritualistic dimension) Komunitas MCM (Muslimah Cerdas Multitalenta)