• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. dengan tujuan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. KERANGKA PEMIKIRAN. dengan tujuan tujuan penelitian yang ingin dicapai."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

30 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian merupakan struktur pelaksanaan penelitian yang mengaitkan setiap tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

3.1.1. Model Regresi Logit

Di sebagian besar survey mengenai perilaku manusia, tanggapan yang banyak diberikan berbentuk kualitatif, dapat berupa jawaban ya atau tidak sebagai pilihan. Peubah kualitatif yang hanya mempunyai dua kemungkinan nilai ini disebut peubah biner. Ketika satu atau lebih explanatory variabel dalam model regresi adalah binary, hal ini dapat digambarkan sebagai dummy variable. Namun ketika dependent variable berupa peubah biner, maka penyelesaiannya akan menjadi lebih kompleks ketika kita membangun model karena binary choice

model mengasumiskan bahwa individu dihadapkan pada pilihan diantara dua

alternatif pilihan yang tergantung pada karakteristik mereka. Untuk menyelesaikan masalah yang memiliki pilihan biner, terdapat beberapa model yang dapat digunakan, yaitu: liner probability model, model logit, dan model tobit (Pindyck and Rubinfeld, 1998).

Untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani dalam menerapkan pola konservasi digunakan model fungsi logit. Model logit digunakan karena dari sisi matematika merupakan fungsi yang sangat fleksibel dan mudah digunakan serta parameter koefisiennnya mudah diinterpretasikan (Juanda, 2009). Alat analisis ini telah banyak digunakan Siregar (2006), Katharina (2007a), Bandara dan Thiruchelvam (2008), dan Joseph et al. (2012). Secara teoritis,

(2)

31 model Logit didasarkan pada cumulative logistic probability function dan dispesifikasikan menjadi (Pindyck and Rubinfeld, 1998):

Dari persamaan 7, diperoleh

Selanjutnya, dengan membaginya dengan Pi, diperoleh

Dengan mendefinisikan , maka diperoleh:

Dengan menggunakan logaritma natural dari kedua sisi, diperoleh:

Atau dari persamaan (1) diperoleh

Pi = Peluang melakukan pilihan-1 1-Pi = Peluang tidak melakukan pilihan-1 α,β = Parameter dugaan

Xi = Peubah bebas

3.1.2. Pengambilan Keputusan Adopsi

Rogers dan Schoemaker (1986) dalam Nahraeni (2000) menyatakan bahwa terdapat empat paradigma proses keputusan inovasi yaitu tahap pengenalan, persuasi, keputusan, dan konfirmasi. Pada tahap keputusan seseorang

(3)

32 terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menerima dan menolak inovasi. Rogers (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi adopsi, yaitu karakteristik sosialekonomi, karakteristik diri petani, dan tingkah laku dalam komunikasi. Karakteristik sosial ekonomi meliputi umur, pendidikan, tingkat melek huruf, tingkat status sosial, mobilitas sosial, luas lahan, orientasi ekonomi, akses terhadap kredit, dan spesialisasi. Variabel yang termasuk kedalam karakteristik diri petani adalah empati, dogmatis, kemampuan berfikir abstrak, rasionalitas, intelegensi, perilaku kearah perubahan, kemampuan mengatasi ketidakpastian, sikap yang lebih terhadap pendidikan, sikap yang lebih terhadap ilmu pengetahuan, fatalism, aspirasi yang lebih tinggi terhadap pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Tingkah laku dalam komunikasi terdiri dari beberapa variabel, yaitu partisipasi sosial, keterkaitan dengan sistem sosial, wawasan yang luas, hubungan dengan agen pengubah, pemasaran media massa, komunikasi interpersonal, pencarian informasi secara aktif, pengetahuan mengenai inovasi, kepemimpinan, kesesuaian dengan sistem yang saling terkait.

Lebih lanjut, Rogers (1983) menyatakan bahwa seluruh variabel diatas berpengaruh positif terhadap adopsi kecuali umur, dogmatis, dan fatalism. Berdasarkan penelitian mengenai adopsi, ada hasil penelitian yang mendukung dan tidak mendukung karakteristik dari kategori adopter tersebut. Adopsi suatu teknologi petani berkaitan erat dengan perilaku petani sebagai pengelola usahatani yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Karakteristik pengambilan keputusan itu meliputi umur, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota keluarga, status sosial, status penguasaan lahan, informasi teknologi yang meliputi frekuensi penyuluhan dan kontak lembaga. Faktor lain yang mempengaruhi pengambilan

(4)

33 keputusan petani adalah luas lahan, jumlah tenaga kerja, pendapatan, status lahan, keanggotaan dalam kelompok tani, resiko, tersedianya kredit, serta kelembagaan.

Menurut Rogers (1983), terjadi ketidakkonsistenan dalam hubungan antara umur dan inovasi. Pengaruh dari umur petani dalam adopsi konservasi dapat diangggap merangkum pengaruh dari pengalaman petani dan rencana jangka panjang. Petani yang lebih tua dianggap memiliki pengalaman bertani yang lebih baik sehingga mudah menerima adopsi (Lapar dan Pandey, 1999). Hal ini tampak pada penelitian Siregar (2006), serta Lapar dan Pandey (1999) di Cebu, Filipina. Namun, dilain pihak petani muda dianggap memiliki pemikiran jangka panjang yang lebih baik, sehingga adopsi lebih mudah diterima (Lapar dan Pandey, 1999). Ini sesuai dengan pendapat Lionberger (1968) dalam Indraningsih (2010), petani yang lebih tua kurang menerima perubahan dibandingkan petani yang lebih muda, dan terlihat pada hasil peneltian Lapar dan Pandey (1999) di Claveria, Filipina dan D’Souza, et al. (1993) di Virginia Barat.

Jumlah Tangggungan Keluarga berpengaruh negatif terhadap keputusan konservasi. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka eksploitasi terhadap sumberdaya tanah semakin besar dengan harapan meperoleh keuntungan yang lebih banyak lagi. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang teknologi pertanian yang baru, sehingga diasumsikan lembaga pendidikan memfasilitasi pembelajaran, sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang cenderung semakin mudah menerima praktek-praktek baru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bandara dan Thiruchelvam (2008). Pengalaman bertani berpengaruh positif terhadap keputusan petani untuk mengadopsi konservasi. Petani yang

(5)

34 berpengalaman mempunyai kapabilitas manajerial yang lebih baik karena mereka belajar dari pengelolaan usahataninya tahun-tahun sebelumnya (Nahraeni, 2012)

Status lahan milik bagi petani, akan mempercepat adopsi konservasi, artinya status lahan milik berpengaruh positif terhadap adopsi konservasi. Menurut Lapar dan Pandey (1999) rendahnya status property right di dataran tinggi Filipina diangggap sebagai faktor utama yang menyebabkan erosi tanah di dataran tinggi. Hwang et al. (1994) dalam Katharina (2007b) menyatakan bahwa status lahan sewa akan mempercepat terjadinya erosi karena pengelolaannya bersifat jangka pendek. Keputusan bentuk penggunaan lahan juga dipengaruhi oleh status kepemilikan lahan. Bila lahan berstatus milik maka lahan akan lebih memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan fisik lahan (Feder dan Onchan, 1987 dalam Katharina, 2007b) dibandingkan dengan status sewa. Selain itu, bila petani tidak yakin dengan hak-hak mereka untuk memanfaatkan lahan yang dibudidayakan, perangsang-perangsang untuk menginvestasikan dalam praktek-praktek konservasi sumberdaya seperti pengendalian erosi, akan menjadi lemah (Reijntjes, et al. 1992).

Luas lahan berpengaruh secara positif terhadap keputusan adopsi konservasi. Semakin luas lahan yang digarap, maka adopsi lebih cepat dilakukan karena petani memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik (Lionberger (1968) dalam Indraningsih (2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers (1983) bahwa luas lahan memberikan pengaruh positif terhaadap adopsi teknologi, serta hasil penelitian Bandara dan Thiruchelvam (2008).

Petani dengan pendapatan yang lebih tinggi akan lebih mudah mengadopsi konservasi, karena memiliki modal yang cukup untuk mengadopsi suatu teknik

(6)

35 konservasi. Selain itu, petani dengan pendapatan rendah cenderung akan menghindari resiko dalam mencoba suatu inovasi karena jika ternyata keputusan inovasi tidak memberikan keuntungan yang lebih baik, maka modal untuk usatani berikutnya akan berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Lionberger (1968), yang menyatakan semakin tinggi pendapatan usahatani, maka petani cenderung lebih cepat mengadopsi inovasi.

Adopsi terhadap konservasi bertujuan untuk mengurangi terjadinya erosi. Menurut Arsyad (2000) erosi bergantung pada iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, tanah, dan manusia. Di daerah beriklim basah faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi adalah panjang lereng dan kemiringan lereng. Semakin tinggi kecuraman lerang, maka semakin meningkatkan potensi terjadinya erosi. Sehingga kecuraman lereng diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap keputusan adopsi konservasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lapar dan Pandey (1999) serta Katharina (2007a) yang menyatakan bahwa kebutuhan untuk mengadopsi konservasi tanah, dalam bentuk teras baku maupun membuat guludan searah kontur, semakin meningkat apabila kemiringan lahan semakin besar.

Pengaruh tumbuh-tumbuhan (vegetasi) terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu intersepsi hujan oleh tanjuk tanaman, mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air, stabilitasi struktur dan proporsi tanah, dan transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan berbeda terhadap erosi. Faktor manusia menentukan perlakuan dalam penguasaan tanah, faktor tersebut antara lain, luas lahan

(7)

36 pertanian yang diusahakan, sistem pengusahaan tanah, status pengusahaan tanah, tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi, harga hasil pertanian, akses kredit, dan akses pasar Arsyad (2000). Keputusan petani untuk menerapkan teknologi baru dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor sosial yang berasal dari dalam diri petani dan faktor ekonomi yang berasal dari luar usahataninya (Rogers dan Schoemaker, 1986 dalam Nahraeni, 2000).

3.1.3. Nilai Ekonomi Konservasi

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani adalah nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani dikurangi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani adalah penerimaan dari produk usahatani baik yang dijual maupun yang tidak dijual dikurangi nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan (Soekartawi et al.,1985).

Biaya atau cost juga dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai di dalam usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kebutuhan usahatani. Biaya total adalah seluruh nilai yang dikeluarkan bagi usahatani, baik tunai maupun yang diperhitungkan.

Rumus penerimaan, biaya dan pendapatan adalah :

………...………... (7)

………...………... (8)

... (9)

... (10)

(8)

37 ... (12) Dimana :

TRtunai = Total penerimaan tunai usahatani (Rupiah)

TRtotal = Total penerimaan semua produksi usahatani (Rupiah) TCtunai = Total biaya tunai usahatani (Rupiah)

TCtotal = Total biaya usahatani (Rupiah) π = Pendapatan (Rupiah)

Bd = Biaya yang diperhitungkan (Rupiah) Py = Harga output (Rupiah)

Y = Jumlah produksi (Kg)

TVC = Total biaya variabel (Rupiah) TFC = Total biaya tetap (Rupiah)

Nilai ekonomi konservasi merupakan tambahan pendapatan (incremental

net benefit) yang diperoleh oleh petani jika melakukan konservasi. Sehingga nilai

ekonomi konservasi merupakan perbedaan total pendapatan usahatani kentang konservasi dan non-konservasi.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang memiliki luas lahan kering terbesar di Provinsi Jawa Barat, namun belum digunakan secara optimal. Kentang merupakan salah satu komoditas andalan yang dapat ditanam di dataran tinggi. Namun, usahatani kentang dilakukan di dataran tinggi dengan tingkat kemiringan lereng lebih dari 15 persen sehingga pengusahaannya masih dianggap menimbulkan masalah karena dapat menyebabkan erosi tanah. Masalah yang diakibatkan erosi, dapat dilihat dari penurunan produktivitas kentang di

(9)

38 Kabupaten Garut dari tahun ke tahun dan akhirnya menurunkan pendapatan petani. Untuk itu, perlu diadakan suatu upaya konservasi untuk dapat meminimalisir terjadinya erosi yang lebih besar.

Pola konservasi untuk mencegah laju erosi pada usahatani kentang sudah banyak disosialisasikan oleh para pakar dan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 47/Permentan/OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan. Namun, kenyataannya tidak semua petani melakukan pola konservasi yang dianjurkan. Sehingga, perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi pola konservasi atau tidak mengadopsi. Pendekatan dilakukan melalui wawancara kepada petani secara langung dan dianalisis dengan model logit.

Faktor ekonomi sangat mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahatani. Jika sistem usahatani tertentu dianggap lebih menguntukan dari sisi pendapatan, maka petani lebih mudah untuk mengadopsi sistem usahatani tersebut. Salah satu cara melihat manfaat dari sistem usahatani konservasi adalah adanya nilai ekonomi yang dihasilkan. Penghitungan nilai ekonomi konservasi dianggap perlu dilakukan agar dapat terlihat secara riil manfaat dari sistem konservasi. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari wawancara langsung terhadap petani.

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu merumuskan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatan adopsi konservasi. Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini merupakan keterkaiatan antara tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari petani

(10)

39 sebagai unit sampel dan data sekunder yang berasal dari instansi terkait. Alur proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Usahatani

Kentang

Permasalahan:

Penggunaan lahan dengan kemiringan lebih dari 15 persen menyebabkan erosi Produktivitas kentang menurun sehingga pendapatan petani menurun

Faktor-faktor adopsi pola konservasi

Rekomendasi Kebijakan untuk Meningkatkan Adopsi Pola Konservasi dan Pendapatan Usahatani Peluang :

Permintaan Kentang lebih besar dari Penawaran

Kentang merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi Garut merupakan salah satu sentra penghasil kentang terbesar di Jawa Barat

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 47/Permentan/OT.140/10/2006

Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan

Nilai Ekonomi Konservasi Usahatani konservasi Usahatani non-konservasi Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani

(11)

40 3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hipotesis.

1. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam mengadopsi pola konservasi adalah pendidikan, luas lahan yang digarap, pendapatan tunai petani, status kepemilikan lahan, tingkat kecuraman lahan usahatani, dan pengalaman bertani. Selain itu, jumlah tanggungan keluarga dan umur petani berpengaruh negatif terhadap keputusan adopsi konservasi. 2. Sistem konservasi usahatani kentang di Kecamatan Pasirwangi memiliki

Gambar

Gambar 1.  Alur Kerangka Pemikiran Operasional Usahatani

Referensi

Dokumen terkait

Seperti dalam kasus di atas jika dilihat dari maksimal hukuman yang ada dalam undang-undang hukuman yang dijatuhkan pada Abid Hasan sudah cukup memberikan efek

Aktivitas O, S, E, A, dan N persiswa berturut-turut adalah aktivitas mengamati persiswa cenderung meningkat, aktivitas menanya persiswa mengalami penurunan,

Mikroorganisme yang berada di udara masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi, penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang mengandung

Pada tahap ini dilakukan perhitungan persediaan dan pemesanan dari suku cadang yang terpilih, sehingga didapatkan total biaya yang harus dikeluarkan oleh

Dalam pembelajaran IPS pada materi permasalahan sosial, dibutuhkan penggunaan model pembelajaran yang menarik, efektif dan efisien untuk menarik perhatian, motivasi

1) Guru harus selalu menepati janji kepada siswa, diantaranya kebiasaan untuk menetapkan masuk kelas, mengembalikan bahan atau tugas yang diperiksa oleh guru. 2) Menjaga

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peta pikiran (Mind Mapping) merupakan satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual, peta

Joyce dan Weil dalam Rusman (2011: 133) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana