• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PARTNERSHIP DALAM PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PARTNERSHIP DALAM PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN TA 2008

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PARTNERSHIP

DALAM PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN

Oleh :

Bambang Sayaka

I Wayan Rusastra

Rosmijati Sajuti

Supriyati

Wahyuning K. Sejati

Adang Agustian

Yana Supriyatna

Iwan Setiajie Anugrah

Roosganda Elizabeth

Ashari

Jefferson Situmorang

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN

(2)

RINGKASAN EKSEKUTIF

PENDAHULUAN

1. Bagi petani kecil umumnya pemasaran produk pertanian merupakan titik kritis dalam rantai agribisnis. Disamping itu petani kecil juga menghadapi kendala modal untuk membeli sarana produksi. Bantuan modal dan pemasaran produk akan sangat berarti bagi petani, apalagi umumnya produk pertanian mempunyai sifat musiman, mudah rusak, dan meruah (voluminous).

2. Petani sebagai produsen produk pertanian diharapkan mampu memanfaatkan segala potensi pasar yang ada, bukan hanya pasar tradisional tetapi juga pasar modern maupun prosesor yang memerlukan bahan baku dalam jumlah besar. Untuk bisa bermitra dengan pasar modern dan prosesor diperlukan berbagai syarat, misalnya standar kualitas produk, kontinyuitas pasokan, serta kontrak harga yang bersifat mengikat. Partnership atau kemitraan dalam pemasaran produk pertanian diharapkan bisa meningkatkan efisiensi pemasaran, membantu petani dengan harga jual yang layak dan produk yang dihasilkan bisa diserap pasar.

3. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi kelembagaan partnership dalam pemasaran hortikultura (kentang, cabe merah, dan bawang merah), pangan (jagung), dan ternak (sapi potong); (2) Menganalisis kinerja kelembagaan partnership terpilih (best practice) menurut subsektor pertanian; (3) Menganalisis biaya-manfaat kelembagaan pemasaran introduksi (partnership) vs pemasaran konvensional menurut sub-sektor; (4) Merumuskan antisipasi dan prospek kelembagaan partnership terpilih menurut sub-sektor.

METODOLOGI

4. Penelitian meliputi partnership pemasaran sub sektor hortikultura (kentang, cabe merah, bawang merah), sub sektor tanaman pangan (jagung), dan sub sektor peternakan (sapi potong). Lokasi penelitian adalah (1) Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat untuk partnership pemasaran kentang; (2) Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Garut, dan kabupaten Ciamis untuk partnership pemasaran cabe merah; (3) Kabupaten Brebes untuk partnership pemasaran bawang merah, (4) Provinsi Gorontalo untuk partnership jagung dan sapi potong.

5. Responden penelitian meliputi kelompok tani yang bermitra maupun tidak bermitra, gabungan kelompok tani, kelompok ternak, pedagang perantara, pedagang besar, perusahaan mitra (PT Heinz ABC Indonesia, PT Panah Merah, Misi Teknik Taiwan, Carrefour, BUMD, PT Indofood Sukses Makmur (ISM), PT Indofood Fritolay Makmur (IFM), PT Mitra Tani Agro Unggul (MAU), dan Dinas terkait di lokasi penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Partnership Pemasaran Kentang (Kasus di Bandung dan Bandung Barat)

6. Dua pola saluran pemasaran komoditas kentang, yaitu: (1) Pola pemasaran umum (petani non mitra) untuk kentang varietas Granola (sayur) yang disalurkan ke

(3)

berbagai pasar induk untuk konsumen rumah tangga; dan (2) Pola Kemitraan Kelompok Tani dengan PT IFM untuk kentang Atlantik guna memenuhi kebutuhan pabrik pengolahan keripik milik perusahaan mitra.

7. Dalam partnership pemasaran kentang Atlantik, pihak perusahaan menyediakan bibit yang semuanya masih harus diimpor. Pada saat panen, pihak perusahaan akan memotong hasil penjualan petani sebesar jumlah pinjaman bibit. Kegiatan partnership pemasaran melibatkan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai vendor dari perusahaan mitra. Kerjasama dengan kelompok dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan transaksi bisnis sekaligus untuk menekan biaya transaksi kemitraan.

8. Kentang yang dapat diterima oleh perusahaan mitra telah ditentukan persyaratan kualitas yang menyangkut tampilan fisik maupun ketentuan pabrikan. Untuk sosialisasi persyaratan tersebut pihak penghela mempunyai perwakilan di areal atau wilayah tanam. Ketua atau pengurus KT yang menjadi mitra juga memberikan bimbingan terhadap petani anggotanya termasuk dalam hal mutu dan ketentuan yang dikehendaki pihak mitra.

9. Kemitraan pemasaran kentang walaupun tanpa kontrak formal tetapi dapat berlanjut bahkan semakin banyak petani yang ingin bergabung dalam kemitraan. Lancarnya pembayaran pihak mitra serta hubungan personal yang baik antara petugas perusahaan dan KT menjadi faktor kunci dalam kelangsungan hubungan kemitraan. 10. Tingkat keuntungan petani peserta kemitraan lebih tinggi dibandingkan dengan non

kemitraan (R/C rasio 1,70 vs 1,63). Walaupun struktur pasar bersifat monopsoni, tetapi petani mitra menerima harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas kentang granola yang struktur pasarnya relatif kompetitif.

11. Manfaat lain dari kemitraan ini adalah petani lebih profesional dengan belajar menepati komitmen, dapat mengakses kredit program program pemerintah (KKP-E), kemudahan memperoleh saprodi, serta peningkatan teknologi budidaya. Permasalahan dalam kemitraan ini antara lain harga bibit dan saprodi yang semakin tinggi, harga pembelian oleh perusahaan yang relatif stagnan, menurunnya areal lahan akibat tidak diizinkan pemanfaatan lahan Perhutani

Partnership Pemasaran Cabe Merah (Kasus di kabupaten Semarang dan Boyolali) 12. Pola partnership pemasaran cabe merah yang terdapat di Boyolali dan Semarang

adalah: (1) Paguyuban/Gapoktan dengan Grower dari PT Heinz ABC; (2) Gapoktan dengan produsen benih PT Panah Merah; (3) Kelompok Tani dan Supplier (Misi Teknik Taiwan ) dengan Carrefour (Semarang); dan (4) Program LM3 dengan Pedagang Besar (Semarang). Partnership dengan PT Heinz ABC ada yang dilakukan secara berjenjang, ada juga yang langsung ke Gapoktan/Kelompok Tani.

13. Area partnership cabe merah masih kecil sehingga belum mempengaruhi pasokan, permintaan, dan harga cabai merah di pasar. Pada saat harga pasar di atas harga kontrak, maka keuntungan petani peserta partnership lebih kecil dibandingkan dengan petani non peserta. Pihak mitra melakukan antisipasi dengan menetapkan produktivitas yang lebih rendah dari potensi yang ada sehingga petani peserta dapat menjual kelebihan produksi sesuai dengan harga pasar.

14.Partnership oleh Gapoktan/Kelompok Tani dengan PT Heinz ABC Indonesia (baik langsung maupung tidak langsung), dituangkan dalam MoU yang menyebutkan

(4)

bahwa kedua belah sepakat melakukan jual beli cabai merah besar dengan luasan yang telah disepakati. Harga jual cabe ditetapkan secara kesepakatan yang sudah mengakomodasi keuntungan petani. Pembayaran oleh PT Heinz ABC dilakukan satu minggu setelah barang diterima dengan sistem cek mundur atau transfer.

15.Partnership dengan produsen benih (PT Panah Merah) meliputi dua pola, yaitu yang produknya berupa benih dan bukan benih. Dalam pola ini, peserta partnership memperoleh benih, bantuan modal, bantuan teknis serta pengawalan teknologi budidaya. Khusus dalam pola partnership yang produknya berupa benih petani keberatan melakukan kegiatan pasca panen, dan sistem pembayaran yang tidak tunai (15 hari sampai sebulan setelah panen). Untuk pola yang produknya bukan benih, produsen benih sebagai fasilitator dalam pemasaran hasil. Hal ini karena pemasaran varietas baru agak sulit untuk akses ke pasar.

16.Partnership dengan pasar modern (Carrefour) terjadi karena adanya fasilitasi oleh Misi Teknik Taiwan. Petani mendapat bimbingan menanam sayuran termasuk cabe dan dibantu memasarkan. Pasar modern memerlukan produk dalam jumlah yang relatif sedikit, beragam dan kontinyu dengan sistem pembayaran tidak tunai.

17. Dalam partnership dengan PT Heinz ABC, kewajiban Gapoktan/KT: (a) Menyediakan lahan minimal 5 hektar untuk budidaya cabe; (b) Menanam varietas cabe yang telah ditentukan mitra, yaitu Biola atau Hot Beauty; (c) Dalam pemasaran, KT tidak diperkenankan menjual produk di luar mitra sebelum memenuhi kewajiban ke pihak mitra; (d) Cabe yang dibeli PT Heinz ABC harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (i) Warna: merah mulus; (ii) Panjang: 9.5-14.50 mm; (iii) Cacat fisik: busuk atau pecah maksimal 1.5 persen; (iv) Cacat warna: kelopak, benang, patok maksimal 1.5 persen; (v) Kepedasan: terdeteksi di atas 400 kali pengenceran; (vi) Penampilan: segar, tanpa tungkai dan batang; (vii) Rasa: Pedas cabe, tidak pahit; (viii) Pengepakan dengan plastik kapasitas 50 kg; (ix) Jumlah cabe yang dikirim dengan produksi 0.7-0.9 kg/tanaman. Jadwal pengiriman berlaku selama musim tanam (empat bulan masa tunggu panen dan tiga bulan masa panen), dengan waktu pengiriman 3 hari sekali.

18. Sementara itu, kewajiban PT Heinz ABC sebagai mitra, antara lain: (a) Melakukan pembelian cabe merah besar; (b) Membeli semua produksi yang dihasilkan KT dengan harga yang sudah ditetapkan dan pembayaran dilakukan paling lama tiga minggu setelah barang diterima.

19. Secara finansial, partnership pemasaran cabe merah dengan PT Heinz ABC pada tahun 2007 di Boyolali dan Semarang tidak memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani non mitra. Hal ini disebabkan: (a) Harga pasar pada tahun tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan harga kesepakatan; (b) Khusus di Semarang, terjadi gagal panen karena adanya serangan hama dan penyakit.

20. Beberapa manfaat yang diperoleh petani antara lain: (a) Ada kelebihan produksi untuk kompensasi kalau harga di pasar lebih tinggi dari harga kontrak dengan mitra; (b) Kepastian pasar dan harga, (c) Petani belajar lebih profesional dalam usahatani karena terikat dengan spesifikasi produk yang diminta oleh mitra; (d) Peningkatan keterampilan/pengetahuan petani karena adanya bimbingan teknologi dari mitra; (e) Keterjaminan bibit dengan kwalitas bagus; (f) Akses petani ke wilayah pemasaran yang lebih luas dan berkwalitas di pasar-pasar modern; (g) Peningkatan pengolahan hasil menuju kwalitas produk yang unggul melalui sortasi, grading, packing sehingga

(5)

komoditas yang dihasilkan memiliki nilai jual tinggi; (h) Petani mendapatkan bantuan biaya usahatani.

21. Permasalahan yang dihadapi petani dalam partnership antara lain: (a) Aspek Teknis: Tenaga pendamping tidak dapat mengatasi serangan hama dan penyakit. Pengurus KT melakukan kegiatan penimbangan dan sortir dan tidak memperoleh upah; (b) Aspek Ekonomi: Mitra memberikan bantuan modal dan langsung dibayar dari panen pertama, dan peserta baru memperoleh uang setelah hutang lunas dibayar. Harga beli masih relatif rendah; (c) Aspek Manajemen: Pihak mitra sebaiknya langsung bermitra dengan KT, tidak melalui perantara karena perantara mengambil keuntungan, antara lain ada perbedaan harga Rp 200/kg, serta bantuan modal dibelikan mulsa dan obat-obatan, yang tidak sesuai dengan keinginan petani; (d) Aspek Sosial Kelembagaan: Muncul ketidakpercayaan dengan pihak mediator, karena mediator tersebut hanya mencari keuntungan untuk kelompoknya. Hal ini menyebabkan hubungan yang kurang baik antara mediator dengan KT, dan aparat penyuluhan dari Dinas; (e) Aspek Kebijakan, Mediasi dan Fasilitasi: Belum ada kebijakan pemerintah dalam penentuan harga cabai, fasilitasi yang diberikan pemerintah masih relatif terbatas.

22.Partnership dengan produsen benih dapat diperluas, petani mempunyai prospek untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, dan peningkatan akses pemasaran. Perlu bimbingan teknis pada kegiatan pasca panen, dan diberikan insentif yang memadai untuk kegiatan ini. Pada partnership dengan pasar modern, prospek partnership dapat diperluas karena sebagian besar pasokan masih berasal dari luar daerah. Petani yang bermitra mempunyai prospek untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, pemasaran hasil lebih terjamin. Antisipasi yang diperlukan adalah: (1) Penganekaragaman komoditas sesuai dengan permintaan pasar; (2) Peningkatan kualitas budidaya sampai dengan pasca panen; (3) Menjaga kontinyuitas pasokan sepanjang tahun.

Partnership Pemasaran Cabe Merah (Kasus di Garut)

23.Partnership pemasaran terjalin antara kelompok tani BMG (Berkah Multi Generasi) dan PT ABC Heinz Indonesia. Kontrak kerjasama ditandatangani pada Desember 2006, tetapi realisasi baru dilakukan pada tahun 2007. Petani yang melakukan partnership memperoleh keuntungan lebih besar dari pada non partnership (R/C rasio 1,90 vs1,66).

24. Untuk pengembangan partnership pemasaran cabe merah, antisipasi yang perlu dilakukan adalah: (1) Penyesuaian harga kontrak setiap musim, (2) Mengakomodasi petani non kemitraan yang antusias bergabung dengan kemitraan, (3) Alternatif varietas cabe merah bukan hanya varietas Biola dan Hot Beauty, tetapi juga varietas cabe merah lain; (4) Pemerintah perlu melakukan pembinaan terhadap petani cabe merah baik dalam hal teknis budidaya, perbaikan mutu cabe merah, kebersamaan dalam ikatan kelompok tani dan jalinan partnership pemasaran hasil.

25. Terkait dengan komoditas cabe, kegiatan partnership yang mensyaratkan budidaya yang bersifat monokultur memiliki risiko usaha yang cukup besar. Selain itu untuk mengikuti kemitraan umumnya dibutuhkan lahan yang relatif luas. Dengan kondisi seperti ini maka masih ada hambatan bagi petani untuk mengikuti kemitraan.

26. Prospek kemitraan cabai merah masih cukup bagus dan dapat diperluas. Prospek kemitraan diindikasikan oleh: (1) Masih kurangnya pasokan cabe merah ke PT ABC yang berasal dari petani, (2) Antusias petani untuk mengikuti kemitraan, (3)

(6)

Tersedianya lahan secara agrosistem yang cocok untuk cabe, dan (4) Keberadaan KT yang sangat aktif dan akomodatif dalam menjalin kemitraan.

Partnership Pemasaran Cabe Merah (Kasus Purbalingga)

27. Kemitraan pemasaran yang berlangsung di Purbalingga adalah antara Kelompok Tani Berkah Cabe dengan PT Heinz ABC. Kontrak yang ditandatangani kedua pihak adalah ketentuan kuantitas dan kualitas cabe serta harga jual yang harus disepakati kedua pihak.

28. Umumnya hanya petani besar yang bergabung ke kelompok tani dan bermitra. Harga beli dari PT Heinz ABC dibanding harga pasar rata-rata jauh lebih rendah. Para petani yang bermitra hanya mengalokasikan sebagian kecil lahannya untuk kemitraan. Jika harga tinggi petani akan lebih banyak mendapat untung dari pasar bebas dibanding penjualan ke mitra. Perluasan areal tanam sudah mengarah ke perbukitan karena lahan yang ada tidak memadai lagi dibanding minat menanam cabe yang cukup besar. Campur tangan Dinas terkait sangat kecil dalam kemitraan pemasaran cabe.

Partnership Pemasaran Cabe Merah (Kasus Ciamis)

29. Kemitraan pemasaran cabe merah ada dua macam, yaitu yang bersifat formal dan informal. Kemitraan formal adalah antara Pengelola STA (Sub Terminal Agribisnis) Kabupaten Ciamis dengan PT Mitra Tani Agro Unggul (MAU). Perjanjian jual beli cabe merah tersebut dimulai April 2008. Pengelola STA menyediakan lahan seluas 77 hektar dengan ketentuan jadwal tanam dan kualitas cabe yang telah ditentukan. Harga jual cabe adalah Rp 5.000 di gudang STA.

30. Pengelola STA secara informal melakukan kerjasama dengan pedagang di TPS (tempat penampungan sementara). Selanjutnya para pedagang TPS tersebut melakukan kemitraan dengan berbagai kelompok tani di Kabupaten Ciamis. Tujuan utama kerjasama ini adalah agar Pengelola STA dapat memasok ke PT MAU dan dijual ke pedagang besar. Petani yang bermitra dengan padagang TPS memperoleh bantuan sarana produksi dan jaminan pasar.

31. Pada saat harga cabe di pasar tinggi petani mitra memperoleh keuntungan lebih sedikit dibanding petani non mitra. Walaupun demikian harga jual yang diterima petani mitra relatif stabil dibanding petani non mitra. Peran aktif pemerintah dalam pengembangan partnership pemasaran adalah pemberdayaan STA Koja di Kecamatan Panumbangan yang dikelola oleh UPTD (Unit Pelaksanaan Teknis Dinas).

Partnership Pemasaran Bawang Merah (Kasus di Kabupaten Brebes)

32.Partnership pemasaran bawang merah dilakukan antara PT Indofood Sukses Makmur Tbk (PT ISM) dengan supplier/pedagang besar dan PUSKUD Perwakilan Jawa Tengah di Brebes, melalui MoU (sistem kontrak harga). Kontrak harga berisi tentang: (1) Produk dalam perjanjian; (2) Jumlah dan jangka waktu; (3) Harga dan pembayaran; (4) Mutu produk dan penolakan; (5) Gagal menjalani kewajiban. Dalam kelembagaan pemasaran komoditas bawang merah juga ditemukan bentuk kelembagaan pemasaran non-mitra, artinya petani bebas menjual hasil produksi bawang merahnya.

(7)

33. Kerjasama antara PT ISM dengan supplier/pedagang besar tersebut selama ini sama sekali tidak melibatkan Dinas Pertanian, Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes. PT ISM berhubungan langsung dengan supplier/pedagang besar. Kemitraan tersebut tidak memungkinkan dilakukan antara PT ISM dengan petani atau kelompok tani karena dibutuhkan modal yang besar dan kontinyuitas pasokan.

34. Kerjasama dengan PT ISM menggunakan sistem kontrak harga yang diperbaharui setiap satu bulan sekali. Pada akhir bulan pedagang akan mengajukan surat penawaran harga kepada PT ISM. Surat ini kemudian akan dibalas dengan surat penetapan harga yang disetujui oleh pihak PT ISM, dan harga tersebut yang akan digunakan dalam bulan berikutnya sampai ada pembaharuan harga kembali. Komunikasi keduabelah pihak menggunakan faksimili. Pembayaran dilakukan oleh PT ISM melalui bank BCA/BUKOPIN dengan transfer dana selama 21 hari setelah bawang merah diterima oleh PT ISM.

35. PT ISM selain sebagai konsumen bawang merah segar juga merupakan konsumen terbesar bawang goreng. Di Brebes, pembelian bawang merah goreng

oleh PT ISM dilakukan melalui pihak ketiga dengan salah satu produsen bawang merah goreng setempat. Terdapat hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak yang bermitra. Hak dan kewajiban tersebut tidak secara formal tercatat dalam klausul kesepakatan secara tertulis (MoU) atau suatu nota kesepahaman, akan tetapi hanya secara lisan dan bersifat mengikat.

Partnership Pemasaran Jagung (Kasus di Gorontalo)

36. Di Gorontalo secara formal tidak ada kemitraan pemasaran antara kelompok tani dengan pedagang. Kemitraan pemasaran yang ada bersifat informal tetapi sangat efektif. Pedagang besar, yang juga berperan sebagai eksportir dan pedagang antar pulau, antara lain CV Utami dan CV Manna Utara bertindak sebagai mitra petani jagung. Pedagang besar melalui pedagang pengumpul, pedagang perantara, atau ketua kelompok tani memberi pinajaman pupuk dan benih jagung tanpa bunga yang akan dibayar petani saat panen. Sedangkan pedagang besar mendapat order dari importir di Malaysia atau Filipina dengan sistem pembayaran dimuka.

37. Kelompok tani yang bermitra wajib menjual jagung hasil panen kepada pedagang yang memberi pinjaman sarana produksi. Petani yang tidak bermitra bebas menjual jagung kepada pedagang dengan harga yang relatif sama dengan petani yang bermitra. Jumlah petani yang bermitra relatif kecil dibanding total petani jagung. CV Utami, misalnya, bermitra dengan 1.000 orang petani dengan luas lahan sekitar 300 hektar. Harga beli pedagang dari petani diatas harga pasar karena permintaan dari luar negeri melebihi suplai yang bisa dipasok para eksportir. Harga di tingkat petani mengacu pada harga internasional dari Chicago Board on Trade yang selalu dipantau tiap hari melalui internet dan selalu diumumkan di koran setempat.

38. Dukungan pemerintah terhadap pengembangan agribisnis jagung sangat besar. Hal ini ditunjukkan kebijakan Pemda Provinsi yang memberi insentif kepada semua pegawai dari tingkat provinsi hingga desa terkait agribisnis jagung. Disamping itu Pemda Provinsi juga membangun infrastruktur yang memadai, menjamin harga dasar jagung, memberi bantuan modal kepada kelompok tani melalui berbagai program pembangunan pertanian, serta bekerja sama dengan daerah lain dalam pemasaran jagung.

(8)

39. Kerjasama pemasaran jagung perlu terus ditingkatkan karena bisa membantu permodalan petani dan dalam pemasaran produk. Selama ini petani menggunakan modal sendiri, bantuan program, atau pinjaman dengan suku bunga komersial. Perluasan areal tanam jagung ke lahan berbukit perlu dikendalikan agar kelestarian lingkungan tetap terjaga.

Partnership Pemasaran Sapi Potong (Kasus di Gorontalo)

40. Secara formal tidak ada partnership pemasaran sapi potong di Gorontalo. Selama ini peternak menjual sapi kepada pedagang lokal atau pedagang perantara yang selanjutnya oleh pedagang pengumpul dijual kepada pedagang antar pulau. Penjualan sapi dari Gorontalo ke daerah lain terus berlangsung karena provinsi in mempunyai wilayah yang cocok untuk beternak sapi ditunjang dengan sumberdaya pakan yang jumlahnya sangat memadai, antara lain diintegrasikan dengan usahatani jagung.

41.Partnership pemasaran sapi Bali bekerja sama dengan importir dari Malaysia secara formal hanya berlangsung satu tahun dan sekarang sudah berhenti. Aturan dari pemerintah pusat bahwa hanya sapi jantan yang bisa diekspor dan harus dikastrasi terlebih dahulu secara teknis menghambat ekspor sapi dari Gorontalo. Upaya ekspor daging sapi melalui kerjasama dengan rumah potong hewan (RPH) belum terealisir. 42. Kemitraan pemasaran kentang antara PT IFM dan petani di Jawa Barat adalah yang

terbaik diantara kemitraan formal. Sedangkan kemitraan informal antara eksportir dengan petani jagung di Gorontalo adalah yang terbaik dari semuanya karena kemitraannya relatif simetris.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

43. Terdapat partnership pemasaran untuk berbagai komoditas di beberapa daerah. Partnership pemasaran komoditas kentang dengan PT IFM, pemasaran cabe merah terutama antara kelompok tani dengan PT Heinz ABC, pemasaran bawang merah antara pedagang besar dengan PT ISM, pemasaran jagung antara kelompok tani dengan pedagang besar/eksportir, dan pemasaran sapi potong antara peternak dengan pedagang besar.

44. Prospek kerjasama partnership kentang di Kabupaten Bandung masih bisa dikembangkan pada masa mendatang. Faktor pendukung kemitraan meliputi antusias petani untuk ikut kemitraan, dukungan lembaga pembiayaan dan toko saprodi, dan masih tersedianya lahan. Sementara prospek kemitraan kentang di Kabupaten Bandung Barat cenderung menurun, yang ditandai semakin menurunnya luasan lahan maupun antusiasme petani untuk turut kemitraan. Penyebab utamanya adalah keuntungan menanam kentang dipandang lebih rendah jika dibandingkan komoditas eksotis yang sudah banyak diusahakan petani. Selain itu rataan luas lahan yang relatif sempit juga kurang menguntungkan untuk ditanami kentang.

45.Partnership pemasaran cabe merah bisa menjamin petani dalam memperoleh modal untuk usahatani dari pihak ketiga. Jaminan harga jual juga menguntungkan petani walaupun sering hanya sedikit di atas harga pasar. Kelompok tani akan mendapat keuntungan lebih jika pihak perusahaan bersedia kerjasama langsung dengan kelompok tani tanpa melalui perantara.

46. Saran perbaikan partnership pemasaran cabe pada masa mendatang: (a) Dalam MoU perlu dicantumkan posisi pelakunya, sehingga dapat mengubah pola pikir

(9)

petani dan mitra. Petani harus berpikir bahwa kemitraan adalah untuk memperoleh jaminan pasar jangka panjang, dan perusahaan mitra harus berpikir bahwa petani adalah mitra sejajar; (b) Kedua pihak harus konsekuen dengan kesepakatan yang telah dibuat; (c) MOU antara KT dengan mitra melibatkan Pemda (Dinas Teknis).

47. Pada partnership dengan PT Heinz ABC, partnership dapat diperluas dan dapat dilakukan langsung dengan Gapoktan/KT sesuai dengan keinginan PT Heinz ABC yang akan meningkatkan proporsi partnership dari 20 persen menjadi 40 persen. Dengan partnership, keberlanjutan usahatani cabai merah di tingkat petani lebih terjamin. Ada beberapa antisipasi yang perlu diperhatikan, antara lain: (a) penentuan harga perlu mempertimbangkan fluktuasi harga; (b) petani diberikan keuntungan yang memadai; (c) bimbingan teknis dari budidaya sampai pasca panen, dan (d) Bantuan modal atau difasilitasi untuk akses ke sumber modal; (e) varietas yang ditawarkan sebaiknya lebih banyak lagi, bukan hanya Biola dan Hot Beauty.

48. Kemitraan pemasaran bawang merah di kabupaten Brebes hanya bisa dilakukan oleh pedagang besar, sedangkan kelompok tani sulit berpartisipasi secara langsung karena keterbatasan modal dan risiko rugi jika harga kontrak lebih rendah dari harga pasar. Antisipasi kedepan peran Pemda dalam kegiatan partnership pemasaran khususnya komoditas bawang merah bukan hanya sekedar fasilitator. Pemda perlu intensif mendorong agar petani atau kelompok tani melakukan konsolidasi dalam manajemen usaha pada hamparan lahan yang memenuhi skala ekonomi dan dijadikan kelembagaan yang berbadan hukum (Gapoktan). Tujuannya adalah untuk dapat memenuhi permintaan pihak industri dalam hal kuantitas, kualitas, kontinyuitas dan waktu pasokan.

49. Kemitraan pemasaran jagung akan terus mempunyai prospek yang baik. Hal ini ditunjang oleh membaiknya harga jagung dunia dan permintaan ekspor yang relatif tinggi. Dukungan Pemda terus diperlukan, terutama dalam perluasan pelabuhan sehinga bisa untuk sandar kapal dalam jumlah lebih banyak sehingga pengap[alan jagung tidak tertunda. Pemda setempat juga perlu membatasi perluasan areal tanam jagung yang merambah lahan berbukit untyu mengurangi bahaya erosi dan longsor. 50. Pemasaran sapi potong selama ini terus berlangsung untuk keperluan antar pulau.

Sebenarnya pemasaran sapi untuk keperluan ekspor relatif lebih menguntungkan dibanding pemasaran antar pulau. Pemerintah Pusat perlu mengawasi apakah ada eskpor sapi tidak langsung dari Provinsi Gotontalo melalui daerah lain secara tidak resmi. Disamping itu Pemerintah Pusat maupun Daerah perlu mendorong ekspor daging sapi dengan mengintensifkan peran RPH.

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun pembelajaran koope- ratif tipe TTW memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, namun proporsi siswa yang memiliki kemampuan

Namun, untuk sebuah usaha kecil menengah dengan kebutuhan beberapa jasa jaringan seperti e-mail, web server, dan sejenisnya untuk menggunakan beberapa alamat protokol (IP

Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan taman nasional dapat menjadi potensi konflik (Kadir et al. 2013), yang dapat mengakibatkan kurang baiknya

Ridwan Radjab, M.Si.. Army

[r]

Demikianlah rencana program kerja yang terkait dengan : (1) sumber daya manusia kaitannya dengan penataan organisasi; (2) penataan keuangan dan pengelolaaannya; (3) sarana

Peta Konsep Krisis Multidimensional Munculnya Reformasi Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru Perkembangan Eonomi dan Sosial Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998 Krisis