i
I
-fl
Purnawan BasundoroEditor : Johny A. Khusyairi
status otonomi kepada Kota Surabaya pada
0
:'
3), Pemerintah Kota Surabaya akan berusia 107 tahun. tersebut memang terpaut lama dengan usia Kota Sura-baya
yang pada tahun itu akan berusia 720 tahun (Kota
Sura-lahir pada tanggal3l Mei 1293).
untuk ukurarr selruah pemerintah kota usia satu abad lebih merupakan
sebuah kematangan. Selama rentang waktu 107 tahun sudah banyak hal yang telah dica-pai oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Tidak bisa dipungkiri juga, selama rentang waktu itu banyak program pemerintah kota yang belunr tercapai. Masyarakat Kota Surabaya dari berbagai generasi telah ikut menikmati perkenrbangan kota tercinta ini. Banyak yang masih bisa mengenarrg sctiap detak perkembangan kota itu, namun banyak pula yang telah melupakannya. Kita tidak ingin menjadi bangsa yang amnesia yang dengan begitu saja melupakan setiap jengkal
perkembangan. Oleh karena itu buku-buku sejarah tetap akan ditulis sebagai pengingat perjalanan masa lalu kita.
Buku kecil ini sengaja ditulis paling tidak untuk n'renyegarkan kembali ingatan kita,
bahwa perjalanan Pemerintah Kota Surabaya ternyata sudah sangat panjang.
Dalam rentang waktu yang panjang tersebut Pemerintah Kota Surabaya telah jatuh bangun dalam mengawal setiap aspirasi warganya untuk menjadikan kota ini sebagai
kota yang nyaman. Penulis mcnaruh harapan agar buku kecil ini menjadi bagian dari
sumbangan inspirasi agar Pemerintah Kota Surabaya terus berbenah untuk menjadikan kota ini semakin baik pada masa-masa nrendatang.
I April 1906 merupakan titik awal perjalanan Peme-Kota Surabaya. Pada tanggal
I
April
mendatangrsBN 978-979-185-396-5
Seiarah
Pemerintah
Kota
I
Ia
CI. 0) 1 !)f
n
0 3 0 -'1.l
pf
I
0 -t 0) !'! ,o !{ to il i9II
c0. ECE
EHHtr
r
ll
I
Sejak Masa
Kolonial
Sampai Masa Reforrnasi (1906-2012)a, n;ffit
't
l$
t
tr
I
I
-;.t
ra?,t
DEMEX€TU'U Affi FXULTS III{,I 'UOAYA uiffiRatlBml'm(Anffiot. IKAPI) 9
il||l
539t
irr h.f*-g'-
X
}}T |trti
M
@#
M
r
ifil
I I .. \r 'ffi
ef Er I II
a-I
1,,
ItTl
t1
I
I
@
I 'T-T
+
t*\
!#r'
I
,l
w
l]
IR
G A H A Y II]ONESII
r
1r
IJ
5
{
f
'i
.,tl
m-w,,":
;r
-I
#
!
q --.]/>,E
x 2\
SEIARAH
P
EME
RINTAH
KOTA
SURABAYA
SEIAKMASA
KOLONIAI
SAMPAI MASAREFORMAST
(1906-2012)
SEIARAH
P
EMERI
NTAH
KOTA
SURABAYA
SEJAKMASA
KOLONTAL
snMpru
MASA
REFoRMASI
(1906-2012)
Oleh:
Purnawan Basundoro
Editor:
JohnYA'
KhusYairi*
elmateiaSEIARAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA
SEIAK MASA KOLONTAL SAMPAI MASA REFORMASI (1e06_
20t2)
Purnawan Basundoro
Editor:
Johny A. Khusyairi
Cetakan Pertama Desember 2012
Diterbitkan oleh:
DEPARTEMEN
ILMU
SEIARAHFAKULTAS ILMU BUDAYA UNTVERSITAS AIRLANGGA DAN
ELMATERAPT]BLISHING (Anggota IIC{PI)
Jl. Solo Km. 9, Sambilegi Baru Maguwoharjo Yogyakarta. Phone OZ7 4-4332287
Hak Cipta ada pada penulis Dilindungi Undang-Undang
72, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mdakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasd 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat(1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paring singkat r
i"uirj urrrn dan/atar denda paring sedikit Rp 1.000 000,00 (satu juta rupiah), atau jhana penlara pafing fama
Z
ffin]
tahun dan/atau denda pating banyak Rp 6.OoO.oOo.Oqj,OO
ltima miLr rupian;., ,
Barang siapa dengan sengaja menrarkan, memamerkan,'rnengedarkan, atau nrenjuar
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasir peranggaran Hak cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud paoa ayat
[t I aipiiana o"Jgan pioana penjara paring lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling b".V"f np iO
juta
rupiah).
senoa palrng Danyak Rp 500'000 000'00 (lima ratus2.
Sanksi Pelanggaran pasal Cipta.
PENGANTAR
WALIKOTA
SURABAYA
Assalamu'alaikum
Wr. Wb.Puji syukur
saya panjatkan kepadaAllah
SWT ataster-bitnya buku yang berjudul "sejarah Pemerintah Kota Surabaya: Sejak Masa Kolonial sampai Masa Reformasi (1906-2012)"
yang
ditulis
oleh saudara Purnawan Basundoro.Melalui buku
ini
kita diajak menelusuri sejarah panjang Pemerintah Kota sura-baya yang ternyata telah melintasilima
zaman,yaitu
zamanKolonial Belanda, PenjajahanJepang, Revolusi, Orde Baru, dan Reformasi.
Setelah membaca
buku
ini
kita
sadar bahwa usiaPeme-rintah
Kota surabaya ternyata sudah berusia satu abad lebih,jika
kita
mengacu kepadaberdirinya
lembagaini
pada tahun 1906. Untuk ukuran sebuah pemerintahary usia satu abad tentu saja sudah sangat tua dan matang, dan dalam rentangwaktu
yang panjang tersebut Kota Surabaya telah mengalamiberba-gai
dinamika
danpahit getir kehidupan
dalam berbagai di-mensi. Terbitnya buku ini tentu saja menjadi hal yang penting, agar berbagai dinamika yang telah lewat bisa terekam denganbaik sehingga bisa menjadi cermin
untuk
menapaki masa de-pan yang jauh lebih baik.Buku ini juga menjadi
bukti
bahwa khasanah arsip yangtersimpan dengan baik di Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya ternyata memiliki nilai guna yang tinggi, yaitu
untuk
SEJARAH PEMERINTAH KOTA SURAEAYA
merekonstruksi sejarah.
Melalui arsip
generasi sekarang se-karang dan generasi masa mendatang bisa dibawa kembali ke masa silamuntuk
melihat dan membedakan mana yang baik dan mana yangkurang
baik yang telahdilakukan
oleh parapendahulu kita. Temuan yang baik tentu saja akan mendorong kita
untuk
melakukan hal yang lebih baik lagi, sedangkante-muan yang kurang baik membantu
kita untuk
menghindari-nya di masa mendatang agar kita tidak jatuh kepada hal yang
sama
untuk kali
kedua. Dengan membaca sejarahkita
akandiajak
untuk
menjadi manusia yang lebih bijak dalammema-hami realitas.
Akhirnya,
sayamengucapkan
selamatkepada
BadanArsip dan Perpustakaan Kota Surabaya, karena berkat
kerjasa-ma yang
baik
antara lembagaini
dengan DepartemenIlmu
Sejarah, Fakultas
Ilmu
Budaya, Universitas Airlangga, maka dapat mewujudkan buku yang sangat pentingini.
Semogadi
masa-masa mendatang usaha
untuk
menerbitkan khasanah arsip bisa dilakukan kembali dengan tema-tema yang berbeda dengan pembahasan yang lebih mendalam.Wassalamu'alaikum
Wr.Wb.Surabaya, 10 November 2012
Ir.
Tri
Rismaharini, M.T.
vl
PENGANTAR
KEPALA
BADAN
ARSIP
DAN
PERPUSTAKAAN KOTA SURABAYA
Assalamu'alaikum
Wr. Wb.Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
terbit-nya buku yang ditulis oleh Saudara Pumawan Basundoro. Buku ini dapat diwujudkan berkat kerjasama antara Badan Arsip dan
Perpustakaan Kota Surabaya dengan Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas
Ilmu
Budaya, Universitas Airlangga.Gagasan
awal
penulisanbuku
ini
berawaldari
diskusikecil antara staf Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Sur abaya
dengan staf pengajar
di
DepartemenIlmu
Sejaratu FakultasIlmu
Budaya, Universitas Airlangga. Dari diskusiitu
terung-kap
bahwa sampai saatini
belum
adabuku
tentang sejarahpemerintah Kota Surabayayangcukup lengkap, padahal usia
Pemerintah Kota Surabaya sudah satu abad lebih. Beberapa buku yang menceritakan sejarah Kota Surabaya atau buku
lain
yang berkaitan dengan Kota Surabaya memang
mencantum-kan tentang perkembangan Pemerintah Kota Surabaya, namun
uraian
tersebut biasanya sangat pendek atau hanya berupa tabelkronologi
saja.Namun,
beberapauraian
sebagaimanadimaksud
menuliskankronologi
pemerintah Kota Surabaya dengantidak
tepat karenatidak
sesuai dengan fakta sejarahyang
sebenarnya. Kesalahan-kesalahandalam
penulisan
sejarah semacam
itu
tentu
saja akan mengganggujika
tidak
SEJARAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA
diperbaiki dan disesuaikan dengan data mutakhir yang
ditemu-kan.
Pada
akhirnya kami
sepakat menjalin kerjasamauntuk
menulis sejarah Pemerintah Kota Surabaya sejak masa kolonial Belanda sampai masa
reformasi
secarakronologis.
Bahan-bahanyang digunakan
untuk
menyusunbuku
ini
sebagian berasal dari arsip koleksi BadanArsip
dan Perpustakaan KotaSurabaya, sedangkan
penulis
naskahbuku
ini
adalah salah seorang staf pengajar pada Departemen Ilmu Sejarah" FakultasIlmu
Budaya, UniversitasAirlangga.
Kendalautama
dalamproses penulisan
buku
ini
adalahwaktu
yang sangat pendekyang harus
disesuaikan dengan pertanggungjawaban ang-garan.Akhirnya diambil
keputusan, buku tetapditulis
tetapidengan pembahasan yang ringkas dan padat.
Saya berharap
buku
kecilini
dapat mengisi kekosongan referensi tentang sejarah Pemerintah Kota Surabaya. Saya juga berharap ke depanbisa ditulis kembalitemayang sama dengan pembahasan yang lebih mendalam dan lebih lengkap dengan memanfaatkan sumber-sumber arsip sezaman.Wassalamu'alaikum
Wr.Wb.Surabaya, 10 November 2012
Arini
Pakistyaningsih,
S.H.,M.M.
PENGANTAR
PENULIS
Kecintaanpenulis terhadap Kota Surabaya dipupuk
mela-lui
penelitian-penelitian intensif mengenai sejarah kotaterse-but. Dengan membaca berbagai
literatur
dan sumber-sumber sejarah tentang Kota Surabaya penulis berkesimpulan bahwakota ini telah
memiliki
peranyang sangat penting sejak zamandahulu
kala. Bahkan pada periode tertentu, terutama pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20, Kota Surabaya menjadikota paling penting dan paling besar
di
Indonesia mengalah-kan kota-kota lainnya. Pada periode itu Kota Surabayatumbuh
menjadi kota perdagangan dan industri utama yang
didukung
oleh kawasanhinterland yang sangat subur yang dieksplorasi
sangat maksimal oleh pemerintah
kolonial
Belandamelalui
kebijakan Sistem Tanam Paksa dan liberalisasi ekonomi pasca
diberlakukannya Undang-Undang Agraria 1870.
Kota Surabaya berangsur-angsur mengalami penurunan peran ketika Pemerintah Indonesia pada awal kemerdekaan
menyatukan fungsi Jakarta sebagai ibukota negara sekaligus sebagai pusat
industri
dan perdagangan. Kebijakan yangsa-ngat sentralistik tersebut
tidak
saja menurunkan peran KotaSurabaya sebagai kota dagang dan industri terkemuka di Jawa
bagian timur, tetapi juga telah mematikan peran strategis kota
tersebut sebagai
simpul
bagi ;'aringan ekonomidi
Indonesia bagian timur. Akibat dari kebijakan tersebut dapat kita rasakanSEJARAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA
saat ini, yaitu ketidakmerataan pengembangan wilayah negara Indonesia. Kawasan barat Indonesia yang berpusat
di
Jakartanyaris
menikmati
kesempurnaan pertumbuhan ekonomi, se-dangkan kawasan lain, terutama kawasantimur
Indonesia ha-rus terengah-engah mengejar ketertinggalan. Kebijakanmeng-alihkan
peran strategis Kota Surabayamemiliki
konsekuensiyang besar
tidak
hanya
padakota
itu
saja tetapijuga
pada kawasan yang lebih luas.Pemerintah
kolonial
Belanda yangjeli
melihat
Kota Su-rabaya sebagaisimpul dari hampir
semua aktivitas kawasan Indonesia bagian timur telah menempatkan kota ini sebagai kotayang
strategis. Padaakhir
abad ke-L8 misalnya, pemerintahkolonial Belanda memindahkan tempat kedudukan Gezaghebber aan den Oosthoek (Pemerintahan Pojok
Timur
Jawa)dari
Kota Semarang ke Kota Surabaya. Pemindahan pusat pemerintahantersebut telah mendorong perkembangan Kota Surabaya
se-makin
intensif karena kotaini
tidak
saja sebagai kota perda-gangan danindustri,
tetapi juga sebagai pusat pemerintahan.Bukti bahwa kota ini telah berkembang sesuai denganharapan
para pengambil kebijakan pada
waktu
itu
adalah keberadaankantor-kantor bisnis utama dan kantor-kantor
lembagape-merintah yang masih
utuh
sampai saat ini.Pada tahun 1906 Kota Surabaya
diberi
status sebagai ge-meente dan pada tahun 1926ditingkatkan
statusnya menjadistndsgenteenfe. Kebijakan
ini
merupakan implementasi dariUn-dang-Undang Desentralisasi 1903 (D esentrnlisntie Wet 1903) y ang bertujuan agar kota-kota yang telah mampu menyelenggarakan pemerintahan secara mandiri diberi otonomi penuh untuk me-ngelola kota. Walaupun kebijakan tersebut pada awalnya lebih
banyak ditujukan kepada komunitas Eropa yang tinggal di Kota Surabaya, namun pada akhirnya kebijakan
itu
juga berimbas kepada kehidupan masyarakat Bumiputra. Kebijakan perbaikanjalan raya dan
jaringan
transportasi,proyek
perbaikan kam-xPURNAWAN BASUNDORO pun& proyek pembangunan pasar, penerangan jalary dan lain-lain merupakan proyek-proyek yang dikerjakan oleh Genteente Surabaya yang dapat
dinikmati
oleh masyarakat Bumipuka.Dengan kata lairy pemberian status otonom kepada kota-kota utama di Indonesia pada zamankolonial merupakan kebijakan
umum
yang hasilnya dapatdinikmati
oleh semua kalangan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa periode itu diskriminasimasih terlihat di sana-sini, suatu hal yang wajar karena periode
itu
merupakan periode penjajahan.Pemberian status
otonomi
kepada Kota Surabaya padatanggal 1
April
1906 merupakantitik
awal perjalananPeme-rintah Kota Surabaya. Pada tanggal 1
April
mendatang (2013), Pemerintah Kota Surabaya akan berusia 107 tahun. Usia tersebut memang terpaut lama dengan usia Kota Surabaya yang padatahun
itu
akan berusia 720 tahun (Kota Surabayalahir
pada tanggal30 Mei 1293). Namury untuk ukuran sebuah pemerintah kota usia satu abad lebih merupakan sebuah kematangan. Sela-ma rentang waktu 107 tahun sudahbanyakhal yang telah dica-pai oleh Pemerintah Kota Surabaya. Tidak bisa dipungkiri juga, selama rentangwaktu
itu
banyakprogram
pemerintah kota yang belum tercapai. Masyarakat Kota Surabaya dari berbagai generasi telahikut
menikmati perkembangan kota tercinta ini.Banyak yang masih bisa mengenang setiap detak perkembang-an kota itu, namun banyak pul ayangtelah melupakannya. Kita tidak ingin menjadi bangsa yang amnesia yang dengan begitu
saja melupakan setiap jengkal perkembangan. Oleh karena
itu
buku-buku sejarah tetap akanditulis
sebagai pengingat pe4a-lanan masa lalu kita,Buku kecil
ini
sengajaditulis
palingtidak untuk
menye-garkan
kembali
ingatankita,
bahwa perjalanan PemerintahKota Surabaya ternyata sudah sangat panjang. Dalam rentang waktu yang panjang tersebut Pemerintah Kota Surabaya telah jatuh bangun dalam mengawal setiap aspirasi warganya
untuk
SE]ARAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA
menjadikan kota ini sebagai kota yang nyaman. Penulis
mena-ruhharapan agar buku kecil ini meniadi bagian dari
sumbang-an inspirasi agar Pemerintah Kota Surabaya terus berbenah
untuk menjadikan kota ini semakin baik pada masa-masa men-datang.
Pada kesempatan
ini
penulis mengucapkan terima kasihkepada Kepala
BadanArsip
dan Perpustakaan KotaSurabayayang telah memberi kepercayaan untuk menulis Sejarah
Peme-rintah
Kota Surabaya sejak MasaKolonial
sampai MasaRe-formasi.
Semogadi
masamendatang
kerjasamaini
terus berlanjut.DAFTAR
ISI
PENGANTAR
WALIKOTA
SURABAYA
...v
PENGANTAR KEPALA
BADAN
ARSIPDAN
PERPUSTAKAAN KOTA SURABAYA ...
vii
PENGANTAR
PENULIS...
...ix
DAFTAR ISI x11l
BAB 1.
LAHIRNYA
PEMERINTAHKOTA
DI
INDONESIAl...
1 Undang-Undang Desentralisasi 1903Administrasi Gemeente BAB 2
PEMERINTAH
KOTA
SURABAYA MASAKOLONIAL
BELANDA SAMPAI
PENIAIAHAN
IEPANG... L3 Berdirinya Gemeente Surabaya, 1April
1906 1,4Kelengkapan Gemeente
Surabaya
... 15Cemeente Surabaya pada Masa Burgemeester
Mr. A. Meyroos (191.6-1921) 79
Gemeente Surabaya pada Masa Burgemeester
Ir. C.J. Dijkerman (1921.-1929) ..23
Cemeente Surabaya pada Masa Burgemeester
H.I. Bussemaker dan C.J. ter Poorten (1929-1932) ..
Cemeente Surabaya pada Masa Burgemeester
.. JJ ...27
xlll
SEJARAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA
Gemeente Surabaya pada Masa Burgemeester Mr. W-A.H
Fuchter (1935-1942) 36
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Penjajahan Jepang
(1e42-1e45) 41
BAB 3
PEMERINTAH
KOTA
SURABAYA MASA REVOLUSI SAMPAITAHUN
L965...
... 45 Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Revolusi (1945-1950) .'. 45 Pemerintah Kota Surabaya pada Masa WalikotaDoel Arnowo (1950-1952)
...
..-.---..."" 49 Pemerintah Kota Surabaya pada Masa WalikotaR. Moestadjab Soemowidigdo (1952-1956) 54 Pemerintah Kota Surabayapada Masa Walikota
R. Istidjab Tjokrokoesoemo (L956-1958) 5B
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Walikota
Dr. Satrio (1958-1963) 64
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Walikota
Moerachman, S.H. (1963-1965) 68
BAB 4
PEMERINTAH
KOTA
SURABAYA MASA ORDE BARU SAMPAT AWALMASA
REFORMASI... 73 Pemerintah Kota Surabaya pada Masa WalikotaLet. Kol. R. Soekotjo (1965-1974) 74
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Walikota
Kol. R. Soeparno
(1974-1979)
...--.78 Pemerintah Kota Surabaya pada Masa WalikotaKol. Drs. Moehadji Widjaja (1979-1984) B1
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Walikota
Kol. dr. Poernomo Kasidi (1984-1994) 84
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Walikota Kol. Sunarto Sumopraw ir o (1994-2002)
xrv
PURNAWAN BASUNDORO
BAB 5
PEMERINTAH
KOTA
SURABAYA MASA REFORMASI 95 Pemerintah Kota Surabaya pada Masa WalikotaBambang D.H. (2002-20-1 0) 95
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Walikota
Ir. Tri Rismaharini, M.T. (201O-sekarang) .l0l
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA
PENULIS109 113
BAB
1
LAHIRNYA PEMERINTAH
KOTA
DI
INDONESIA1
Pemerintah kota adalah
sebuah lembagayang
diberi
wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan di
tingkat
kota secara otonom. Pada saat
ini
lembaga pemerintah kotamemiliki
wewenang setingkat dengan lembaga pemerintahkabupaten. Pemerintah kota merupakan hal baru di Indonesia, artinya lembaga tersebut pada awalnya belum ada. Pemerintah
kota baru
dibentuk
padaakhir
masakolonial
Belanda,|aitu
pada
awal
abad
ke-20 setelahdiundangkannya
Undang-Undang Desentralisasi Tahun 1903.
Pada masa
pra-kolonial kota-kota
di
Indonesia
masihberstatus sebagai ibukota pemerintah dan tempat kedudukan
kepala pemerintahan
tertinggi
setempat. Pada masapra-kolonial kota-kota bukanlah kawasan yang
memiliki
pemerin-tahan tersendiri yang otonom. Kota pada waktu itu merupakan bagian
dari wilayah
pemerintahaninduknya.
Kota kerajaan merupakan bagian dari wilayah kerajaan yangdipimpin
oleh raja,kota
kabupaten merupakan bagiandari wilayah
kabu-paten yang diperintah oleh bupati. Pada masa kolonial Belanda sudah
mulai terjadi
perubahan pada kota-kotadi
Indonesia. t Bagian ini merupakan cuplikan dari Pumawan Basundoro,Pengantar Sejarnh Kota,(Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 99-106.
Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
Selain berfungsi sebagai ibukota pemerintahan tradisional
se-tempat, kota-kota
di
Indonesia juga menjadi pusatpemerin-tahan
kolonial
secara berjenjang.Jenjang atau
struktur
pemerintahankolonial
Belandadi
Indonesia pada dasarnyahampir-hampir
meniru jenjang ataustruktur pemerintahan tradisional yang telah ada sebelumnya. Dengan demikian mereka juga menggunakan kota-kota yang
telah ada sebagai ibukota pemerintahan secara berjenjang pula. Sebagai ibukota negara, tempat berkedudukan gubernur jen-deral,
dipilih
Batavia (pada masa pendudukan Jepang berubahnama menjadi Jakarta). Satu
tingkat di
bawahnya terdapat pemerintahanwilayah
setingkat gubernur, y altu gezaghebb er, sebelumberdiri
pemerintahanprovinsi
secaradevinitif, yaitu
tahun 1928.DiJawa bagian
timur
terdapat gezaghebber rsan den oosthoek yang pada awalnya berkedudukan di kota Semarang,tetapi kemudian pindah
ke
kota
Surabaya. Pemerintahangezaghebber hanya berlangsung pada masa VOC, yang pada masa pemerintahan
Hindia
Belandadiganti
dengan keresi-denan. Kedudukan pemerintah keresidenan biasanya dikota-kota yang cukup besar. Keresidenan biasanya membawahi em-pat sampai enam kabuem-patery misalnya keresidenan Surabaya membawahi Kabupaten Surabaya, Kabupaten Gresik,
Kabupa-ten Sidoarjo, dan KabupaKabupa-ten Mojokerto.
Kota
tempat kedu-dukanresiden berstatus sebagai ibukota keresidenan. Diting-kat kabupatery pemerintah kolonial Belanda mengangkat asis-ten residen t yangbiasanya juga orang Belanda, yang
berkedu-dukan
di
ibukota kabupaten.2 Mengacu padastruktur
peme-rintahan tersebut, pemerintah
kolonial
Belanda ternyatame-man{aatkan
kota-kota yang telah
ada sebelumnya sebagai ibukota pemerintahan yang mereka bentuk. Tidak ada satupun2 Mengenai sejarah pemerintahan di Indonesia sejak masa kolonial, lihat Josef Riwu
Kaho, Annlisa Hubungtn Penrcintalr Pusot dnn Daerah di Indonesia, $akarta: Bina Alsar4 1,982)
Purnawan Basundoro
kota di Indonesiayang dibangun dari awal untuk kepentingan
pemerintah kolonial. Mereka hanya memanfaatkan kota yang
telah ada, dan pada periode berikutnya mereka meningkatkan
dan membangun kota-kota tersebut menjadi lebih sempurna. Di kota-kota
itulah
orang-orang Eropa yang baru datangting-gal dan membangun kehidupan baru yang berbeda dengan
kondisi di tempat asal mereka di Eropa. Dari hari ke hari
jum-lah orang Eropa yang tinggal di kota-kota di Indonesia semakin
banyak. Sebagian besar
dari
mereka adalahpara
pegawai pemerintah, tentara, serta para pengusaha.Undang-Undang Desentralisasi 1903
Sejak
dicabutnya
larangan membawaistri
bagi
orang-orang Eropa yang akan menetap di Indonesia pada akhir abad ke-18, gelombang kedatangan orang Eropa ke Indonesia sema-kin tinggi. Mereka datang ke Indonesia dengan membawa serta
istri
mereka, serta membawa anak-anak merekabagi
yangsudah
memiliki
anak. Akibatnya,jumlah
penduduk Eropadi
Indonesia melonjak tajam, karena mereka kemudian juga
ber-anak-pinak
di
Indonesia.3 Anak-anak yanglahir
di
Indonesiadan beranjak dewasa kemudian
juga
membentuk keluarga-keluarga baru. Sebagian besar penduduk Eropadi
Indonesiatinggal di kota, hanya sebagian kecil saja yang mau tinggal
di
pedesaan, yaitu para pegawai perkebunan. Sebagianbesar dari mereka
tinggal
di
kota-kotadi
Jawa. Kota-kotadi
luar Jawayang
ditinggali
oleh orang Eropa dalamjumlah
yang cukup banyak hanya kota-kota utama saja, antaralain
di
kota-kotayang kemudian berkembang menjadi ibukota provinsi, seperti Medary Makassar, Palembang, Padang, Menado, dan lain-lain. Orang-orang Eropa
yang
menetapdi
berbagaikota
di
Indonesia pada awalnya cukup enak menetap di kota tersebut.
3
Susan Blackburn,lnknrtn: Sejnrah 400 Tahun,lJakarta: Masup Jakarta, 2011), hlm. 78Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
Mereka merasakan kehidupan yang nyaman
di
negara tropisyang hangat, karena sebelumnya mereka tinggal di negara
sub-tropik
yang
kekurangan cahanya matahari. Bahkan merekamenyebut Indonesia
sebagai mooilndie atau
Hindia
yangcantik, yang nyaman
sebagaitempat tinggal. Namun,
lamakelamaan mereka merasakan bahwa kota-kota
di
Indonesiaternyata tidak se-teratur dan se-bersih kota-kota tempat mereka berasal di Eropa. Kota-kota di Indonesia merupakan kota yang
kurang teratur,
kawasanpemukiman penduduk
Bumiputrasebagian besar
masih semrawut dan
tidak
terurus.
Bahkan sebagian besar orang Eropa menuduh perkampungan tempattinggal penduduk Bumiputra
sebagai sarangpenyakit
yangbisa menulari warga kota lainnya.a Kondisi kota yang kurang
teratur menimbulkan
ketidakpuasandi
kalanganpenduduk
mereka.
Menurut
mereka penyebab ketidaknyamanankota-kota di Indonesia adalah karena kota-kota tersebut tidak
dike-lola oleh sebuah lembaga otonom yang khusus mengedike-lola kota
dan diberi
wewenang mengelola keuangan secaramandiri.
Pada periode
itu
kota-kota berada di bawah kendali gubernurjenderal yang
berkedudukan
di
Batavia
sehinggakontrol
terhadapkota
sangat lemah. Anggaranuntuk
pemeliharaan kotajuga
sangattergantung
dengan alokasi anggaran yangditentukan dari
Batavia. Anggaranuntuk
pemeliharaan kota sertauntuk
melengkapi
berbagaifasilitas yang diperlukan
warga kota, terutama masyarakat Eropa, sangat tergantung
dari belas kasihan gubernur jenderal. Sementara itu kekuasaan
tradisional yang berada di tangan penguasa Bumiputra nyaris
tidak
pernahmemikirkan
kota.Kondisi kota-kota di Indonesia kemudian memancing ber-bagai diskusi dan polemik di negeri Belanda pada pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1858, seorang penulis anonim dengan
I
Purnawan Basundoro, Dua Ko tnTiga Zaman: Surabaya dan Mnlang sejak Kolonial linggaKmrc rdekann, (Yogyakarta: Ombak, 2009)
Purnawan Basundoro
inisial N.A.
menulis sebuahartikel
pendekberjudul "Yaria"
dalam Tijdschrift aoor Nederlandsch-lndie 20, No. 1 Tahun L858 yang berisi
kritikan
mengenai kondisi kota Batavia yangtidak
nyaman. Dia menunjukkan bahwa persoalan
di
kota Batavia yang antara lainmeliputi
tidak adanya air bersihuntuk
mandi danminum, tidak
adanya lampu jalan pada malam hari,pe-mukiman orang-orang Tionghoa yang sembarangan di antara
pemukiman orang-orang Belanda, dan tidak adanya supervisi
(pengawasan) terhadap para pembantu rumah tangga
Bumi-putra
merupakandampak
dari tidak
adanyaotoritas lokal
yang mengurusi hal-hal tersebut. Ia meneruskan bahwa
hal-hal sepele yang seharusnya ditangani oleh otoritas lokal selama
ini
dilakukan
oleh PemerintahHindia
Belandayang
diikuti
oleh kekacauanfinansial
dan administrasi.Kondisi
tersebut tentu saja sangat tidak efektif sehingga memerlukan perbaikandan pengembangan kota.s
Pada
tingkat
pemerintahdi
negeri Belanda, diskusime-ngenai pemberian otoritas kepada warga
lokal
(kota)untuk
mengelola kotanya sendiri juga mengemuka. Diskusi-diskusi
selalu memunculkan pro dan kontra. Bagi yang kontra
terha-dap
pemberianotonomi lokal,
terutamakaum
konservatif,mengatakan bahwa pemberian otoritas terhadap warga Eropa
di kota-kota
di Hindia
Belanda tidak perlu dilakukan, karena toh orang-orang Belanda yang tinggal di Hindia Belanda suatu saat akan pulang juga ke negeri induknya. Pendapat lain yangsejalan dengan penolakan tersebut mengatakan bahwa
peme-rintah
kota yang otonom bisajadi tidak
akan cocok dengankondisi di
Hindia
Belanda. Pendapat yang pro terhadappem-berian
otonomi,
salah satunyadari
Cornest deGroot
yangdidukung
oleh golongan liberal, mengatakan bahwa pemberi-an otonomi terhadap kota justru akan meringankanbeban kerja residen, karena selamaini
kota berada di bawah otqritasresi-s
N.A., "Varia" Tijdschiftooor Nederlandscblndre 20, No. 1 Tahun 1858, hlm' 49-50Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
den yang merupakan kepanjangan tangan gubernur jenderal.
Namun pendapat yang pro pun
memiliki
kekhawatiran terha-dap keberadaanpenduduk
Tionghoa, Arab danTimur Asing
(V reemde Oosterlingen), serta
penduduk
Indonesia (Inlnnders), apakah golongan penduduk non-Eropa tersebut nantinya akandiikutkan
dalam dewankota
(gemeenternad) atautidak.
Padawaktu
itu
ide yang berkembang di negeri Belanda adalahbah-wa
pemberian
otonomi
terhadap
kota
sebenarnyauntuk
kepentingan penduduk Eropa, khususnya penduduk Belanda. Perdebatan tersebut terus berlangsung sampai akhir abad ke-19. Berbagai silang sengketa mengenai pemberian otonomi terhadap
kota berakhir
dengandilakukannya
konsultasipe-merintah
di
negeri
Belanda dengan Raad aanlndie.
Secaraumum mereka sepakat bahwa akan diberikan otonomi kepada
kota-kota
di
Indonesia,namun
pemberianotonomi
tersebuttidak dipukul
rata pada semua kota yang memenuhi syarat.Pemberlakuan berbeda akan
diberikan
kepada kota-kotadi
Jawa dengan kota-kota
di
luar
Jawa yangmemiliki
karakter berbeda. Warga kota akan mendapatkanwakilnya
dalamde-wan kota yang akan bekerja membahas berbagai persoalan
di
kota di mana mereka tinggal, serta membangun kota agar
men-jadi
tempat hunian yang nyaman dan lebih baik.Pada
tahun
1903,atas
usul
Idenburg diadakanlah
perubahan terhadap pasal 68 Regeringsreglement 1854(sema-cam Undang-Undang
Dasarbagi
daerahjajahan
Belanda) dengan penambahan pasal 68a, 68b, dan 68c, yang memberikan kesempatan untuk membentuk daerah-daerah otonom. Usulantersebut
disusul
dengandiundangankannya
Wet Houdende Decentralisatie aan het Bestuur in Nederlnndsch Indie, yang lebihdikenal
dengan nama Decentralisatie Wet 1903.6Undang-un-Soetandyo Wignjosoebroto, Desentralisnsi dnlam Tatn Pemeintnhan Kolonial
Hindia-Belnndn: Kebijaknn dm Upnya Sepanjnng Bnbnk Akltir Kekuasonn Kolonial di lndonesin
(1900-1940), (Malang: Bayumedia,2005), hlm. 13
Purnawan Basundoro
dang tersebut merupakan undang-undang otonomi
Pemerin-tal-r daerah pertama yang diberlakukan
di
Indonesia.Aturan
teknis
untuk
melaksanakan D ecentralisatie Wet 7903 keluarlahDecentralisatie Besluit 1.905 dan Local Raden Ordonnantie. De-centralisatie Besluit tersebut mengemukakan tentang
pokok-pokok
pembentukan, susunarykedudukan,
dan wewenang Dewan/Raad dalam pengelolaan keuangan yang dipisahkandari
pemerintah
pusat. Sedangkan Local Raden Ordonnantiemerupakan aturan pelaksanaan yang menentukan
struktur,
status, kewenangary dan pembentukan berbagai Raad,
yaitt
Garcsteliikeraad, Plaatselijkraad, dan Gemeenteraad. Dengan dasar berbagai undang-undang dan aturan tersebut maka kota-kotabesar
di
Indonesia yang memenuhi syarat diubah statusnyamenjadi kota otonom yang
memiliki
pemerintahansendiri
yang terpisah dengan pemerintah pusat tetapi tetap
bertang-gung
jawab
kepadapemerintah pusat
(gubernur jenderal). Kota otonom tersebutdiberi
nama gemeente. Kota-kota besarkemudian ditetapkan sebagai gemeen t e, y altu Batavia, Meester
Cornelis
(Jatinegara),Bogor
(1905), Surabaya,Blitar,
Peka-longary Magelang, Kediri, Bandung (1906), Malang (1914), dan tidak lama kemudiandiikuti
dengan banyak kota lainnya.TSebagian besar
kota yang ditetapkan
sebagai gemeente adalah ibukota karesidenary karena di kota-kota itulah berdiampenduduk Belanda dalam
jumlah
yang cukup besar. Merekaadalah para
pegawai
pemerintah, pegawaikantor
dagang, serta pe gawai perkebunan. Pembenttkan
genrc ente p adaawal-nya memang bertujuan untuk melayani warga kota berkebang-saan Belanda, sedangkan
untuk
mengurus warga kampung Bumiputra pemerintah kolonial menyerahkan hal tersebut ke-pada penguasa tradisional, yaitu para bupati. Lembagapeme-Data mengenai penetapan kota-kota menjadi gemeente dapat dilihat dalam Pauline
Dublin Milone, llrban Areas in lndonrsia: Administratfue nnd Cenqts Concepts, (Berkeley: Institute of lntemational Studies, 1966), hlm. 10&1913
7
Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
rintahan tradisional yang mengurusi kota diberi status inlnnds gemeenten. Dengan demikian maka di kota-kota yang berstatus sebagai genteente
terdapat
dualisme pemerintaharyyaitu
ge-meente yang khusus mengurusi warga Eropa, khususnyaBe-landa, serta inlnnds genteenten yang mengurusi
penduduk
Bu-miputra yang tinggal di kampung-kampung. Pemberian status
administrasi yang jelas terhadap kota berdampak pada keje-lasan batas-batas kota. Sebelumnya, banyak kota yang
tidak
memiliki batas administrasi yang jelas, sehingga sulit
diidentifi-kasi seberapa luas sebenarnya kota tersebut.
Administrasi Gemeente
Sampai tahun 1916 kota-kota yang sudah ditetapkan
seba-gai gemeente
belum
memiliki
kepala pemerintahandefinitif
atauwalikota.
Kewenanganuntuk
mengurus gemeente padasaat
itu
masih dipegang oleh asisten residen. Pengangkatanwalikota
atau burgemeesterbart
dilakukan
padatahun
1916.Gemeente dilengkapi dengan lembaga yang namanya genteente-raad. Lembaga tersebut kadang-kadang berperan
mirip
legisla-tif,
karena merepresentasikan golongan etnis yangtinggal di
kota bersangkutan, tetapi kadang-kadang berperan sebagai or-ganisasi eksekutif karena
dipimpin
oleh burgemeester. Lem-baga tersebutmutlak dibentuk
karena undang-undang men-syaratkan bahwa genrcente harus bersifat kolegial yangdipim-pin
oleh burgemeester.Keanggota an genteenteraad merepresentasikan
golongan-golongan etnis yang tinggal di kota, antara lain golongan Ero-pa, Bumiputra, Tionghoa, dan Timur Asing. Namun demikian
sifat keanggotaannya tidak mencerminkan representasi kuanti-tatif dari golongan etnis secara nyata, karena pada
kenyataan-nya
golongan Eropa selalu mendominasi
keanggotaan ge-meenteraad di hampir semua kota yang berstatusgemeente.Ke-anggotaan genteenternad y angtidak
mencerminkaanBAB
2
PEMERINTAH
KOTA SURABAYA
MASA
KOLONIAL BELANDA
SAMPAI
PENJAJAHAN
JEPANG
Kota
Surabaya sudah sejak abad ke-1,8 menjadi bagiandari penjajahan Belanda. Secara resmi Kota Surabaya menjadi
bagian dari kekuasaan VOC setelah pada tahun 1705 Mataram mengadakan perjanjian dengan VOC yang salah satu isinya
menyebutkan bahwa VOC diberi kebebasan untuk mendirikan benteng
di
seluruhwilayah
Jawa.Hal itu
dilakukan
setelahMataram
merasaberhutang
budi
kepadaVOC yang
telahmembantunya
memadamkan berbagai pemberontakan.l
Tahun
1743 Belanda memindahkankedudukan
Gezaglrcbberztan den Oosthoek dari Kota Semarang ke Kota Surabaya, sehing-ga resmilah Kota Surabaya menjadi bagian dari pemerintahan
kolonial
Belanda. Tahun L8L7 kotaini
menjadi tempatkedu-dukan Residen Surabaya, dengan demikian Surabaya
merupa-kan ibukota karesidenan. Pada periode
ini
pengelolaan kotaberada di bawah otoritas karesidenan dan secara teknis urusan kota diserahkan kepada Asisten Residen. Tahun 1903 lahir un-dang-undang desentralisasi (Decentralisntie Wet 1903),
yang
menjadi dasar pembentukan pemerintahan kota secara otonom
(gemeente)
di
berbagai daerahdi
Indonesia. Beberapa tahunt
M.C. Ricklefs, Sejarah lnilonesia Modern L200-2004, $akarta: Serambi, 2008), hlm. 1%Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
setelah
lahir
undang-undangitu
Kota Surabaya menjadi kota otonom yangmemiliki
pemerintahan sendiri.Berdirinya Gemeente Surabaya,
l
April
1905Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Desentralisasi
Tahun 1903 atau Decentralisatie Wet 1903, maka pada tanggal
1
April
L906disahkan pemerintahan
Kota
Surabaya yangotonom yang bernama Gemeente Surabaya. Berdirinya Gemeente
Surabaya
disahkan
melalui
Stnatsblad No. 149Tahun
1906. Dalam staatsblad tersebut dijelaskan bahwa denganberdirinya
Gemeente Surabaya maka Surabaya
ditetapkan
sebagai kota otonom atau kotamandiri
yang berkewajiban mengelola danmendanai sendiri kota tersebut. Lebih lanjut diterangkan bah-wa pemerintah pusat akan menyisihkan dana sebesar F 284.300 sebagai modal awal yang akan digunakan
untuk
menjalankanroda pemerintahan Gemeente Surabaya.
Sebagai konsekuensi atas
pembentukan
pemerintahanyang otonom,
maka beberapakewajiban yang
sebelumnyadijalankan oleh
pemerintahpusat dalam
rangka mengelola Kota Surabaya, selanjutnya akan diserahkan kepada Gemeente Surabaya. Beberapa kewajiban tersebut antara lain:'/
Perawatan, pembetulary pembaharuan, dan pembuatan jalan umum, jalanraya,lapangary pekarangarL taman dantanaman-tanaman,
parif, sumur,
rambu-rambu jalan
umum,
papan nama, jembatan,dinding
dam, penguatandinding
selokan dan got, pembandian urrrum, cuci dan kakus, pemotongan hewary dan pasar../
Penyiraman jalanraya, pengambilan sampah di sepanjangjalan, pengambilan
sampahdi
jalan-jalan kecil dan
di
lapangan.
,/
Penerangan jalan,/
Pemadam kebakaran,/
Pembuatan makamPurnawan Basundoro
Selain dibebani kewajiban, Gemeente Surabaya juga
dise-rahi
beberapa perlengkapan yang sebelumnyadikelola
olehpemerintah pusat, antara lain semua alat pemadam kebakaran baik yang berbentuk manual maupun dalam bentuk mobil
pe-madam kebakaran. Persoalan
lain
yang menjadi
perhatiandalam pengalihan kewenangan dari pemerintah pusat adalah masalah makam. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Staatsblad N o.
149 tahun 1906 disebutkan bahwa makam, baik makam Eropa maupun makam Bumiputra menjadi tanggung jawab
sepenuh-nya
dari
Gemeente Surabaya. Gemeente berkewajiban meng-angkat dan memberhentikan anggotakomisi
yang bertugasmengurus makam, serta berwenang membuat aturan-aturan
berkenaan dengan pengelolaan makam.2
Kelengkapan Gemeente Surabaya
Genteente Surabaya masih belum
memiliki
kelengkapan organisasiyang
memadai pada saat lembaga tersebut didi-rikan. Gemeente mestinyadipimpin
oleh seorang burgemeester atau walikota, namun sampai tahun 1916 atau sekitar sepuluhtahun
sejak Gemeente Surabayaberdiri,
pemerintah belum
mengangk
at
bur geme es ter Sur abay a. J abatan tersebutuntuk
sementara
waktu
masih dipegang oleh Asisten Residen Sura-baya. Salah satuciri
yang menonjol dari genteente adalahdili-batkannya warga kota
untuk
menangani berbagai urusantentang kota. Partisipasi warga kota dalam mengelola kota
ada-lah melalui
lembagaperwakilan
yangdisebtt
genteenteraad.Lembaga tersebut
mirip
dengan Dewan Perwakilan RakyatKota, namun
dipimpin
oleh burgenteester.Menurut
Staatsblad No.1-49 Tahun 1906, Gemeenteraad Surabaya beranggotakan 23orang
perwakilan
masyarakat berdasarkanetnis,
yaitu
15 orang anggota dari golongan Eropa,5 orang anggota darigo-2
Stnatsblad t an Nefurlnndsch Indie 1906, (Batavia: Landsdrukkerij, 1907)Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
longan Bumiputra, dan 3 orang anggota dari golongan
Timur
Asing.
Genteenternndberkewajiban memberikan
masukan-masukan dan pertimbangan kepada gemeente terutamaber-kaitan dengan pembangunan kota. Selama bur genrcester belum
diangkat, maka yang
ditunjuk
menjadi ketua
Genteenternad Surabaya adalah Asisten Residen Surabaya, yaitu W.F. Lutter.3 Pada tahun 1907,W .F. Lutter diganti oleh J.H. Walesory karena yang bersangkutandipindah di
tempat lain. Pada periodeini
mulai dibeli
beberapa tanahyang diperuntukan
untuk
pe-ngembangan
kota,
perluasanpemukiman
Eropa, dan tanahuntuk
makam.Pada periode
yang
pertama, keanggotaan Genrcenternnd Surabaya masihditunjuk.
Tahun 1909 penyusunan keanggo-taan genrcenterandmulai dilakukan
dengan cara pemilihan, terutamauntuk
keanggotaandari
bangsa Eropa. Padapemi-lihan
tahun
1909jumlah
masyarakatEropa yang terdaftar
sebagai
pemuilih
hanyaberjumlah
sekitar 1.398 orang, dan darijumlah
tersebut ternyata yangmemilih
hanya sekitar 25 persen. Pada tanggal5 Maret l912secaratak terdugaJ.H. Wa-leson meninggal secara mendadak, sehingga kedudukan be-liau sebagai ketua gerl eenternnd Strabaya digantikan oleh G.Th. Stibbe. G.Th. Stibbe ternyata menjabat sebagai ketua genteente-randtidakterlalu
lama, karena pada bulan Agustus pada tahun yang samaia
diberhentikan dandiganti
oleh L.J. Schippers. L.J. Schippers menjabat sebagaiketua
genreenterand sampaiterpilih
burgenteesterdefinitif
pada tahun 19L6. Dalampeme-rintah
gemeente, burgenrcester sekaligusmerangkap
sebagai ketua genteenteraad,OperasionalGenteente Surabaya pada awal
berdiri
masih beradadi
gedung Keresidenan Surabaya yang beradadi
ka-wasan Willemsplein atau sekitar Jembatan Meratu karena baru3 F.W.M. Kerchman,25 jarett decentrnlitntia hr Nede rlorrdsclt-lrrdie 1905-7930, (Semarang:
Vereeniging voor Locale Belangen, 1930), hlm. 348
16
Purnawan Basundoro
tahun 1923 Gen rcente Sur abaya
memiliki
gedung balaikota atau stndshuis. Kelengkapan organisasi lainnya sebelum diangkatburgenteester
definitif
belum ada, karena semua operasional ge-nrcente masihmengikuti
operasional kantor Keresidenan Su-rabaya.Pe m bo g i a n W i I ayoh Ad mi nistrasi
Secara administratif, Gemeente Surabaya terbagi ke dalam pemerintahan
di
bawahnya yang disebut denganistilahwijk
atauLingkungan.
Wijk
merupakan
struktur
pemerintahan paling bawah yangdipimpin
oleh Wijkhoofd atatWijknrcester. Pada awalnyawijk
merupakan pemerintahanpaling
bawahyang menghimpun warganegara Eropa dan
Timur
Asing,se-dangkanwarga Bumiputra tidak termasuk dalam pengelolaan
wijk.Pembagian Kota Surabaya ke dalam
wijk
sebenarnyasu-dah dilakukan jauh
sebelumberdirinya
Gemeente Surabaya karenawijkdidirikan
dalam rangka mengontrol dan mengelolawarga Eropa dan
Timur Asing.
Namawijk
dltandai dengan abjad, dan pada saal GemeenteSurabaya baruberdiri
terdapat25 zo ijk, tetapi pa da tahun 1 914 bertambah menjad i 26 wijk ber
-dasarkan Keputusan Residen Surabaya
No.2/24
tanggal24
April1914.
Pembagian Wijk di Kota Surabaya pada Masa Kolonia!
No. Nama Wryk NamaWilayah
1 A Kebalen 2 B Pesapen J C Krembangan 4 D Boomstraat q E Bergwars Straat 6 F Pangong 17
Sejarah Pemerintah Kota Surabaya 7 G Pangong 8 H Pangong 9 I Kapasari 10 I Kampong Baroe 11 K Ampel 12 L Marine Etablissement 13 M Marine Etablissement 1,4 N Tjantian 15
o
Tjantian 1.6 P Kalie Anjar 77a
Gemblongan 18 R Plampitan 19 S Krambangan 20 T Bandar Genteng 21 U Ketabang 22 V Groedo 23 W Embong Malang 24 X Peneleh 25 Y Tambaksari 26 Z BubutanSumber: Adres-boek oan Soernbaya uoor 1872, (Surabaya: Chs. Kocken
&
Co., 1873), hlm. 24; Sjamsu Koesmen dan Pangestu BW, Buku Petundjuk Kota Besar Surnbaja, (Surabaya: Djawatan Penerangan KotaBesar Surabaja,7957), hlm. 114
Walaupun sudah terdapat
kejelasan
wilayah
yang
men,adi tanggung
jawab
Gemeente Surabaya,yaitu
wilayah
yang terbagi dalam
wijk,
namttn
batas-bataswilayah
kotasecara keseluruhan belum terlalu jelas. Batas dengan
Purnawan Basundoro
ten-kabupaten
di
sekeliling Kota Surabaya pada awalberdiri
Gemeente Surabaya belum ditentukan secara
yuridis.
Lo mba ng Ge mee nte Su ro bayo
Pada saat Kota Surabaya ditetapkan sebaga i gemeente pada tahun 1906, ditetapkan pula lambang kota sebagaimana gam-bar
di
bawah. Lambang kota tersebut berupa dua ekor singa (Nederlande Leeuwen) berwarna emas yangberlidah
danber-kuku
merah. Kedua singa tersebut memegang perisai yangterdapat gambar ikan
hiu
(sura) danbuaya (baya), yangmeng-gambarkan makna Kota Surabaya. Kedua
kaki
bawah men-cengkerampita
yang bertuliskan SOERA-ING-BAIA.Di
atasperisai yang dipegang oleh dua ekor singa terdapat gambar benteng yang
memiliki
arti bahwa kota Surabaya adalah kotayang dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
lt
Lambang Kota Surabaya pada Masa Kolonial Belanda
Gemeente Surabaya pada Masa Burgemeester Mr. A. Meyroos
(1e16-1921)
Setelah Gemeente Surabaya berdiri selama sepuluh tahun
lebih, barulah tahun
1916diangkat
seorang burgemeester(walikota) secara
definitif.
Burgemeester yang pertamakali
di-79
t'
,$
I
Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
angkat adalah
Mr. A.
Meyroos, yang menjabatmulai
tanggal21
Agustus
1916. Dengandiangkatnya
burgemeester secaradefinitif
makaroda
pemerintahan Gemeente Surabayamulai
berjalan dengan baik.
l
Mr. A. Meyroos Penotoon Organisasi
Pada periode ini mulai dilakukan penataan organisasi
ge-meente, dengan melengkapi lembaga tersebut dengan beberapa
dinas yang
bersifat operasional. Padaperiode
ini
Gemeente Surabaya dilengkapi dengan empat dinas, yaitu:1..
Bagian UrusanUmum
(Gemeente Secretarie)2.
Bagian Pekerjaan Umum (GemeenteWerken),yangmeliputi
pula Dinas Pemadam Kebakaran (Brandweer)
3.
Bagian
Perusahaan-perusahaan (Gemeente Bedrijzten), antara lain: perusahaanair minum,
pemotongan hewan(abattoir), dan pasar.
4.
Bagian Urusan Kesehatan Umum.20
#
I,
lh.
BAB
3
PEMERINTAH
KOTA SURABAYA
MASA
REVOLUSI
SAMPAI TAHUN 1955
Tanggal17 Agustus 1945 bangsa Indonesia
memprokla-masikan kemerdekaannya. Peristiwa itu menjadi tanda bahwa
bangsa Indonesia sudah terlepas
dari
penjajahan. Sistempe-merintahan yang semula merupakan sistem
kolonial
berang-sur-angsur diubah dengan sistem Indonesia yang berbedade-ngan
periode sebelumnya. PemerintahKota
Surabaya juga mengalami perubahan yang sangat signifikan, terutamaper-ubahan pada penyebutan lembaga yang semula menggunakan bahasa Belanda (pada masa
kolonial
Belanda) dan bahasaJe-pang (pada masa penjajahan Jepang)
diganti
dengan bahasa Indonesia. Pemerintah Kota yang pada masa kolonial Belandadisebut
gerueente(kemudian
ditingkatkan
menjadi
stadsge-meente) dan pada masa penjajahan Jepang disebut shi, padaawal kemerdekaan disebut Pemerintah Kota Besar. Pemerintah Kota Surabaya disebut Pemerintah Kota Besar Surabaya, de-ngan corak pemerintahan asli Indonesia.
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa Revolusi(1945-1950)
Pada saat
lepang
menyatakan menyerahkalah
kepadaSekutu,
ia
menyerahkan jabatanWalikota
Surabaya kepadaSejarah Pemerintah Kota Surabaya
wakilnya yaitu
Rajamin Nasution.l Namun penyelenggaraan pemerintahan yangdilakukan
oleh Rajamin tampaknyatidak
berjalan
efektif
mengingat situasi peralihan berjalan kurang sempurna. Penyebablain
adalah karenadi
Kota
Surabaya segera terbentukKomite
Nasional Indonesia yang berperanmenjalankan
roda
pemerintahandi
Surabaya. Rajamin Na-sution juga menjadi anggota dari komite tersebut.Lima
hari
setelah proklamasi kemerdekaan, Panitia Per-siapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnyatang-gal22 Agustus L945 memutuskan
untuk
membentuk Komite Nasionaldi
seluruh
Indonesiayang
berpusatdi
Jakarta.Di
tingkat pusat Komite Nasional disebut Komite NasionalIndo-nesia Pusat (KNIP). Komite Nasional Indonesia dimaksudkan
sebagai lembaga perwakilan sebelum
berdiri
lembaga perwa-kilan yang bersifatdefinitif
sebagai bentuk kedaulatan rakyat.2Pembentukan
Komite
Nasional Indonesiadi
Kota Sura-baya baru dapatdilakukan
tanggal23 Agustus 1945, denganketuanya adalah
Doel
Arnowo. Struktur
organisasi Komite Nasional Indonesia Kota Surabaya adalah sebagai berikut:Ketua
: DoelArnowo
Wakil
KetuaI
: Bambang SupartoWakil
KetuaII
:Mr.
DwidjosewoyoSekretaris
: RuslanAbdulgani
Anggota-anggota
:R.A.A.
SujadiSoebakti Poesponoto Setiono
M. Masmoein Radjamin Nasution Coesti Majoer
Sjamsu Koesmen dan Pangestu B.W ., Bukn Petundjuk Kotn Besnr Surnbajn, (Surabaya:
Djawatan Penerangan Kota Besar Surabaya, 1957),hlm.120
Sekretariat Negara Republik Indonesia, 30 Tnlrun Indonesin Merdekn Jilid 1, (Jakarta:
Sekretariat Negara RI, 1981), hlm.24
Purnawan Basundoro
I.H.W.Tampi
Dr. SiwabessyLiem Thwan
Tik
Alaydroes Dr. Darmawan MangunkusumoIr.
Soemono Ir. Salijo Dr. Moh. Suwandhi SoebaktoKustur
Anwar
Zen Dr. Angka Nitisastro H. Moh.Tohir
Bakri H.Abdoelkarim
H. Zarkasi
Soedomo
Notohamiprodjo,
Abdul
WahabNj. Soemantri Soepeno Soedji3
Komite
Nasional IndonesiaKota
Surabaya segeraber-juang
untuk
menyelenggarakan pengalihan kekuasaandari
tangan Jepang.
Namun
usahapengalihan
kekuasaantidak
berjalan sebagaimana mestinya, karenayang terjadi
adalahjustru
meletusnya kekerasaandi
mana-mana dalam rangka mengusir tentara Jepang.aDi
tengah-tengahupaya mengusir
tentara ]epang, da-tanglah pasukanSekutu di KotaSurabaya. Tujuan mereka ada-lah mengurus tentara Jepang yang telah menyerah yang masihWilliam H. Frederick, Pandangan dan Gejolnk: Masyarakat Kota dnn lahirnya Reuolusi Indonesia (Surabaya 1926-1946), flakarta: Gramedia, 1989), hlm. 285
Roeslan Abdulgani, 700 Hai di Surabaya yang Menggemparkan Indorcsia, (|akarta:
Yayasan Idayu, 1975), hlm. 1415
Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
tertinggal
di
Kota Surabaya. Namun kedatangan pasukan Se-kutu justru memicu perang hebat denganrakyat Kota Surabaya.Rakyat
Kota
Surabaya yangcuriga bahwa
pasukan Sekutu diboncengi tentara Belanda yang ingin menguasai kembali Indo-nesia, menyambut pasukan Sekutu dengan perlawanan. Perang besar berkobar di Kota Surabaya selama akhir Oktober sampai akhir November L945. Namun karena kalah persenjataary makarakyat Kota Surabaya terpaksa
mundur
ke pedalaman.Organ pemerintah Kota Surabaya, seperti Komite Nasio-nal Indonesia Kota Surabayabeserta ketua dan anggotanya, dan
Walikota Surabaya juga
ikut
mengungsi. Kota Surabayauntuk
sementara
waktu
dikuasai oleh pasukan Sekuta. Merekamem-bentuk pemerintahan
sipil-militer
yang dinamakan AlliedMili-tary Ciail Affairs Brnnch
(AMACAB)
di
bawah koordinasi pa-sukan Inggris.Namun
pemerintahan tersebut ternyata hanyatopeng belaka, karena yang banyak terlibat dalam
AMACAB
ternyata
pasukan Belanda.AMACAB
menunjuk
Mr.
C.J.G. Becht sebagai Kepala Urusan GemeenteSurabaya yang bernama Knntoor aoor Beaolkingszaken (Kanlor Urusan Penduduk).s Posisi C.].G. Becht sebenarnya setara dengan burgemeester pada masa kolonial, namun yang menjadi tanggung jawabnya hanya seba-tas urusanpenduduk,
khususnyapenduduk
Eropa. StrukturKnntoor aoor Beaolkingsznken sangat sederhana. Sebagai pem-bantu C.J.G Becht antara lain S.H. Pruijs sebagai
kontrolir
Kota Surabaya bagian barat yang dibantu oleh H.R.C. Snijder, J.J. Ch.Everhardt sebagai
kontrolir
Kota Surabaya bagian selatan dantimur
yang dibantu oleh H.J. van TuineryMr.
D. Hoen kepalaurusan
perintah
khusus, dan L.J. Wesseldijk sebagai aspiran kontrolir.6Koesmen dan Pangestu, op. cit., hlrn.120. Lihat juga Kantor voor Bevolkingszaken
Soerabaja, 23 Agustus 7946," dalam Procureur-genernl bij let lnoggerechtshof
Nctler-lantlsclilndie 1.945-1950. Koleksi Nationaal Archief Den Haag No. Inventaris 1135.
Ihid.
48
Purnawan Basundoro
Pada tahun 1947, AMACAB digantikan oleh sebuah pe-merintahan baru yang mumi berada di tangan pasukan Belanda. Pemerintahan baru tersebut bernama Rege eingsconmtissaris ooor
B estuursnnngelegenl rcde n, disingkat R ecomba. Setelah bulan
Agus-tus1947, pemerintahan yang berkuasa atas wilayahJawa
Timur
yangberhasil dikuasai oleh Belanda tersebut, dipegang oleh Ch. O. van der Plas. Van der Plas merupakan mantan gubernur Jawa
Timur pada akhir masa kolonial Belanda. Pada periode
ini
C.J. Becht sebagai pemangku urusan l(nntoor Beaolkings Zakenber-usaha mengajak organisasi-organisasi masyarakat yang masih eksisdi
Kota Surabayauntuk
menyusun Dewan PerwakilanSementara Kota Besar Surabaya. Setelahterbentuk lembaga
per-wakilan tersebut kemudian mengangkat
Mr.
Indra Koesoema sebagai Walikota Surabaya. Namun jabatan yang diemban olehMr. Indra Koesoema tidak berjalan lama karena kemudian
di-ganti oleh Mr. Soerjadi. Indra Koesoema adalah seorang nasiona-lis tulery sehingga tidak bisa bekerja sama dengan Belanda. Indra
Koesoema lah tokoh yang mendorong pembubaran Negara
Ja-wa
Timur
pada awal tahun 1950. Negara JawaTimur
adalah Negara boneka ciptaan Belanda pada tahun 1948. Mr. Soerjadi menjabat sebagai Walikota Surabaya sampai Januari 1950. Pemerintah Kota Surabaya pada Masa WalikotaDoelArnowo
(19s0-19s2)
Pada
tanggal27
Desember 1949 Belanda mengakui ke-daulatan Indonesia setelah melalui sebuah perundingan yangsangat berlarut-larut di Den Haag. Perundingan yang terkenal dengan nama Konferensi Meja Bundar (KMB) menghasilkan
kesepakatan bahwa Belanda mengakui kedaulatan seluruh
wi-layah Indonesia, kecuali Irian Barat yang akan diserahkan pada periode selanjutnya. Dengan mengakui kedaulatan Indonesia maka seluruh pasukan Belanda harusditarik
dari
Indonesia,tidak terkecuali yang ada
di
Kota Surabaya.Sejarah Pemerintah Kota Surabaya
Pengakuan kedaulatan tersebut menandai era baru
peme-rintah Kota Surabaya. Para pemangku pemerintah yang sebe-lumnya mengungsi perlahan-lahan mulai kembali ke Kota Sura-baya. Pada bulan Januari 1950, Doel
Amowo
yang pada awalkemerdekaan menjabat sebagai ketua Komite Nasional
Indo-nesia Kota Surabaya, diangkat sebagai Walikota Surabaya oleh
pemerintah pusat.
Doel Arnowo
Sebagai
walikota
di
kota yang baru sajadilanda
perang besar tentu saja bukan hal yang mudah. Keungandi
lembaga yang iapimpin
sangatminim
karena kondisi negara yangbe-lum stabil. Upaya untuk membenahi Kota Surabaya tidak
ber-jalan dengan mulus karena persoalan keuangan tersebut.
Hal
lain
yang dihadapi oleh DoelArnowo
adalah masalahkepe-gawaian. Pada masa
itu
pegawaidi
lingkungan
PemerintahKota Besar Surabaya terpecah menjadi dua, sebagian masih beranggapan bahwa
pimpinan
mereka adalah orang Belanda sementara sebagian lain, terutama golongan nasionalis meng-anggap bahwa setelah Indonesia merdeka maka seluruhpega-wai di
lingkungan
pemerintah kota hanyamemiliki
satulo-yalitas,
yaitu
kepada Negara KesatuanRepublik
Indonesia(NKRD. Oleh karena itu, pada masa awal Doel Arnowo
meme-50
Purnawan Basundoro
rintah, perhatian utama adalah pada masalah kepegawaian
di
lingkungan Pemerintah Kota Besar Surabaya. Beberapalang-kah yang dilakukan oleh Doel Arnowo berkaitan dengan masa-lah kepegawaian antara lain:
,/
Mempekerjakan kembali pegawai dari pedalaman (karenamengungsi)
kira-kira
600 orang.,/
Penyesuaian kedudukan pegawai
(inpassing)
dari
Peraturan RIS ke Peraturan RI.
,/
Melakukan penggantian pimpinanbangsa asing (Belanda)di
lingkungan
Pemerintah Kota Besar Surabaya denganpimpinan
bangsa Indonesia.{
Memberhentikan para
pegawai bangsa asingmenurut
penetapan Konferensi Meja Bundar (KMB)
,/
Memberikan tunjangan kepada janda-janda pegawai yangmeninggal dunia dalam pengungsian.T Peru boho n Pe me ri nto ho n
Masa pemerintahan
Walikota
DoelArnowo
merupakanfase pertama pemerintahan Kota Surabaya pada periode ke-merdekaan. Walaupun pada periode sebelumnya sudah ada sistem pemerintahan, namun pemerintahan paling awal pada periode kemerdekaan belum berjalan secara efektif karena
si-tuasi pada
waktu
itu
disambut dengan peperangan. Bahkan pemerintahan yang baru saja berdiri itu akhirnya harusmeng-ungsi ke pedalaman.
Pada masa Walikota Doel Arnowo nama pemerintah kota yang pada masa penjajahan Belanda bernama Gemeente
dan
masa penjajahan |epang bernama Shi, diubah namanya men-jadi Penterintah Kotn Besnr Surabnya.Perubahan nama tersebut mengacu kepada Undang-Undang
Nomor
22 tahun 1948,di
mana dalam undang-undang tersebut pemerintah kota dibe-dakan menjadi dua
yaitu
pemerintah kota besar dan peme-i Koesmen dan Pangestu, op. cif ., hlm. 122.Sejarah Pemerintah Kota SurabaYa
rintah kota kecil.8
Adapun
penetapan Kota Surabaya menjadiKota Besar adalah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1950 tanggal 14 Agustus. Luas Kota Besar Surabaya pada perio-de
ini
adalah 92 kilometer persegi dan secaraadministratif
di-bagi menjadi enam kecamatan, yaitu: Krembangan, Kranggan,Kupang, Ketabang, Kapasan, dan Nyamplungan. Bagian pe-merintahan terkecil di Kota Surabaya yang pada masa kolonial
Belanda bernama
wijk)uga
diubah dengan nama Lingkungan,yang
dipimpin
oleh
Kepala Lingkungan JumlahLingkungan
juga bertambah menjadi 37 Lingkungary
dari
semula hanya 26 wijk pada masakolonial
Belanda.Pembentukan DPRDS Kota Besar Surabayo
Tanggal
4
Desember 1950,Dewan Perwakilan
RakyatDaerah Sementara (DPRDS) terbentuk, dan tanggal 7
Desem-ber
1.950 anggota-anggota DPRDSdilantik.
Dasar pemben-tukan DPRDS adalah Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1950.Dalam peraturan pemerintah
itu
ditegaskan bahwa yangdu-duk
sebagai anggota DPRDS selain perwakilan partaipolitik
juga perwakilanburuh,
tani, pemuda, wanita, dan organisasi sosial lain. Pada periode ini keanggotaan DPRDS tidakdipilih
melalui pemilihan umum, melainkan diajukan oleh organisasiyang
bersangkutan dengan
melihat perimbangan
suara.]umlah
anggota DPRDSperiode
pertamaini
berjumlah
32 orang. Adapun susun pimpinan DPRDS Kota Surabaya tahun1950 adalah sebagai berikut:
Ketua
: Soeprapto (Masjumi)Wakil
Ketua
: Sanusi (Partai Indonesia Raya)8
Pumawan Basundoro, Pengnntar Sejarah Kota, (Yogyakarta: Ombak,2012), hlm. 11652
Perwakilan di Dewan Pemerintah Daerah Sementara (DPDS):
Mr.
SjariefHidayat
(Masjumi) Dr.Abdul
Manap (PNI)BAB
4
PEM
ERINTAH
KOTA
SURABAYA
MASA
ORDE
BARU
SAMPAI AWAL
MASA
REFORMASI
Perubahan
politik
yang sangat drastis pada tahun 1965 telah mengubah sebagian besar kondisi pemerintahan diIndo-nesia. Jika pada periode sebelumnya peran partai politik sangat
dominan dalam
menggerakkanpemerintahan, maka
pada periode Orde Baru peran partaipolitik
dikurangi secara drastis.Dominasi tentara dalam pemerintahan
juga
menguat sejalan dengan tampilnya tentara dalampanggungpolitik
pasca kega-galan pemberontakan tanggal 30 September 1965. Pemerintah Kota Surabaya pada periode ini juga ditandai dengan tampilnyatentara
untuk
memimpin
kotaini.
Corak pemerintahanpun
mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya kare-na terkait dengan gaya kepemimpinan walikota pada periode ini. Ciri penting pemerintahan di daerah pada masa Orde Baru adalah, pemerintah daerah hanya merupakan kepanjangan ta-ngan dari pemerintah pusat. Pada periode
ini
sistem pemerin-tahandi
Indonesia menganut sistem pemerintahan yangsen-tralistik. Dengan demikian maka posisi Pemerintah Kota
Sura-baya juga hanya kepanjangan dari pemerintah pusat yang ber-tugas melaksanakan program-program pemerintah pusat di Ko-ta Surabaya.
Sejarah Pemerintah Kota SurabaYa
Pemerintah Kota Surabaya pada Masa
Walikota
Let. Kol. R' Soekotjo (1955-1974)Meletusnya peristiwa G-30-S/1965 yang
disinyalir
meru-pakanusaha kudeta yang dilakukanoleh Partai KomunisIndo-nesia (PKI) berimbas kepada
kondisi
Pemerintah Kotamadya Surabaya. Beberapa saat setelah peristiwa tersebut meletusdi
Jakarta, dan upayauntuk
melakukan kudeta ternyata gagal,terjadi
pembubaran PKI. Pengurus, anggota, dan simpatisanpartai tersebut dikejar oleh aparat negara dan ditahan.
Waliko-ta Surabaya
waktu
itu,
Moerachman, S.H., yang merupakansalah satu kepala daerah yang
didukung
oleh PKI tentu sajamenjadi salah target dari penangkapan tersebut. Ia ditangkap
dan kemudian ditahan di penjara Kalisosok, tapi nasibnya ke-mudian tidak ketahuan lagi sampai hari ini. Akibat penangkap-an
itu
maka posisi Walikota Surabaya menjadi lowong.Untuk
mengisi kekosonganitu, Letnan Kolonel R. Soekotjo yang pada
waktu itu
menjabat sebagai Komandan Korem Surabayadi-angkat sebagai Pelaksana Tugas (PIt.) Walikota Surabaya. Pada
tahun 1967 barulah yang bersangkutan diangkat secara
definitif
sebagai Walikota Surabaya oleh pemerintah pusat.74
Purnawan Basundoro
Pembongunan Kota
Pascaperang kemerdekaan kondisi Kota Surabaya sangat kacau dan
tidak
teratur. Kemiskinanmuncul
di
mana-mana karena para korban perang kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal mereka. Sebagian besar dari mereka jatuh menjadi ge-landangan dan tinggal di tempat-tempat yang seharusnyabu-kan untuk tempat tinggal. Mereka membangun gubuk-gubuk
seadanya
di
tepi jalan,tepi
sungai, trotoar, bawah jembatan, tanah-tanah kosongmilik
perorangan danmilik
pemerintah, dan sebagainya. Parawalikota
yang menjabat pada awal ke-merdekaan sampai tahun1960-an tidak berhasil menata warga miskin dan menyingkirkannya dari tempat-tempat yang telah disebutkan. Mereka terkendalaminimnya
dana serta rasa ka-sihan terhadap korban perang. Kondisi kota semakinsemra-wut
karena arus urbanisasi juga sangat tinggi. Ibaratnya, KotaSurabaya pada waktu
itu
telah berubah dari kota yang sangat teratur pada masa kolonial Belanda, menjadi kota gelandangan(istilah
waktu itu
kota
bambungan) padaawal
kemerdekaan sampai tahun 1960-an.1Ketika
R. Soekotjodiangkat menjadi
Pelaksana Tugas (Plt.) Walikota Suraba y a pada akhir tahun 1965, iamendapat-kan kenyataan sebagaimana digambarkan
di
atas.Di
mana-mana di berbagaititik
kotaberdiri
gubuk-gubuk yangdihuni
oleh rakyat miskiry baik korban perang maupun para
penda-tang
dari
pedesaan yang mengadu nasibdi
Kota
Surabaya.Namun
dengan gaya kepemimpinannya yang berbasis padamiliter,
Walikota R. Soekotjo berlahan-lahan bisamembersih-kan
gelandanganyang
tinggal
di
kawasanumum.
Ia jugamengadakan gerakan penertiban bangunan-bangunan di ban-taran sungai karena dianggap menyalahi aturan. Beberapa ka-wasan yang dibersihkan antara
lain
di
bantaran sungaidi
Jl. I Lihat Pumawan Basundoro, "RakyatMiskindan Perebutan RuangKota di SurabayaTahun 190G1960-an," Dixrtasi, ( ogyakarta: UGM, 2011)