• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki berbagaimacam kebudayaan local, hal tersebut merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki berbagaimacam kebudayaan local, hal tersebut merupakan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki suku bangsa, bahasa, dan agama yang berfariasi. Hal tersebut, merupakan dampak dari kondisi geografis Indonesia, yang terdiri atas beberapa pulau besar dan pulau kecil. Oleh karena itu, Indonesia memiliki berbagaimacam kebudayaan local, hal tersebut merupakan suatu kebanggaan tersendiri dan sekaligus tantangan bagi banga Indonesia untuk mempertahankan eksistensi budaya mereka. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan jati diri mereka sebagai bangsa yang berbudaya, bangsa Indonesia harus selalu mengingat dan menjunjung tinggi nilai budaya mereka.

Khususnya pada masyarakat Sunda, yang memiliki berbagai tradisi budaya, mulai dari upacara adat kelahiran, sunatan, pernikahan, kematian dan sebagainya. Hal tersebut, sebenarnya diyakini oleh masyarakat Sunda sebagai kewajiban yang memiliki arti tertentu. Artinya, upacara adat tersebut, merupakan respon masyarakat Sunda untuk menyambut tahapan kehidupan manusia. Hal ini, merupakan efek dari pola pikir mereka yang meyakini bahwa manusia pada hakikatnya, tidak hidup sendiri di dunia ini, mereka ditemani oleh arwah nenek moyang. Dengan demikian, arwah nenek moyang mereka dianggap sebagai roh kebaikan yang akan membuat kehidupan manusia menjadi lebih bahagia. Oleh karena itu, pada setiap tahapan upacara adat, masyarakat Sunda biasanya menggunakan simbol sebagai media atau lambang.

(2)

2 Berkaitan dengan hal ini, simbol upacara adat sebagai bagian dari kebudayaan Sunda, merupakan perwujudan dari simbolisasi agama spiritual yang mereka anut. Untuk itu, istilah dan benda yang digunakan memiliki dimensi historis tersendiri, simbol-simbol itu tidak diciptakan secara singkat, tetapi memerlukan proses sejarah yang sangat panjang. Oleh karena itu, makna-makna simbolis yang terkandung di dalamnya dapat dikatakan sebagai pencerminan dari jati diri masyarakat Sunda. Dengan demikian, demi melestarikan nilai budaya, masyarakat Sunda haruslah menghayati dan memahami nilai budaya yang terdapat dalam serangkaian upacara adat. Namun, lebih dari semua itu, kebudayaan Sunda bukan hanya serangkaian upacara mitis tetapi juga perwakilan bagi masyarakat Sunda itu sendiri.

Masyarakat Sunda, memiliki pandangan hidup dan sikap hidup, yang keduanya sama-sama berorientasi pada nilai-nilai kebaikan dan nilai religiusitas. Masyarakat Sunda, memiliki pandangan hidup yang santun, religius, dan lebih cenderung mementingkan dunia akhirat. Hal tersebut, dapat dilihat dari sikap hidup mereka yang cenderung menyukai sesuatu yang bersifat damai. Simbol dalam kebudayaan masyarakat Sunda, dewasa ini tidak lagi dianggap sebagai benda yang bertuah, tetapi lebih cendrung dipahami sebagai media untuk berkomunikasi, dan melestarikan kebudayaan. Cassirer juga mengatakan bahwa simbol secara praktis, suatu media yang diambil dalam arti luas, sebagai ekspresi dari sesuatu yang intelektual melalui tanda sensorik dan gambaran. Bentuk simbolis, kata Cassirer, adalah mediator antara subjektif dan objektif, di antara “Saya” “Anda” dan “Semua bentuk simbolis”. Oleh karena itu, obyek dapat

(3)

3 diciptakan bila suatu media (simbol), dimengerti dan dipahami oleh siapapun yang melihatnya (Coskun,2007:191).

Untuk itu, Cassirer menjelaskan, setiap tindakan intelek manusia adalah simbol sejauh tindakan itu dapat membuat suatu representasi proses atau hukum tertentu. Artinya, bentuk simbol merangkum dan sepenuhnya mengkontekstualisasikan pengalaman dan sebagai hasilnya memberikan arti karakteristik pada istilahnya sendiri karena melalui setiap bentuk simbolik manusia memberikan bentuk pada persepsinya menuju arah tertentu. Menurut Cassirer, semakin manusia mencapai bentuk objektifitas paling tertinggi, yaitu bentuk makna yang murni, bila mereka secara bebas mampu mengembangkan dan mewujudkan fungsi simbolis yang sesungguhnya (Coskun,2007:199). Dalam konteks ini, masyarakat Sunda telah memiliki bentuk-bentuk simbolis tertentu, bentuk-bentuk simbol ini ditemukan dalam benda-benda, syair-syair atau sistem adat. Dengan demikian, dalam skripsi ini penulis mencoba untuk mengangkat dan menelaah sejauh mana bentuk-bentuk simbol berperan dalam kebudayaan Sunda. Selanjutnya, dalam skripsi ini penulis akan menggunakan teori bentuk simbolik Ernst Cassirer. Hal tersebut, merupakan usaha penulis untuk mencari bukti bahwa dalam setiap kebudayaan pasti memiliki lima unsur pokok, yaitu mitos, bahasa, sejarah, seni dan ilmu pengetahuan.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan maka penelitian tersebut bisa dirumuskan sebagai berikut :

(4)

4 a. Bagaimanakah tahap-tahap pelaksanaan dalam upacara

pernikahan adat Sunda?

b. Apa saja makna simbol dalam upacara pernikahan adat Sunda?

c. Bagaimanakah makna simbol pada upacara pernikahan adat Sunda dalam perspektif teori bentuk simbolis Ernst Cassirer?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengamatan yang penulis lakukan, belum ada satupun penelitian yang berusaha untuk melakukan pengkajian khusus mengenai objek material yang sama mengenai Simbol dalam pernikahan adat Sunda ditinjau dari makna simbolis Ernst Cassirer. Penulis menemukan beberapa skripsi, tesis maupun disertasi, yang memakai objek formal teori simbol Ernst Cassirer. Diantaranya adalah :

a. Diani Fitri Arsinta, 2003, Skripsi : Upacara Mitoni dalam Budaya Jawa Hubungannya Dengan Bentuk – Bentuk Simbolis Ernst Cassirer. Fakultas filsafat Unversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

b. Retno Hendro Irianto, 1987, Skripsi : Makna Bentuk - Bentuk Simbolis dalam Filsafat Kebudayan Ernst Cassirer. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(5)

5 c. Yanti Kusuma Dewi, 2008, Skripsi : Simbol – Simbol Satanisme dalam Perspektif Teori Simbol Ernst Cassirer. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. d. Wahyu Tri Wibowo, 2010, Skripsi : Lirik-Lirik Lagu

Skinhead sebagai Simbol Perlawanan dalam Perspektif Ernst Cassirer. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

e. Vesti Prihatianti, 2010, Skripsi : Tradi Carok Pada Masyarakat Madura Menurut Perspektif Teori Simbol Ernst Cassirer. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

f. Nurkhasanah Dyah Adhie Dwijayanti, 2010, Skripsi : Upacara Siraman pada Tradisi Masyarakat Surakarta Perspektif Makna Simbolis Ernst Cassirer. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

g. Nadira, 2013, Skripsi : Makna Simbol dalam Pernikahan Masyarakat Adat Betawi Perspektif Teori Simbol Ernst Cassirer. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

(6)

6 a. Bagi peneliti : Memperkaya wawasan mengenai makna simbolis. Terutama mengenai makna simbolik yang terdapat dalam upacara adat pernikahan masyarakat Sunda. Serta dapat mempertahankan kebudayaan sebagai bagian dari kekayaan bangsa.

b. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Filsafat : Memberi sumbangan berupa kajian ilmah tentang budaya di Indonesia dan penelitian ini diharapkan mampu memperluas khasanah pengetahuan tentang kebudayaan di Indonesia, terutama tentang upacara pernikahan adat Sunda.

c. Bagi Bangsa Indonesia : Membuktikan bahwa melalui kebudayaan, bangsa indonesia dapat mengetahui jati diri sebagai masyarakat yang memiliki adat istiadat, sehingga masyarakat memiliki pegangan dan tidak akan terbawa dalam arus perubahan modernisasi.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dari perumusan masalah yang telah ditulis sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan tahap-tahap pelaksanaan upacara pernikahan adat Sunda.

2. Menjelaskan makna simbol dalam upacara pernikahan adat Sunda. 3. Menganalisis makna simbol pada upacara pernikahan adat Sunda

(7)

7 C. Tinjauan Pustaka

Dalam kehidupan manusia, simbol merupakan pencapaian tertinggi dalam kehidupan manusia. Setidaknya ini yang diyakini oleh Cassirer dalam buku yang berjudul An Essay On Man (1944). Dalam buku tersebut, menuliskan pandangannya terhadap simbol-simbol yang berada di setiap kebudayaan manusia. Cassirer juga mengatakan bahwa petunjuk kepada kodrat manusia adalah simbol (1944:104). Karena menurut Cassirer, manusia memiliki suatu ciri khas yang tidak dimiliki oleh mahluk yang lainnya, yaitu sistem reseptor dan sistem efektor. Meskipun binatang juga memiliki sistem reseptor dan sistem efektor, namun manusia satu-satunya mahluk yang memiliki sistem simbolis. Terlebih lagi manusia memiliki kemampuan untuk memasukan sistem simbolis, diantara kedua sistem reseptor ataupun efektor. Jadi daripada mengatakan bahwa manusia adalah animal rationale, Cassirer (1944:40) lebih meyakini bahwa manusia adalah animal symbolicum.

Buku An Essay On Man milik Cassirer juga sering digunakan, sebagai objek formal di beberapa penelitian yang bertemakan kebudayaan. Beberapa penelitian yang telah ditemukan. diantaranya adalah penelitian dari Yanti Kusuma Dewi (2008) berjudul Simbol-Simbol Satanisme Dalam Perspektif Teori Simbol Ernst Cassirer. Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menggunakan teori simbol Cassirer, dalam mengungkap makna simbol dalam satanisme. terutama dalam bentuk ataupun benda-benda yang diyakini sebagai lambang dari ajaran satanisme. Penelitian ini juga berhasil menggunakan teori simbolik Cassirer,

(8)

8 untuk mengungkap makna simbolik yang terdapat dalam simbol-simbol aliran satanisme.

Penelitian dari Arsinta Fitri Diani yang berjudul Upacara Mitoni Dalam Budaya Jawa Hubungannya Dengan Bentuk-Bentuk Simbolis Ernst Cassirer. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk mengungkap makna simbolik dalam tata cara upacara mitoni. Melalui teori simbol Ernst Cassirer, penulis berhasil mengungkap makna-makna simbolik dalam upacara mitoni. Dalam penelitian ini berhasil memberikan gambaran yang jelas, mengenai tata cara upacara mitoni. Kemudian memberikan kesimpulan yang tepat, sehingga pembaca mampu memahami dengan baik makna dari upacara mitoni.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua buku sebagai sumber primer. Pertama adalah buku berjudul Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Barat, yang diterbitkan pada tahun 1987. Buku ini ditulis oleh tim peneliti dari Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan penelitian ini, penulis mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai tata cara upacara adat pernikahan. Kemudian benda-benda apa saja yang digunakan dalam upacara pernikahan. Dan juga peneliti mengetahui ucapan ataupun mantra-mantra tradisional, yang sering digunakan dalam upacara adat pernikahan. Sehingga penelitian yang dilakukan oleh Saini dkk, dianggap mampu dijadikan sebagai sumber primer dalam penelitian ini.

Buku primer yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Thomas Wiyasa Bratawidjaya, dengan judul Upacara Perkawinan Adat Sunda. Buku ini menjelaskan bagaimana masyarakat Sunda melakukan persiapan-persiapan adat

(9)

9 sebelum upacara perkawinan berlangsung. Penjelasan makna simbol pada setiap rangkaian upacara tidak lupa di bahas secara detail oleh peneliti. Buku ini menggambarkan serangkaian kegiatan upacara pernikahan baik di Jawa Barat, maupun di Banten. Meskipun Banten merupakan daerah penyebaran suku Sunda, namun pada kenyataannya masyarakat Banten memiliki pandangan tersendiri dalam upacara adat pernikahan. Terutama, dari kalangan suku Baduy, yang terkenal sebagai penganut Sunda wiwitan (Agama asli suku Sunda). Dalam beberapa ritual khusus seperti upacara pernikahan, mereka memiliki cara tersendiri meskipun pada akhirnya upacara adat akan dilakukan secara islam. Upacara adat Sunda memiliki keunikan tersendiri, meskpun tidak jauh berbeda dengan tradisi suku Jawa. Masyarakat Sunda selalu mempergunakan cara bermusyawarah dalam setiap pengambilan keputusan, serta lemah lembut tutur bahasanya. Tidak sembarangan dalam berkata-kata, santun kepada yang lebih tua, terlepas dari pangkat ataupun jabatan.

D. Landasan Teori

Kebudayaan meliputi segala dimensi dan aspek dalam kehidupan sosial manusia. Dengan demikian, menurut Bakker, kebudayaan tidak dapat begitu saja dikatakan sebagai substansi yang dapat di kaji berdasarkan objek fisik saja. Ilmu budaya (Bakker,1984:11-12) bertugas dalam mengumpulkan fakta dan cara pelaksanaan budaya, mengambil keseragaman dan perbedaan, kemudian secara induktif menyusun definisi kebudayaan. Berbeda dengan filsafat kebudayaan, filsafat kebudayaan bertugas untuk menguji definisi tersebut pada taraf metafisis (Bakker,1984:134). Artinya bahwa filsafat menguji sejauh mana definisi tersebut

(10)

10 mencerminkan hakikat kebudayaan. Cassirer mengatakan bahwa filsafat tidak begitu saja puas dengan hanya menganalisis bentuk kebudayaan manusia tertentu. Filsafat mencari pandangan universal yang merupakan sintesis dari semua tujuan partikular kebudayaan. Artinya, filsafat tidak mencari kesatuan akibat, tetapi kesatuan tindakan. Walaupun terjadi beberapa pertentangan dan perbedaan, toh pada akhirnya kebudayaan memiliki tujuan bersama, yaitu terciptanya harmonisasi dalam kehidupan budaya manusia (1944:107-108).

Suatu masyarakat, suku bangsa, klan, yang bertempat tinggal di suatu daerah dan menghubungkan diri dengan keadaan lingkungannya (Dillistone,2002:13). Memiliki suatu kesadaran bersama dalam membentuk suatu pola-pola, tradisi, yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan kegiatan dan karya manusia ini lah kebudayaan tercipta. Serangkaian upacara adat, mantra-mantra pengusir roh jahat, kegiatan manusia dalam memanusiakan alam disebut dengan kebudayaan. Peursen mendefinisikan filsafat kebudayaan sebagai alat untuk membantu manusia memaparkan suatu strategi kebudayaan untuk dikemudian hari. Kebudayaan pada saat ini, tidak lagi digambarkan sebagai sebuah kata benda. Kebudayaan tidak lagi berorientasi pada artifak-artifak kebudayaan, benda-benda di museum dan sebagainya. Namun, kebudayaan pada saat ini diartikan sebagai kata kerja, kegiatan manusia seperti tradisi pernikahan, tarian tradisional dan sebagainya. Semuanya memiliki makna tersendiri bagi kehidupan manusia. Namun, peranan manusia sangat penting dalam perkembangan kebudayaan. Dalam hal ini, manusia yang memegang kendali atas kehidupan dan perkembangan kebudayaan (Peursen,1988:9-11).

(11)

11 Seperti penjelasan Geertz bahwa kebudayaan tidak lebih daripada ditambahkan oleh manusia (1992:59). Tradisi-tradisi sebagai bagian dari kebudayaan, juga kurang lebih ditambahkan oleh manusia itu sendiri, mereka berhak untuk mengubah ataupun menerimanya (Peursen,1988:11). Ini sudah jadi kodrat bagi manusia, mengatakan bahwa manusia tidaklah ditambahkan nilai dari luar dirinya. Namun, mereka semata-mata tergantung pada nilai yang diberikan pada dirinya sendiri. Artinya bahwa manusia memiliki daya pertimbangan, untuk menilai sesuatu di luar dirinya sendiri. Kemampuan ini disebut oleh Cassirer sebagai sumber utama bagi kebenaran dan moralitas (1994:12-13).

Cassirer mengatakan bahwa kodrat manusia yang sesungguhnya adalah simbol, meskipun Banyak penelitian yang mengatakan bahwa binatang juga mampu mengenali rangsangan simbolis (1944:36). Ini berbeda kata Cassirer, binatang dan manusia toh pada kenyataannya tidak bisa disamakan terlebih lagi dalam hal pengenalan bentuk simbolis. Hewan kata Cassirer memiliki kemahiran dalam merespon suatu sinyal ataupun simbol, tentunya dapat dicapai melalui latihan (1944:43). Oleh sebab itu yang harus dicermati terlebih dahulu adalah perbedaan antara simbol dan tanda. Di dalam tingkah laku binatang dapat kita temukan dapat kita temukan sistem tanda atau penanda yang agak kompleks, tidak hanya kompleks tetapi juga peka terhadap rangsangan dari luar dirinya. Namun, dalam berbagai penelitian tersebut nampaknya belum bisa dijadikan bukti, Cassirer mengatakan bahwa penelitian itu tidak akan cukup untuk membuktikan persamaan pemahaman bentuk simbolik antara manusia dan hewan (Cassirer,1944:47).

(12)

12 Simbol bila diartikan secara tepat, tidak mungkin dapat dijabarkan menjadi suatu bentuk tanda semata. Tanda dan simbol masing-masing terletak pada dua kutub yang berlainan, tanda adalah bagian dari dunia fisik, sedangkan simbol merupakan bagian dari dunia manusia. Cassirer tetap pada pendiriannya bahwa simbol hanya memiliki nilai fungsional, sedangkan tanda merupakan sesuatu yang fisik dan substansial. Selain itu, Cassirer juga mengatakan bahwa manusia memiliki ciri yang berbeda dari mahluk yang lainnya. Lingkaran fungsional manusia tentunya tidak hanya berkembang secara kuantitatif, tetapi juga mengalami perubahan kualitatif (Cassirer,1944:38-48). Manusia kata Cassirer tidak hanya memiliki sistem resptor dan sistem efektor, secara biologis manusia memiliki sistem ketiga yaitu sistem simbolis (Diliistone,2002:121). Manusia memiliki kemampuan untuk memasukan di antara kedua sistem itu suatu sistem simbolis (antara resptor dan efektor), sistem simbolis ini lah yang dapat menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan manusia. Sistem simbolis juga dikatakan sebagai pencapaian terbaru dalam kehidupan manusia, dibandingkan dengan kehidupan mahluk lainnya. Manusia tidak hanya hidup dalam realitas yang luas, namun manusia juga hidup dalam suatu dimensi realitas yang baru. Di mana simbol merupakan bagian dari dimensi tersebut (Cassirer,1944:39).

E. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yakni konsep-konsep yang lebih menekankan pada aspek bentuk simbol dari objek yang ditelaah. Sebagai sebuah penelitian yang bersifat kualitatif dengan pengambilan data yang

(13)

13 dilakukan melalui studi pustaka, maka di dalam proses pembuatannya diupayakan pada 3 hal, yaitu :

1. Bahan penelitian

Bahan dan materi penelitian ini diperoleh melalui penelusuran pustaka yang terkait dengan upacara pernikahan adat Sunda dan buku yang berkaitan dengan teori simbol Ernst Cassirer. Bahan dan materi penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sumber Primer : Beberapa literatur atau buku yang telah ditemukan oleh peneliti. Buku ataupun literatur tersebut, nantinya akan dijadikan sebagai sumber utama dalam penulisan skripsi ini :

1) Bratawidjaja, w, 2002. Upacara Perkawinan Adat Sunda. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

2) Cassirer, E, 1987. Manusia dan Kebudayaan : Sebuah Esai Tentang Manusia. Gramedia. Jakarta. 3) Cassirer, E, 1979. The Myth, Simbol, and

Culture.The Murray Printing Company. USA

4) Coskun, D, 2007. Law As Symbolic Form Cassirer And The Anthropocentric View Of Law. Springer. Netherlands

5) Mustapa, H, 1996. Adat Istidat Sunda. Alumni. Bandung.

(14)

14 6) Prawirasuganda, A, 1964. Upatjara Adat Di

Pasundan. Penerbit Sumur Bandung. Bandung. 7) Saini et.al., 1978. Adat Upacara Perkawinan

Daerah Jawa-Barat. Bandung.

b. Sumber Sekunder : Berupa tulisan dari sumber lain, baik berupa buku maupun artikel yang berhubungan dengan objek formal maupun objek material penelitian yang digunakan penulis sebagai bahan pelengkap dan tambahan. 2. Langkah penelitian

Langkah – langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian untuk kemudian penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Pengumpulan data : Mengumpulkan data yang diperlukan dalam pebelitian, yang berhubungan dengan objek kajian penelitian. Data yang diperoleh berasal dari studi pustaka dan pengamatan di lapangan.

b. Pengolahan data : Mengolah semua data yang terkumpul meliputi klasifikasi dan deskripsi sesuai dengan apa yang di bahas di dalam penelitian. Data hasil studi pustaka diklasifikasikan dan dideskripsikan.

c. Penyusunan penelitian : Melakukan penyusunan data yang meliputi analisis data yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk laporan penelitian yang sistematis.

(15)

15 3. Analisis data

Penelitian “Makna Simbol dalam Upacara Pernikahan Adat Sunda Perspektif Teori Bentuk Simbolik Ernst Cassirer”, berusaha untuk mengungkap fakta mengenai data historis sehingga hasil penelitian ini dapat direfleksikan pada persoalan actual. Maka, metode yang digunakan adalah metode Hermeneutik-reflektif dengan model penelitian historis aktual, dan menggunakan sarana kepustakaan dalam mencari data terkait, adapun unsur metodis yang digunakan adalah :

a. Deskripsi : Memberikan gambaran tentang upacara pernikahan adat Sunda dan teori bentuk simbol Ernst Cassirer.

b. Holistika : Memahami data secara komperhensif sehingga didapatkan pemahaman yang tepat.

c. Intrepretasi : Analisis data-data penelitian yang terkait dengan upacara pernikahan adat Sunda, berdasarkan teori bentuk simbol Ernst Cassirer dari objek formal penelitian. d. Koherensi intern : Menganalisis makna simbol dalam

upacara pernikahan adat Sunda berdasarkan teori bentuk simbol Ernst Cassirer sehingga terbentuk pemahaman yang pasti. Analisis ini dilakukan sebagai upaya mengungkap jalinan makna simbolis dalam upacara pernikahan adat Sunda sesuai dengan teori bentuk simbol Ernst Cassirer.

(16)

16 F. Hasil yang Dicapai

Penelitian ini diharapkan mampu mencapai suatu hasil penelitian yang sesuai dengan yang dikehendaki, penelitian ini diharapkan akan :

1. Memberikan pemahaman mengenai tata cara upacara pernikahan adat sunda.

2. Mengetahui makna simbol yang terkandung dalam upacara pernikahan adat Sunda.

3. Memberikan penjabaran secara sistematis terhadap pencerminan makna simbol dalam upacara pernikahan sunda dalamperspektif teori bentuk simbolik Ernst Cassirer.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan akan dibagi secara sistematis dalam V bab, yang terdiri dari : 1. BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri dari : Latar Belakang

Masalah yang terdiri dari (Rumusan Masalah, Keaslian Penelitian, Manfaat Penelitian), Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian terdiri dari (Bahan Penelitian, Langkah Penelitian, Analisis Data), Hasil yang dicapai, dan Sistematika Penulisan.

1. BAB II terdiri dari sejarah kehidupan Ernst Cassirer, terdiri dari : Biografi Ernst Cassirer (Sejarah Hidup Ernst Cassirer, Latar Belakang Pemikiran Ernesr Cassirer) Teori Simbol Ernst Cassirer (Mitos sebagai bentuk simbolik, Bahasa sebagai bentuk simbolik,

(17)

17 Seni sebagai bentuk simbolik, Sejarah sebagai bentuk simbolik, Ilmu pengetahuan sebagai bentuk simbolik)

2. BAB III Menceritakan upacara pernikahan adat Sunda: Deskripsi Budaya Sunda (Sikap hidup masyarakat Sunda, Pandangan hidup masyarakat Sunda) Pengertian Upacara Pernikahan Adat Sunda. Maksud dan Tujuan Upacara Pernikahan Adat Sunda. Tahap Pelaksanaan Upacara Pernikahan Adat Sunda, Upacara Sebelum Akad Nikah (Upacara Neundeun Omong atau Ngagalagat, Upacara Seureuh Euleus, Upacara Ngaras, Upacara Siraman, Upacara Seserahan, Upacara Ngeyeuk Seureuh) Upacara akad nikah. Adat sesudah pernikahan (Upacara Sungkem, Upacara Sawer, Upacara Nincak Endog, Upacara Buka Pintu, Upacara Huap Langkung, Upacara Munjungan, Upacara Ngunduh Mantu, Upacara Numbas)

3. BAB IV adalah kesimpulan makna simbolik pernikahan adat sunda dalam teori simbolik Ernst Cassirer : Makna Simbolis pada Upacara Adat sebelum Pernikahan (Upacara Neundeun Omong atau Ngagalaga, Upacara Seureuh Euleus, Upacara Ngaras, Upacara Siraman, Upacara Seserahan, Upacara Ngeyeuk Seureuh) Makna Simbolis pada Pelaksanaan Upacara Akad Nikah. Makna Simbolis pada Upacara Adat sesudah Pernikahan (Upacara Sungkem, Upacara Sawer, Upacara Nincak Endog, Upacara Buka Pintu, Upacara Huap Langkung, Upacara Munjungan, Upacara Ngunduh Mantu, Upacara Numbas) Makna Simbol pada Upacara Pernikahan Adat Sunda dalam Perspektif Teori Bentuk Simbolik Ernst Cassirer (Bentuk simbolis berhubungan dengan Mitos, Bentuk simbolis berhubungan dengan Bahasa, Bentuk simbol

(18)

18 berhubungan dengan Seni, Bentuk simbol berhubungan dengan Sejarah, Bentuk simbol berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan)

4. BAB V Merupakan bab penutup, terdiri dari : kesimpulan dan saran

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan makna zakat, makna infak dan shadaqah secara sederhana memiliki kesamaan yakni berupa pemberian yang diberikan kepada orang lain yang tidak ada ketentuan,

Lalu diidentifikasikan lewat semiotik Roland Barthes untuk menentukan makna denotasi yang disebut sebagai tatanan pertama penandaan makna dan konotasi yang mempunyai

Jika makna kanyuu hyougen diartikan dari makna kanji pembentuknya tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kanyuu hyougen adalah ungkapan di mana pembicara dan pendengar

Sementara itu verba memakai dalam bahasa Indonesia memiliki 6 makna yang berbeda, maka perlu adanya analisis untuk mencari kata yang memiliki relasi kedekatan makna dengan

Keberhasilan menemukan makna hidup selanjutnya akan menyebabkan kehidupan ini terasa berarti dan berharga (Bastaman, 1996). Makna hidup juga mengandung tujuan hidup,

Mendeskripsikan kendala yang menghambat implementasi nilai toleransi pada kelompok kesenian Tari Lengger Krido Budoyo di Desa Krakal Dawung, Kecamatan

Berbeda dengan Hanafiyah, ulama madzhab Malikiyah cenderung mempersempit makna harta manqul, dan memperluas makna harta iqar. Menurut malikiyah, manqul adalah harta

Prestasi sendiri memiliki makna hasil dari suatu kegiatan yang memiliki makna, kegiatan yang dilakukan dapat berupa usaha, upaya, menciptakan baik dilakukan