• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan di Indonesia dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). Dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya AKI di Indonesia termasuk tinggi,

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) AKI di Indonesia adalah 214/100.000 kelahiran hidup. Di negara maju hanya 27/100.000 kelahiran hidup sementara itu di negara berkembang AKI kira-kira mencapi 18 kali lebih tinggi sekitar 480/100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebabnya karena pertolongan persalinan di negara berkembang, khususnya di Indonesia ditolong oleh tenaga dukun. Penyebab utama kematian ibu di negara berkembang adalah faktor obstetri langsung, yaitu perdarahan post partum, infeksi dan eklamsi (Rahmaningtyas, Wijayanti, & Kokoeh, 2010).

Kematian ibu bersalin dan ibu hamil sekarang sudah mencapai 25-50% hal ini merupakan masalah besar pada negara berkembang, kematian ini terjadi pada wanita usia subur. Kematian pada wanita bersalin merupakan penyebab kematian terbesar

(2)

kematian pada usia puncak produktifitasnya. Word Health Organization (WHO) memperkirakan ada 500.000 kematian ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahun 99 persen tejadi di negara berkembang, dan salah satu negara berkembang adalah Indonesia.

Perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian ibu, kematian ibu ini disebabkan oleh perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, kehamilan

ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri). Salah satu penyebab

perdarahan adalah robekan jalan lahir (ruptur perineum), robekan ini dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan karena serviks atau vagina.Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat. Ruptur perineum disebabkan paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya,

ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi (Nasution, 2007).

Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang mencakup paritas, jarak kelahiran, dan berat badan lahir), riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi (Manuaba, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Hutomo (2009) yang berjudul “Hubungan antara paritas dengan kejadian ruptur perineum spontan di RSUD Kota Surakarta” hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara paritas dengan kejadian ruptur

perineum

(3)

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2011) yang berjudul “hubungan berat badan lahir dengan derajat perineum ruptur pada persalinan normal Di RSIA x tahun 2011” menyimpulkan bahwa mayoritas ibu bersalin mengalami ruptur derajat I dengan berat badan lahir bayi cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 40 orang (48,8 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV dengan berat badan lahir bayi lebih (lebih dari 4000 gram) sebanyak 1 orang (1,2 %).

Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah tahun 2013 merupakan salah puskesmas yang menerima persalinan dengan jumlah kunjungan rata-rata 120 ibu bersalin per tahunnya. Dari jumlah tersebut terdapat 56 ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum atau sekitar 46,7%. Hal yang mendasari penelitian dilakukan di Puskesmas Poned Darul Imarah karena masih banyak ibu bersalin yang menjalani ruptur perineum.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu

Bersalin Normal di Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah Tahun 2013

B. Rumusan Masalah

Masih tingginya persentase kejadian di Puskesmas Poned Darul Imarah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya ruptur perinepum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal

(4)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh paritas terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah.

b. Untuk mengetahui pengaruh jarak kelahiran terhadap kejadian ruptur

perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah

c. Untuk mengetahui pengaruh berat badan bayi terhadap kejadian ruptur

perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah

d. Untuk mengetahui pengaruh riwayat persalinan terhadap kejadian ruptur

perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah

(5)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat di bangku kuliah serta sebagai tambahan tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur

perineum.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Sebagai masukan sumbangan tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya

ruptur perineum.

3. Bagi Ibu bersalin

Dapat menjadi bahan masukan tentang pencegahan ruptur perineum dan mengenali tanda-tanda ruptur perineum.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ruptur Perineum

1. Pengertian

Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang

terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta

diafragma pelvis. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir

baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan

perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala

janin lahir terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau

vagina (Mochtar, 2005).

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus diperhatikan yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptur

uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir yang dapat

menyebabkan pecahnya pembuluh darah vena.

2. Klasifikasi Ruptur perineum

Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya adalah sebagai berikut:

(7)

a. Derajat satu : Robekan ini hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum.

b. Derajat dua : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan otot perineum.

c. Derajat tiga : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit

perineum, otot-otot perineum dan sfingterani eksterna.

d. Derajat empat : Robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingterani yang meluas sampai ke mukosa rectum (Soepardiman, 2006).

3. Tanda-tanda dan gejala robekan jalan lahir

Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal. Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam keadaan menggigil (Mochtar, 2005).

4. Penyebab Robekan Jalan Lahir

Yang dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir adalah partus

presipitatus seperti kepala janin besar, oresentasi defleksi (dahi, muka), primipara,

letak sungsang, pimpinan persalinan yang salah, pada obstetri dan embriotomi :

ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan embriotomi (Mochtar, 2005).

Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi.

(8)

Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan di tengah masyarakat melalui bidan polindes, sehingga peranan dukun makin berkurang. Bidan dengan pengetahuan medisnya dapat mengetahui hamil dengan risiko tinggi dan mengarahkan pertolongan pada kehamilan dengan risiko rendah yang mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal. Dengan demikian komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan semakin berkurang (Wiknjosastro, 2006).

5. Risiko Robekan Jalan Lahir

Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah perdarahan yang dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Risiko lain yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun,anemia dan berat badan turun. Keluarnya bayi melalui jalan lahir umumnya menyebabkan robekan pada vagina dan perineum.Meski tidak tertutup kemungkinan robekan itu memang sengaja dilakukan untuk memperlebar jalan lahir. Petugas kesehatan atau dokter akan segera menjahit robekan tersebut dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan sekaligus penyembuhan. Penjahitan juga bertujuan merapikan kembali vagina ibu menyerupai bentuk semula (Sutikno, 2006).

(9)

6. Tindakan Yang Dilakukan

Menurut Mochtar (2005), tindakan yang dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :

a. Memasang kateter ke dalam kandung kencing untuk mencegah trauma terhadap uretra saat penjahitan robekan jalan lahir.

b. Memperbaiki robekan jalan lahir.

c. Jika perdarahan tidak berhenti, tekan luka dengan kasa secara kuat kira-kira selama beberapa menit. Jika perdarahan masih berlangsung, tambahkan satu atau lebih jahitan untuk menghentikan perdarahan.

d. Jika perdarahan sudah berhenti, dan ibu merasa nyaman dapat diberikan makanan dan minuman pada ibu.

7. Penanganan Robekan Jalan Lahir

Menurut Mochtar (2005), penanganan robekan jalan lahir adalah :

a. Untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan kurang bersih pada beberapa keadaan dilakukan episotomi.

b. Bila dijumpai robekan perineum dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada robekan yang terbuka ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan menyebabkan luka lama sembuh.

c. Dengan memberikan antibiotik yang cukup .

Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan

(10)

dilakukan dengan cara jelujur menggunakan benang catgut kromik. Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu saat penjahitan laserasi, dan mengulangi pemberian anestesi jika masih terasa sakit. Penjahitan dimulai satu cm dari puncak luka. Jahit sebelah dalam ke arah luar, dari atas hingga mencapai bawah laserasi. Pastikan jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Ikat benang dengan membuat simpul dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan 1,5 cm.melakukan pemeriksaan ulang pada vagina dan jari paling kecil ke dalam anus untuk mengetahui terabanya jahitan pada rectum karena bisa menyebabkan fistula dan bahkan infeksi (Depkes, 2009).

Ruptur perineum derajat empat atau robekan yang lengkap memerlukan

langkah-langkah yang teliti. Apeks robekan dalam mukosa, rectum harus di perhatikan dan tepi mukosa rectum dibalikkan ke dalam lumen usus dengan jahitan berulang. Jahitan ini diperkuat lagi dengan jahitan terputus sekeliling fasia

endopelvis. Ujung robekan sfingterani cenderung mengalami retraksi ke lateral dan posterior. Setelah di identifikasi dan dijepit dengan forcep, ujung robekan didekatkan

dengan dua atau tiga jahitan (Ben, 2008).

8. Pengobatan Robekan Jalan Lahir

Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk mengurangi terjadinya perdarahan pada kala III dan mempercepat lahirnya plasenta.

(11)

Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk mengurangi rasa ketidak nyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Mencegah kontaminasi dengan rectum b. Menangani dengan lembut jaringan luka

c. Membersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau (Saifuddin, 2006).

9. Komplikasi

Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segeradiatasi, yaitu :

a. Perdarahan. Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes, 2008).

b. Fistula. Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing atau rectum yang

(12)

lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia (Depkes, 2008).

c. Hematoma. Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah. Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma

perineum tetapi bisa juga dengan varikositas vulva yang timbul

bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah ruptur

perineum ( Martius, 2007).

d. Infeksi. Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 38oC. Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari

perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (ruptur uteri). Penanganan yang dapat

dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat

(13)

satu sampai dengan derajat empat. Ruptur perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya ruptur perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, di isolasi, dan di lakukan inspeksi pada traktus gentitalis untuk mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi (Liwellyin, 2008).

Kaitan yang ditemukan dalam penulisan ini adalah penyebab terjadinya ruptur

perineum, hal-hal yang dapat dilakukan serta tanda dan gejala yang terlihat serta

upaya lanjutan yang berkaitan dengan penanganannya.

B. Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan. Persalinan dimulai (inpartu) pada saat

uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan serviks (membuka dan menipis) dan

berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Saifuddin, 2006).

Menurut Auvenshine dan Enriquez(2010) adapun faktor-faktor persalinan adalah :

a. Jalan lahir (passage) b. Janin ( passenger)

c. Tenaga atau kekuatan (power) d. Psikis wanita

(14)

Tahap pertama persalinan adalah ketika serviks terbuka penuh untuk membiarkan kepala bayi lewat, sebelum terbuka serviks tebal, agak keras menjadi tipis dan lembut dengan perlahan ditarik oleh kontraksi otot-otot uterus. Jika kemajuan persalinan berjalan lambat perubahan posisi dan pergerakan seringkali membantu mempercepat proses persalinan dan mengurangi rasa nyeri. Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus danpembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala tiga dan kala empat persalinan disebut juga kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga dan kala empat persalinan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) serta kala dua (kala pengeluaran bayi). Dari uraian diatas terlihat bahwa faktor-faktor terkait dengan persalinan mencakup mulai dari jalan lahir, janin, tenaga dan kekuatan, psikis wanita dan penolong persalinan.

C. Faktor-faktor terjadinya Ruptur Perineum

Mochtar (2005) menyebutkan bahwa terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang mencakup paritas, jarak kelahiran dan berat badan lahir), riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan

episiotomi.

1. Paritas. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seseorang ibu baik hidup maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian ruptur

perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko lebih

(15)

satu. Hal ini dikarenakan karena jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang (Wiknjosastro, 2006). Penelitian terdahulu yang berjudul Hubungan antara Paritas Dengan Kejadian

Ruptur Perineum Spontan Pada Ibu Bersalin Di Bps Ny "S" Desa Cangkir

Kecamatan Driyorejo tahun 2011. Dengan hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden merupakan multipara, dan sebagian besar tidak mengalami

ruptur perineum (56,5%). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara paritas dengan kejadian ruptur perineum spontan pada ibu bersalin (Nuryati, 2011)

2. Jarak kelahiran. Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum sempurna dan robekan perineum dapat terjadi (Depkes, 2007).

Penelitian terdahulu yang berjudul tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin di RSU Dr. Pirngadi Medan Periode Januari Desember 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan jarak kelahiran dengan derajat ruptur perineum.

(16)

3. Berat badan bayi. Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur

perineum yaitu pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma

partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran beran badan janin (Chalik, 2009). Dari uraian diatas terlihat bahwa faktor ibu dalam hal paritas memiliki kaitan dengan terjadinya ruptur perineum. Ibu dengan paritas satu atau ibu primipara mengalami resiko yang lebih tinggi. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun juga termasuk dalam kategori risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi dalam persalinan. Dalam kaitannya dengan terjadinya ruptur perineum, maka berat badan bayi yang berisiko adalah berat badan bayi diatas 3500 gram.

Penelitian terdahulu yang berjudul tentang Hubungan antara berat badan lahir dengan ruptur perineum pada persalinan spontan di RSIA Bunda Arif Purwokerto tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ibu bersalin paling banyak melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup (BBLC), paritas ibu bersalin paling banyak adalah ibu bersalin multipara, angka kejadian ruptur

perineum pada ibu bersalin lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak

mengalami ruptur perineum. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan yang significant antara berat badan lahir dengan ruptur perineum. (Destiaty, 2010).

(17)

4. Riwayat Persalinan. Riwayat persalinan mencakup episiotomi, ekstraksi cunam dan ekstraksi vakum. Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya ruptur perineum. a. Episiotomi. Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang

menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rekto vaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut. Pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu kepada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Tujuan

episiotomi adalah menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah

kehilangan darah yang tidak perlu (Handaya, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2007) tentang faktor-faktor penyebab terjadinya ruptur perineum pada ibu di Puskesmas Ngemplak menunjukkan bahwa ada kaitan yang erat (r=0,897) antara ruptur perineum dengan

episiotomi.

b. Indikasi. Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu

maupun pihak janin. 1. Indikasi janin

a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya adalah untuk mencegah

(18)

b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan ekstraksi

cunam, ekstraksi vakum dan janin besar.

2. Indikasi ibu

Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan perineum, misalnya pada primipara, persalinan sungsang,persalinan dengan ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan anak besar. Meskipun episiotomi rutin sering dilakukan di masa lalu (karena para penolong persalinan percaya bahwa dengan melakukan episiotomi akan mencegah penyulit dan infeksi, serta lukanya akan sembuh dengan baik dari pada robekan spontan, tetapi belum ada bukti yang mendukung hal tersebut episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan :

a. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma.

b. Sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat dibandingkan dengan laserasi derajat tiga atau empat yang terjadi tanpa episiotomi. c. Meningkatnya nyeri pasca persalinan.

d. Meningkatnya risiko infeksi (JNPK-KR, 2002). c. Jenis Episiotomi

Berdasarkan lokasi sayatan episiotomi terdiri dari :

1. Episiotomi medialis. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingterani.

2. Episiotomi mediolateralis. Sayatan ini dimulai dari bagian belakang

(19)

dilakukan kearah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya.

3. Episiotomi lateralis. Sayatan ini dilakukan kearah lateral mulai dari angka 3 atau 9 sesuai denganarah jarum jam.

4. Ekstraksi Vakum. Ektraksi vakum merupakan suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin di lahirkan dengan ektsraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum yang dipasang dikepalanya (Soepardiman, 2005). Pada ekstraksi vakum, keadaan fisiologis yang diharapkan adalah terbentuknya caput suksadenum pada kepala janin sebagai kompensasi akibat penghisapan atau tekanan negatif. Alat ekstraktor vakum terdiri dari beberapa bagian :

a. Pompa atau mesin penghisap dengan tekanan negatif

b. Botol atau tabung udara dilengkapi dengan manometer untuk membuat dan mengatur tekanan negatif.

c. Pipa atau selang penghubung antara mesin/botol dengan mangkuk

ekstraktor vakum.

d. Rantai atau gagang penarik terpasang pada mangkuk ekstraktor vakum. e. Mangkuk ekstraktor vakum yang terpasang pada kepala bayi

(Soepardiman, 2005).

Dari uraian tersebut terlihat bahwa riwayat persalinan memiliki kaitan dengan terjadinya ruptur perineum. Episiotomi merupakan tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput darah, jaringan

(20)

selaput darah jaringan pada septum rsekto vaginal, otot-otot dan fasial perineum dan kulit sebelah dalam perineum. Namun demikian, tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang terjadi lebih hebat. Ekstraksi vakum merupakan suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum yang dipasang dikepalanya.

D. Kerangka Konsep Penelitian

Mochtar (2005) menyebutkan bahwa terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri seperti paritas, jarak kelahiran dan berat badan lahir, riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi. Pedapat serupa juga disebutkan oleh Wiknjosastro (2006) yng menyebutkan bahwa ruptur

perineum paling dominan disebabkan karena faktor ibu meliputi paritas, jarak

kelahiran, riwayat persalinan dan berat badan lahir.

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian Paritas

Jarak kelahiran

Berat badan bayi

Riwayat persalinan

(21)

E. Hipotesa

1. Ada pengaruh paritas terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah.

2. Ada pengaruh jarak kelahiran terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah.

3. Ada pengaruh berat badan bayi terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Emergensi Neonatal Dasar (Poned) Darul Imarah.

4. Ada pengaruh riwayat persalinan terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah.

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian bersifat analitik.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum di Puskesmas Poned Darul Imarah dari bulan Januari 2012 sampai bulan Januari 2013 berjumlah 56 orang. 2. Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total populasi dimana seluruh populasi dijadikan sampel yaitu 56 orang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Puskesmas Poned Darul Imarah 2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari waktu pengajuan judul sampai dengan penulisan laporan akhir, dilaksanakan pada tanggal 01 sampai dengan 05 Juli 2013

(23)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian No Variabel Definisi

Operasional

Cara ukur Hasil ukur Skala ukur Variabel Dependen 1 Kejadian ruptur perineum Terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin

Observasi pada buku

rekam medic, dengan kategori :

- Ringan, bila ibu

Ruptur Perineum

derajat I

- Berat, bila ibu Ruptur

Perineum derajat II & III - Ringan - Berat Ordinal Variabel Independen

1 Paritas Jumlah anak

yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu

Observasi pada kartu

rekam medic, dengan kategori

- Primipara jika wanita yang pernah

melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya - Multipara jika wanita

yang telah melahirkan ≥ 2 bayi atau lebih

- Primipara - Multipara - Grande multipara Ordinal 2 Jarak kelahiran Rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya Observasi menggunakan form

ceklist dengan kategori

- Risiko jika jarak kelahiran kurang dari dua tahun

- Tidak risiko, jika jarak kelahiran 2-3 tahun

- Risiko - Tidak risiko

(24)

3 Berat badan bayi Bobot massa tubuh bayi ketika dilahirkan Observasi menggunakan form

ceklist dengan kategori

- Berisiko jika < 2500 gr dan jika > 3500 gr - Tidak beresiko jika

2500 – 3500 gr - Berisiko - Tidak berisiko Ordinal 4 Riwayat persalinan Persalinan yang pernah dialami oleh ibu Observasi menggunakan form

ceklist, dengan kategori

:

- Spontan, jika melahirkan dengan persalinan normal tanpa tindakan apapun - Tindakan, jika

melahirkan dengan tindakan lain seperti

ekstraksi vakum dan episiotomi

- Spontan - Tindakan

Nominal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari dua

bagian yaitu :

1. Bagian A merupakan data demografi meliputi nama, usia dan alamat. 2. Bagian B merupakan terdiri dari :

a. Pertanyaan nomor 1 untuk mengukur variabel ruptur perineum dengan pilihan jawaban derajat satu, derajat dua, derajat tiga dan derajat empat b. Pertanyaan nomor 2 untuk mengukur variabel paritas dengan pilihan

jawaban primipara, dan multipara, masing-masing jawaban diberi skor 1 sampai dengan 2

(25)

c. Pertanyaan nomor 3 untuk mengukur variabel jarak kelahiran dengan pilihan jawaban < 2 tahun, 2-3 tahun dan > 3 tahun masing-masing jawaban diberi skor 1 sampai dengan 3

d. Pertanyaan nomor 4 untuk mengukur variabel berat badan bayi dengan pilihan jawaban < 2500 gr, 2500 – 3500 gr, > 3500 gr masing-masing jawaban diberi skor 1 sampai dengan 3

e. Pertanyaan nomor 5 untuk mengukur variabel riwayat persalinan dengan pilihan jawaban ekstraksi vakum dan episiotomi masing-masing jawaban diberi skor 1 sampai dengan 2

G. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data

Proses pengolahan data dapat dilakukan melalui beberapa tahap. Menurut Budiarto (2006) tahap pengolahan data meliputi :

a. Editing, adalah memeriksa dan menyesuaikan dengan rencana semula seperti

apa yang diinginkan.

b. Coding,adalah mengklasifikasikan jawaban menurut jenisnya dengan memberikan kode tertentu.

c. Transfering, yaitu memindahkan jawaban responden dalam bentuk sistem

d. Tabulating, adalah data yang sudah benar kemudian dimasukkan dalam tabel

(26)

2. Analisa Data

Selanjutnya dilakukan analisa data yang dilakukan meliputi

a. Analisa univariat

Digunakan dengan metode statistic deskriptif untuk masing-masing

variabel penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi berdasarkan

persentase dari masing-masing variabel.Untuk menilai persentase kategori, pengelompokkan kata dipakai rumus persentase sebagai berikut (Sudjana,2005) % 100 x n fi P Keterangan : P = Persentase

fi = Jumlah responden menurut kategori n = Jumlah sampel

100% = bilangan tetap

b. Analisa Bivariat

Untuk mengukur pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dilakukan analisa silang dengan menggunakan tabel silang (cross tabulation) dengan tingkat kemaknaan 0,05 (5%). Pengujian dilakukan dengan menggunakan software SPSS Ver 17 dengan metode statistik Chi-square test. Penilaian dilakukan sebagai berikut :

1. Jika p value ≤ 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat.

(27)

2. Jika p value> 0,05, maka disimpulkan tidak ada pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat.

(28)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

RUPTUR PERINEUM PADA IBU BERSALIN NORMAL DI

PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL

EMERGENCY DASAR (PONED) DARUL IMARAH

ACEH BESAR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh

Oleh:

ROSDIANA NIM: 121010210030

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA ACEH

(29)

Kuesioner Penelitian

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Normal di Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency

Dasar Poned Darul Imarah Aceh Besar

No. Rekam Medik : ……… Bagian A Nama : Umur : Alamat : Bagian B 1. Ruptur perineum Ringan Berat 2. Paritas Primipara Multipara 3. Jarak Risiko Tidak Risiko 4. Berat badan bayi

< 2500 gram 2500 - 3500gram > 3500 gram 5. Riwayat persalinan Spontan Tindakan

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, 2006. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta

Depkes. 2007. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Dini. JNPK KR, Jakarta

_______, 2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta _______, 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta

Handaya. 2009. Penanganan preeklampsia/eklampsia. Prosiding Seminar Konsep Mutakhir Preeklampsia, Jakarta

JNPK-KR, 2002. Buku Pegangan pelatih Asuhan Persalinan Normal. Jakarta Liewellyin, 2008. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates, Jakarta Marthius, 2007. Bedah kebidanan Martius, EGC, Jakarta

Mochtar, 2005, Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Edisi III, EGC, Jakarta Machfoedz, 2009. Metode Penelitian, Fitramaya, Yogyakarta

Nasution, 2007. Penanganan Kasus Kedarutan Obstetri. Http:www.library.usu.ac.id. Tanggal 12 Oktober 2007.

Riskesdas, 2010. Riset Kesehatan Dasar. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Rukiyah, A.Y, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan II (Persalinan). CV. Trans Info Media, Jakarta

Rahmawati, 2011. Perawatan Masa Nifas. Fitramaya, Yogyakarta

Soepardiman. 2006. Pengantar Ilmu Bedah Obstetri. Http://www.geocities.com. Tanggal 10 Oktober 2011.

Sutikno, 2006. Aneka Tindakan Usai Melahirkan. Http:www.tabloid. nakita. Tanggal 10 Oktober 2007

(31)

Saifuddin. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Bina Pustaka, Jakarta

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Alfabeta, Bandung

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito, Bandung

Wiknjosastro, H. (2002). Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Gambar

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian  No  Variabel  Definisi

Referensi

Dokumen terkait

Di samping itu Pancasila berwujud sebagai ideologi yang paling memungkinkan bangsa Indonesia bersatu dalam NKRI yang nilai-nilainya universal, yaitu yang sesuai

Penelitian pendahuluan yang terkait dengan penelitian ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain [4] dalam penelitiannya tentang peran sumber daya

Tabel 3.2 merupakan skenario dari use case mengambil citra pelatihan yang akan menjelaskan alur proses bagi user yang akan melakukan pengenalan wajah.. Tabel 3.2 Use

Kajian ini meneliti pendekatan yang digunakan oleh Jabatan Kebudayaan dan Kesenian N egara, Kelantan men gurus dan melaksanakan seribu pendikir dalam sato bentuk

a) Kekeringan meteorologis adalah kekeringan yang berhubungan dengan kurangnya curah hujan yang terjadi berada di bawah kondisi normal dalam suatu musim.

Bagi pihak–pihak yang keberatan terhadap Pengumuman ini Peserta dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada

Nilai ggl sel surya adalah tegangan ketika tidak ada arus yang mengalir pada rangkaian sel ggl sel surya adalah tegangan ketika tidak ada arus yang mengalir pada rangkaian sel

Berdasarkan dalam hal ini pengasuh dapat memberikan sanksi kepada santri yang mengulangi perilaku bully yang dilakukannya kepada santri lain, sehingga pengasuh